- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
Beda Pola Demam Dengue dengan Demam Covid-19<\/a><\/h3>
Pandemi Covid-19 telah berlangsung sekitar 1,5 tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, pemahaman para dokter dan ilmuwan kesehatan terhadap penyakit tersebut juga bertambah luas. Gejala-gejala yang muncul akibat infeksi Covid-19 pun semakin dipahami, baik dari segi jenis sakit yang dialami pasien maupun polanya. \n\n \n\n Salah satu gejala Covid-19 yang umum terjadi pada pasien ialah demam, selain batuk kering dan kelelahan. Masih ada banyak jenis gejala Covid-19 lainnya yang dialami oleh sebagian pasien, termasuk di kasus serius yang dapat berujung pada kematian. \n\n \n\n Dengue dan COVID-19 harus diwaspadai, pasalnya kedua penyakit tersebut memiliki salah satu gejala yang sama, yakni demam. Walaupun gejala demam terjadi di antara kedua penyakit tersebut namun polanya berbeda. \n\n \n\n Mengingat Covid-19 dan demam dengue sama-sama berpotensi memicu kematian, mengetahui perbedaan gejala demam di kedua kasus penyakit itu penting bagi masyarakat. \n\n \n\n \n\n Perbedaan Demam Dengue Dengan Demam Covid-19 \n\n \n\n Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI menjelaskan, pola demam antara dengue dan COVID-19 berbeda. Pada demam dengue fase demam itu terjadi akibat diremia, diremia artinya di dalam darah ada virus yang beredar. demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat karena penyebab demamnya itu ada terus dalam darah sampai biasanya kurang lebih 3 hari. \n\n \n\n Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun namun tidak lama kemudian demam akan naik lagi. Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas. Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demamnya terus ada di dalam darah. \n\n \n\n Berbeda dengan demam COVID-19, demam ini bisa disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan seperti sesak napas, batuk, susah menelan anosmia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau). \n\n \n\n Bedanya dengan COVID-19 adalah pada dengue pola demamnya mendadak dan langsung tinggi. \n\n \n\n Perlu dipahami juga bahwa sebelum seseorang mengalami demam dengue, akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu. Jadi penularan dengue tidak terjadi seketika tetapi ada masa inkubasinya selama 5-10 hari. \n\n \n\n Masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah, namun belum menimbulkan gejala sampai kemudian jumlah virus cukup banyak dan beredar di dalam darah kemudian menimbulkan penyakit atau demam. \n\n \n\n Pada pasien demam dengue biasanya mengalami sakit kepala yang khas yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata. \n\n \n\n Bagi anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut mendadak dan muka mengalami merah khas, tetapi pada COVID-19 gejala tidak membuat muka merah. yang dominan pada demam dengue adalah demam kemudian sakit kepala dan batuk pilek nya lebih ringan dibanding pada COVID-19. \n\n \n\n Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu infeksi terjadi di hari ke-3 sampai hari ke-6, itu masuk fase kritis yang bisa rawan karena dapat mengakibatkan kematian jika tidak diberikan cairan obat yang cukup. \n\n \n\n \n\n Masa Inkubasi \n\n \n\n Kemudian pada COVID-19, penyakit yang biasa dikeluhkan berupa demam, itu bisa sampai 5 sampai 7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak, serta saturasi oksigen nya menurun. Hal inilah yang dianggap berat untuk kasus COVID-19 pada anak. \n\n \n\n Lebih lanjut fase demam dengue antara lain dari hari kesatu sampai hari ketiga adalah fase demam, kemudian fase kritis antara hari ke-3 sampai ke-6, kemudian fase penyembuhan dari fase setelah hari ke-6. \n\n \n\n Pada fase demam ini anak demam tinggi dan biasanya menjadi malas minum sehingga yang harus diperhatikan adalah harus dipantau minumnya jangan sampai anak dehidrasi. \n\n Pada