- Hermina Bogor<\/a><\/li>
- 14 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal apa itu Stunting? Penyebab, Ciri -ciri, Pencegahan<\/a><\/h3>
Stunting adalah kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi tubuh si anak kurang jika dibandingkan dengan umurnya. Mudahnya, stunting merupakan kondisi dimana si Anak mengalami gangguan pada pertumbuhannya sehingga menyebabkan tubuh anak lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya dan memiliki penyebab paling utamanya kekurangan nutrisi pada tubuh. \n\n \n\n Banyak yang tidak tahu kalau anak pendek adalah tanda dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan tubuh si Anak. Perlu diingat bahwa anak pendek belum tentu terjadi stunting, namun anak stunting pasti terlihat pendek. \n\n \n\n Si kecil yang masuk ke dalam kategori stunting ketika tinggi atau panjang badannya menunjukkan angka dibawah standar (-2 standar deviasi), penilaian status gizi dengan standar deviasi tersebut biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO. Jika kondisi ini dialami pada anak yang berusia di bawah usia 2 tahun maka harus segara di tanganin dengan tepat. \n\n \n\n Apa Penyebab Stunting ? \n\n Penyebab stunting terjadi berbagai faktor antara lain asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, berat badan lahir rendah (BBLR) dan bayi lahir secara prematur. Kondisi tidak mencukupinya asupan gizi anak tidak hanya terjadi setelah di lahirkan saja, namun bisa dimulai sejak ia masih ada di dalam kandungan. \n\n \n\n Dibawah ini poin utama yang menjadi faktor penyabab terjadinya stunting pada anak. \n\n \n Kurang Asupan Gizi Selama Hamil \n \n\n Hal ini disebabkan oleh asupan sang ibu selama hamil kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi yang diterima oleh janin cenderung sedikit. Dan akhirnya pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut hingga setelah kelahiran. \n\n \n\n \n Kebutuhan Gizi Anak Tidak Tercukupi \n \n\n Kondisi ini juga bisa terjadi akibat dari makanan balita saat masih dibawah usia 2 tahun tidak tercukupi, seperti tidak diberikan ASI eksklusif, hingga MPASI (makanan pendamping ASI) yang kurang berkualitasdam posisi menyusui yang kurang tepat. \n\n Banyak teori yang mengatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa menjadi salah satu penyebab faktor utama Stunting. Khususnya asupan makanan yang mengandung protein serta mineral zinc dan juga zat besi kita si Anak masih berusia balita \n\n \n\n \n Faktor Penyebab Lainnya \n \n\n Selain 2 faktor yang sudah disebutkan diatas, masih ada beberapa faktor lainnya yang menyebabkan stunting pada anak, yaitu: \n\n \n Kekurangan pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil dan pasca melahirkan. \n Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan kehamilam dam postnatal (setelah melahirkan). \n Kurangnya sanitasi dan akses air bersih. \n \n\n Untuk mencegahnya terjadi stunting pada Si Anak, ibu hamil perlu menghindari faktor-faktor penyebab di atas. \n\n \n\n Ciri-ciri Stunting Pada Anak \n\n Balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu akan dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal. Seorang anak yang termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung pada hasil pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa adanya pengukuran sesuai standar. \n\n \n\n Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak anak seusianya ada juga ciri-ciri lain stunting diantaranya : \n\n \n Pertumbuhan yang melambat \n Wajah tampak lebih muda dari anak yang seusianya \n Lambatnya pertumbuhan gigi \n Kurangnya kemampuan untuk fokus dan memori belajar \n Di usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata dan sosial terhadap orang disekitarnya \n Berat badan balita cenderung menurun \n Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi \n \n\n Sementara untuk tahu apakah tinggi si anak normal atau tidak, dapat melakukan pemeriksaan secara rutin ke pelayanan kesehatan terdekat, baik ke puskesmas, rumah sakit, posyandu maupun bidan. \n\n \n\n Cara Mencegah Stunting Anak \n\n Bisakah stunting pada anak dapat dicegah sejak dini?. \n\n Bisa stunting pada anak merupakan satu dari beberapa program prioritas yang dicanangkan oleh pemerintah agar angka kasus stunting pada anak dapat turun setiap tahunnya. \n\n \n\n Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting, yakni: \n\n \n\n Cara mencegah stunting untuk ibu hamil dan bersalin \n\n Beberapa cara pencegahan stunting untuk ibu hamil dan bersalin antaranya: \n\n \n Pemantauan kesehetan secara optimal pada seribu hari pertama kehidupan bayi. \n Melakukan pemeriksaan Ante Natal Care (ANC) secara rutin dan berkala. \n Memberikan makanan dengan tinggi kalori, protein, serta mikronutiren untuk bayi (TKPM). \n Melakukan deteksi dini penyakit menular dan tidak menular sejak dini. \n Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan penuh. \n \n\n \n\n Cara mencegah stunting untuk anak balita \n\n Sementara itu cara mencegah stunting untuk balita diantaranya: \n\n \n Rutin memantau pertumbuhan dan perkembangan balita. \n Memberikan makanan tambahan untuk balita \n Melakukan stimulasi dini perkembangan pada anak. \n Memberikan perawatan dan pelayanan kesehatan yang optimal \n \n\n \n\n Cara mencegah stunting untuk anak usia sekolah \n\n Anak sekolah juga perlu diberi pembekalan sebagai upaya untuk pencegahan stunting. Seperti: \n\n \n Memberikan asupan gizi yang seimbang sesuai kebutuhan harian anak. \n Mengajarkan anak pengetahuan kesehatan yang berkaitan dengan gizi \n \n\n Lakukan secara perlahan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh anak-anak. \n\n \n\n Apakah Pertumbuhan Anak Stunting Bisa Kembali Normal? \n\n Sangat di sayangkan, stunting merupakan kondisi gangguan pertumbuhan yang tidak bisa kembali menjadi normal / seperti semula. Ketika seorang anak sudah stunting sejak masa balita, pertumbuhannya akan terus lambat hingga dewasa. \n\n \n\n Namun, tetap pentingnya bagi kita memberikan berbagai makanan yang bergizi tinggi agar mencegah kondisi si kecil semakin memburuk dan gangguan pertumbuhan dialami juga akan semakin parah. \n\n \n\n Oleh karena itu, sebenarnya hal ini dapat dicegah dengan cara memberikan nutrisi tinggi yang maksimal saat awal-awal kehidupannya si kecil. Tepatnya selama 1000 hari pertama kehidupan anak. Jika Sahabat Hermina mengetahui bahwa si kecil mengalami kondisi ini, segera konsultasikan si kecil pada dokter anak agar segera diatasi. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Mutiara Bunda Salatiga<\/a><\/li>
