Kuning pada Neonatus
Sahabat Hermina, kuning atau ikterus neonatorum pada neonatus (bayi usia di bawah 1 bulan) merupakan suatu kondisi yang umum terjadi. Sebanyak 50% bayi aterm dan 80% bayi prematur akan mengalami kuning dalam hari-hari awal kelahirannya. Kondisi ini sebabkan oleh tingginya kadar bilirubin dalam darah. Kadar bilirubin serum total (BST) > 5 mg/dl disebut dengan hiperbilirubinemia
Ikterus neonatorum dapat merupakan sebuah proses normal ataupun abnormal. Hiperbilirubinemia yang terjadi antara usia 24 jam – 2 minggu seringkali merupakan kondisi fisiologis (normal). Kondisi ini disebabkan oleh kenaikan kadar bilirubin indirek akibat pemecahan sel darah merah bayi, belum sempurnanya proses konjugasi di hati bayi serta penyerapan kembali bilirubin indirek di saluran cerna bayi. Sedangkan hiperbilirubinemia yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran ataupun setelah usia 14 hari pada umumnya merupakan kondisi abnormal yang harus mendapatkan evaluasi medis dan tatalaksana segera.
Hiperbilirubinemia yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran bisa disebabkan oleh inkompatibilitas ABO dan resus, dimana golongan darah ibu O yang menghasilkan anti-A dan anti-B sedangkan golongan darah bayi bukan O, sehingga anti-A dan anti-B tersebut menghancurkan sel darah merah bayi. Selain inkompatibilitas, terdapat berbagai kelainan lain yang harus dievaluasi oleh dokter. Penyebab lain antara lain defisiensi G6PD, hemoglobiopati, dan beberapa jenis sindrom. Kondisi ini harus didiskusikan dengan dokter anak.
Hiperbilirbunemia fisiologis dapat berhubungan dengan pemberian ASI, yaitu breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Kedua kondisi ini berbeda secara etiologi. Breastfeeding jaundice disebabkan oleh kurangnya asupan ASI. Apabila kadar bilirubin masih dalam batas aman, tidak perlu diberikan terapi, hanya dengan mengoptimalkan pemberian ASI kondisi hiperbilirubinemia akan mengalami perbaikan. Berbeda dengan BFJ, BMJ timbul akibat dari pemberian ASI tersebut. Penyebab pastinya belum diketahui namun diperkirakan akibat zat dalam ASI yang mengganggu sirkulasi enterohepatik bayi. Kuning muncul lebih lambat dan bisa bertahan hingga 12 minggu. Terdapat dua pendapat untuk tatalaksana BFJ. Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP), tidak perlu dihentikan pemberian ASI. Namun demikian, pendapat lain menyatakan ASI dihentikan sementara 24-48 jam untuk memberikan kesempatan hati memproses bilirubin yang berlebihan tersebut.
Apabila ikterik terus berlangsung hingga bayi berusia lebih dari 2 minggu atau bahkan 1 bulan, harus segera dibawa ke dokter untuk evaluasi penyebab abnormal. Kondisi yang sering menjadi penyebab ikterik patologis adalah infeksi neonatus dan atresia bilier. Tatalaksana infeksi segera secara tepat dan adekuat akan mengurangi kondisi ikterik bayi dan kondisi klinis bayi. Atresia bilier merupakan kondisi abnormal yang membutuhkan terapi pembedahan segera. Semakin cepat dilakukan intervensi maka akan semakin baik luaran bayi.
Pemeriksaan kadar bilirubin sederhana non-invasif dapat dilakukan secara visual pada tempat yang terang. Ikterik akan mulai terlihat pada area wajauh dan menyebar ke bawah seiring dengan meningkatnya kadar bilirubin. Jika terlihat secara visual harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan bilirubin total serum (BTS)
Secara normal, bilirubin akan dibuang melalui urin atau feses bayi. Oleh karena itu pemberian ASI atau cairan yang adekuat merupakan salah satu terapi pada anak dengan ikterus neonatorum. Namun demikian sebanyak 3%-5% dapat mengalami kenaikan bilirubin yang sangat tinggi dengan menyebabkan terjadinya kernikterus. Kernikterus adalah kerusakan otak akibat toksisitas bilirubin karena bilirubin dapat menembus sawar darah otak. Gejala berupa bayi tampak lemas, tidak mau minum, menangis melengking, dan tonus otot lemas. Kernikterus merupakan salah satu faktor risiko terjadinya palsi serebral pada anak. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi BTS jika bayi tampak kuning sampai ke perut bawah dan ekstremitas bawah.
Terapi untuk ikterus neonatorum adalah terapi sinar menggunakan terapi sinar-biru, bukan dengan paparan sinar matahari. Terapi sinar biru dilakukan jika kadar BTS sudah melebih ambang batas keamanan untuk diobservasi di rumah. Nilai ambang batas aman BTS berbeda pada tiap kelompok umur dan faktor risiko bayi. Jika nilai BTS sangat tinggi dan bayi mengalami kernikterus terdapat kemungkinan untuk dilakukan transfusi tukar. Penilaian kebutuhan terapi sinar biru atau transfuse tukar dilakukan oleh dokter dan terapi ini dilakukan di rumah sakit dibawah pengawasan medis. Salam Sehat.