Komplikasi dan Masalah Terkait Lensa Kontak

Komplikasi dan Masalah Terkait Lensa Kontak

Lensa kontak merupakan salah satu alat bantu yang digunakan untuk mengoreksi kelainan refraksi. Pada awal perkembangannya, lensa kotak dibuat dari bahan kaca, dengan ukuran yang cukup besar, hingga menutupi sklera. Lensa kontak kornea kemudian mulai diperkenalkan pada tahun 1940-an, yang dibuat dengan bahan dasar plastik polymethylmethacrylate (PMMA).

 

Lensa kontak ini mulai menjadi populer menggantikan kaca mata untuk mengoreksi gangguan refraksi. Lensa kontak dengan bahan dasar soft hydrogel mulai diperkenalkan di Amerika pada tahun 1950-an dan kemudian menjadi semakin populer pemakaiannya. Saat ini diperkirakan sekitar 51 persen dari penduduk Amerika menggunakan alat bantu refraksi, 25 persen dari jumlah tersebut adalah pengguna lensa kontak.

 

Beberapa keuntungan pemakaian lensa kontak antara lain tampilan kosmetik yang lebih baik, lapang pandang yang lebih luas, perubahan ukuran bayangan minimal, kemampuannya dalam mengatasi kelainan anisometrop dan anisekonia, dapat mengoreksi astigmat kornea, serta masih banyak lagi. Namun, diperkirakan sekitar 4 persen pengguna lensa kontak, mengalami gangguan akibat pemakaian lensa kontak yang tidak sesuai.

 

Komplikasi kronis dari pemakaian lensa kontak ini akan menyebabkan efek kerusakan jangka panjang, antara lain mikrotrauma pada kornea yang menginduksi respon inflamasi yang pada akhirnya akan menyebabkan kornea menjadi keruh.

 

Diagnosa dan terapi pada pasien yang mengalami komplikasi akibat pemakaian lensa kontak sangat penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Pada artikel kali ini, akan menjelaskan beberapa komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian lensa kontak.

 

Komplikasi berupa infeksi pada kornea akibat pemakaian lensa kontak sudah jarang didapati belakangan ini. Hal ini dikarenakan lensa kontak disposable atau sekali pakai mulai banyak digunakan, edukasi pasien, perawatan lensa kontak yang lebih baik, serta material lensa kontak yang lebih oxygen-permeable. Apabila kejadian infeksi kornea tersebut terjadi, umumnya bersifat serius dan mengancam penglihatan.

 

Berikut ini beberapa komplikasi menurut anatomisnya, akibat pemakaian lensa kontak yang tidak sesuai, antara lain:

 

Orbita

- Globe luxation

Kunesh dan Katz (2002) melaporkan kejadian luksasi bulbus okuli spontan setelah pemakaian lensa kontak. Penanganan segera, reposisi manual dibawah anestesi general memberikan hasil yang baik dan tidak didapatkan sekuel pada penglihatan.

 

Palpebra dan konjungtiva

- Ptosis

Gangguan ini umumnya diakibatkan oleh kelemahan aponeurosis levator sebagai akibat penggunaan jangka panjang dari RGP. Korb dkk (2002) menemukan sekitar 80% pemakai lensa kontak lunak mengalami lid-wiper epitheliopathy, yaitu ketika terjadi kerusakan epithel pada area konjungtiva marginalis kelopak mata atas, akibat gesekan dengan permukaan lensa kontak.

 

- Injeksi konjungtiva/mata merah

Injeksi konjungtiva bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: fitting lensa kontak yang tidak sesuai (terlalu tight ataupun loose); hipoksia; deposit pada lensa kontak; lensa kontak yang cacat bentuk; reaksi alergi/toksik dari cairan lensa kontak; riwayat gangguan mata yang sudah ada sebelumnya; dry-eye; dan infectious keratitits/corneal ulcer.

 

- Contact Lens-induced Papillary Conjunctivitis (CLPC)

Hal ini dapat diakibatkan oleh abrasi mekanis akibat bentuk tepi lensa yang kurang baik dan abrasi dari lapisan film protein pelindung. Pengukuran ulang lensa kontak dengan bentuk yang lebih baik, dapat membantu mengurangi keluhan ini. Terapi antihistamin tidak efektif dan tidak direkomendasikan.

