Apa Saja Yang Bisa Mama Lakukan Untuk Cegah Alergi Si Buah Hati
Penyakit alergi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi dan meningkat jumlah insidennya dari tahun ke tahun. Banyak cara, metode dan pengobatan alergi yang muncul seiring dengan perkembangan dunia kesehatan. Namun, pertanyaan besar yang sering muncul adalah dapatkah kita mencegah terjadinya alergi? Atau, kita harus menunggu gejala muncul terlebih dahulu dan melakukan pengobatan terhadapnya?.
Kata alergi berasal dari bahasa yunani, yaitu allon argon, yang berarti reaksi yang berbeda/ menyimpang dari normal terhadap berbagai rangsangan/zat dari luar tubuh, misalnya terhadap makanan, debu, obat-obatan dan sebagainya (alergen) yang dapat menimbulkan penyakit. Alergen pada orang normal biasanya tidak menimbulkan penyakit. Ada juga istilah atopik, yang juga berasal berasal dari yunani. Topos yang berarti tempat, sehingga kata atopos, berarti tidak pada tempatnya. Dalam dunia kedokteran artinya bakat terhadap terjadinya alergi yang di turunkan. Bakat alergi tersebut dapat dicegah agar tidak bermanifestasi menjadi penyakit.
Pengetahuan mengenai alergi berkembang pesat, sehingga membuat angka kejadian alergi makin meningkat terutama yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Sehingga tatalaksana dan pengobatan juga semakin maju, dan konsep pencegahan dini dan penghindaran alergen merupakan tata laksana utama.
Mengetahui risiko alergi adalah langkah pertama untuk mencegah alergi, dan terpenting mengetahui adanya alergi dari orang tua. Bila kedua orang tua memiliki riwayat alergi, faktor risiko alergi pada anak akan besar, lebih dari 50 persen. Demikian juga apabila ada saudara kandung atau salah satu orang tua memiliki riwayat alergi, anak akan mempunyai fakto risiko kurang lebih 30 persen. Bahkan bila kedua orang tua atau saudara kandung tidak memiliki riwayat alergi pun, anak yang akan dilahirkan memiliki risiko 10 sampai 20 persen.
Gejala penyaki alergi yang sering timbul meliputi gejala alergi saluran cerna, alergi kulit, dan alergi saluran napas, hidung dan paru. Kejadian alergi tersebut tidak selalu terjadi bersamaan, namun akan mengikuti pola allergic march. Sehingga kita dapat memperkirakan kejadian alergi yang akan terjadi pada anak.
Beberapa hal dapat dilakukan untuk mencegah alergi pada calon buah hati kita, yang terbagi dari berbagai fase dan kelompok umur. Pada saat ibu hamil, mengonsumsi makan sehat yang memiliki banyak nutrisi dan gizi, serta menghindari karbohidrat dan lemak secara berlebihan. Beberapa penelitian telah membuktikan mengonsumsi probiotik juga akan mencegah anak mengalami alergi.
Pada masa bayi dan batita, pencegahan dilakukan dengan memberikan ASI, minimal selama 6 bulan. Bila anak tidak bisa mendapatkan ASI, dapat menggunakan susu hipoalergenik, susu full hidrolized, susu kedelai atau asam amino. Memperkenalkan makanan bayi pada usia 4 bulan, dan tidak perlu melakukan pendekatan diet pada bayi, serta menjauhkan faktor lingkungan yang dapat mencetuskan alergi.
Masa kanak dan remaja, pada usia 4 – 18 tahun, alergi makanan biasanya sudah mulai berkurang/menghilang, dan kita kadang harus mengonsumsi obat-obatan yang dapat mengendalikan/mengurangi gejala atau penyakit alergi. Dan yang paling penting tetap menjauhkan faktor pencetus, serta melakukan olah raga yang teratur.
refrensi
1. Fischer D, Vander Leek TK, Ellis AK, Kim H. Anaphylaxis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2018;14(Suppl 2):54.
2. Lieberman P, Camargo CA, Bohlke K, Jick H, Miller RL, Sheikh A, Simons FE. Epidemiology of anaphylaxis: findings of the American College of Allergy, Asthma and Immunology Epidemiology of Anaphylaxis Working Group. Ann Allergy Asthma Immunol. 2006 Nov;97(5):596-602.
3. Decker WW, Campbell RL, Manivannan V, Luke A, St Sauver JL, Weaver A, Bellolio MF, Bergstralh EJ, Stead LG, Li JT. The etiology and incidence of anaphylaxis in Rochester, Minnesota: a report from the Rochester Epidemiology Project. J Allergy Clin Immunol. 2008 Dec;122(6):1161-5.
4. Sampson HA. Historical background, definitions and differential diagnosis. Chem Immunol Allergy. 2015;101:1-7.
5. Motosue MS, Bellolio MF, Van Houten HK, Shah ND, Campbell RL. Risk factors for recurrent anaphylaxis-related emergency department visits in the United States. Ann Allergy Asthma Immunol. 2018 Dec;121(6):717-721.e1.