infusmultivitamin, multivitamin, #dokterspesialispenyakitdalam, penyakitdalam, spesialispenyakitdalam, sppdkkv, dr intan rengganis, sppd

Pengaruh KDRT Pada Kesejahteraan Ibu Dalam Pola Mengasuh Anak

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah segala bentuk tindakan kekerasan
yang terjadi dalam lingkungan rumah tangga, yang dilakukan oleh salah satu anggota
keluarga terhadap anggota keluarga lainnya. KDRT tidak hanya meliputi kekerasan
fisik, tetapi juga bisa berbentuk kekerasan emosional, psikologis, dan ekonomi.
 
Jenis-jenis KDRT :
- Kekerasan Fisik: Meliputi tindakan seperti memukul, menendang, mendorong,
atau segala bentuk serangan fisik yang menyebabkan rasa sakit atau cedera
pada korban.
- Kekerasan Emosional: Tindakan yang merendahkan atau menghina korban,
seperti ucapan kasar, penghinaan, atau pelecehan verbal yang bertujuan untuk
merusak harga diri korban.
- Kekerasan Psikologis: Bentuk kekerasan yang bertujuan untuk menakut-nakuti,
mengancam, atau mengisolasi korban. Ini bisa termasuk ancaman kekerasan,
pembatasan akses terhadap teman atau keluarga, dan manipulasi psikologis.
- Kekerasan Ekonomi: Tindakan yang mengendalikan akses korban terhadap
sumber daya ekonomi, seperti menahan uang, melarang bekerja, atau mengatur
keuangan korban secara ketat untuk menimbulkan ketergantungan ekonomi.
 
Bagaimana KDRT terjadi dan siapa saja yang terlibat
KDRT biasanya terjadi dalam hubungan di mana terdapat ketimpangan kekuasaan, di
mana salah satu pihak mencoba mendominasi atau mengontrol pihak lainnya. Pelaku
KDRT bisa merupakan suami, istri, atau anggota keluarga lainnya, dan korban dapat
siapa saja dalam rumah tangga, termasuk anak-anak. KDRT sering kali bersifat siklis,
di mana setelah episode kekerasan terjadi, pelaku mungkin meminta maaf dan berjanji
tidak akan mengulanginya, namun akhirnya kekerasan kembali terjadi. KDRT dapat
berdampak serius pada kesejahteraan fisik dan mental korban, serta memberikan
dampak jangka panjang pada anak-anak yang menyaksikan atau menjadi korban
kekerasan tersebut.
 
Dampak KDRT pada Perkembangan Anak
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan KDRT cenderung mengalami trauma
yang mendalam. Trauma ini bisa berbentuk gangguan stres pasca-trauma (PTSD),
yang ditandai dengan mimpi buruk, kilas balik, dan ketakutan yang berlebihan. Anak
anak ini mungkin mengalami kesulitan tidur, kehilangan minat pada kegiatan yang
sebelumnya mereka nikmati, dan menjadi lebih mudah marah atau takut. Trauma
yang tidak ditangani dapat menghambat perkembangan otak mereka, terutama dalam
fungsi emosional dan kognitif, yang berdampak pada kemampuan mereka dalam
belajar dan berinteraksi sosial.
 
Trauma pada anak merujuk pada respons emosional dan psikologis yang kuat akibat
pengalaman yang sangat menegangkan, seperti KDRT. Trauma ini dapat
mengakibatkan perasaan tidak aman, ketakutan yang mendalam, dan ketidakmampuan
untuk merasa tenang atau aman, terutama ketika berada di lingkungan yang
seharusnya melindungi mereka, seperti rumah.
 
Adapunt Gejala PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) pada anak akibat KDRT
antara lain :
- Seperti mimpi buruk
- Kilas balik (flashback) terhadap kejadian kekerasan,
- Perilaku regresif (misalnya, mengompol kembali)
- Anak juga bisa menjadi sangat waspada, mudah terkejut
- Mengalami kesulitan tidur
- Menunjukkan perilaku menghindar terhadap hal-hal yang mengingatkan mereka
pada trauma.
 
 
Dampak jangka panjang dari trauma yang tidak ditangani, mengakibatkan anak dapat
mengalami masalah psikologis jangka panjang, termasuk gangguan kecemasan,
depresi, dan masalah kepribadian. Mereka mungkin kesulitan membentuk hubungan
yang sehat, mengalami ketidakstabilan emosi, dan dalam beberapa kasus, terlibat
dalam perilaku merusak diri atau orang lain di masa depan.
 
Oleh karena itu, anak-anak yang tumbuh di bawah asuhan ibu yang tertekan atau
terganggu secara emosional mungkin merasa tidak aman dan terabaikan. Mereka bisa
merasakan kekurangan dukungan emosional dan menghadapi kesulitan dalam
memahami perasaan mereka sendiri. Ini dapat menyebabkan berbagai masalah
emosional dan sosial pada anak, seperti kecemasan, rasa rendah diri, dan kesulitan
dalam membangun hubungan dengan orang lain.
 
 
Sumber Referensi :
1. Hartono, S. 2022. Anak dalam Lingkungan Kekerasan. Surabaya: Pustaka
Ilmu.
2. Goleman, D. 2021. Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ.
10th Edition. New York: Bantam Books.
3. Piaget, J. 2019. The Psychology of the Child. 5th Edition. New York: Basic
Books.
4. Bronfenbrenner, U. 2018. The Ecology of Human Development: Experiments
by Nature and Design. Cambridge: Harvard University Press.
5. Erikson, E. H. 2021. Childhood and Society. 3rd Edition. New York: Norton.
6. Kohlberg, L. 2018. The Philosophy of Moral Development. New York: Harper
& Row.
7. Sroufe, L. A., Egeland, B., Carlson, E., & Collins, W. A. 2019. The
Development of the Person: The Minnesota Study of Risk and Adaptation
from Birth to Adulthood. New York: Guilford Press.
8. Vygotsky, L. S. 2021. Mind in Society: The Development of Higher
Psychological Processes. Cambridge: Harvard University Press.
9. Patterson, G. R., DeBaryshe, B. D., & Ramsey, E. 2019. A Developmental
Perspective on Antisocial Behavior. Developmental Review, 10(2): 230-271.
10. Margolin, G., & Gordis, E. B. 2020. The Effects of Family and Community
Violence on Children. Annual Review of Psychology, 51(1): 445-479.11. Herrenkohl, T. I., & Herrenkohl, R. C. 2018. The Impact of Domestic
Violence on Children: Theoretical Perspectives and Empirical Findings.
Journal of Family Violence, 12(4): 423-439.
12. Evans, S. E., & Leckie, S. 2021. Addressing the Needs of Children Exposed to
Domestic Violence: A Practical Guide for Service Providers. Journal of
Family Violence, 36(6): 805-817

Categories