Ketahui Pembesaran Prostat Jinak pada Pria: Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya

Ketahui Pembesaran Prostat Jinak pada Pria: Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya

Sebuah penelitian meta analisis yang dipublikasikan oleh Lee dkk. menggambarkan bahwa prevalensi BPH atau Benign Prostate Hyperplasia (Pembesaran Prostat Jinak) di dunia meningkat seiring dengan peningkatan usia. Prevalensi tertinggi berada pada kelompok usia ≥ 70 tahun dengan median prevalensi 25,2% (19-37,9%). Angka kejadian pembesaran prostat jinak di Indonesia sampai saat ini belum pernah diteliti sehingga jumlahnya belum bisa diketahui dengan pasti.

Meskipun jarang mengancam jiwa, pembesaran prostat jinak memberikan keluhan yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini merupakan akibat dari obstruksi pada leher kandung kemih dan uretra oleh karena pembesaran prostat jinak. Selanjutnya, obstruksi ini dapat menimbulkan perubahan struktur kandung kemih maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien pembesaran prostat jinak sering berupa LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) yang terdiri atas gejala iritasi (storage), gejala obstruksi (voiding), dan gejala pasca berkemih. Gejala obstruksi meliputi BAK (buang air kecil) mengejan, pancaran kemih lemah dan terputus (intermittency), serta merasa tidak puas setelah berkemih. Gejala iritasi meliputi frekuensi berkemih meningkat, urgensi (sulit menahan BAK), dan nocturia (BAK malam hari lebih dari satu kali). Gejala pasca berkemih berupa urine menetes (terminal dribbling) hingga gejala yang paling berat adalah terjadinya retensi urine (tidak dapat berkemih).

Hubungan antara pembesaran prostat jinak dengan LUTS sangatlah kompleks. Tidak semua pasien pembesaran prostat jinak mengeluhkan gangguan berkemih atau sebaliknya. Beberapa penelitian retrospektif di Indonesia menunjukkan bahwa frekuensi keluhan yang didapatkan pada pasien pembesaran prostat jinak meliputi sulit atau tidak bisa berkemih (55,5%-59,6%), gejala frekuensi (10.1%-48%), aliran urine terputus-putus (7,9%-34%), BAK mengejan (7,9%-14%), rasa tidak lampias setelah berkemih (5,6%-23%), dan keluhan nokturia (3,4%-44%).

Untuk menegakkan diagnosis pembesaran prostat jinak, perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Selain itu juga terdapat beberapa kuesioner yang dapat membantu mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat jinak. Salah satu kuesioner yang telah digunakan secara luas adalah International Prostate Symptoms Score (IPSS). Penggunaan kuesioner skor keluhan pada pasien pria dengan LUTS perlu dilakukan secara rutin untuk menilai keluhan dan kualitas hidup pasien dengan LUTS serta untuk evaluasi ulang semasa dan/atau setelah terapi. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, USG saluran kemih, uroflowmetri (tes pancaran berkemih), dan pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA) juga perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan menentukan tatalaksana pembesaran prostat jinak.

Tatalaksana pada pasien pembesaran prostat jinak bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien. Terapi yang diberikan kepada pasien bergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, serta ketersediaan fasilitas rumah sakit. Pilihan terapi pada pembesaran prostat jinak adalah (1) konservatif (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) pembedahan.

Terapi konservatif pada pembesaran prostat jinak dapat berupa watchful waiting, yaitu pasien tidak mendapatkan terapi apapun, tetapi perkembangan penyakitnya tetap diawasi oleh dokter. Terapi konservatif ini biasanya dilakukan pada pasien-pasien dengan keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada terapi konservatif ini, pasien diberi penjelasan mengenai segala sesuatu yang mungkin dapat memperbaiki atau memperburuk keluhannya, misalnya:

  1. Hindari minum air banyak sebelum tidur.
  2. Jangan banyak minum dan mengkonsumsi minuman yang mengandung kafein, alkohol, atau coklat karena akan meningkatkan produksi urine.
  3. Gunakan teknik double voiding dengan cara mengosongkan urine kembali dengan jeda waktu 5 menit setelah berkemih yang pertama.
  4. Lakukan milking urethra dengan cara mengurut pangkal penis ke arah lubang kencing untuk mencegah tetesan urine pasca berkemih.

Jika pasien pembesaran prostat jinak telah mengalami keluhan yang mengganggu aktivitas sehari-hari, maka perlu diberikan terapi medikamentosa. Terapi medikamentosa yang dapat diberikan antara lain dengan memberikan obat-obatan golongan alpha-1 blocker (seperti tamsulosin, silodosin, dan lain-lain) yang dapat dikombinasikan dengan obat-obatan golongan 5-alpha reductase inhibitor (seperti finasteride, dutasteride, dan lain-lain).

Bila pasien pembesaran prostat jinak telah mengalami gejala berat, maka sangat disarankan untuk dilakukan pembedahan. Adapun indikasi absolut tindakan pembedahan pada pasien pembesaran prostat jinak antara lain pasien sudah tidak dapat BAK sehingga perlu memakai selang kateter, infeksi saluran kemih berulang, BAK berdarah berulang, telah terdapat batu kandung kemih, dan terdapat penurunan fungsi ginjal yang disebabkan pembesaran prostat. Sedangkan indikasi relative tindakan pembedahan antara lain bila pasien menolak pemberian terapi medikamentosa dan pasien yang mengalami keluhan sedang hingga berat namun tidak membaik dengan pemberian terapi medikamentosa. Terapi pembedahan pada pasien pembesaran prostat jinak pada umumnya dilakukan dengan metode TURP (Transurethral Resection of Prostate), yaitu mereseksi (mengangkat sebagian) jaringan transisional prostat dengan proses endoskopi urologi (operasi tanpa sayatan).

 

Download aplikasi Hermina Mobile Apps untuk memudahkan akses kesehatan dan pendaftaran ke RS Hermina Soreang.

 

Daftar Pustaka

  1. Tjahjodjati, et al. Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostate Hyperplasia) 2021
  2. Lee SWH, Chan EMC, Lai YK. The global burden of lower urinary tract symptoms suggestive of benign prostatic hyperplasia: A systematic review and meta-analysis. Sci Rep. 2017; 11;7(1):7984
  3. Azhar A., Eriawan Agung Nugroho, Ezra Endria Gunadi. Relationship between Prostate Volume and International Prostate Symptom Score (IPSS) Degree of Tamed Prostate Enlargement on Transabdominal Ultrasonography (TAUS) and Transrectal Ultrasonography (TRUS) Examination. BJI [Internet]. 2021 Jan.27 [cited 2021 Sep.27];7(1):112-7., diakses dari https://jurnalkedokteranunsri.id/index.php/BJI/article/view/259.
  4. Adelia F., Monoarfa A., Wagiu A. Gambaran Benigna Prostat Hiperplasia di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2014 – Juli 2017. e-Clinic. 2017
  5. Prasetyo ZA, Budaya TN, Daryanto B. Characteristics of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Patients Undergoing Transurethral Resection of Prostate (TURP). Jurnal Kedokteran Brawijaya; 31(4).
Cookie membantu kami memberikan layanan kami. Dengan menggunakan layanan kami, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.