 

Sklera

- Nocardia asteroides sclerokeratitis

Shridar (2002) dkk melaporkan kejadian Nocardia asteroides sclerokeratitis di Wills Eye Hospital, Philadelphia yang mengenai seorang pria berusia 65 tahun. Penghentian pemakaian lensa kontak, terapi topikal amikasin dan sistemik dengan trimethoprim-sulfamethoxazole cukup efektif mengatasi keluhan ini.

 

Kornea

- Infectious keratitis/Corneal ulcer

Umumnya berhubungan dengan ukuran lensa kontak yang kurang sesuai dan higienisitas lensa kontak yang buruk. Penelitian Morgan (2004) dkk, mendapati risiko keratitis meningkat pada pasien yang memakai lensa kontak saat tidur dibanding bila ia hanya menggunakannya saat bangun. Hasil lainnya menunjukkan lensa kontak berbahan silicone hydrogel menurunkan resiko infeksi lima kali lipat dibanding lensa kontak berbahan hydrogel.

 

- Corneal abrasions

Hal ini dapat diakibatkan oleh benda asing yang terjebak diatara lensa kontak dan kornea, pemasangan lensa kontak yang kurang tepat dan pemakaian lensa kontak rusak atau cacat bentuk. apabila disertai higienisitas yang jelek dapat meningkatkan risiko infeksi. Corneal abration umumnya diterapi menggunakan antibiotik topikal dan tidak perlu di patching.

 

- Punctate keratitis

Gangguan ini umumnya berhubungan dengan sindroma dry eye, ukuran lensa kontak yang tidak sesuai serta reaksi toksisitas dengan bahan solution lensa kontak.

 

- Dellen / 3 o’clock dan 9 o’clock staining

Pola staining seperti ini dapat dijumpai pada pemakai lensa kontak Rigid Gas-permeable (RGP) yang dihubungkan dengn buruknya pembasahan pada daerah sumbu horizontal. Umumnya dengan pengukuran ulang yang lebih sesuai dan pengunaan tetes mata dapat menguragi keluhan ini.

 

- Sterile infiltrate

Infiltrat ini khas didaerah tepi kornea, lebih dari satu area, dan epitel pada permukaan infiltrat tampak intak. Berdasarkan penelitian Donshik (1995) dkk, menemukan bahwa umumnya infiltrat pada kasus ini memiliki karakteristik berukuran kecil, soliter, lokasi pada midperifer, dan berada pada stroma daerah superficial. Pemakai Soft Contact Lens (SCL) lebih beresiko daripada pemakai RGP. Pengguna SCL jangka panjang lebih beresiko mengalami gangguan ini. Umumnya terapi antibiotik topikal atau antibiotik – kortikosteroid berespon baik. Terapi antibiotik tetap diberikan, meskipun dari hasil kultur, tidak didapatkan pertumbuhan bakteri.

 

- Contact lens superior limbic keratoconjunctivitis (CLKC)

Komplikasi ini umumnya menyerupai superior limbic keratoconjunctivitis, dengan gambaran injeksi konjungtiva bulbar daerah superior. Penghentian pemakaian lensa kontak, dapat membantu menyembuhkan gangguan ini.

 

 

 

- Dendritic keratitis

Bentuk keratitis ini menyerupai keratitis oleh Herpes Simplex Virus (HSV), namun pada pewarnaan floresin, tampak lebih tipis dibanding keratitis HSV. Keratitis ini umunya dapat sembuh sendiri setelah pemakaian lensa kontak dihentikan, dan tidak berhubungan dengan infeksi apapun.

 

- Corneal neovascularization

Neovaskularisasi adalah salah satu respon tubuh terhadap hipoksia. Gangguan ini dapat di minimalisir dengan cara: ukur ulang lensa kontak dengan nilai Dk yang lebih tinggi, ukuran yang lebih looser, durasi pemakaian lensa kontak dikurangi atau mengganti dengan jenis disposable. Bila neovaskularisasi ini terus berkembang, dapat mengakibatkan scar dan deposisi lemak ataupun perdarahan intrakornea.

 

- Corneal distortion & warpage

Terjadinya perubahan bentuk kornea setelah pemakaian lensa kontak dapat diakibatkan oleh pemakaian SCL dan RGP, namun umumnya lebih sering dihubungkan dengan pemakaian RGP. Umumnya corneal warpage dapat hilang beberapa waktu setelah pemakaian lensa kontak dihentikan. Pada SCL umumnya hilang setelah 2 minggu, RGP setelah 4 minggu dan jenis PMMA setelah 8 minggu. Pemeriksaan keratometri pada pemakai lensa kontak khususnya RGP, sebaiknya di dokumentasi dengan baik dan selalu dibandingkan dengan nilai keratometri sebelumnya.