- 14 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
Pentingnya Membersihkan Karang Gigi<\/a><\/h3>
karang gigi merupakan salah satu penyebab masalah yang terjadi di dalam mulut. Terlebih, karang gigi tidak akan hilang dengan menyikat gigi secara biasa. \n\n Apa itu karang gigi? \n\n Bakteri yang terdapat di dalam mulut memproses sisa makanan pada gigi, lalu menjadi lapisan lengket yang banyak terdapat pada gigi kita, disebut plak. \nKetika plak menumpuk dan tidak dibersihkan secara rutin dan menyeluruh, maka akan mengeras (terkalsifikasi) menjadi karang gigi. \nKarang gigi bisa terbentuk di dua tempat yaitu supra gingiva (diatas gusi, melekat pada gigi) dan sub gingiva (dibawah gusi) \n\n Lalu kapan kita harus membersihkan karang gigi? \n\n Untuk mengetahui waktu yang tepat membersihkan karang gigi, Anda tentu harus berkonsultasi dengan dokter gigi terlebih dahulu. \n\n Karang gigi dapat mempersulit Anda menyikat gigi. Karang gigi juga bisa menyebabkan lubang dan kerusakan gigi. \nKarang yang terbentuk melebihi batas gusi bisa menjadi mimpi buruk. Ini karena bakteri di dalamnya dapat menyebabkan iritasi pada gusi. \nSeiring berjalan waktu, ini dapat berlanjut menjadi penyakit gusi. Bentuk paling ringan penyakit gusi adalah gingivitis atau radang gusi. \n\n Sebagian orang berfikir apabila rajin menggosok gigi akan membantu menghilangkan karang gigi, nyatanyakarang gigi tidak bisa di bersikan dengan sikat gigi biasa. \nDengan melakukan scaling yang ditangani oleh dokter gigi dan kelengkapan alat yang ada maka karang gigi dapat di bersihkan secara menyeluruh. \n\n Pembersihan karang gigi oleh dokter gigi memakai alat khusus yang disebut dengan ultrasonic scaller. Getaran yang dihasilkan akan melepaskan karang gigi yang melekat kuat pada gigi. \n\n Perlu diketahui jika menunda melakukan scaling biasanya akan membuat sisa makanan akan bercampur dengan air liur kemudian mengeras serta menempel di gigi (terbentuk karang gigi yang lebih tebal). \nKuman-kuman dan bakteri akan berkembang biak serta memberikan dampak kerusakan yang parah kepada gigi. Salah satunya adalah terjadi kegoyangan pada gigi. \nMaka dari itu ada baiknya untuk melakukan perawatan scaling sesegera mungkin agar gigi tetap selalu sehat dan terjaga. \n\n Scaling gigi disarankan untuk diilakukan setiap 6 bulan sekali. Namun, untuk beberapa kasus karang gigi yang berat, scaling gigi dapat dilakukan 3 bulan sekali atau sesuai kebutuhan. \nBiasanya saat melakukan scaling gigi mungkin akan terjadi sedikit perdarahan. \nHal itu dikarenakan gusi dan gigi yang berkarang menyesuaikan diri dengan proses scaling tersebut. \n\n Nah sudah tahu kan, Sahabat Hermina? Kalau Sahabat Hermina ada rencana ingin melakukan pembersihan karang gigi, kamu bisa langsung aja datang ke RSIA Hermina Mutiara Bunda Salatiga \nDapatkan kemudahan pendaftaran online melalui Aplikasi Halo Hermina \n \n\n Buat janji dengan drg. Yuliana Winata \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciputat<\/a><\/li>
- 07 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
Kenali TBC, Pengobatan dan Pencegahannya<\/a><\/h3>
Tahukah Sahabat Hermina, saat ini Indonesia menjadi negara peringkat ke-2 dengan kasus TBC terbanyak di Dunia. Artinya, indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di Dunia. Lalu,apa yang bisa kita lakukan untuk dapat bebas dari TBC? \n\n \n\n Sebelumnya, kita harus tau dulu apa itu TBC. Dalam bahasa awam sering sekali orang-orang menyebutkan dirinya menderita flek. Karena pada gambaran rontgen terdapat flek atau noda-noda putih pada paru nya. TBC sebenarnya adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh kuman (Mycobacterium tuberculosis). TBC hampir sama dengan penyakit infeksi paru lain seperti pneumonia namun akan berbeda dan memiliki gejala yang khas pada gambaran rontgen dan gejala klinis pasien penderita TBC. \n\n \n\n Pada masa pandemi COVID-19 ini banyak sekali pasien yang takut untuk datang ke Rumah Sakit. Sehingga penderita TBC datang ke Rumah Sakit sudah dalam keadaan yang lumayan parah. Seperti apa gejala yang patut kita waspadai? \n\n \n\n Gejala TBC \n\n \n \n Batuk yang sudah lebih dari 2 Minggu lebih \n \n \n Munculnya demam hilang timbul, demamnya tidak selalu tinggi dan sering muncul pada sore hari \n \n \n Sering keringatan padahal sedang tidak dalam cuaca panas \n \n \n Penurunan nafsu makan \n \n \n\n \n\n TBC bisa diobati, namun pengobatan TBC berlangsung cukup lama. Dengan pengobatan yang tepat, butuh waktu minimal 6 bulan dan harus teratur bagi pasien TBC untuk dapat sembuh dari penyakit ini. \n\n Pencegahan penyebaran TBC \n\n Tentunya lebih baik sekali mencegah daripada mengobati, apalagi membayangkan jika harus menjalani pengobatan minimal 6 bulan untuk dapat sembuh dari TBC. \n\n \n \n Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) \n \n \n\n Vaksin BCG merupakan daftar vaksin atau imunisasi dasar yang wajib dilakukan sebelum bayi berusia 3 bulan. \n\n \n \n Melakukan Etika Batuk \n \n \n\n Etika batuk merupakan salah satu upaya pencegahan bagi penderita TBC agar dapat melindungi orang orang sekitarnya. Tidak hanya melindungi orang sekitar dari TBC namun, etika batuk juga dapat melindungi orang sekitar dari virus lainnya \n\n \n \n Hidup Sehat \n \n \n\n Jika memiliki tubuh yang sehat dengan imunitas yang kuat, tentunya virus, kuman akan dilawan oleh imunitas tubuh kita. Makan teratur, olah raga. \n\n \n\n TBC merupakan penyakit kronis yang biasanya pada awal-awal tanpa gejala yang serius. Tidak jarang, penderita TBC terdeteksi pada saat melakukan medical check up (MCU) dan dalam kondisi yang tidak ada gejala. Maka dari itu, penting sekali untuk melakukan cek kesehatan secara rutin Sahabat Hermina. \n\n Segera konsultasi dengan dr. Nora Amalia, Sp.P jika Sahabat Hermina mengalami gejala TBC atau penyakit paru lainnya. Buat Janji Sekarang! (Klik Disini) \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciputat<\/a><\/li>
- 07 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
