Bagaimana Sih Prosedur Penggunaan EEG Untuk Mengetahui Aktifitas Listrik Pada Otak?

Bagaimana Sih Prosedur Penggunaan EEG Untuk Mengetahui Aktifitas Listrik Pada Otak?

Kejang adalah gangguan listrik yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terkendali di otak. Ini dapat menyebabkan perubahan dalam perilaku, gerakan atau perasaan, dan tingkat kesadaran. Kejang yang tidak disebabkan oleh demam terjadi pada 1 dari setiap 250 anak. Jika terjadi berulang, anak dikatakan menderita epilepsi.

Selama kejang (convulsion), seorang anak mungkin tidak sadarkan diri dan terjatuh, mata mungkin berguling ke belakang, tubuh menjadi kaku, serta lengan dan kaki bisa tersentak. Kebanyakan kejang berlangsung kurang dari 5 menit.

Kejang

Kejang adalah kondisi adanya gangguan aktivitas listrik di otak secara spontan baik itu Sebagian atau diseluruh area otak. Kejang dapat ditandai dengan gerakan tubuh yang tidak terkendali, gerakan mata mendelik, tatapan mata yang kosong, serta dapat disertai dengan penurunan kesadaran. Durasi kejang juga dapat berlangsung singkat dalam hitungan detik atau menit, atau bisa berlangsung lama serta berulang kali. Apabila muncul kejang, maka perlu segera diobati dan dicari tahu apakah penyebab dari kejang tersebut.

Kejang pada anak

Anak-anak dapat mengalami kejang. Kejang pada anak dapat disebabkan oleh beberapa penyakit seperti kejang demam, epilepsi, meningitis, ensefalitis, cedera atau trauma kepala, kelainan bawaan lahir pada otak, atau tumor otak.

Epilepsi.

Jumlah kasus epilepsi pada anak dan usia dewasa muda relatif tinggi terutama di negara-negara berkembang salah satunya Indonesia. Epilepsi disebabkan oleh gangguan fungsi saraf diotak yang menyebabkan suatu kondisi “hipereksitabilitas”, yaitu suatu kondisi dimana saraf kekurangan faktor penghambatnya sehingga saraf terus-menerus menerima impuls/rangsangan yang muncul sebagai manifestasi kejang.

Epilepsi dapat disebabkan oleh abnormalitas structural otak,genetic, infeksi, gangguan metabolic, penyakit autoimun, atau bahkan tidak dapat diketahui penyebabnya. Faktor resiko epilepsy banyak dikaitkan dengan proses perkembangan janin dalam kehamilan serta masalah saat persalinan dan setelah dilahirkan, beberapa diantaranya seperti riwayat sakit berat pada kehamilan, cedera otak, kejang demam, riwayat epilepsy pada keluarga, nilai apgar yang rendah saat lahir, stress, gangguan elektrolit, efek toksik akut, sepsis, infeksi system saraf pusat, atau autoimun

Kejang demam berulang pada anak menjadi salah satu factor resiko terjadinya epilepsi pada anak. Sebanyak 3 % anak dengan kejang demam akan berkembang menjadi epilepsy dikemudian hari. Resiko epilepsy pada kejang demam kompleks 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kejang demam sederhana. Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk segera membawa anaknya ke dokter apabila muncul kejang untuk mendapatkan penanganan serta tatalaksana yang sesuai.

Gejala epilepsi dapat muncul dalam beberapa bentuk kejang seperti gerakan tubuh menyentak pada Sebagian atau seluruh tubuh, mata mendelik, tatapan kosong ke satu arah, mata berkedip cepat, atau kaku pada otot. Kejang juga dapat disertai dengan penurunan kesadaran, mulut berbusa, napas berhenti sementara, atau linglung. Durasi saat kejang juga dapat terjadi dalam hitungan detik maupun menit serta dapat terjadi lebih dari satu episode kejang. Untuk mengetahui apakah pasien mengalami epilepsy atau bukan maka perlu diperiksa ke dokter untuk melalui beberapa tahap diagnostic mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, sampai dengan peemeriksaan penunjang.

