Dampak kekurangan zat besi pada ibu dan anemia defisiensi besi terhadap kesehatan anak
Angka kematian ibu dan anak (bayi) di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2015, angka kematian ibu cukup tinggi yaitu 305 per 100.000 penduduk. Namun angka kematian bayi pada tahun 2017 sebesar 24 kasus per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu adalah anemia pada ibu hamil. Oleh karena itu, perlu adanya edukasi aktif pada ibu hamil untuk menyadarkan mereka akan risiko anemia saat hamil. temannya Hermina Rendahnya asupan gizi ibu hamil akibat faktor gizi yang tidak mencukupi akan menyebabkan terjadinya anemia.
Anemia kehamilan adalah suatu keadaan dimana kadar HB ibu hamil berada di bawah 11 g% pada trimester 1 dan 2 dan di bawah 10,9 g% pada trimester ketiga. Untuk mencegah anemia saat hamil, ibu hamil rajin mengonsumsi makanan kaya zat besi, suplemen zat besi, atau tablet penambah darah selama usia kehamilan 90 hari. Ibu hamil sebaiknya menghindari anemia karena dampak anemia pada ibu hamil antara lain keguguran, pendarahan saat hamil, kelahiran prematur, kelainan janin, cacat lahir dan masa nifas. Pemantauan kadar HB pada ibu hamil selama kehamilan sangatlah penting, salah satunya adalah pemantauan HB minimal dua kali selama kehamilan 1.-3. bulan 7-9 bulan.
Gejala anemia pada ibu hamil dapat berupa mudah lelah, letih, kulit pucat, jantung berdebar, lemas, sesak napas, sulit konsentrasi, pusing, dan kaki atau tangan dingin. Anemia pada ibu hamil yang tidak ditangani dapat berdampak pada kesehatan ibu dan janin serta keselamatannya. Berikut ini adalah beberapa bahaya anemia pada ibu hamil:
1. Depresi Pascapersalinan
Depresi pasca melahirkan merupakan depresi yang dialami ibu setelah melahirkan. Anemia saat hamil dapat meningkatkan risiko depresi pasca melahirkan.
2. Perdarahan Pascapersalinan
Jika seorang ibu hamil mengalami anemia saat melahirkan, maka pendarahan tersebut mengancam keselamatannya. Selain itu, anemia dapat membuat tubuh ibu hamil lebih sulit melawan infeksi.
3. Bayi dengan berat badan lahir rendah
Penelitian menunjukkan bahwa anemia saat hamil erat kaitannya dengan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), terutama jika anemia terjadi pada trimester pertama kehamilan. Berat badan lahir bayi dikatakan rendah bila berat lahirnya kurang dari 2,5 kilogram. Bayi yang lahir dengan penyakit ini memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan kesehatan dibandingkan anak yang lahir dengan berat badan normal.
4. Bayi prematur
Risiko anemia pada ibu hamil berikutnya adalah kelahiran prematur. Persalinan prematur adalah kelahiran yang terjadi sebelum tanggal perkiraan lahir atau sebelum minggu ke-37 kehamilan. Selain beberapa gangguan kesehatan, bayi prematur juga berisiko mengalami gangguan tumbuh kembang. Penelitian menunjukkan bahwa anemia pada trimester pertama kehamilan meningkatkan risiko kelahiran prematur.
5. Bayi terlahir dengan anemia
Anemia saat hamil juga bisa menyebabkan anemia pada bayi baru lahir. Kondisi ini dapat mempengaruhi nafsu makan anak dan berujung pada gangguan makan. Jika tidak ditangani, hal ini dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
6. Kematian janin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anemia pada kehamilan dapat meningkatkan risiko kematian janin sebelum dan sesudah kelahiran.
Untuk mengatasi anemia saat hamil, Anda bisa memperbanyak asupan zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Nutrisi tersebut bisa didapat dari makanan yang Anda konsumsi setiap hari atau dari suplemen makanan yang diresepkan oleh dokter. Makanan kaya zat besi, asam folat, dan vitamin B12 antara lain daging merah, sayuran berdaun hijau tua, telur, kacang-kacangan, ayam, dan ikan. Untuk menghindari bahaya anemia pada kehamilan, kunjungilah dokter Anda secara rutin untuk pemeriksaan kehamilan.
Jika Anda memiliki gejala yang menunjukkan anemia, dokter Anda mungkin merekomendasikan tes darah dan menyarankan suplemen nutrisi untuk mengatasi kondisi tersebut.