OCD (Gangguan Obsesif Kompulsif) Apakah Sama dengan Perfeksionis?<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, OCD (Gangguan Obsesif Kompulsif) sering disamakan dengan perfeksionis. Orang-orang yang merasa dirinya perfeksionis, sering menyebut dirinya OCD. Namun, benarkan OCD dan perfeksionis itu sama? Apakah Perfeksionis juga merupakan gangguan kejiwaan? \n\n \n\n Kita perlu tahu dan paham dahulu, apa yang dimaksud dengan OCD (Obsessive-Compulsive Disorder). OCD adalah gangguan mental yang ditandai dengan adanya pikiran, tindakan kompulsi secara repetitif atau berulang yang menghabiskan banyak waktu dan menyebabkan distrester sendiri pada penderitanya. Hal tersebut tentunya akan mengganggu aspek kehidupan penderitanya, baik di pendidikan di pekerjaan bahkan mengganggu relasi sosial. Bahkan OCD juga tidak hanya muncul pada orang dewasa, melainkan juga dapat muncul pada remaja dengan rentang usia sekitar 18-24 Tahun dan juga di masa kanak-kanak. \n\n \n\n Pertanyaan yang sering muncul adalah, benarkan OCD sama dengan perfeksionis? Kedua hal tersebut merupakan hal yang berbeda Sahabat Hermina. OCD merupakan suatu penyakit atau gangguan mental yang tidak diinginkan dan berdampak negatif. Sedangkan perfeksionis merupakan sifat dan karakter seseorang yang membuat mereka memiliki standar atau pencapaian sesuatuseperti di kinerjanya atau pendidikannya. Memang tampak sama, namun merupakan suatu hal yang berbeda. \n\n \n4 Pola gangguan utama pada penderita OCD \n\n \n\n \n Tipe Kontaminasi \n \n\n Tipe ini biasanya, obsesi atau pikirannya takut terkontaminasi bakteri atau kuman. Kompulsi atau perilakunya biasanya sering mencuci tangan berulang kali, mandi berjam-jam atau ada beberapa orang yang menghindari mandi karena takut terkontaminasi kuman atau virus yang menurutnya ada di dalam air. \n\n \n\n \n Tipe Keteraturan \n \n\n Tipe ini biasanya, obsesi atau pikirannya akan terganggu jika melihat sesuatu yang tidak tertata rapi, tidak simetris atau tidak teratur. Kompulsi atau perilaku penderitanya akan fokus menata barang sampai berjam-jam menghabiskan waktu sampai simetris, tersusun rapi dan teratur. \n\n \n\n \n Tipe Bahaya \n \n\n Tipe ini biasanya muncul pikiran bahaya yang akan menimpa penderitanya seperti kemalingan, kebakaran. Kompulsi atau perilaku penderitanya seperti mengecek pintu berkali-kali, mengecek kompor apakah sudah dalam keadaan mati atau belum berkali-kali. \n\n \n\n \n Tiper Agresif \n \n\n Tipe ini contohnya seperti ada pikiran atau keinginan untuk melukai orang lain, menyakiti orang lain, namun sebenarnya pikiran tersebut tidaklah diinginkan dan tentunya sangat mengganggu penderita OCD. Untuk perilaku penderitanya contohnya adalah adanya ritual keagamaan yang dilakukan untuk menghilangkan pikiran obsesinya tersebut. \n\n \n\n Sahabat Hermina, jika Anda atau keluarga merasa memiliki gangguan OCD segera konsultasikan ke dokter spesialis kedokteran jiwa, agar dapat mengetahui dan memastikan kondisi kesehatan Jiwa Anda. Agar Sahabat Hermina dapat mengetahui tindakan selanjutnya dan mendapatkan penanganan yang tepat. Buat janji dengan dr. Dian Oktaria Safitri, Sp.KJ sekarang! (Klik Disini) \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Mutiara Bunda Salatiga<\/a><\/li>
- 07 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
Cara Atasi Gigi Ngilu <\/a><\/h3>
Mempunyai gigi sensitif kadang sangat mengganggu. Ngilu dan nyut-nyutan tajam yang timbul saat sedang menikmati makanan dapat membuat Anda merasa sangat tidak nyaman. \nBahkan, nyeri yang timbul bisa dirasakan berjam-jam setelah makan. \n\n sensitivitas disebabkan oleh lapisan tengah gigi (dentin) yang sangat lembut terpapar berbagai hal dari lingkungan luar. Padahal, dentin seharusnya terlindungi oleh enamel gigi. \n\n Ketika lapisan terluar gigi atau enamel gigi menipis, \ndentin akan terekspos udara serta suhu dari luar sehingga gigi mudah terasa ngilu. \n\n Biasanya Anda akan merasakan ngilu pada gigi saat makan es krim atau hanya sekadar minum minuman dingin lainnya. \nTerkadang sensasi ngilu juga muncul saat makan atau minum yang panas. Rasa ngilu dapat datang dan pergi, kadang juga terasa tidak tertahankan. \n\n Anda bisa mengurangi dan menangani gigi sensitif mulai dari mengubah kebiasaan sehari-hari. \nSimak cara mengatasi juga mengobati gigi ngilu atau sensitif di bawah ini. \n\n 1. Sikat Gigi dengan Benar \n\n Apakah Anda sudah menyikat gigi dengan cara yang tepat? Misalnya, menggosok gigi dengan teratur, \nyaitu dua kali dalam sehari, pagi sesudah sarapan dan malam sebelum tidur. \n Tidak cukup sampai di situ saja, gunakan pula teknik menyikat gigi yang benar untuk membersihkan seluruh bagian gigi dan mulut. \n\n Sikat dengan lembut dan hati-hati di sekitar garis gusi sehingga Anda tidak menghilangkan jaringan pada gusi. \nMenyikat gigi dengan keras dapat membuat lapisan enamel menjadi tipis, sehingga sensitivitas gigi Anda meningkat. \n\n Pegang sikat gigi Anda pada sudut 45 derajat. \nSikat perlahan dengan gerakan melingkar. \n\n Sebaiknya, disarankan juga untuk Anda menggunakan jenis sikat gigi berbulu lembut untuk mengurangi risiko gigi ngilu atau sensitif. \n\n Anda pun juga bisa menggunakan bantuan benang gigi untuk menjangkau kotoran sisa makanan yang sulit dijangkau menggunakan sikat gigi. \n\n 2. Gunakan Pasta Gigi Khusus \n\n Anda juga bisa menggunakan pasta gigi untuk gigi sensitif yang mengandung fluoride. \nPasta gigi yang dirancang khusus untuk gigi sensitif mengandung bahan aktif yang disebut dengan potasium nitrat. \n\n Kandungan tersebut membantu untuk menghalangi tubulus kecil di dentin yang sensitif. \nTidak hanya itu saja, pasta gigi ini mengandung senyawa yang membantu menghalangi penyebaran sensasi dari permukaan gigi ke saraf. \n\n Biasanya membutuhkan beberapa kali penggunaan sebelum sensitivitas gigi berkurang. \nSetelah beberapa kali penggunaan, pasta gigi dapat menghilangkan rasa nyeri yang berhubungan dengan gigi sensitif. \n\n Jika Anda menggunakannya secara teratur, pasta gigi merupakan salah satu cara paling tepat dalam mengobati gigi ngilu atau sensitif jangka panjang. \n\n 3. Hindari Makanan dan Minuman Asam \n\n Makanan atau minuman asam dapat mengikis lapisan enamel sehingga gigi makin sensitif. \nSebaiknya mulai batasi konsumsi makanan dan minuman asam untuk mengurangi risiko gigi ngilu atau sensitif. \n\n Jangan lupa untuk menyikat gigi Anda 20 menit kemudian setelah memakan makanan asam sebagai cara mengatasi gigi yang ngilu. \nJika jarak waktunya kurang dari 20 menit atau Anda langsung menyikat gigi, justru hal itu dapat menyakiti enamel Anda. \n\n Apakah Anda mempunyai kebiasaan menggertakkan gigi saat tidur di malam hari? Nah, ternyata, \nkebiasaan ini dapat mengikis enamel serta menjadikan gigi jadi lebih sensitif. \n\n 4. Menggunakan pelindung gigi. \n\n Maka dari itu, menggunakan pelindung gigi dapat Anda lakukan sebagai \ncara mengatasi gigi ngilu juga sensitif akibat kebiasaan menggeretakan gigi. \n\n \nlakukan secara rutin, rasa ngilu pada gigi dapat berkurang. Namun, \ntetap periksakan kesehatan gigi dan mulut sahabat ke dokter gigi minimal sekali setiap 6 bulan, ya, Sahabat Hermina Salatiga. \n \n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Depok<\/a><\/li>
