- Hermina Makassar<\/a><\/li>
- 30 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Gastritis dan Pencegahannya<\/a><\/h3>
Gastritis atau yang biasa dikenal dengan radang lambung adalah sebuah kondisi peradangan pada lapisan dinding dalam lambung. Berdasarkan durasi terjadinya, gastritis terbagi menjadi gastritis akut dan kronis. Gastritis akut muncul secara tiba-tiba dan dalam keadaan parah. Sementara gastritis kronis mengacu pada peradangan jangka panjang yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun jika tidak ditangani dengan baik. \n\n \n\n Faktor Risiko Gastritis \n\n \n\n Beberapa faktor risiko dari gastritis yang bisa meningkatkan peluang seseorang untuk bisa terkena penyakit tersebut antara lain: \n\n \n\n 1. Mengonsumsi makanan berlemak dan kadar minyak yang berlebihan \n\n 2. Mengonsumsi makanan dengan kadar pengawet dan garam yang tinggi berlebihan \n\n 3. Mengonsumsi alkohol yang berlebihan dan dalam jangka panjang \n\n 4. Penggunaan narkoba dan zat-zat berbahaya lainnya \n\n 5. Merokok \n\n \n\n Penyebab Gastritis \n\n \n\n Pada kondisi mormal, dinding lambung memiliki lapisan mukosa yang akan melindungi lambung dari iritasi asam lambung serta enzim pencernaan. Ketika lapisan ini mengalami kerusakan, inflamasi atau peradangan pun akan terjadi. Pada kondisi tertentu terdapat beberapa penyebab seseorang bisa menderita penyakit gastritis, antara lain: \n\n \n\n 1. Infeksi Bakteri; Infeksi bakteri termasuk penyebab gastritis yang umum. Di antara begitu banyak bakteri, Helicobacter pylori merupakan bakteri yang paling sering memicu gastritis. Infeksi bakteri ini lebih rentan terjadi apabila kebersihan lingkungan, gaya hidup dan pola makan kurang terjaga. \n\n \n\n 2. Stress; Menurut sebuah penelitian, seseorang yang mengalami cemas berlebihan atau stress dapat memicu peradangan pada lambung dan mengakibatkan asam lambung meningkat sehingga akan memicu terjadinya rasa panas di dada, nyeri ulu hati dan sesak napas. \n\n \n\n 3. Konsumsi alkohol yang berlebihan \n\n \n\n 4. Penyalahgunaan narkoba dan obat-obatan terlarang. \n\n \n\n \n\n Gejala Gastritis \n\n \n\n Ketika gastritis terjadi, ada penderita yang merasakan gejalanya dan ada juga yang tidak. Beberapa gejala gastritis di antaranya: \n\n \n Panas dan nyeri yang menggerogoti dalam lambung \n Hilang nafsu makan \n Cepat merasa kenyang saat makan \n Perut kembung \n Cegukan \n Mual \n Muntah \n Sakit Perut \n Gangguan saluran cerna \n BAB dengan tinja berwarna hitam pekat \n Muntah darah \n Pencegahan Gastritis \n \n\n \n\n Jika seseorang rentan terhadap gejala gastritis, mulalilah mencoba mengubah porsi dan jadwal makan. Mengubah porsi dan jadwal makan bisa dilakukan dengan mengurangi porsi makan dari yang sebelumnya. Hal tersebut bertujuan agar jadwal makan jadi lebih sering dari biasanya. Makanan berminyak, asam atau pedas juga harus dihindari. Alkohol juga bisa menyebabkan gejala gastritis maka konsumsi minuman beralkohol juga harus dihindari. Pengendalian stres juga harus dilakukan agar bisa terhindar dari penyakit ini. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Depok<\/a><\/li>
- 26 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Kesehatan Mental di Masa Kenormalan Baru<\/a><\/h3>
Kondisi pandemi yang berlangsung sejak awal 2020 menyebabkan masalah psikologis yang baru, selain masalah yang sudah ada sebelumnya. Kondisi yang secara mendunia dapat mengubah tatanan kehidupan manusia yang sejatinya makhluk sosial bertemu secara fisik, harus rela bertemu via dunia maya. Semua serba daring. \n\n Tidak mudah menerima perubahan ini. Mulai dari masalah kesehatan, kemampuan finansial, sampai penguasaan teknologi. Suasana kerja sampai sekolah di berbagai tingkat pun berubah. Selain keterbatasan tadi juga dirasakan ada hal positif dibalik dampak pandemi ini. Kita jadi dituntut untuk bisa beradaptasi dalam masa Kenormalan Baru, hidup berdampingan dengan COVID-19 dan segala sebab akibatnya. \n\n Menjaga kesehatan mental di masa Kenormalan Baru relatif tidak mudah. Setiap hari kita dicekoki berita tentang kasus-kasus COVID-19 yang terus meningkat baik lokal maupun global. Berita penambahan kasus dan kematian akibat COVID-19 menjadi perhatian utama menutup berita dari bencana alam dan penyakit lain yang memang sudah ada sebelumnya \n\n Gambaran pendapat umum mengenai kesehatan mental bisa dilihat dari grafik pada grafik berikut ini: \n\n \n\n \n\n Definisi kesehatan mental versi WHO adalah kondisi kesejahteraan ketika individu menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat serta mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya. \n\n Bagaimana cara menjaga kesehatan mental pada masa Kenormalan Baru ini? Semenjak awal pandemi, tampak peningkatan kasus-kasus psikologis. Ikatan Psikolog Klinis menyatakan, sejak Maret hingga Agustus 2020 terjadi 14.619 masalah psikologis. Temuan ini diperoleh berdasarkan keluhan dan hasil diagnosis oleh psikolog klinis. Setidaknya ada enam hambatan yang terjadi. Hambatan tersebut diantaranya (dikutip dari kompas.com 15 Oktober 2020): \n\n 1. Masalah belajar, khususnya pada klien anak dan remaja sebesar 27,2% \n\n 2. Keluhan stres umum sebesar 23,9%. \n\n 3. Keluhan kecemasan sebesar 18,9%. \n\n 4. Keluhan mood swing (suasana hati yang berubah-ubah) 9,1%. \n\n 5. Gangguan kecemasan 8,8%. \n\n 6. Keluhan somatis 4,7%. \n\n Secara umum masalah psikologis yang konsisten banyak ditemukan pada semua kelompok usia. Masalah-masalah ini jika tidak segera mendapat penanganan dapat berlanjut menjadi gangguan lebih serius. \n\n \n\n Dengan mengetahui kondisi ini, beberapa gambaran dan solusi yang bisa diambil: \n\n 1. Masalah belajar \n\n Sistem belajar yang biasanya tatap muka di kelas dengan kondisi ini mengharuskan semua serba virtual. Kesiapan siswa dan guru tentunya berproses dalam menggunakan gawai dan teknologinya. Begitu juga masalah koneksi yang sering tidak stabil. Tentunya ada beberapa hal yang bisa dikondisikan dan diperbaiki serta ada yang diluar kendali dengan mempersiapkan diri untuk penguasaan dan pendampingan materi. \n\n \n\n 2. Stres \n\n Stres merupakan respon tubuh