fase kritis di antara hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi kebocoran dari pembuluh darah yang bisa menyebabkan syok hipovolemik yang menyebabkan kan pembuluh darah bocor. Kalau cairan obat yang diberikan kurang maka kemungkinan akan menyebabkan kematian. Setelah hari ke-6 masuk ke fase penyembuhan. \n\n \n\n Berbeda pada kasus COVID-19, pada minggu pertama terjadi demam, kemudian menjelang akhir minggu pertama ini antara hari ke-5 sampai hari ke-7 mulai ada gejala gejala respiratorik seperti sesak, batuk pilek. Di sinilah tanda-tanda biasanya makin berat. \n\n \n\n Pada infeksi dengue biasanya demam terjadi mendadak tinggi, namun setelah hari ketiga pada saat memasuki fase kritis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian. Sedangkan pada COVID-19 demam bisa tinggi tapi bisa disertai dengan batuk pilek dan bertambah sesak. Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama, di sinilah saturasi oksigen bisa menurun. \n\n \n\n COVID-19 dan demam berdarah dengue sama-sama berbahaya. Mengetahui perbedaannya akan membantu kita lebih cepat dalam mengambil tindakan sehingga penderitanya dapat segera diberi bantuan medis sebelum gejala semakin bertambah parah dan lebih cepat pulih. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 29 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
Apa yang Harus Diperhatikan Setelah Sembuh dari Covid? <\/a><\/h3>
Dengan semakin banyaknya kasus kesembuhan covid, maka banyak hal baru yang harus kita cermati, terutama efek covid terhadap paru-paru. Untungnya, bagi orang yang sudah sembuh dari covid, akan mendapat kekebalan tubuh hingga 90 hari, walau tidak menutup kemungkinan mendapat infeksi kembali. \n\n \n\n Akibat infeksi covid, akan terbentuk jaringan ikat pada paru (fibrosis) yang dapat menyebabkan gangguan jangka panjang pada fungsi paru. Banyak penderita covid yang sudah dinyatakan sembuh, tetapi masih merasakan beberapa gejala seperti batuk, sesak napas, mudah lelah, nyeri sendi dan kepala pusing. Berbagai data baru ini perlu ditelaah lebih lanjut. \n\n \n\n Efek setelah covid \n\n Menurut WHO, efek jangka panjang setelah sembuh dari covid, banyak terjadi pada orang yang mengalami infeksi covid berat, atau memiliki faktor resiko darah tinggi, obesitas dan usia lanjut. Terkait usia sekitar 20% populasi usia muda juga dapat mengalami efek jangka panjang ini. \n\n \n\n Mengingat infeksi virus ini masih tergolong baru, banyak hal yang belum kita ketahui secara baik. Namun, beberapa hal yang bisa diinformasikan: \n\n - Pemulihan memerlukan waktu yang panjang. Sebagian besar pasien dengan infeksi paru berat membutuhkan waktu pemulihan yang cukup panjang, hal ini juga berlaku untuk infeksi covid. \n\n - Penderita dengan infeksi covid berat, terutama yang mengalami sindrom gangguan napas akut (ARDS) akan membutuhkan waktu pemulihan yang lebih panjang, hal ini disebabkan proses pemulihan fungsi paru yang terjadi secara perlahan. Sehingga banyak penderita masih merasakan keluhan sesak terutama saat beraktivitas. \n\n - Waktu perawatan rumah sakit yang lama akan memerlukan pemulihan yang lebih panjang, ketika kita terbaring lama di rumah sakit, otot kita banyak tidak bekerja sehingga kekuatan otot akan berkurang, dan memerlukan waktu sebelum otot kita pulih kembali. \n\n - Infeksi covid yang disertai komplikasi ke organ lain. Selain menyerang paru, covid juga meningkatkan kekentalan darah yang bisa menimbulkan stroke atau gangguan fungsi ginjal. Penderita dengan komplikasi ini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut setelah selesai masa perawatan covid. \n\n - Bagi penderita covid yang masih merasakan gejala setelah dinyatakan sembuh, perlu konsultasi dengan dokter spesialis paru untuk menilai bagaimana fungsi paru atau faal paru (spirometri), pemberian terapi obat inhaler dan antiinflamasi serta antifibrotik, melihat bagaimana tanda