- 04 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
Apakah betul pasien Covid-19 varian Omicron lebih cepat sembuh dibanding varian lain termasuk Delta? Mengapa?<\/a><\/h3>
Saat ini COVID-19 varian Omicron sudah mewabah di hampir seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Rata-rata orang yang terpapar COVID-19 varian Omicron hanya mengalami gejala ringan hampir mirip flu, seperti demam, sakit kepala, hingga badan lemas. Lalu apakah covid 19 varian omicron lebih cepat sembuh dari varian covid-19 lain ? \n\n \n\n Jawabannya Ya, karena memang dari data yg ada baik di dalam maupun luar negeri, orang yg terinfeksi varian omicron cenderung ringan bahkan tanpa gejala, dan pemulihan lebih cepat dibandingkan pendahulunya, varian delta \n\n Akan tetapi tetap harus waspada, karena pada orang-orang dengan daya tahan tubuh yg buruk dan komorbid, varian ini menjadi pencetus perburukan penyakit komorbid yg sudah ada sebelumnya. \n\n \n\n Mengapa lebih ringan? \n\n Kelihatannya ada hubungan juga dengan daya tahan tubuh orang yg terinfeksi. Ingat, saat ini cakupan imunisasi di seluruh dunia sudah cukup tinggi, lebih dari 50% \n\n Selain mungkin karakter virus yg bermutasi tersebut, tentu saja yg ini perlu penelitian lebih lanjut. \n\n \n\n berdasarkan laporan kasus Omicron di Amerika Serikat akhir 2021 data pasien bergejala ringan lebih banyak dari bergejala berat \n\n mengalami: batuk 89%, fatigue 65%, \n\n hidung tersumbat 59%, demam 38%, mual atau muntah 22%, \n\n sesak napas 16%, diare 11% anosmia 8% \n\n \n\n Sedangkan data di dalam negeri, yg dikumpulkan didapatkan \n\n sebanyak 65% bergejala ringan, batuk kering 63%, \n\n nyeri tenggorokan 54%, pilek 27%, sakit kepala 36% \n\n demam 18% \n\n \n\n Pasien yg dirawat di RS hanya yg bergejala sedang, dan berat, atau gejala ringan dengan pemberatan komorbidnya \n\n \n\n Apa itu kriteria sedang? \n\n Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat \n\n Anak-anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). \n\n \n\n Kriteria napas cepat : \n\n Usia kurang dari 2 bulan, napas lebih dari 60x/menit \n\n Usia 2–11 bulan, napas lebih dari 50x/menit \n\n Usia 1–5 tahun,napas lebih dari40x/menit \n\n Usia lebih dari 5 tahun, napas lebih dari 30x/menit. \n\n \n\n Sedangkan kriteria Berat /Pneumonia Berat \n\n Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas lebih dari 30 x/menit, distres pernapasan berat \n\n \n\n Pada pasien anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini : Distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat) \n\n \n\n Tanda bahaya umum: ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang. \n\n Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea: \n\n usia kurang dari 2 bulan, lebih dari60x/menit \n\n usia 2–11 bulan, lebih dari 50x/menit \n\n usia 1–5 tahun, lebih dari 40x/menit \n\n usia lebih dari 5 tahun, lebih dari 30x/menit. \n\n \n\n Dan Kritis: \n\n Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis, atau kondisi lainnya yang membutuhkan alat penunjang hidup seperti ventilasi mekanik atau terapi vasopresor \n\n \n\n \n\n Walaupun hasil PCR masih positif, pasien dengan persyaratan dapat berobat jalan dan dirawat di rumah, dapat pulang ke rumah, tentu saja dengan mematuhi protokol kesehatan yg ada. \n\n \n\n Berikut adalah 4 kriteria sembuh untuk pasien Omicron, sebagaimana diatur dalam SE terbaru Menkes: \n\n \n\n 1. Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang tidak bergejala, isolasi dilakukan minimal 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi. \n\n \n\n 2. Pada kasus konfirmasi Covid-19 dengan gejala, isolasi dilakukan selama 10 hari sejak muncul gejala ditambah sekurang-kurangnya 3 hari bebas gejala demam dan pernapasan. Jika masih terdapat gejala setelah hari ke-10, maka isolasi tetap dilanjutkan sampai gejala hilang ditambah 3 hari. \n\n \n\n \n Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang sudah mengalami perbaikan klinis saat isolasi, dapat dilakukan pemeriksaan NAAT termasuk pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu 24 jam. Jika hasil negatif berturut-turut, pasien dapat dinyatakan sembuh dan isolasi selesai. \n \n\n \n\n \n Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang sudah mengalami perbaikan klinis saat isolasi, tetapi tidak melakukan pemeriksaan NAAT termasuk pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu 24 jam, maka pasien masih harus melaksanakan isolasi sesuai dengan ketentuan pada poin nomor 2. \n \n\n \n\n \n\n Apa saja ciri-ciri pasien varian Omicron yang sudah sembuh baik secara fisiologis maupun medis? \n\n \n\n Ciri2 pasien yg sudah sembuh tentu saja hilangnya semua gejala infeksi yang ada sebelumnya, dan pada pemeriksaan swab PCR/ Antigen sudah negatif \n\n \n\n Mengingat pandemik belum usai dan varian baru virus ini lebih cepat menyebar daripada sebelum nya, pastinya kamu khawatir dengan keluargamu terpapar virus yang dapat terbawa secara sadar maupun tidak sadar oleh dirimu pada saat kamu melakukan aktivitas di luar. Lalu apa saja yang perlu dilakukan agar terhindar dari penularan Covid-19 selain penerapan protokol kesehatan? \n\n \n\n Tingkatkan pertahanan tubuh baik pertahanan spesifik maupun pertahanan non spesifik terhadap virusnya, \n\n \n\n Pertahanan spesifik adalah dengan vaksinasi covid-19 , ini akan merangsang tubuh membentuk antibodi spesifik virus covid-19 dan yang dapat mencegah infeksi covid-19. Kalaupun sakit akan ringan-ringan saja. \n\n Adapun pencegahan yg umum tentunya adalah \n\n 1. Patuhi protokol kesehatan \n\n 2. Tidak merokok \n\n 3. Olahraga \n\n 4. Berpikir positif \n\n 5. Makan teratur, makanan yg bergizi terutama buah dan sayur serta protein (pada kondisi penyakit tertentu mungkin dibatasi), boleh ditambahkan vitamin dan mineral. Beberapa suplemen yang dapat membantu daya tahan tubuh bisa dikonsumsi, tetapi tidak boleh berlebihan. Zat-penting yg bisa ditambahkan seperti Vit C, Vit D, Vit E dan Zn. Juga probiotik. \n\n 6. Tidak keluar rumah bila tak perlu, agar terhindar dari paparan virus/ jumlah virus yg masuk ke tubuh kita minimal. \n\n 7. Vaksinasi lainnya seperti flu dan pneumonia, yang ini, konsultasikan dengan dokter anda. \n\n 8. Perbanyak doa dan ibadah \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Daan Mogot<\/a><\/li>
- 21 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
Penyebab Demam Dengue dan Pengobatannya<\/a><\/h3>