terhadap ancaman dalam situasi acak yang dapat membahayakan diri. Bagaimana menangani stres? \n\n Stres sendiri ada dua bentuk, yaitu stress yang menyebabkan seseorang jadi terpuruk dan stress yang menyebabkan seseorang justru menjadi lebih semangat. Cara menghadapi stress: \n\n \n Mengenali perubahan fisik yang muncul seperti nafas dan detak jantung lebih cepat, keringat berlebih, perut mulas dan keringat dingin. \n Menerima kondisi ini yang terjadi saat ini sebagai situasi yang bisa saja dialami setiap orang sehingga perasaan kita menjadi lebih tenang. \n Berpikir dan berperasaan positif (positive thinking and feeling) sehingga kita bisa berpikir tenang untuk mencrai solusi dari masalah yang dihadapi. Salah satunya dengan afirmasi atau self-talk untuk memotivasi diri. \n Berolahraga, memperbanyak kegiatan sosial sehingga fisik dan metal menjadi lebih kuat dalam menghadapi dan mengendalikan stress kearah yang lebih produktif. \n \n\n \n\n 3. Kecemasan dan Gangguan Kecemasan \n\n Kondisi cemas dapat menimbulkan stress, ketakutan yang kadang tidak masuk akal atau ketakutan terhadap hal yang mengancam diri meskipun kadang tidak menimbulkan bahaya yang nyata. Gangguan kecemasan adalah kondisi yang bisa didiagnosa dokter berdasar kumpulan gejala yang dirasakan secara berkelanjutan. Hal ini dapat menimbulkan stress walaupun tidak ada pemicunya. \n\n Gangguan kecemasan yang menimbulkan depresi dapat mengganggu kualitas hidup seseorang. Mengenali gejala dan mencari solusi oleh pofesional bila sudah tidak dapat ditangani sendiri. \n\n \n\n 4. Keluhan Somatis \n\n Keluhan ini ditandai dengan sekumpulan keluhan fisik yang tidak menentu namun tidak muncul disaat pemeriksaan fisik dilakukan. Kembali lagi, kondisi ini biasanya disebabkan stress. Bisa terjadi disemua golongan usia. Contoh keluhan somatis meliputi: \n\n \n \n \n Maag, eksim, sakit kepala, keringat dan jantung berdebar-debar merupakan contoh keluhan yang muncul. Biasanya saat dokter tidak menemukan penyebab fisik akan merujuk untuk penanganan terapi psikis (merujuk kepada psikolog atau psikiater) \n Beberapa terapi yang dilakukan oleh psikolog diantaranya hipnoterapi, relaksasi dan beberapa terapi lain sesuai dengan kondisi masing-masing pasien/klien. \n \n \n \n\n \n\n Untuk dapat menjaga kesehatan mental di masa Kenormalan Baru, Sahabat Hermina dapat melakukan hal-hal berikut: \n\n \n Istirahat cukup \n Istirahat termasuk tidur cukup tak hanya membuat tubuh segar, tetapi juga menjaga Kesehatan mental \n Waktu bersantai untuk diri sendiri (me time) \n Luangkan waktu untuk diri anda sendiri, belajar kenali diri sendiri, atau lakukan hobi \n Rajin olahraga \n Ingat pepatah di dalam badan yang kuat terdapat jiwa yang sehat. \n Hubungan yang sehat dan positif \n Bangun hubungan dengan keluarga, teman, dan pasangan dengan cara yang sehat dan positif. Jangan biarkan diri Anda rusak akibat hubungan yang “beracun” \n Jaga pola makan dan kesehatan tubuh \n Kesehatan fisik dan tubuh bisa berpengaruh pada kesehatan mental karena keduanya saling berkaitan dan sama-sama penting \n “Bersahabat” dengan hal yang mempengaruhi fisik dan mental \n Jangan biarkan stres, kesepian, masalah keluarga dan kerja membuat Anda terpuruk \n Taat protokol kesehatan \n Patuhi selalu 3M, yaitu mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. \n \n\n \n\n Sahabat Hermina, jaga selalu kesehatan fisik dan mental Anda, karena keduanya saling berkaitan dan sama pentingnya. Jika perlu, segera hubungi ahlinya agar segera mendapatkan penanganan. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Galaxy<\/a><\/li>
- 23 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Ibu Hamil Rentan Terkena Radang Gusi<\/a><\/h3>
Tahukah Sahabat hermina, bahwa perubahan hormon di masa kehamilan memengaruhi keadaan di dalam rongga mulut ibu hamil. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peradangan gusi dan jaringan periodontal dimasa kehamilan serta perilaku oral hygiene (menjaga kebersihan rongga mulut) yang buruk merupakan resiko terjadinya kelahiran prematur, pra-eklamsia, diabetes gestasional, berat badan lahir bayi rendah bahkan keguguran. \n\n \n\n Oleh karena itu, penting bagi calon ibu untuk melakukan pemeriksaan gigi dan mulut sebelum kehamilan dan selama masa kehamilan. \n\n \n\n Peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron selama masa kehamilan menyebabkan perubahan respon kekebalan tubuh terhadap bakteri plak yang merupakan penyebab terjadinya peradangan gusi (gingivitis) selama kehamilan. \n\n \n\n Gingivitis (peradangan gusi) adalah proses peradangan pada gusi yang disebabkan oleh mikroorganisme serta plak gigi yang melekat pada tepi gusi. Secara umum peradangan gusi ditandai dengan adanya perubahan warna pada gusi (gusi tampak lebih merah), perubahan kontur (terlihat bengkak/oedem), perubahan kontur, perdarahan akibat stimulasi seperti menyikat gigi, dan ditemukan adanya plak dan karang gigi. \n\n \n\n Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 60% ibu hamil mengalami peradangan gusi (gingivitis). Hal ini disebabkan karena sebagian besar ibu hamil tidak rutin memeriksakan kesehatan rongga mulut pada dokter gigi selama masa kehamilan. \n\n \n\n Perubahan hormonal pada wanita hamil dapat menimbulkan berbagai keluhan seperti ngidam, mual dan muntah termasuk keluhan sakit gigi dan gusi akibat dari kebiasaan mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. \n\n \n\n Nah Sahabat Hermina, sangatlah penting melakukan pemeriksaan kesehatan gigi selama kehamilan. Jika mengalami peradangan gusi dan jaringan pendukung gigi lainnya jangan disepelekan. \n\n \n\n Segera konsultasikan kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi spesialis Periodonsia di RS Hermina Galaxy jika mengalami masalah terkait kesehatan gusi dan jaringan pendukung gigi. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Palembang<\/a><\/li>
