- Hermina Mutiara Bunda Salatiga<\/a><\/li>
- 23 Mei 2022<\/li><\/ul><\/div>
Kenali Penyakit Diabetes Melitus di Usia Muda<\/a><\/h3>
Diabetes bukan hanya dialami orang yang sudah berusia lanjut. Remaja ataupun anak muda juga bisa terkena diabetes. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa diabetes yang menyerang anak mudah justru lebih berbahaya. Hal inilah yang menjadi peringatan penting bahwa diabetes yang dialami di usia muda lebih sangat berbahaya serta sulit untuk ditangani. \n\n Diabetes yang diderita remaja terjadi kemungkinan disebabkan oleh gaya hidup dan masalah kesehatan. Faktor seperti genetik dapat meningkatkan risiko remaja mengidap diabetes, tetapi banyak gaya hidup tidak sehat yang menjadi masalah utama penyebab anak muda akhirnya memiliki diabetes. \n\n Faktor yang meningkatkan risiko diabetes tipe 2 pada remaja antara lain: \n\n \n Obesitas (kelebihan berat badan) \n Pola hidup tidak sehat seperti merokok dan suka mengonsumi minuman beralkohol \n Gemar mengonsumsi asupan manis dan makanan siap saji \n Memiliki anggota keluarga dengan diabetes \n Memiliki riwayat diabetes gestasional \n Memiliki kadar kolesterol tinggi \n Didiagnosis pradiabetes \n \n\n Memiliki diagnosis pradiabetes bukan berarti Sahabat telah mengidap diabetes tipe. Ini artinya gula darah Sahabat sudah tergolong tinggi dan di atas nilai batas normal, namun belum terlalu tinggi untuk dikategorikan sebagai diabetes. Jika dibiarkan terus, Sahabat bisa terkena diabetes tipe 2. Perkembangan diabetes tipe 2 di usia muda memang cenderung berbahaya, sehingga dapat menjadi komplikasi penyakit yang lebih serius. Contohnya termasuk retinopati, nefropati, neuropati, dan penyakit kardiovaskular. \n\n Bagaimana Pencegahan Diabetes Melitus di Usia Muda ? \n\n \n\n \n Menjaga berat badan ideal \n \n\n Obesitas adalah salah satu faktor utama remaja berisiko terkena diabetes tipe 2. Ketika Sahabat merasa berat badan Sahabat berlebih, Sahabat bisa mengurangi sekitar 5-10% dari berat Sahabat untuk mengurangi resiko terkena diabetes. Diet kalori dan rendah lemak sangat dianjurkan sebagai cara terbaik untuk menurunkan berat badan dan mencegah dari penyakit Diabetes \n\n 2. Makan buah - buahan dan sayuran \n\n Dengan makan berbagai buah-buahan dan sayuran setiap hari, Sahabat bisa mengurangi resiko penyakit diabetes sampai 22%. Fakta ini diambil menurut hasil dari sebuah penelitian tentang diet selama 12 tahun dari 21.831 orang dewasa. Penurunan resiko secara langsung berhubungan dengan berapa banyak buah-buahan dan sayuran yang Sahabat konsumsi. \n\n 3. Ganti gula dengan pemanis yang rendah kalori \n\n Sebuah data kesehatan yang meneliti dari 43.960 wanita menunjukkan bahwa perempuan yang minum 2 gelas atau lebih minuman manis sehari (misal soda atau jus buah) memiliki resiko 25-30% lebih tinggi terkena diabetes dibandingkan orang lain yang tidak. Bila perlu, Sahabat bisa menggunakan pemanis rendah kalori dan mengandung kromium untuk dapat meningkatkan fungsi insulin dalam tubuh, sehingga membantu diabetesi dalam mengontrol gula darah. \n\n 4. Rutin berolahraga \n\n Untuk mencegah diabetes pada usia remaja, usahakan untuk berolahraga setidaknya 30 menit sehari. Ini bertujuan untuk memaksimalkan pencapaian target penurunan berat badan dan untuk mengurangi resiko terkena diabetes. Selain itu, berolahraga juga dapat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan kadar insulin dalam tubuh. \n\n Kapan sebaiknya konsultasi ke Dokter ? \n\n Sahabat dapat konsultasi ke dokter atau bahkan melakukan medical check up jika mempunyai keluhan atau riwayat keluarga yang memiliki Diabetes Melitus \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciruas<\/a><\/li>