Penyakit dengue, merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi di negara tropis termasuk di Indonesia. Penyakit ini masih sering ditemukan di negara kita, terutama meningkat di saat musim hujan. Penyakit dengue dapat berupa infeksi ringan hingga berat bahkan dapat menyebabkan kematian. Sampai saat ini belum ditemukan obat untuk penyakit dengue ini, oleh karena itu perlu dilakukan beberapa pencegahan agar anak-anak kita terhindar dari penyakit tersebut. \n\n Apa penyebab penyakit Dengue? \n\n Penyakit dengue disebabkan oleh virus dengue, yang saat ini diketahui ada 4 jenis serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4). Oleh karena terdiri dari 4 serotipe, seseorang bisa terkena penyakit dengue lebih dari 1 kali. Penyakit dengue ini ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk yang sering dikenal dengan nyamuk Aedes aegipty dan Aedes albopictus. \n\n Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya kejadian penyakit dengue, antara lain suhu lingkungan, kelembapan dan curah hujan. Selain itu, lingkungan terutama pemukiman yang tidak sehat juga berperan dalam penyebaran dan meningkatnya kasus penyakit dengue. Daya tahan tubuh dan faktor genetik individu juga ikut berperan dalam terjadinya penyakit dengue. \n\n Siapa saja yang dapat terkena penyakit Dengue dan apa gejalanya? \n\n Penyakit dengue dapat mengenai siapa saja mulai dari bayi hingga dewasa, namun anak-anak usia 4-10 tahun lebih sering terkena. Gejalanya dapat bervariasi mulai dari tidak ada gejala, demam dengue tanpa tanda bahaya, demam dengue dengan tanda bahaya dan demam dengue berat. \n\n Gejala demam dengue awal umumnya mirip gejala penyakit virus lainnya seperti demam yang tinggi dan timbul mendadak antara 2-7 hari, dan dapat disertai gejala penyerta seperti nyeri otot, sakit perut, mual, muntah, nyeri sendi, nyeri bola mata. Apabila tidak ada tanda bahaya, umumnya demam dengue bersifat ringan. \n\n Tanda bahaya yang harus diperhatikan adalah perdarahan mukosa (gusi, mimisan), muntah terus menerus, nyeri perut hebat, anak semakin lemas atau penurunan kesadaran, akumulasi cairan di tubuh, pembesaran hati dan dari pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan hematokrit. Tanda bahaya pada dengue menandakan bahwa ada risiko terjadinya demam dengue yang berat, sehingga harus dipantau secara ketat. \n\n Demam dengue yang berat adalah demam dengue dengan gejala perdarahan hebat dan jumlah banyak, perembesan plasma hebat yang menyebabkan renjatan hebat (kurangnya cairan dalam pembuluh darah yang mengganggu perfusi ke jaringan tubuh) serta kerusakan organ tubuh lainnya yang berat. Apabila terlambat diatasi, demam dengue berat dapat menyebabkan kematian. Gejala demam dengue berat terjadi pada hari demam ke 4-5. \n\n Oleh karena itu, orangtua harus memerhatikan kapan anak mulai demam dan aktivitas anak secara umum. Apakah anak masih bisa bermain, makan dan minum dengan baik, serta buang air kecil setiap 4-6 jam. Jika anak demam tinggi mendadak lebih dari 2 hari, lebih sering tidur, malas makan dan minum, mual dan muntah hebat, buang air kecil semakin jarang, sesak dan gelisah, ada tanda perdarahan, ataupun kejang, segera bawa anak ke unit gawat darurat rumah sakit terdekat. \n\n Bagaimana mengobati penyakit dengue? \n\n Saat ini belum ditemukan obat spesifik untuk mengatasi demam dengue. Demam dengue merupakan infeksi yang self limiting disease atau infeksi yang akan sembuh tanpa pengobatan spesifik, meskipun demikian dapat terjadi risko demam dengue yang berat. Pengobatan demam dengue tanpa tanda bahaya umumnya hanya terapi untuk mengatasi gejala seperti demam dan nyeri sendi, serta cairan yang cukup. \n\n Cairan yang dianjurkan untuk penderita demam dengue adalah cairan yang mengandung mineral (cairan isotonik kaleng, air putih dengan garam dan gula, atau oralit). Pemberian jus jambu, angkak, atau kurma untuk penderita demam dengue belum terbukti bermanfaat secara ilmiah dan belum bisa dijadikan pedoman. \n\n Obat penurun panas dapat diberikan bila anak demam tinggi dan dapat dibantu dengan kompres hangat serta cairan yang banyak. Obat pereda nyeri juga dapat diberikan bila terdapat nyeri sendi atau otot yang hebat. Obat penurun panas dan pereda nyeri yang disarankan hanya parasetamol. Apabila terdapat salah satu tanda bahaya pada demam dengue, sebaiknya anak segera dibawa ke rumah sakit. \n\n Apakah penyakit Dengue bisa dicegah? \n\n Karena Indonesia merupakan negara endemis tinggi penyakit dengue, pencegahan merupakan langkah yang penting. Hal yang paling penting adalah dengan menghindari gigitan nyamuk, baik dengan menggunakan lotion/repellant anti nyamuk atau memasang kelambu di tempat tidur. \n\n Untuk mengurangi jumlah nyamuk dapat dilakukan dengan mengeliminasi tempat nyamuk bertelur yaitu di genangan-genangan air dengan melakukan gerakan 3 M yang dicanangkan oleh pemerintah: \n\n \n Menguras kamar mandi seminggu sekal \n menutup tempat-tempat penampungan air. \n mengubur tempat-tempat penampungan air bekas. \n \n\n Selain itu di lingkungan rumah juga dapat dilakukan penyemprotan abate berkala. Saat ini pencegahan melalui vaksinasi juga sudah dapat dilakukan pada anak usia 9-16 tahun. Harapan di masa datang demam dengue ini dapat sepenuhnya dicegah dengan vaksinasi di seluruh dunia, terutama di daerah-daerah endemis. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciruas<\/a><\/li>
- 15 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
Kenali Covid Pada Anak<\/a><\/h3>
Gejala infeksi virus corona pada anak dan cara pencegahannya Tidak hanya pada orang dewasa, infeksi virus corona juga bisa menyerang anak-anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami langkah pencegahan dan gejala COVID-19 pada anak. Meski gejalanya relatif ringan, COVID-19 pada anak membutuhkan perhatian. Pasalnya, dalam beberapa kasus, anak yang terinfeksi virus corona juga bisa mengalami COVID-19 jarak jauh, yakni kondisi di mana anak mengalami gejala dalam jangka waktu yang lama. Tidak hanya itu, anak-anak dengan COVID-19 juga berisiko menularkan virus corona kepada orang-orang di sekitarnya, termasuk anggota keluarga dan teman bermain. Kenali gejala infeksi virus corona pada anak Anak-anak dengan COVID-19 cenderung memiliki gejala ringan atau bahkan tanpa gejala. \n\n \n\n Gejaa infeksi virus Corona yang bisa muncul pada anak meliputi: \n\n Demam \n\n Sakit kepala \n\n Batuk \n\n Sakit tenggorokan \n\n Pilek atau hidung tersumbat \n\n Nyeri otot \n\n Kehilangan kemampuan perasa \n\n Cara Mencegah Infeksi Virus Corona pada Anak \n\n