- 22 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Yuk Kendalikan Stres!<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, banyak orang yang tidak menyadari hadirnya tekanan dalam diri mereka. Kondisi ini dapat menyebabkan stres kronis yang berbahaya kesehatan fisik dan mental. Melansir data Mountelizabeth, stres juga dapat memicu berbagai penyakit kronis seperti gangguan jantung, sindrom iritasi usus besar, sakit kepala, peningkatan gula darah, dan alzheimer. \n\n \n\n Yuk, kenali lebih jauh mengenai stress, agar kita dapat menghindari dan mengelola stres dengan baik dan benar. \n\n \n\n Apa itu Stres? \n\n Stres adalah bagian alami dan penting dari kehidupan, tetapi apabila berat dan berlangsung lama, dapat merusak kesehatan kita. Remaja bereaksi terhadap stres dengan cara yang berbeda-beda. Meskipun stres dapat membantu menjadi lebih waspada dan antisipasi ketika dibutuhkan, stres juga dapat menyebabkan gangguan emosional dan fisik. \n\n \n\n Tanda atau Gejala Stres Apa Saja yang Perlu Diketahui? \n\n - Depresi. The Anxiety and Depression Association of America (ADAA) mendefinisikan depresi sebagai penyakit ketika seorang individu mengalami suasana hati rendah yang persisten dan parah. Penelitian menunjukkan stres kronis dan akut berisiko tingi memicu depresi. \n\n - Kecemasan. Kecemasan ditandai dengan perasaan takut yang luar biasa yang bercampur dengan rasa sedih. Riset juga menunjukan orang yang mengalami stres karena pekerjaan cenderung memiliki banyak gejala kecemasan dan depresi. \n\n - Mudah marah. Ini adalah ciri umum dari stres. Dalam suatu penelitian, orang yang memiliki tingkat amarah lebih tinggi berisiko lebih besar mengalami stres dan serangan jantung. \n\n - Gangguan memori dan konsentrasi. Stres juga dapat mengurangi kemampuan memori dan konsentrasi. \n\n - Perilaku kompulsif. Stres kronis dapat mengubah sifat fisik otak yang memicu peningkatan perilaku adiktif yang berdampak negatif pada Kesehatan. \n\n - Perubahan suasana hati. Banyaknya efek emosional dari stres dapat membuat kita mengalami perubahan suasana hati. \n\n \n\n Apa Saja yang Dapat Menyebabkan Stres? \n\n Saat seseorang menghadapi kondisi yang memicu stres, tubuh akan bereaksi secara alami, yaitu dengan melepas hormon yang dinamakan kortisol dan adrenalin. Reaksi ini sebenarnya baik untuk membantu seseorang menghadapi situasi yang berbahaya atau mengancam, sehingga dapat keluar dari situasi tersebut. \n\n \n\n Ada berbagai situasi atau peristiwa yang dapat memicu terjadinya stres, antara lain: \n\n \n Tidak memiliki pekerjaan \n Beban di tempat kerja \n Akan menjalani wawancara pekerjaan \n Tak kunjung hamil ketika sudah cukup lama menikah \n Khawatir tidak mampu merawat anak \n Bertengkar dengan pasangan \n Hubungan yang tidak baik dengan atasan \n Menjadi korban pelecehan \n Akan menikah atau bercerai \n Diusir dari rumah \n Menjalani proses peradilan \n Menderita suatu penyakit yang berat atau sulit disembuhkan. \n Stres sulit untuk dihindari. Jadi, hal yang terpenting adalah cara mengatasi stres, karena bila stres terjadi berkepanjangan, dapat menimbulkan gangguan kesehatan. \n \n\n \n\n Cara Mengatasi Stress \n\n Sahabat Hermina, setelah melihat penyebab stres yang dialami kebanyakan orang, yuk simak beberapa hal berikut yang dapat membantu Sahabat Hermina mengatasi, mengelola, dan mengendalikan stres: \n\n \n Bicarakan keluhan dengan seseorang yang dapat dipercaya \n Melakukan kegiatan yang sesuai dengan minat dan kemampuan \n Kembangkan hobi yang bermanfaat \n Meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri pada Tuhan \n Berpikir positif \n Tenangkan pikiran dengan relaksasi \n Jagalah kesehatan dengan olahraga atau aktivitas fisik secara teratur, tidur cukup, makan makanan bergizi seimbang, serta terapkan perilaku bersih dan sehat \n \n\n \n\n \n\n Sahabat Hermina, itulah beberapa ulasan mengenai stres. Ayo kenali stres dan selalu berusaha untuk mengatasi, mengelola, dan mengendalikan stres kita tersebut supaya kita selalu memiliki jiwa yang sehat dan terhindar dari depresi. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Jatinegara<\/a><\/li>
- 18 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Gejala Maag dan Cara Mengatasinya<\/a><\/h3>
Nyeri ulu hati, mual, dan muntah setelah makan, erat dikaitkan dengan penyakit maag, atau yang secara medis dikenal sebagai sindrom dispepsia. Kondisi ini bisa dialami oleh siapapun, tak terkecuali ibu hamil. \n\n \n\n Namun, gejala atau ciri-ciri penyakit maag tidak hanya itu saja. Masih ada beberapa gejala atau ciri-ciri penyakit maag lainnya yang perlu diketahui agar penyakit maag yang Anda alami dapat dikenali dan segera diatasi. \n\n \n\n Sakit maag merupakan salah satu penyakit yang umum terjadi di Indonesia. Menurut data dari beberapa pusat endoskopi di Indonesia, ada sekitar 7000 kasus sakit maag yang dilakukan endoskopi, dan lebih dari 85% merupakan dispepsia fungsional. \n\n \n\n Dispepsia fungsional merupakan kondisi sakit maag yang tidak diketahui penyebabnya. Semua orang dari segala usia dan jenis kelamin bisa mengalami sakit maag. Gangguan pencernaan ini sangat umum. Namun, ada beberapa faktor yang dapat membuat risiko seseorang mengalami sakit maag meningkat, seperti: \n\n \n Mual saat atau setelah makan \n Sering sendawa \n Intoleransi terhadap makanan berlemak \n Nafsu makan menurun karena perut terasa sakit \n Naiknya asam lambung \n Penurunan berat badan \n Perut kembung \n Sering bersendawa \n Cepat kenyang saat makan \n \n\n \n\n \n\n Penyebab Penyakit Maag \n\n Sebagian besar sakit maag bersifat ringan dan dapat ditangani tanpa perlu berkonsultasi ke dokter. Namun, segera temui dokter jika sakit maag terjadi secara terus-menerus. \n\n \n\n Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, berbagai masalah pencernaan yang menjadi penyebab maag, yaitu: \n\n \n Peradangan lambung (gastritis). Gastritis adalah peradangan pada lapisan kulit di dalam lambung. \n Gastroesophageal reflux disease (GERD). Refluks asam lambung atau GERD adalah kondisi ketika asam lambung naik ke kerongkongan. Akibatnya, menimbulkan iritasi, nyeri hingga sensasi terbakar (heartburn) pada ulu hati, dada, serta kerongkongan. \n Irritable bowel syndrome (IBS). IBS adalah gangguan pencernaan yang berpengaruh terhadap kerja usus besar. Hal ini mengakibatkan kontraksi otot pada usus besar