peradangan pada hasil pemeriksaan darahnya, mengevaluasi gambaran radiologis paru, juga menilai perlukah konsultasi dengan dokter lain seperti ahli jantung, untuk keluhan mudah lelah dengan fungsi paru yang baik. \n\n \n\n Saat ini belum ada rekomendasi spesifik untuk populasi pasien post-covid yang masih merasakan gejala sisa. Sehingga konsultasi dengan dokter spesialis paru lebih diutamakan pada orang yang merasa keluhan nya sanggat mengganggu. Mayoritas pasien covid dengan gejala sisa ini diharapkan akan sembuh sempurna. Kebiasaan yang perlu dipertahankan setelah sembuh dari covid seperti memakai masker, social distancing dan mencuci tangan tetap harus dilakukan. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bitung<\/a><\/li>
- 28 April 2021<\/li><\/ul><\/div>
Imunitas Tubuh Kala Puasa<\/a><\/h3>
Imunitas tubuh sangat penting bagi tubuh kita. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang. Sistem imun pada dasarnya merupakan sistem perlindungan yang ada di dalam tubuh manusia. Dalam istilah lain, sistem imun sering juga disebut sebagai sistem kekebalan tubuh. \n\n \n\n Fungsi utama sistem ini adalah menangkal radikal bebas yang dapat menyerang dan menimbulkan berbagai macam penyakit. Bila sistem imun atau sistem kekebalan tubuh berfungsi baik, tubuh Anda akan mendapat proteksi yang semestinya. \n\n \n\n Setiap individu memiliki sistem imun yang berbeda-beda. Namun umumnya, sistem imun akan bertambah kuat seiring dengan pertambahan usia manusia. Sistem kekebalan sendiri menyebar di seluruh bagian tubuh, serta melibatkan banyak sel, organ, protein, dan jaringan. Sistem ini dapat membedakan jaringan yang ada dalam tubuh kita dan jaringan asing. Dengan begitu, sel-sel mati atau unsur asing lain yang tidak dikenali akan secara otomatis dibersihkan dari tubuh. \n\n \n\n Sahabat Hermina juga perlu mengetahui bahwa sistem kekebalan tubuh memiliki berbagai fungsi dan peran penting dalam tubuh manusia. Berikut ini beberapa yang perlu Anda ketahui: \n\n \n Proteksi tubuh dari berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh patogen, termasuk jenis penyakit menular. \n Menjaga keseimbangan homeostatis yang berfungsi memenuhi kebutuhan tubuh melalui interaksi seluruh sistem yang terdapat didalamnya. \n Mendeteksi jaringan sel abnormal dan mengeliminasinya dari tubuh. Juga menyingkirkan jaringan sel yang rusak atau mati. \n Mampu menghancurkan sel kanker atau zat asing lain yang ingin menginvasi tubuh. \n \n\n \n\n Sistem imun yang berfungsi baik mampu melindungi tubuh Anda dari berbagai macam serangan, baik karena faktor internal maupun eksternal. Sebaliknya, bila kekebalan tubuh melemah, patogen akan mudah menyerang tubuh dan memperburuk kondisi kesehatan. Bahkan, saat sistem imun melemah, risiko terkena serangan sel kanker menjadi lebih tinggi. \n\n \n\n Lalu, bagaimana cara menjaga sistem imun kita saat berpuasa di masa pandemi Covid-19? Sahabat Hermina bisa menjalannya cara berikut: \n\n \n Mengonsumsi makanan bergizi \n Beristirahat yang cukup \n Menjalankan pola hidup yang teratur \n Tetap berolahraga \n Tenangkan jiwa jauhi stres \n Memperhatikan kondisi kesehatan \n Perbanyak minum air putih \n Konsumsi karbohidrat, sayur, buah, protein, lemak sehat, dan susu dengan takaran seimbang \n \n\n \n\n \n\n Tips sehat dan bugar selama puasa \n\n \n\n Menjalankan ibadah puasa pada masa pandemi seperti ini tentu sedikit membuat khawatir. Namun, Sahabat Hermina dapat mengikuti langkah berikut agar puasa dapat tetap menjalani ibadah puasa dengan tenang: \n\n \n Makanlah makanan bergizi baik pada saat sahur atau berbuka puasa, lebih baik jika dapat mengikuti rumus 4 Sehat 5 Sempurna \n Cegah dehidrasi dengan mencukupkan kebutuhan cairan sesuai kondisi tubuh \n Supaya bisa tahan lapar lebih lama dan tubuh tetap bugar, perbanyaklah konsumsi jenis makanan berserat, seperti sayur dan buah, serta makanan yang mengandung