Sebagai orang tua, Anda tentu memiliki peran besar dalam melindungi anak dari penyebaran COVID-19. Ada beberapa cara yang bisa Anda terapkan untuk mencegah Si Kecil terinfeksi virus Corona, di antaranya: \n\n 1. Ajari anak mencuci tangan dengan benar \n\n Ajarkan Si Kecil untuk mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, setidaknya selama 20 detik. Pastikan ia membasuh seluruh bagian tangan. \n\n Biasakan anak untuk mencuci tangannya secara teratur, terutama sebelum dan setelah makan, setelah menyentuh hewan, serta setelah batuk atau bersin. \n\n Anda juga bisa menyediakan hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 60% saat anak sedang beraktivitas di luar rumah dan tidak ada air serta sabun untuk mencuci tangan. \n\n 2. Biasakan anak menggunakan masker \n\n Membiasakan anak untuk menggunakan masker, terutama saat beraktivitas di luar rumah, mungkin akan sedikit sulit. Anak bisa saja merasa bingung atau tidak nyaman saat menggunakan masker. \n\n Jika Si Kecil belum terbiasa menggunakan masker, coba beri tahu secara perlahan bahwa masker tak hanya melindungi dirinya, melainkan juga Anda dan orang-orang terdekatnya. \n\n Selain itu, Anda juga bisa memilih masker dengan motif atau gambar yang menarik, seperti bunga atau kartun favoritnya. \n\n 3. Berikan anak makanan bergizi \n\n Asupan gizi dari sayuran dan buah-buahan tinggi vitamin C dan beta karoten, seperti wortel dan jeruk, diketahui dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh anak untuk melawan infeksi, termasuk infeksi virus Corona. \n\n \n\n Guna membangun daya tahan tubuh yang kuat dan mencegah infeksi virus Corona pada anak, jangan lupa untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Selain itu, pastikan makanan yang diberikan kepada Si Kecil telah dimasak hingga matang. \n\n 4. Ajak anak untuk rutin berolahraga \n\n Tidak hanya menjaga kebugaran, berolahraga dapat memperkuat daya tahan tubuh untuk melawan infeksi. Oleh karena itu, ajaklah Si Kecil untuk rutin berolahraga, minimal 30 menit sehari. \n\n \n\n Pilih olahraga yang disukai Si Kecil. Jika ragu untuk mengajak Si Kecil keluar rumah, Anda bisa mengajaknya berolahraga ringan di dalam rumah, yang penting Si Kecil bisa aktif bergerak dengan rutin untuk menjaga kesehatannya. \n\n \n\n 5. Ajak anak untuk mendapatkan vaksin COVID-19 \n\n Jika Si Kecil telah berusia 6 tahun, Anda dapat mengajaknya untuk memperoleh vaksin COVID-19, yaitu vaksin Sinovac, di rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat. \n\n \n\n Sinovac telah memperoleh persetujuan dari pemerintah untuk diberikan kepada anak usia 6 – 11 tahun dan remaja 12 – 17 tahun. \n\n Vaksin Sinovac yang telah mengantongi ijin dari Pemerintah melalui BPOM akan diberikan dalam 2 dosis, masing-masing 0,5mL tiap dosisnya, dengan interval minimal antara dosis pertama dan kedua adalah 28 hari. Vaksin membutuhkan waktu sekitar 2 minggu setelah disuntikan untuk membentuk antibodi terhadap virus Corona dengan optimal. \n\n Saat anak memperoleh vaksin COVID-19, ia akan mendapatkan perlindungan yang lebih maksimal terhadap kemungkinan terinfeksi dan komplikasi akibat virus Corona. Tak hanya itu, vaksin juga dapat menurunkan risiko Si anak untuk menularkan ke orang di sekitarnya. \n\n \n\n Selain dengan menerapkan cara-cara di atas, ingatkan juga Si Kecil untuk tetap berusaha menjaga jarak, menutup mulut dengan tisu atau siku yang terlipat saat bersin maupun batuk, dan tidak menyentuh mata, hidung, serta mulut sebelum mencuci tangan. \n\n Namun, Anda disarankan untuk membawa Si Kecil berkonsultasi ke dokter terlebih dahulu sebelum menjalani vaksinasi. Dokter akan memeriksa kondisi Si Kecil dan menentukan apakah ia dapat memperoleh vaksin COVID-19 atau tidak. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Mutiara Bunda Salatiga<\/a><\/li>
- 14 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
ASI Ibu Hamil dan COVID-19<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, saat ini kita sedang mengalami kondisi pandemi COVID-19. Virus ini menular dengan sangat mudah dan cepat. Bagi ibu hamil yang akan melahirkan dan ibu menyusui yang terkonfirmasi COVID-19 mengalami kebingungan. Bagaimana pemberian ASI pada bayi disaat kita terkonfirmasi COVID-19? Apakah ASI dapat menularkan virus kepada Si Kecil? Atau justru malah tetap harus diberikan? Berikut penjelasannya. \n\n \n\n ASI atau Air Susu Ibu merupakan pijakan awal sang buah hati untuk mendapatkan nutrisi. Pemberian ASI kepada bayi sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. WHO telah merekomendasikan pemberian ASI secara ekslusif kepada bayi selama 6 bulan, selanjutnya bayi diberikan makanan tambahan, tetapi tetap diberikan ASI sampai dengan 2 tahun. ASI juga dikenal sebagai air yang hidup, mengandung banyak nutrisi, sel darah putih, antibodi dari sang ibu. Bahkan jika ibu sedang sakit, justru antibodi ibu yang terkandung dalam ASI akan memberikan proteksi kepada Si Kecil. Dengan menyusui, ibu memberikan antibodi sendiri kepada anaknya. \n\n \n\n Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa virus COVID-19 dapat ditularkan melalui ASI kepada bayi. ASI bukanlah media penularan bagi virus COVID-19. Bahkan di masa pandemi seperti ini justru bayi harus diberi ASI eksklusif, supaya terhindar dari infeksi apapun. Pemberian ASI sangat bermanfaat untuk membangun sistem kekebalan tubuh bayi. Sehingga bagi ibu yang terinfeksi COVID-19, direkomendasikan untuk tetap menyusui menimbang manfaat diperoleh dari ASI. \n\n \n\n Meskipun ASI bukanlah media penularan virus COVID-19, tetapi ibu menyusui juga harus melindungi Si Kecil dari resiko penularan virus COVID-19 lainnya seperti melalui kontak erat bayi dengan ibunya, percikan air liur dan kontaminasi dari tangan yang merupakan cara penularan utama COVID-19. \n\n \n\n Untuk melindungi Si Kecil dari penularan virus COVID-19, beberapa hal yang harus diperhatikan dan disiapkan oleh Ibu sebelum menyusui seperti: \n\n • Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui \n\n • Membersihkan diri dan payudara jika menyusui langsung \n\n • Menggunakan masker \n\n • Membersihkan permukaan benda dan peralatan menyusui jika menggunakan ASI perah. \n\n \n\n Nah Sahabat Hermina, bagi ibu menyusui tidak perlu ragu lagi jika ingin memberikan ASI kepada sang buah hati, terutama bagi bayi yang masih berusia 0-6 bulan. Asalkan ibu menjaga kebersihan, seperti cuci tangan sebelum pegang anaknya, pakai masker saat menyusui. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Mutiara Bunda Salatiga<\/a><\/li>