Sampai saat ini, EEG masih menjadi salah satu pemeriksaan penunjang dan merupakan gold standard untuk menegakkan diagnose epilepsy.

EEG

Electroencephalography atau EEG merupakan tes merekam aktivitas listrik dalam otak. Biasanya dokter menganjurkan pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit di dalam otak salah satunya epilepsy. EEG mampu mendeteksi gelombang elektrik yang dihasilkan oleh aktivitas otak, yang kemudian muncul sebagai grafik pada layar komputer atau berupa rekaman yang dapat dicetak pada kertas. Sel otak selalu aktif meskipun saat seseorang tidur, selain itu sel otak melakukan komunikasi melalui impuls elektrik.

Prosedur

Sebelum EEG, perawat dan dokter biasanya akan menginformasikan berbagai macam hal-hal medis, seperti alergi, obat-obatan yang dikonsumsi, dan lain sebagainya. Termasuk persiapan apa saja yang perlu dilakukan sebelum EEG:

  1. Mencuci rambut pada malam hari sebelum hari pemeriksaan, sebaiknya tidak menggunakan kondisioner

  2. Tidak menggunakan spray atau gel rambut di hari pemeriksaan

  3. Tidak mengonsumsi obat-obatan jenis psikotropika, seperti chlorpromazine dan haloperidol,

  4. Tidak mengonsumsi kafein dalam 24 jam sebelum pelaksanaan EEG

  5. Sebaiknya, pasien tidur lebih sedikit dari biasanya pada malam sebelum pemeriksaan.

  6. Sebaiknya pasien tidak berpuasa sebelum melakukan pemeriksaan agar menghindari rendahnya kadar gula darah agar tidak memengaruhi hasil tes EEG

Prosedur pada saat EEG yaitu:

  1. Posisi pasien yang disarankan adalah yang posisi yang rileks dan nyaman, seperti berbaring atau duduk bersandar pada tempat yang tersedia. Pasien harus merasa rileks untuk menghindari gangguan, diantaranya kontraksi otot kulit kepala maupun otot leher dapat menyebabkan artefak pada hasil pemeriksaan

  2. Pemasangan alat EEG berupa elektroda berujamlah 20-25 elektroda yang sudah terhubung dengan mesin pada kulit kepala atau topi yang dipasangkan dikepala pasien.

  3. Pada anak-anak dapat diberikan obat untuk memberikan efek sedasi pada anak, sehingga selama pemeriksaan pasien dapat tertidur dan kooperatif.

  4. Pemeriksaan akan berlangsung kurang lebih selama 20 sampai 40 menit.

  5. Saat pemeriksaan dimulai, pasien diminta untuk rileks dan menutup matanya. Di waktu tertentu, teknisi akan meminta pasien untuk menarik napas dalam-dalam, melihat lampu berkedip, membuka dan menutup mata, dan lain sebagainya. Hal tersebut bertujuan untuk melihat respon otak ketika tubuh melakukan aktivitas.

  6. Setelah selesai, teknisi akan melepaskan elektroda yang menempel pada kulit kepala pasien.

  7. Hasil dari pemeriksaan EEG nantinya akan diperiksa oleh dokter untuk menindaklanjuti kondisi pasien.

Efek Samping Electroencephalogram

Hampir tidak ada komplikasi yang disebabkan oleh pemeriksaan ini, karena EEG merupakan pemeriksaan penunjang non invasive yang relatif aman untuk pasien.Namun, elektroda yang ditempelkan pada kulit kepala terkadang dapat menimbulkan iritasi ringan, seperti terasa gatal atau muncul ruam merah di bagian tersebut.

Electroencephalogram mungkin dapat memicu kejang bagi pasien epilepsi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kedipan lampu saat prosedur EEG berlangsung. Dan ini bisa dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi kondisi otak pada pasien dengan keluhan epilepsi. Maka dari itu, pasien sebaiknya menginformasikan kondisi tubuhnya secara menyeluruh kepada dokter sebelum akan melakukan prosedur electroencephalogram.

Cookie membantu kami memberikan layanan kami. Dengan menggunakan layanan kami, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.