kurang optimal, sehingga berujung pada diare maupun sembelit. \n Tukak lambung. Tukak lambung menandakan adanya luka atau lubang kecil pada dinding perut, bisa jadi karena gastritis yang semakin parah. \n Peradangan pankreas (pankreatitis). Ketika pankreas mengalami peradangan sehingga menimbulkan infeksi, kerusakan jaringan, hingga perdarahan pada kelenjar. \n Kanker perut atau kanker lambung. Kanker perut terjadi saat muncul pertumbuhan tumor atau sel kanker ganas pada bagian dinding lambung. \n \n\n \n\n Sakit maag ringan akan hilang dengan sendirinya. Adapun sakit maag yang parah dapat diatasi dengan obat-obatan seperti antasida, antibiotik dan antidepresan. Penggunaan obat maag dan terapi seperti meditasi dan relaksasi juga bisa membantu mengatasi sakit maag. \n\n \n\n Sakit maag dapat dicegah dan diatasi dengan cara: \n\n \n Makan secara perlahan, dalam porsi yang kecil \n Batasi konsumsi makanan pedas dan berlemak \n Kurangi minuman berkafein \n Hindari obat-obatan yang menyebabkan nyeri lambung \n \n\n \n\n Sahabat Hermina, meskipun maag terlihat sepele, tetapi jika sudah parah, dapat mengganggu aktivitas Anda. Jaga selalu pola hidup sehat, makan makanan bergizi, istirahat cukup, dan rutin berolahraga agar tubuh senantiasa sehat dan terhindar dari penyakit. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pekalongan<\/a><\/li>
- 17 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Alergi Dapat Diturunkan dari Orangtua<\/a><\/h3>
Pernahkah Sahabat Hermina mengalami gatal-gatal disertai ruam merah pada kulit usai menyantap suatu makanan? Jika iya, itulah yang dinamakan alergi. Dalam istilah medis, alergi dijelaskan sebagai serangkaian gejala yang timbul sebagai respon dari sistem imun tubuh terhadap zat tertentu, yang disebut alergen. Banyak pendapat mengatakan alergi merupakan sesuatu yang diturunkan dari orang tua (genetik). Benarkah demikian? \n\n Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya alergi. Mulai dari genetik, lingkungan, kekurangan vitamin D, hingga kebiasaan mengonsumsi makanan tidak sehat. Namun, anak yang lahir dari orang tua yang memiliki alergi kacang, memiliki risiko tujuh kali lebih besar untuk memiliki alergi yang sama dibandingkan anak lain yang orangtuanya tidak alergi kacang. Hal ini menunjukkan bahwa faktor keturunan merupakan faktor yang menyebabkan seseorang memiliki alergi terhadap sesuatu. \n\n Lebih lanjut, alergi makanan cenderung lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Data menyebutkan bahwa persentase alergi makanan pada anak-anak mencapai 8 persen, sedangkan pada orang dewasa hanya sebesar 5 persen. Seiring bertambahnya usia dan kuatnya daya tahan tubuh, alergi makanan pada sebagian anak akan menghilang dengan sendirinya. Meski pada sebagian anak lainnya ada pula yang tetap memilikinya hingga dewasa. \n\n \n\n Apakah Jenis Alergi Anak akan Selalu Sama dengan Orang Tuanya? \n\n Ada beberapa gen yang diduga berkaitan erat dengan alergi. Data juga menunjukkan bahwa risiko alergi anak meningkat sekitar 2-4 kali lipat pada mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan alergi. Risiko alergi anak diketahui lebih tinggi apabila ibu atau kedua orang tuanya memiliki alergi. \n\n Namun, apakah jenis alergi yang dimiliki anak akan sama dengan orang tuanya? Ternyata tidak. Kondisi yang diturunkan hanya risiko atau kemungkinan alergi, bukan jenis alerginya. Artinya, jika orang tua memiliki alergi, anak memiliki kemungkinan alergi yang lebih tinggi. Namun, jenis alergi yang dimiliki dapat berbeda antara anak dan orang tua. \n\n \n\n Apakah Alergi Bisa Disembuhkan? \n\n Hingga saat ini, semua obat yang digunakan untuk alergi sebenarnya hanya mampu meredakan reaksi alergi yang muncul, bukan menyembuhkan sepenuhnya. Jika seorang anak memiliki alergi yang diturunkan secara genetik dari orang tuanya, umumnya anak tersebut akan terus memiliki alergi tersebut hingga dewasa. Meskipun tidak bisa dihilangkan, kambuhnya alergi bisa dicegah. Sebaiknya kurangi mengonsumsi makanan yang bakal berisiko memicu timbulnya alergi anak. \n\n Misalnya jika alergi telur, itu artinya anda tak boleh lagi mengonsumsi telur dan makanan yang mengandung telur. Konsumsi makanan sehat dan jangan lupa berolahraga agar terhindar dari berbagai penyakit. Lalu, jika misalnya ada alergi debu, jaga selalu kebersihan rumah dan sering-seringlah mengenakan masker. Untuk mengetahui dan memastikan jenis alergi yang diidap, pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan. \n\n \n\n Itulah sedikit penjelasan tentang alergi yang ternyata bisa diturunkan dari orang tua. Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut soal hal ini atau gangguan kesehatan lainnya, jangan ragu untuk mendiskusikannya dengan dokter di rumah sakit Hermina atau bisa secara online melalui aplikasi Halo Hermina yang dapat diunduh aplikasinya di Google Play Store. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pasteur<\/a><\/li>
- 15 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Nyeri Dada, Apakah Berbahaya?<\/a><\/h3>
Nyeri dada merupakan keluhan yang dapat dialami oleh siapa saja. Keluhan ini merupakan salah satu keluhan yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Rasa nyeri tersebut dapat terasa seperti ditekan, ditusuk atau ada juga yang terasa seperti terbakar pada dada. \n\n \n\n Banyak orang yang mengkaitkan nyeri dada dengan penyakit jantung. Ternyata, tidak hanya jantung, ada masalah pada otot, rangka, pencernaan, pernapasan yang dapat menyebabkan nyeri. Apabila nyeri dada disebabkan oleh penyakit dari pernapasan atau jantung, masyarakat perlu segera mencari pertolongan medis di pelayanan kesehatan terdekat karena dapat mengancam jiwa. \n\n \n\n Adapun beberapa penyebab nyeri dada diantaranya adalah: \n\n \n\n 1. Serangan Jantung \n\n Hal ini menjadi penyebab tersering nyari dada yang dirasakan setiap orang. Serangan jantung merupakan kondisi aliran darah yang tersumbat dan menyebabkan jantung tidak mendapatkan asupan oksigen yang cukup. Sehingga, jantung akan mengalami kerusakan sel terutama pada otot jantung, dan membuat jantung tidak dapat bekerja secara optimal. \n\n \n\n Kerusakan sel ini akan menyebabkan dada terasa seperti ditekan atau ditindih dengan benda berat, umumnya dapat terasa menjalar sampai ke rahang, leher, lengan, hingga punggung. \n\n \n\n 2. Penyakit Jantung Lainnya \n\n Beberapa kondisi kerusakan jantung yang menyebabkan keluhan nyeri dada dapat berupa miokarditis (peradangani otot jantung), perikarditis (peradangan pada lapisan terluar jantung), diseksi aorta (robeknya pembuluh darah terbesar di sekitar jantung), \n\n \n\n 3. Penyakit pada Paru-paru \n\n Penyumbatan pembuluh darah di paru-paru (emboli paru), radang pada selaput yang terluar paru-paru (pleuritis), tekanan tinggi pada pembuluh darah di paru-paru (hipertensi pulmonal), abses paru, dan atelektasis atau paru-paru yang kempis (kolaps). Keluhan nyeri dada yang disebabkan penyakit diatas memiliki karakteristik seperti, nyeri dada saat menarik napas contohnya pada pleuritis atau keluhan penyerta seperti sesak, bengkak pada tungkai, dapat muncul pada penyakit yang berkaitan dengan organ paru-paru. \n\n \n\n 4. Penyakit pada Sistem Pencernaan \n\n Keluhan nyeri dada yang terasa seperti terbakar, dan disertai gejala lain seperti mual, muntah atau mulut terasa asam umumnya merupakan gejala dari GERD (naiknya asam lambung). \n\n \n\n Namun adapula penyakit pada pencernaan yang dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman pada dada seperti kolesistitis, pankreatitis, batu empedu. \n\n \n\n 5. Penyakit pada otot dan tulang \n\n Nyeri dada yang terasa pada lokasi tertentu (dapat ditunjuk) dan hanya terasa saat beraktivitas, bisa saja merupakan tanda dari masalah otot seperti ketegangan otot atau adanya retak atau peradangan tulang dada. \n\n \n\n Tidak semua nyeri dada berbahaya. Namun, apabila Anda mengalami keluhan nyeri dada yang tak kunjung hilang dengan beristirahat, nyeri dada yang disertai keringat dingin, sesak, atau bisa saja mual, waspadalah kemungkinan serangan jantung. Maka segeralah ke rumah sakit terdekat untuk dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan penanganan cepat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Purwokerto<\/a><\/li>
- 11 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Apa itu Aerosol Suction Machine?<\/a><\/h3>
Pemeriksaan gigi secara rutin biasanya dilakukan setiap 6 bulan sekali. Namun, selama pandemi banyak pasien yang ragu untuk berkunjung ke rumah sakit karena produksi aerosol yang dihasilkan dari proses merawat dan memperbaiki gigi pasien, berpotensi mengandung virus berbahaya yang dapat terhirup karena posisi dokter gigi akan sangat dekat dengan mulut pasien. Apalagi jika pasien adalah Orang Tanpa Gejala (OTG) yang merupakan pembawa virus COVID-19. \n\n \n\n Namun, Sahabat Hermina tidak perlu khawatir, karena selain pemeriksaan gigi yang berjalan dengan aman dan nyaman dengan menaati protokol kesehatan yang berlaku, kini RS Hermina Purwokerto memiliki Aerosol Suction Machine. \n\n \n\n Apa itu Aerosol Suction Machine? \n\n \n\n Aerosol Suction Machine ini adalah sebuah mesin penghisap bertenaga tinggi yang berfungsi untuk menghisap partikel droplets ataupun aerosol sehingga dapat memberikan rasa aman dan sehat pada saat perawatan dilakukan. \n\n \n\n Alat ini menjadi sangat penting bagi dokter gigi karena pada saat melakukan oral treatment, akan banyak memproduksi semburan serta percikan aerosol yang dapat menyebar kemana-mana, dan secara tidak sadar dapat masuk ke dalam saluran pernafasan. Selain dapat membawa virus, aerosol yang terhirup dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru. Namun, jika menggunakan Aerosol Suction Machine, semburan aerosol akan terhisap oleh alat, sehingga dapat menghindari terhirupnya percikan droplet serta aerosol. Setelah aerosol masuk ke dalam mesin ini, terdapat filter dengan 4 layer di dalam mesin ini akan menyaring zat-zat berbahaya. Sehingga udara yang keluar sudah benar-benar bersih dari virus dan bakteri. \n\n \n\n Selain itu, terdapat Built-in UV Disinfection yang akan mendisinfeksi udara yang masuk. Posisinya pun dapat dengan mudah disesuaikan sehingga dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi dokter gigi serta pasien. \n\n \n\n Oleh karena itu, kini Sahabat Hermina tidak perlu lagi khawatir jika ingin melakukan pemeriksaan gigi. Kunjungi dokter gigi Anda secara rutin, yaitu enam bulan sekali, agar terhindar dari penyakit di seputar mulut dan gigi. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Medan<\/a><\/li>
- 11 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Pola Makan Bagi Penderita Obesitas<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, kegemukan (overweight) seringkali disamakan dengan obesitas. Padahal kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda, kegemukan adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak. \n\n Kegemukan dan obesitas bisa terjadi pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Juvenil obesity adalah obesitas yang terjadi pada usia muda (anak-anak). Obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan. \n\n Di Indonesia, Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan peningkatan prevalensi obesitas pada penduduk berusia >18 tahun dari 11,7% (2010) menjadi 15,4% (2013). Riskesdas tahun 2013 juga menunjukkan disparitas prevalensi obesitas dari nilai prevalensi nasional pada beberapa provinsi di Indonesia. Peningkatan obesitas akan berdampak pada terjadinya peningkatan pembiayaan kesehatan. Obesitas tidak hanya berdampak terhadap masalah kesehatan secara fisik, tetapi juga pada masalah sosial dan ekonomi \n\n Penyebab obesitas belum diketahui pasti. Obesitas terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan dan minuman tinggi kalori tanpa melakukan aktivitas fisik untuk membakar kalori berlebih tersebut. Kalori yang tidak digunakan itu selanjutnya diubah menjadi lemak di dalam tubuh, sehingga membuat seseorang mengalami pertambahan berat badan hingga akhirnya obesitas. Faktor-faktor lain penyebab obesitas adalah: \n\n \n Faktor keturunan atau genetik \n Efek samping obat-obatan \n Kehamilan \n Kurang tidur \n Pertambahan usia \n Penyakit atau masalah medis tertentu \n \n\n Berdasarkan data Riskesdas tentang analis survei konsumsi makanan individu, sebesar 40,7% masyarakat Indonesia mengonsumsi makanan berlemak, 53,1% mengonsumsi makanan manis, 93,5% kurang konsumsi sayur dan buah, dan 26,1% aktivitas fisik yang kurang. \n\n Adapun aturan pola makan untuk menghindari obesitas yaitu: \n\n 1. Menggunakan piring makan model T yaitu jumlah sayur 2 kali lipat dari bahan makanan sumber karbohidrat (nasi, roti, pasta, dan lain–lain) \n\n 2. Jumlah makanan sumber protein setara dengan jumlah makanan sumber karbohidrat \n\n 3. Buah minimal harus sama dengan jumlah karbohidrat atau protein. Pilihlah makanan yang disenangi namun tetap memperhatikan jumlah, jenis, dan jadwal \n\n 4. Kurangi konsumsi refined carbohydrates. Refined carbohydrates adalah karbohidrat yang memiliki struktur glukosa tunggal, dan telah mengalami proses pengolahan makanan berulang kali atau proses pabrik. Contoh makanan yang tergolong refined carbohydrates adalah nasi putih dan golongan makanan yang mengalami pengolahan berulang \n\n \n\n Atur pola makan dengan menggunakan piring makan model T sebagai berikut: \n\n 1. Konsumsi sayur dua kali lipat dari jumlah bahan makanan sumber karbohidrat \n\n 2. Konsumsi bahan makanan sumber protein sama dengan jumlah bahan makanan sumber karbohidrat \n\n 3. Konsumsi sayur dan atau buah minimal harus sama dengan jumlah karbohidrat ditambah dengan protein \n\n 4. Minyak sebagai bahan makanan sumber lemak dapat digunakan untuk mengolah bahan makanan. Jumlah yang dianjurkan adalah 3–4 porsi atau setara dengan 3–4 sendok the \n\n \n\n Sahabat Hermina, mari jaga asupan makan Si Kecil dan ajak Si Kecil untuk ikut berolahraga untuk mencegah obesitas. Karena berat badan yang berlebih dapat meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit berbahaya. Ingat, mencegah tentu lebih baik daripada mengobati. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Padang<\/a><\/li>
- 10 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Mencegah Komplikasi COVID-19 bagi Penderita Diabetes<\/a><\/h3>
Diabetes Mellitus atau kencing manis adalah penyakit ketika kadar gula didalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin. \n\n \n\n Insulin adalah hormon yang yang dibuat oleh penkreas, merupakan zat utama yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah. Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel tubuh sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. \n\n \n\n Jenis-jenis Diabetes \n\n Secara umum, diabetes dibedakan menjadi dua jenis, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. \n\n \n\n Diabetes tipe 1 \n\n Terjadi karena sistem kekebalan tubuh penderita menyerang dan menghancurkan sel-sel pankreas yang memproduksi insulin. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah, sehingga terjadi kerusakan pada organ-organ tubuh. Diabetes tipe 1 dikenal juga dengan diabetes autoimun. Pemicu timbulnya keadaan autoimun ini masih belum diketahui dengan pasti. Dugaan paling kuat adalah disebabkan oleh faktor genetik dari penderita yang dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan. \n\n \n\n Diabetes tipe 2 \n\n Merupakan jenis diabetes yang lebih sering terjadi. Diabetes jenis ini disebabkan oleh sel-sel tubuh yang menjadi kurang sensitif terhadap insulin, sehingga insulin yang dihasilkan tidak dapat dipergunakan dengan baik (resistensi sel tubuh terhadap insulin). Sekitar 90-95% persen penderita diabetes di dunia menderita diabetes tipe ini. \n\n \n\n Selain kedua jenis diabetes tersebut, terdapat jenis diabetes khusus pada ibu hamil yang dinamakan diabetes gestasional. Diabetes pada kehamilan disebabkan oleh perubahan hormon, dan gula darah akan kembali normal setelah ibu hamil menjalani persalinan. \n\n \n\n Gejala Diabetes \n\n Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa ciri-ciri diabetes tipe 1 dan tipe 2 meliputi: \n\n \n Sering merasa haus. \n Sering buang air kecil, terutama di malam hari. \n Sering merasa sangat lapar. \n Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas. \n Berkurangnya massa otot. \n Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot dan lemak akibat tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi. \n Lemas. \n Pandangan kabur. \n Luka yang sulit sembuh. \n Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran kemih. \n \n\n \n\n Beberapa gejala lain juga bisa menjadi ciri-ciri bahwa seseorang mengalami diabetes, antara lain: \n\n \n Mulut kering. \n Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki. \n Gatal-gatal. \n Disfungsi ereksi atau impotensi. \n Mudah tersinggung. \n Mengalami hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa jam setelah makan akibat produksi insulin yang berlebihan. \n Munculnya bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan, (akantosis nigrikans) sebagai tanda terjadinya resistensi insulin. \n \n\n \n\n \n\n Risiko Komplikasi COVID-19 pada Penderita Diabetes \n\n \n\n Orang yang memiliki diabetes memang tidak akan meningkatkan risiko untuk terkena COVID-19. Namun, jika terinfeksi COVID-19, akan berisiko mengalami gejala berat dan membutuhkan perawatan khusus di rumah sakit. \n\n \n\n Penderita diabetes harus lebih waspada terhadap infeksi COVID-19. Berikut cara yang dapat dilakukan penderita agar terhindar dari infeksi virus corona serta komplikasinya. \n\n \n\n \n\n Cara Mencegah Komplikasi COVID-19 pada Penderita Diabetes \n\n \n\n Diabetes termasuk penyakit komorbid. Jika Anda memiliki penyakit ini dan terinfeksi COVID-19, Anda akan berisiko untuk mengalami gejala berat. Oleh karena itu, lakukanlah strategi pencegahan sedini mungkin. \n\n \n\n Ada dua hal penting yang dapat dilakukan, yaitu: \n\n \n Sebisa mungkin menghindarkan diri dari infeksi COVID-19. \n Mengontrol gula darah. \n Untuk mencegah diri agar tidak terpapar COVID-19, cobalah untuk tidak keluar rumah kecuali untuk hal-hal yang sangat penting dan menjalankan berbagai protokol kesehatan. Misalnya, jika terpaksa harus keluar rumah, gunakanlah masker, cuci tangan secara rutin, dan jaga jarak. \n \n\n \n\n Sedangkan untuk mengontrol gula darah, ada empat hal