- 26 April 2022<\/li><\/ul><\/div>
Mengenali Ciri-Ciri Anak Autis Sejak Dini <\/a><\/h3>
\n\n \n\n Autisme atau autism spectrum disorder merupakan gangguan perkembangan pada anak yang menyebabkan kemampuan komunikasi dan sosialisasi anak terganggu. Hingga kini, penyebab autisme tidak diketahui secara pasti. Apa Saja Ciri-Ciri Anak Autis? Gejala autisme sangat beragam dan tiap anak yang menderita kondisi ini dapat menunjukkan gejala yang berbeda. Namun, secara umum, ciri-ciri anak autis terdiri dari 3 karakteristik utama, yaitu: \n\n - Kesulitan komunikasi \n\n - Masalah komunikasi yang kerap dialami anak penderita autisme, antara lain sulit bicara, menulis, membaca, dan memahami bahasa isyarat, seperti menunjuk dan melambai. \n\n Hal ini kemudian membuatnya sulit untuk memulai percakapan dan memahami maksud dari suatu perkataan atau petunjuk yang diberikan orang lain. Tak jarang anak dengan autisme mengucapkan satu kata secara berulang atau yang beberapa waktu lalu didengarnya, mengucapkan sesuatu dengan nada tertentu atau seperti sedang bersenandung, atau sering tantrum. Gangguan autisme dapat meningkat apabila terdapat faktor genetik dan lingkungan, misalnya paparan racun, asap rokok, infeksi, efek samping obat-obatan, serta gaya hidup tidak sehat selama hamil. \n\n Mengenali Ciri-Ciri Anak Autis Sejak Dini \n\n Gejala atau ciri-ciri anak autis sebenarnya sudah bisa terlihat ketika ia masih bayi, misalnya jarang melakukan kontak mata serta kurang responsif atau tidak tanggap sama sekali ketika namanya dipanggil. Namun, secara umum, gejala autisme biasanya mulai terlihat jelas saat anak menginjak usia 2–4 tahun.Ciri-ciri anak autisme terkadang juga bisa menyerupai gangguan lain, seperti gangguan pendengaran, depresi pada anak, gangguan cemas, sindrom Asperger, serta reaksi trauma akibat kekerasan. \n\n Oleh karena itu, anak yang dicurigai menderita autisme perlu diperiksakan ke dokter anak. Dalam mendiagnosis autisme pada anak, dokter akan mengevaluasi tumbuh kembang anak, seperti menilai kemampuan berbicara, berperilaku, belajar, hingga pergerakan anak. Dokter juga mungkin akan menyarankan pemeriksaan lain berupa tes pendengaran, tes genetik, dan konsultasi psikologi anak. Hingga saat ini, belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan autisme. Namun, ada beberapa metode terapi yang dapat dilakukan untuk membantu anak meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan belajar. Dokter akan menentukan terapi yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan anak secara menyeluruh. \n\n Gangguan perilaku \n\n Berikut ini adalah beberapa pola perilaku khas yang biasanya ditunjukkan oleh anak dengan autisme: \n\n 1. Marah \n\n 2. Menangis, atau tertawa tanpa alasan yang jelas \n\n 3. Hanya menyukai atau mengonsumsi makanan tertentu \n\n 4. Melakukan tindakan atau gerakan tertentu dilakukan secara berulang, seperti mengayun tangan atau memutar-mutarkan badan \n\n 5. Hanya menyukai objek atau topik tertentu \n\n 6. Melakukan aktivitas yang membahayakan dirinya sendiri, seperti menggigit tangan dengan kencang atau membenturkan kepala ke dinding \n\n 7. Memiliki bahasa atau gerakan tubuh yang cenderung kaku \n\n 8. Sulit tidur \n\n Kendati demikian, gejala autisme tidak selamanya buruk. Beberapa anak dengan autisme ada yang memiliki kelebihan atau bakat di bidang tertentu, seperti mampu belajar secara rinci lalu mengingatnya untuk waktu yang lama dan tertarik mempelajari seni musik dan menggambar. Jangan ragu untuk mengajak anak konsultasi dengan dokter. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciputat<\/a><\/li>