 

- Decrease of Central-corneal Thickness (CCT)

Penelitian Myrowitz dkk (2002) menemukan bahwa terjadi penipisan kornea sentral skitar 37 mikrom, terutama pada pemakai lensa kontak jenis RGP dibandingkan pemakai SCL dan bukan pemakai lensa kontak. Hal ini penting untuk dipertimbangkan pada pasien yang akan menjalani prosedur excimer-laser photoablative correction.

 

- Spectacle blur

Kabur saat menggunakan kacamata kembali, umumnya diakibatkan oleh adanya corneal warpage. Namun apabila tetap didapatkan keluhan kabur yang menetap, maka perlu dilakukan evaluasi ulang terhadap lensa kontak yang dipakai, dan sebaiknya pemakaian lensa kontak dihentikan dulu.

 

- Peningkatan konsentrasi obat topikal

Penggunaan lensa kontak dan obat-obatan topikal secara bersamaan dapat meningkatkan konsentrasi obat pada kornea dan humor aquos. Tian (2001) dkk melaporkan penelitian mereka menggunakan lensa kontak 1-day Acuvue dan lomefloxacin topikal, didapatkan peningkatan konsentrasi obat pada kornea dan humor akuos, sehingga dokter harus lebih berhati-hati bila meresepkan obat topikal pada pasien yang memakai lensa kontak.

 

Sebagian besar lensa kontak dapat dipakai lebih dari sekali. Setiap kali setelah dipakai, dapat dicuci, disimpan dan kemudian dipergunakan lagi. Saat ini umumnya pemakai lensa kontak menggunakan cairan pembersih lensa kontak yang multifungsi. Cairan ini dapat berfungsi untuk membilas deposit serta mikroorganisme yang melekat pada lensa kontak dan sekaligus sebagai media penyimpanan lensa kontak.

 

Hydrogen peroxide solution umumnya tersedia dalam kemasan two-step dan one-step. Apabila menggunakan jenis two-step, harus dipastikan peroxide yang tersisa pada lensa kontak telah dibilas dengan sempurna menggunakan saline, sebelum digunakan.

 

Enzymatic cleaner umumnya tersedia dalam bentuk tablet, digunakan untuk membersihkan deposit protein pada lensa kontak. Adanya deposit protein ini menyebabkan pemakai lensa kontak merasa tidak nyaman, dan dapat menyebabkan gangguan mata lainnya. Pada produk ini umumnya ditambahkan thiomersal, benzalkonium chloride, benzyl alcohol,dan bahan lain untuk mengeradikasi kontaminasi mikroorganisme.

 

Pada tahun 1989, telah didapati bahwa thiomersal menyebabkan gangguan pada 10% populasi pemakai lensa kontak, sehingga akhirnya produk yang lebih baru, tidak lagi menggunakan thiomersal. Seiring perkembangan teknologi, saat ini beberapa jenis lensa kontak menggunakan bahan silicone-hydrogel polymers, dan terkadang dapat bereaksi dengan solution tertentu dan mengakibatkan corneal staining, sehingga perlu dilakukan pemilihan solution dengan lebih cermat.

 

Penggunaan lensa kontak yang semakin luas saat ini sebagai salah satu alat bantu koreksi refraksi yang cukup baik, memberikan dampak peningkatan resiko efek samping lensa kontak itu sendiri. Efek samping lensa kontak dapat terjadi oleh karena bahan lensa kontak, bentuk lensa kontak dan cairan solution lensa kontak.

 

Gangguan yang terjadi dapat bersifat infeksius dan non infeksius dan lokasi anatomis yang terkena dapat bervariasi, mulai dari kelopak mata sampai kornea. Umumnya penghentian pemakaian lensa kontak dan terapi topikal yang tepat, dapat memberikan hasil yang baik. Edukasi kepada pemakai lensa kontak perlu diberikan dengan baik, sehingga resiko komplikasi lensa kontak dapat diminalisir.

Cookie membantu kami memberikan layanan kami. Dengan menggunakan layanan kami, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.