- 14 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
Oximeter untuk Isolasi Mandiri <\/a><\/h3>
Oximeter jadi alat yang direkomendasikan WHO untuk dimiliki pasien COVID-19 saat isolasi mandiri. Apa alasannya? \n\n Sebelum pandemi COVID-19 melanda, mungkin istilah pulse oximeter terdengar asing di kalangan awam. Sejak pandemi berlangsung setahun, oximeter justru jadi peralatan isolasi mandiri yang penting. \n\n Baru-baru ini, organisasi kesehatan dunia, WHO, menyarankan pasien virus corona memiliki alat pulse oximeter di rumah. Terutama untuk pasien yang melakukan karantina mandiri bersama keluarga di rumah. Kenapa alat yang satu itu dianggap penting? \n\n Itu karena pulse oximeter berguna untuk memantau dan mendeteksi jumlah kadar oksigen di dalam darah. Untuk pasien COVID-19, manfaat oximeter bisa mendeteksi ada atau tidaknya happy hypoxia. Jadi, penderita yang melakukan isolasi mandiri di rumah bisa memonitor sendiri, \n\n Normalnya, saturasi oksigen orang yang sehat ada di angka 95-100 persen atau 75-100 mmHg. Apabila kadar oksigen kurang dari angka tersebut, berarti ada yang tidak beres pada tubuh, salah satunya ulah infeksi virus SARS-CoV-2. Kekurangan oksigen pada tubuh sangat berbahaya. Jaringan tubuh dapat rusak, terutama pada jantung dan otak. \n\n Pasien pun bisa mengalami lemas, pucat kebiruan, sesak napas, lalu hilang kesadaran. Kondisi dengan gejala seperti itu dinamakan hipoksia. Bedanya dengan happy hypoxia, kadar oksigen penderita menurun tanpa gejala. Hal ini justru lebih berbahaya lagi. Karena, secara mendadak pasien langsung kehilangan kesadaran. \n\n Kondisi yang meningkatkan angka kematian pasien COVID-19 ini hanya bisa terdeteksi lewat pulse oximeter. \n\n Namun, tidak semua penderita COVID-19 mengalami penurunan kadar oksigen. Kendati begitu, alat ini tetap penting untuk mendeteksi happy hypoxia, khususnya bagi pasien COVID-19 tanpa gejala atau bergejala ringan. \n\n Penggunaan oximeter dapat mencegah pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi terlambat (terlanjur tidak sadarkan diri). Jadi, pasien masih bisa ditangani dan angka kematian dapat ditekan. \n\n Hal yang Harus Diperhatikan saat Menggunakan Oximeter \n\n Ada hal-hal yang wajib diperhatikan ketika Anda menjadikan oximeter sebagai peralatan isolasi mandiri, yaitu: \n\n Penggunaan oximeter bagi pasien isolasi mandiri dilakukan sebanyak tiga kali sehari (pagi, siang, dan malam). \n Apabila kadar oksigen menurun dan kurang dari 93 persen, apalagi ditambah gejala sesak napas, segera hubungi petugas kesehatan. \n Sambil menunggu petugas kesehatan, pasien bisa melakukan latihan pernapasan untuk mempertahankan fungsi paru-paru. Pasien bisa melakukan posisi tengkurap untuk menghambat perburukan kondisi. \n Gunakan pulse oximeter dengan teknologi jepit jari. American Journal of Emergency Medicine melaporkan, keakuratan oximeter pada smartwatch atau aplikasi ponsel termasuk rendah. \n\n Cara kerja pulse oximeter jepit jari yaitu: \n\n Alat yang sudah dipasang di ujung jari akan memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda. \n Cahaya akan mendeteksi banyaknya hemoglobin. \n Cahaya akan ditangkap sensor dan muncullah persentasenya. \n Hindari membeli oximeter di toko online yang kurang jelas dan tidak resmi. Bandingkan alat yang satu dengan lainnya agar tidak terkecoh. \n Potong kuku dan hindari menggunakan kuteks apalagi yang berwarna gelap. Hal ini dapat mengganggu sensor alat. \n Hindari bergerak berlebihan karena bisa mengganggu pemasangan alat. Hasil yang diberikan bisa tidak akurat. \n\n Tidak Punya Oximeter, Adakah Alternatifnya? \n\n Saat isolasi mandiri tidak memiliki Oximeter? Sayangnya, tidak ada alat untuk menggantikan pulse oximeter di rumah. Kalau di rumah sakit, mungkin bisa dilakukan cek analisis gas darah. Caranya, dengan mengukur kadar oksigen, karbon dioksida, dan tingkat pH-nya \n\n Bila Anda tidak bisa membeli pulse oximeter, untuk memerhatikan tanda-tanda yang muncul berikut ini: \n\n Napas mulai berat dan tidak nyaman. \n Jantung mulai berdebar-debar. \n Kuku dan bibir kebiruan. \n Lemas, hilang konsentrasi, dan sesak napas. \n \n\n Bila ada satu atau lebih gejala yang dirasakan, lebih baik Sahabat Hermina langsung ke Rumah Sakit Hermina terdekat agar bisa ditangani lebih lanjut oleh dokter. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Serpong<\/a><\/li>
- 11 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
Mendekatkan Anak Dengan Gadget, Apakah akan Pinter?<\/a><\/h3>
Sebagian besar orangtua menghabiskan masa kecilnya dulu dengan melakukan berbagai macam permainan tradisional yang sederhana. \nBerbeda dengan masa sekarang, anak-anak sudah sangat pandai menggunakan teknologi smartphone, dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk menggunakannya. \nSebuah riset terbaru mengklaim, penggunaan smartphone dan teknologi lainnya tidak membuat orang "bodoh". \n\n Smartphone sebenarnya bekerja dengan cara lain, yang mungkin membuat anak-anak lebih pintar. \nMereka mengungkapkan, smartphone membantu orang membebaskan otak mereka untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks, dan mengembangkan pembelajaran untuk mempelajari berbagai hal. \n \nNamun kebanyakan anak, menghabiskan waktu untuk bermain gadget berjam-jam lamanya sehingga mengorbankan waktu untuk melakukan eksplorasi khas anak-anak, misalnya bergerak, berlari, dan berinteraksi dengan orang sekitar. \n \nAnak-anak yang main gadget secara intens berjam-jam umumnya tidak memperhatikan orang lain di sekitarnya, padahal ini sangat penting untuk perkembangannya. \nKerugian lain dengan bermain gadget tanpa terkontrol adalah waktu istirahat anak berkurang yang berdampak pada perkembangan fisik, dan menurunkan kesempatan anak mengembangkan kemampuan berpikir. Pada akhirnya anak tidak tumbuh menjadi orang-orang yang dapat merefleksikan dan mengekspresikan diri. \n \nTerkait persepsi orangtua yang beranggapan bahwa anak menjadi lebih pintar karena terbiasa menggunakan gadget. \n \nJadi intinya orangtua harus mengikuti aturan main. Penggunaan waktu layar elektronik (termasuk komputer dan televisi) yang disarankan adalah 30 sampai 60 menit per hari. Bahkan untuk anak usia 0 - 2 tahun, dilarang sama sekali \n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciruas<\/a><\/li>
- 08 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Lebih Dekat Dengan Rehab Medik<\/a><\/h3>