yang dapat Anda lakukan. Empat hal ini biasa dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan diabetes melitus, yaitu: \n\n \n\n 1. Edukasi \n\n Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah dengan mempelajari berbagai hal terkait diabetes. Makanan apa yang dapat meningkatkan gula darah dan apa yang tidak, olahraga apa yang harus Anda lakukan dan berapa durasi kebutuhan olahraga Anda, dan lain-lain. \n\n \n\n 2. Diet \n\n Penyesuaian diet ditujukan untuk membantu menjaga kadar gula darah agar tidak meningkat. \n\n \n\n Pada dasarnya, kebutuhan makanan bagi penderita diabetes hampir sama dengan kebutuhan masyarakat umum, yaitu gizi seimbang dan sesuai zat gizi. Anda hanya harus terus disiplin dalam menjaga makanan dan menghitung kualitas dan kuantitas kalori yang telah dikonsumsi. \n\n \n\n Kurangi makanan-makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi, seperti roti, nasi, kentang, dan utamanya minuman-minuman soda dan manis karena asupan tersebut dapat meningkatkan kadar gula darah secara drastis dan mempercepat munculnya rasa lapar. \n\n \n\n Pastikan juga Anda mengonsumsi cukup sayur, buah, dan berbagai sumber protein setiap harinya. Untuk minuman, Anda juga harus lebih memperhatikannya. \n\n \n\n 3. Olahraga \n\n Lakukan olahraga rutin setiap harinya, minimal 30 menit setiap hari. Rutin berolahraga dapat membantu menstabilkan kadar gula darah dan meningkatkan kekebalan tubuh Anda. \n\n \n\n 4. Terapi \n\n Jika Anda telah mendapatkan terapi diabetes dari dokter, maka lanjutkan konsumsi obat tersebut. Jangan lupa untuk memeriksa gula darah Anda untuk memastikan bahwa terapi yang Anda lakukan sudah sesuai. \n\n \n\n Jika anda punya keluhan dengan kesehatan Anda, rutinlah periksakan kesehatan Anda ke rumah sakit karena mencegah lebih baik daripada mengobati. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pandanaran<\/a><\/li>
- 07 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Bercak di Hamil Muda, Normal Atau Berbahaya?<\/a><\/h3>
Di usia kehamilan yang terbilang masih sangat muda, ibu hamil masih rentan mengalami berbagai macam kondisi. Salah satu kondisi yang membuat ibu hamil sangat khawatir adalah bila mengalami perdarahan. Pasalnya, perdarahan selalu identik dengan kondisi yang serius seperti keguguran. \n\n \n\n Namun, tidak semua pendarahan selalu menandakan masalah kesehatan yang serius. Pada awal masa kehamilan (sekitar 6-12 hari setelah pembuahan), embrio akan mulai menempel pada dinding rahim, kemudian menyebabkan perdarahan ringan. Banyak wanita yang menganggap bercak darah ringan ini adalah permulaan siklus menstruasi baru. Namun perdarahan implantasi tidak akan sebanyak darah menstruasi dan hanya berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari. Jenis bercak ringan ini juga tidak akan membahayakan calon bayi. Sebagian besar wanita yang mengalami pendarahan implantasi akan menjalani kehamilan yang normal dan melahirkan bayi sehat. \n\n \n\n Selain karena perdarahan implantasi, flek darah saat hamil muda bisa juga terjadi karena perubahan hormon sehingga serviks (leher rahim) lebih mudah berdarah, gesekan saat berhubungan seks, atau infeksi vagina seperti bacterial vaginosis. Warna darah yang keluar biasanya lebih terang dibanding saat menstruasi. Flek saat hamil di masa awal kehamilan bukan suatu hal yang berbahaya dan merupakan hal yang normal terjadi. Tidak hanya itu, bila mengandung janin kembar, kemungkinan mengalami flek di masa kehamilan cukup besar. \n\n \n\n Pertama-tama yang perlu ibu lakukan bila terjadi pendarahan saat hamil muda adalah segera beristirahat. Setelah itu, ibu bisa melakukan cara-cara berikut agar kondisi pendarahan tidak semakin parah: \n\n \n\n 1. Istirahat Total \n\n Ibu hamil disarankan untuk berbaring dan beristirahat total saat mengalami pendarahan. Kurangi waktu berdiri dan berjalan. Bila perlu, minta izin tidak masuk bagi ibu hamil yang masih bekerja. Beristirahat total membuat plasenta dapat melindungi rahim dan mengurangi risiko keguguran. \n\n \n\n 2. Hindari Berhubungan Intim \n\n Walaupun berhubungan intim dinyatakan aman saat hamil, tetapi bagi ibu yang mengalami pendarahan di awal kehamilan sebaiknya tidak berhubungan intim dulu untuk sementara sampai kondisi kandungan sudah kembali kuat dan stabil. \n\n \n\n 3. Gunakan Pembalut \n\n Bila darah yang keluar cukup banyak, hindari menggunakan tampon. Ibu hamil disarankan untuk menggunakan pembalut biasa. Selain itu, manfaatkan pembalut untuk membantu ibu mengetahui seberapa banyak pendarahan yang terjadi. \n\n \n\n 4. Perhatikan Warna Darah \n\n Penting bagi ibu hamil untuk mencermati warna darah yang keluar misalnya merah muda, merah kecokelatan, merah terang, dan lain-lain. Warna darah yang keluar bisa menjadi patokan apakah pendarahan yang ibu alami normal atau tidak. \n\n \n\n Kondisi Perdarahan yang Perlu Diwaspadai \n\n Pendarahan saat hamil muda juga bisa disebabkan oleh kondisi yang lebih serius seperti keguguran, hamil anggur, atau kehamilan ektopik. Oleh karena itu, ibu hamil perlu mewaspadai bila mengalami pendarahan disertai gejala-gejala berikut: \n\n - Pendarahan yang deras seperti menstruasi, berwarna merah menyala dan disertai dengan kram pada bagian bawah perut yang tidak tertahankan. Waspada juga bila pendarahan terjadi terus menerus selama trimester pertama. \n\n - Pendarahan yang disertai dengan keluarnya jaringan dari vagina. Ibu hamil sebaiknya tidak membuang jaringan yang keluar tersebut, karena mungkin dokter membutuhkannya untuk pemeriksaan lebih lanjut. \n\n - Pendarahan disertai dengan rasa pusing, bahkan sampai pingsan. Atau pendarahan yang disertai dengan rasa kedinginan ataupun demam dengan suhu lebih dari 38 derajat Celcius. \n\n \n\n Meski umumnya normal, perdarahan saat hamil muda harus disikapi dengan tepat, agar terhindar dari hal-hal yang membahayakan bagi ibu dan janin. Jangan tunda konsultasi ke dokter atau minta pertolongan ke rumah sakit terdekat jika mengalami kondisi darurat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Mekarsari<\/a><\/li>
- 07 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Menjaga Kesehatan Kulit di Era Pandemi COVID-19<\/a><\/h3>