- 27 April 2021<\/li><\/ul><\/div>
Pentingnya Peran Orangtua dan Terapi ABK Autisme<\/a><\/h3>
Tahukah Sahabat Hermina bahwa 1-2% anak di dunia terdeteksi autis atau 1 dari 59 anak menderita autisme. Anak laki-laki lebih banyak terdiagnosa autisme dibanding perempuan. \n\n \n\n Autisme merupakan gangguan dalam perkembangan komunikasi, interaksi sosial, dan tidak bisa mengamati dan mengelola informasi. Sangat penting untuk mewaspadai gejala atau ciri-ciri autisme sedini mungkin, karena meskipun autisme tidak bisa disembuhkan, terdapat berbagai metode untuk menangani autisme yang bertujuan agar penderita dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari. Lalu, kondisi anak yang bagaimana yang harus orang tua waspadai? Di antaranya adalah: \n\n \n Tidak merespon jika dipanggil namanya \n Tidak tertarik berinteraksi atau menarik diri \n Kontak mata kurang \n Kesulitan memahami perasaan orang lain atau megungkapkan perasaannya sendiri \n Permainannya terbatas dan kurang imajinasi \n Kurang atau tidak dapat mencontoh kegiatan \n Tidak bisa bermain pura-pura \n Kesulitan mengekpresikan apa yang diinginkan \n Mengucapkan kata-kata yang tidak jelas atau pengulangan kata-kata yang tidak mempunyai arti \n Sulit beradaptasi dengan lingkungan baru \n Anak menunjukkan respon yang tidak lazim terhadap rangsangan \n \n\n \n\n Meskipun banyak metode yang bisa menangani penderita autisme agar dapat menyesuaikan diri, namun peran orangtua menjadi hal yang paling penting. “Guru pertama seorang anak adalah orang tuanya, namun guru terbaik bagi orang tua adalah anaknya”, sebagai orangtua, kita harus bisa menerima seutuhnya terlebih dahulu kondisi anak yang terdiagnosa autisme. \n\n \n\n Peran orangtua merupakan salah satu aspek dalam keberhasilan proses terapi, selain profesional dan terapis. Pada kenyataannya sering dijumpai orangtua menyerahkan sepenuhnya terapi anak autisnya pada klinik terapi yang dipilih, dengan alasan sudah membayar dengan mahal dan terapislah yang memahami metode terapi, padahal kerjasama profesional (dokter, terapis dan psikolog) dan orangtua (ayah dan ibu) diperlukan untuk keberhasilan terapi. Bentuk peran orangtua yang diharapkan dalam pelaksanaan terapi adalah menyediakan waktu untuk mengantar anak terapi, patuh menerapkan diet, memberi pengertian dan membangun kerja sama dengan saudara kandung lainnya, menambah ilmu seputar autisme, menjalin komunikasi dengan terapis tentang kemajuan belajar anak, membaca buku penghubung, konsisten dan menindaklanjuti program terapi di rumah. \n\n \n\n Tentunya anak autisme dengan orangtua yang menerima akan lebih dapat mengejar ketinggalan dibanding dengan anak autis yang mendapat penolakan dari orangtuanya. Maka dari itu sangat penting kerjasama antara orangtua, saudara kandung (keluarga), dan paramedis (dokter, terapis, psikolog). \n\n \n\n Sejauh ini belum diketahui penyebab autisme, siapa saja bisa mempunyai anak autisme. Namun keterlambatan tumbuh kembang penderita autisme bisa dikejar dengan penerimaan dan kasih sayang orangtua, dan tentunya dibantu dengan tenaga profesional (dokter dan terapis). \n\n \n\n Pecegahan sedini mungkin akan lebih baik, konsultasikan segera ke Klinik Tumbuh Kembang (KTK). Rumah Sakit Hermina Ciputat memiliki tim yang terdiri dari dokter (spesialis anak dan spesialis ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi), terapis (okupasi terapi, terapi wicara, fisioterapi) dan juga psikolog anak. \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 27 April 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 26 April 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 23 Mei 2022<\/li><\/ul><\/div>