Pelayanan rehabilitasi medik adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di fasilitas kesehatan dan meliputi upaya pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, yang mencakup kegiatan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan medis, psikososial, edukasional, dan vokasional untuk mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Pelayanan rehabilitasi medik dilaksanakan oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi (SpKFR) dan tim rehabilitasi medik. \n \nKemajuan teknologi di bidang kedokteran telah banyak membawa manfaat. Sebagian besar penyakit, baik akibat kecelakaan ataupun penyakit akut dan kronis lain, telah dapat diatasi dengan pelaksanaan medik yang canggih sehingga penderita dapat bertahan hidup. Namun, meskipun pasien dapat selamat dari kecederaan atau kondisi akut lain, banyak yang akhirnya menyisakan kecacatan yang cukup berarti. Kemajuan di bidang kedokteran dan kesehatan secara umum juga telah meningkatkan usia harapan hidup sehingga menambah jumlah populasi lanjut usia (lansia) dengan sejumlah komorbiditas dan keterbatasan terkait usia. Faktor diatas merupakan faktor-faktor utama peningkatan disabilitas sehingga menjadi gangguan fungsi yang merupakan masalah kesehatan tersendiri di masyarakat. \n\n Beragam Kondisi yang Memerlukan Rehabilitasi \nBerikut adalah beberapa kondisi atau gangguan medis yang memerlukan rehabilitasi medik: \n\n 1. Rehabilitasi pada penderita jantung \nRehabilitasi jantung merupakan program rehabilitasi medik yang dirancang untuk mendukung pemulihan dan perbaikan kondisi jantung dan pembuluh darah. \n\n Rehabilitasi ini ditujukan bagi pasien penyakit kardiovaskular, seperti serangan jantung atau gagal jantung, serta pasien yang menjalani tindakan medis pada jantung, misalnya angioplasti atau operasi jantung. \n\n Sebelum menjalani rehabilitasi medik, pasien akan menjalani pemeriksaan dari dokter terlebih dahulu untuk menilai fungsi jantungnya. \n\n Pemeriksaan tersebut di antaranya adalah pemeriksaan fisik dan tes penunjang, seperti rekam jantung (EKG), ekokardiografi, tes darah untuk menentukan kadar kolesterol dan enzim jantung, hingga stress test yang dilakukan dengan bantuan sepeda atau treadmill. \n\n Setelah itu, dokter akan memberikan pengobatan atau tindakan medis untuk menangani kondisi pasien. Untuk mendukung pemulihan jantung, dokter juga akan memberikan program rehabilitasi jantung yang terdiri dari olahraga atau latihan fisik serta edukasi hidup sehat bagi pasien. \n\n 2. Rehabiltasi pada penderita stroke \nRehabilitasi stroke merupakan salah satu langkah penanganan yang penting dilakukan pada pasien stroke. Melalui rehabilitasi medik, kemampuan serta kekuatan gerak tubuh mereka diharapkan bisa kembali pulih. Setelah itu, pasien juga akan dilatih untuk bisa kembali beraktivitas dengan lebih mandiri. \n\n Beberapa program dan metode rehabilitasi stroke mencakup aktivitas fisik, seperti latihan keterampilan motorik, psikoterapi, terapi wicara, serta terapi okupasi. \n\n 3. Rehabilitasi pada penderita hernia nucleus pulposus \nHernia nucleus pulposus (HNP) merupakan penyakit di mana bantalan saraf tulang belakang keluar dari ruas tulang belakang sehingga menjepit saraf di dalamnya. Kondisi ini biasanya disebut dengan istilah saraf kejepit. \n\n HNP bisa menyebabkan nyeri berat pada punggung atau leher, kelemahan anggota gerak tubuh, hingga kelumpuhan. Untuk menangani kondisi ini, dokter bisa memberikan obat-obatan, melakukan fisioterapi, atau operasi. \n\n Biasanya rehabilitasi medik pada pasien HNP diberikan dalam kurun waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan. Tujuannya adalah untuk meringankan nyeri punggung serta memperbaiki posisi saraf dan tulang belakang pasien. \n\n Metode rehabilitasi medik pada HNP bisa berupa terapi panas, terapi listrik, latihan fisik atau olahraga untuk saraf terjepit, hingga penggunaan korset khusus untuk tulang belakang. \n\n 4. Rehabilitasi pada penderita penyakit paru obstruktif kronik \nPenyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit kronis pada paru-paru yang bisa membuat penderitanya kesulitan untuk bernapas. Penyakit ini juga bisa menyebabkan kadar oksigen pada tubuh pasien berkurang. \n\n Rehabilitasi medik pada penyakit ini penting agar pasien bisa bernapas dan beraktivitas dengan lebih lancar, serta mencegah kekambuhan dan meringankan gejala yang dialami. \n\n Program rehabilitasi medik pada pasien PPOK umumnya berupa latihan fisik atau olahraga, seperti sepeda statis, senam, dan latihan untuk memperkuat otot pernapasan. Melalui program ini, penderita PPOK juga akan dilatih untuk bisa berhenti merokok. \n\n 5. Rehabilitasi pada pasien yang menjalani amputasi \nPasien yang telah menjalani amputasi tentu akan merasa stres atau bahkan depresi karena tubuhnya tidak lagi bisa bergerak atau beraktivitas seperti dulu. Untuk mendukung pemulihan dan melatih kemampuan mereka, dokter umumnya akan melakukan program rehabilitasi medik. \n\n Melalui program ini, pasien akan dilatih dan dimotivasi untuk bisa kembali bergerak dan beraktivitas dengan baik. Rehabilitasi medik pada pasien yang diamputasi juga mencakup latihan penggunaan anggota tubuh prostetik. \n\n Misalnya, pada pasien yang kakinya diamputasi, dokter akan melatih mereka untuk menggunakan kaki palsu atau prostetik agar bisa kembali berjalan. \n\n Rehabilitasi medik juga bisa didapatkan dalam bentuk terapi okupasi, terapi penglihatan, dan terapi bicara, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing orang. Pada intinya, rehabilitasi medik bertujuan untuk mengembalikan fungsi tubuh yang terganggu akibat menderita suatu kondisi atau penyakit. \n\n Hasil akhir dari rehabilitasi medik yang dilakukan tergantung dari tingkat keparahan kondisi yang dialami dan kemampuan tim rehabilitasi yang menangani. Selain itu, motivasi dan semangat pasien yang menjalani rehabilitasi medik juga berperan penting dalam mendukung keberhasilan rehabilitasi. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/a><\/span>");
- 08 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 11 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 14 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 14 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 15 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 21 Februari 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 04 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 07 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 07 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 07 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 14 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 14 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>