Penerapan protokol kesehatan pada masa adaptasi kebiasaan baru dengan mencuci tangan, menggunakan hand sanitizer, dan penggunaan masker secara terus menerus dapat memicu timbulnya permasalahan pada kulit. \n\n \n\n Dalam praktek sehari-hari di era pandemi COVID-19, ada dua masalah utama yang sering dikeluhkan dan ditemukan yaitu berupa eksim pada tangan dan jerawat pada wajah. Apakah Sahabat Hermina pernah mengalami salah satu atau bahkan keduanya? Pada artikel ini akan dipaparkan mengenai bagaimana eksim pada tangan dan jerawat pada wajah dapat terjadi, faktor apa saja yang memengaruhi timbulnya kelainan kulit, dan tips mengatasi permasalahan pada kulit tersebut. \n\n \n\n Reaksi pada kulit tangan yang timbul akibat kontak terus menerus dengan sabun, air, maupun hand sanitizer dapat berupa iritasi ringan hingga berat. Gejalanya meliputi kulit kering, pecah-pecah, bersisik, kulit kemerahan, dan kadang berdarah, disertai sensasi rasa panas seperti terbakar maupun gatal. Area yang terkena umumnya meliputi telapak tangan, punggung tangan, jari-jari serta sela jari tangan, hingga pergelangan tangan. Gejala di atas merupakan gambaran dari dermatitis kontak atau sering dikenal luas dengan istilah eksim. \n\n \n\n Terdapat dua tipe dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit yang timbul akibat kontak langsung dengan kandungan zat tertentu yang terdapat pada sabun atau hand sanitizer. Pada dermatitis kontak alergi terjadi reaksi hipersensitivitas pada kulit setelah terpapar dengan bahan yang terkandung pada produk kebersihan tangan. Pada kasus alergi yang berat, reaksi yang timbul tidak hanya terbatas pada tangan namun dapat mengenai saluran pernafasan dan dapat menyebabkan syok anafilaktik. \n\n \n\n Sahabat Hermina mungkin bertanya bagaimana proses terjadinya eksim pada tangan dan apa yang terjadi bila kulit terpapar terus menerus dengan air atau kandungan produk kebersihan tangan. Perubahan struktur lapisan pelindung kulit atau sawar kulit, sel keratinosit, disertai penurunan kadar lemak dan protein terjadi setelah paparan terus menerus, sehingga kulit mengalami kekeringan. Selain itu, sistem pertahanan kulit juga mengalami penurunan sehingga memudahkan masuknya virus, bakteri, maupun jamur. \n\n \n\n Beberapa bahan aktif yang terkandung dalam produk kebersihan tangan seperti sabun atau hand sanitizer yang dilaporkan dapat memicu terjadinya reaksi pada kulit antara lain alkohol, iodophore, chlorhexidine, dan triclosan. Selain bahan aktif tersebut, penambahan parfum, prophylene glycol, parabene, benzalkonium chloride juga dapat memicu munculnya reaksi pada kulit. Suhu air yang terlalu panas dan penggunaan sarung tangan terus menerus dapat menyebabkan perubahan pada struktur kulit. \n\n \n\n Beberapa tips berikut dapat Sahabat Hermina terapkan dalam kehidupan sehari-hari di era pandemi COVID-19 untuk mencegah terjadinya eksim pada kulit tangan dengan tetap mengutamakan protokol kesehatan antara lain: \n\n - Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun yang mengandung pelembab selama lebih kurang 20 detik disertai gerakan yang lembut meliputi seluruh area telapak tangan, jari-jari serta sela jari punggung dan pergelangan tangan. Hindari menggosok tangan terlalu keras. \n\n - Keringkan tangan dengan handuk yang lembut atau tisu kering bukan tisu basah yang mengandung bahan antiseptik maupun parfum. \n\n - Oleskan pelembab pada seluruh area tangan, dan gunakan secara berulang setiap habis mencuci tangan untuk mencegah kekeringan pada kulit. \n\n - Sebelum mengenakan sarung tangan, pastikan terlebih dahulu tangan selalu dalam keadaan kering. Setelah melepas sarung tangan, segera cuci tangan, keringkan dan oleskan pelembab. \n\n - Sedapat mungkin menggunakan hand sanitizer yang mengandung pelembab dan batasi frekuensi penggunaannya hanya pada fasilitas umum yang tidak menyediakan fasilitas air mengalir. Selalu oleskan pelembab setelah menggunakan hand sanitizer. \n\n \n\n Permasalahan pada kulit wajah yang timbul akibat penggunaan masker dikenal dengan istilah Maskne (Mask Acne). Maskne merupakan jenis jerawat mekanika yang terjadi akibat gesekan atau friksi dengan suatu bahan dalam hal ini masker. Maskne umumnya terjadi karena penggunaan masker dengan jangka waktu yang lama, menyebabkan penyumbatan pori-pori oleh minyak pada kulit wajah, dan kotoran, serta makeup sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. Jerawat umumnya timbul pada area yang ditutupi masker seperti hidung, kedua pipi, hingga dagu. \n\n \n\n Berikut cara untuk mencegah timbulnya maskne yang dapat Sahabat Hermina terapkan antara lain: \n\n - Gunakan masker yang terbuat dari bahan yang lembut, seperti bahan katun bila menggunakan masker kain. \n\n - Bawa masker cadangan bila berpergian keluar, dan ganti masker bila sudah terasa lembap. \n\n - Cuci wajah 2-3 kali sehari dengan sabun yang sesuai tipe kulit. \n\n - Hindari penggunanan makeup pada area yang tertutup masker. \n\n - Bila mencuci masker kain dengan detergen, pastikan membilasnya hingga sisa detergen tidak menempel pada kain. \n\n \n\n Sahabat Hermina, menerapkan protokol kesehatan memang penting. Walaupun ada efek sampingnya, tetapi efek samping tersebut masih dapat diminimalisir atau diobati dengan cara yang telah disebutkan di atas. Yang penting, selalu pakai masker dan cuci tangan untuk menghindari penyakit yang berbahaya. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/a><\/span>");
- 07 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 07 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 10 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 11 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 11 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 15 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 17 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 18 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 22 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 23 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 26 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>