Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline Personality Disorde)

Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline Personality Disorde)

 

Halo Sahabat Hermina, Gangguan Kepribadian Ambang, atau yang juga kita kenal sebagai Borderline Personality Disorder (BPD) adalah salah satu bentuk gangguan kepribadian, yang ditandai dengan adanya suatu ketidakstabilan emosi. Emosi senang, sedih, cemas, kosong/hampa, dapat dengan cepat berubah pada orang-orang dengan gangguan kepribadian ambang. Jika kita berbicara tentang perubahan emosi, mungkin kita juga berpikir tentang gangguan bipolar. Gangguan kepribadian ambang, berbeda dengan gangguan bipolar. Perubahan emosi pada gangguan kepribadian ambang dapat terjadi sangat cepat, bahkan dapat berubah dalam hitungan menit sampai jam. Hal ini berbeda dengan gangguan bipolar, dimana terdapat episode antara perubahan perasaan yang satu dengan yang lain. Ada yang menggambarkan perubahan perasaan/emosi pada gangguan kepribadian ambang, diibaratkan seperti perubahan cuaca, yang dapat berubah begitu saja dengan cepatnya. Berbeda dengan gangguan bipolar, yang perubahan perasaan/emosinya diibaratkan seperti perubahan musim, dimana musim tersebut diibaratkan sebagai suatu episode dari perasaan tertentu, yang dapat berlangsung dalam hitungan bulan.

Ketidakstabilan perasaan/emosi yang nyata pada orang-orang dengan gangguan kepribadian ambang, dapat mempengaruhi hubungan interpersonal dengan orang-orang di sekitarnya, juga dapat dihubungkan dengan citra diri yang negatif, yang dapat dialami orang- orang dengan gangguan kepribadian ambang. Hal tersebut juga dapat dihubungkan dengan gangguan perilaku, juga tindakan-tindakan impulsif pada gangguan kepribadian ambang.

Jika kita merujuk pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM- 5), gejala-gejala gangguan kepribadian ambang yang dapat terjadi, seperti :

  1. Upaya panik untuk menghindari pengabaian yang nyata atau yang dibayangkan.
  2. Pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan intens yang ditandai dengan bergantian antara ekstrem idealisasi dan devaluasi.
  3. Gangguan identitas: citra diri atau perasaan diri yang sangat tidak stabil dan terus- menerus.
  4. Impulsif di setidaknya dua area yang berpotensi merusak diri sendiri (mis., Pengeluaran, seks, penyalahgunaan zat, mengemudi sembrono, makan pesta).
  5. Perilaku bunuh diri berulang, gerakan, atau ancaman, atau perilaku yang merusak diri sendiri.

 

  1. Ketidakstabilan afektif karena reaktivitas suasana hati yang nyata (misalnya, perasaan tidak menyenangkan episodik yang intens, lekas marah, atau kecemasan yang biasanya berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa hari).
  2. Perasaan kosong yang kronis.
  3. Kemarahan yang tidak sewajarnya, intens, atau kesulitan mengendalikan amarah (misalnya, sering muncul kemarahan, kemarahan terus-menerus, perkelahian fisik berulang).
  4. Ide paranoid terkait stres yang sementara atau gejala disosiatif yang parah

Dalam suatu penelitian, diketahui bahwa saat seseorang merasakan sedih, cemas, ataupun perasaan lainnya, ternyata stressor yang ada, hanya mempengaruhi sekitar 10% dalam perasaan seseorang. Lantas apa yang paling banyak mempengaruhi perasaan tersebut? Dari penelitian tersebut, dikatakan bahwa perasaan paling banyak dipengaruhi oleh genetik dari seseorang, yaitu sekitar 50%. Tentu perihal genetik ini, sangat sulit untuk diubah. Lantas apa yang 40% sisanya? Respon internal seseorang mempengaruhi 40% dalam suasana perasaan seseorang. Jika kita melihat sesuatu dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saja, ada seseorang tidak lulus ujian, tentu perasaan dan perilaku seseorang dengan orang lain akan berbeda-beda. Ada yang santai saja dengan hal itu. Ada juga yang mengalami stres berat, hingga tidak nafsu makan dan enggan untuk beraktifitas selama berhari-hari. Ada pula yang merasakan stres, tetapi menjadikan stres itu sebagai motivasi, atau acuan di masa depan supaya berusaha lebih baik. Stres dapat dikonotasikan positif, ataupun negatif. Hal itu yang dimaksudkan dengan respon internal. Dengan respon internal yang baik, stres yang ada dapat dimaknai secara lebih positif dibandingkan dengan respon internal yang buruk. Pada orang- orang dengan gangguan kepribadian ambang, seringkali respon internal ini tidak berespon sesuai yang diharapkan, sehingga adalah hal yang penting untuk dapat mengubah respon internal pada orang-orang dengan gangguan kepribadian ambang, menjadi lebih positif.

Pengobatan untuk gangguan kepribadian ambang meliputi farmakoterapi (dengan obat) dan juga non-farmakoterapi, misalnya dengan psikoterapi. Ada berbagai macam psikoterapi yang dapat digunakan untuk gangguan kepribadian ambang, contohnya, Dialectical Behaviour Therapt (DBT), Schema-focused Therapy, Transference-focused Psychotherapy (TFP), dan juga masih banyak jenis-jenis psikoterapi lainnya yang dapat digunakan untuk gangguan kepribadian ambang.

Pemeriksaan dan penanganan gangguan kepribadian ambang oleh seorang profesional diharapkan dapat dilakukan sedini mungkin, untuk menghindari kondisi yang lebih buruk.

Cookie membantu kami memberikan layanan kami. Dengan menggunakan layanan kami, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.