cukup protein, vitamin, dan mineral \n Untuk meningkatkan imun dikala puasa agar terhindar dari Covid-19 dan penyakit berbahaya lainnya juga dapat dengan melakukan berolahraga \n Perhatikan kebersihan diri dan lingkungan. Segera mandi setelah bepergian dan hindari menyentuh wajah sebelum mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau menggunakan hand sanitizer \n Menyusun jadwal skala prioritas kapan harus beristirahat, beribadah dan bekerja, sehingga tetap produktif, tetapi tidak sampai kelelahan. \n Menjaga kesehatan mental dengan melakukan hal yang kita senangi, seperti melakukan hobi \n Jangan melewatkan sahur karena akan mengakibatkan tubuh menjadi lemas dan tidak bugar saat beraktivitas. Pilihlah makanan yang mengandung pati untuk memperoleh energi dan juga berserat tinggi seperti oatmeal, sereal, nasi, yogurt, atau roti \n \n\n \n\n \n\n \n\n Makan makanan bergizi sangat penting untuk membangun kekebalan tubuh yang kuat supaya terlindung dari infeksi virus, serta memberikan perlindungan ekstra bagi tubuh. \n\n \n\n Dalam makan makanan bergizi dan seimbang ada pemenuhan gizi dalam “isi piring” yang terdiri dari: \n\n \n\n a. Makanan pokok \n\n Makanan pokok merupakan sumber karbohidrat. Contoh sumber karbohidrat yaitu: nasi, jagung, kentang, dan umbi-umbian. \n\n \n\n b. Lauk pauk \n\n Lauk pauk merupakan sumber protein dan mineral. Lauk pauk dibagi menjadi yaitu lauk hewani, contohnya seperti: daging, ikan, ayam, telur. Kemudian ada lauk nabati, contohnya: tahu, tempe, dan kacang-kacangan. \n\n \n\n c. Sayuran dan buah \n\n Sayuran dan buah merupakan sumber vitamin, mineral, dan serat. Terutama sayuran dan buah yang berwarna itu banyak mengandung vitamin dan berfungsi sebagai antioksidan yaitu vitamin A, C, E. \n\n \n\n \n\n Jangan lupa untuk rajin mencuci tangan, terutama sebelum makan, karena mencuci tangan merupakan pilar utama untuk mencegah infeksi yang masuk melalui tangan. Tangan merupakan sumber penularan kuman secara langsung ataupun tidak langsung. Cuci tangan pada air bersih yang mengalir dengan sabun atau bisa juga dengan menggunakan hand sanitizer jika tidak sempat ke kamar mandi. \n\n \n\n \n\n Sahabat Hermina, agar puasa lebih lancar dan imunitas tubuh tetap terjaga, mari biasakan untuk menerapkan pola hidup sehat dan pola makan yang baik. Salam sehat. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Mekarsari<\/a><\/li>
- 31 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Covid-19 pada Anak<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, risiko anak tertular dan menularkan Covid-19 sama dengan dewasa. Mayoritas anak yang terinfeksi bergejala ringan dan/atau tidak ada gejala. Risiko anak yang terinfeksi untuk mengalami gejala berat atau dirawat inap lebih rendah dibanding dewasa, sedangkan risiko mengalami penyakit berat bila terinfeksi Covid-19 meningkat pada usia <1 tahun dan memiliki komorbid. \n\n \n\n Bila terinfeksi Covid-19, risiko sakit berat dapat dialami oleh anak-anak yang memiliki kondisi di bawah ini: \n\n • Anak <1 tahun \n\n • Obesitas \n\n • Menderita diabetes melitus \n\n • Memiliki asma/penyakit paru kronik \n\n • Memiliki penyakit jantung bawaan \n\n • Memiliki kondisi medis yang kompleks: genetik, saraf, metabolik \n\n \n\n \n\n Tanda dan Gejala Covid-19 pada Anak \n\n \n\n Gejala dapat berupa batuk, pilek seperti common cold/selesma yang bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri. Penyakit saluran napas menjadi berbahaya apabila menyerang paru-paru/pneumonia. Gejala pneumonia meliputi demam, batuk, kesulitan bernapas yang ditandai dengan nafas cepat dan sesak. Kriteria pneumonia berat yaitu, batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu dari berikut ini: \n\n \n\n •Takipnea atau peningkatan jumlah pernapasan tiap menit melebihi normal: \n\n 1. Umur <2 bulan >60 x/menit \n\n 2. Umur 2-11 bulan >50 x/menit \n\n 3. Umur 1-5 tahun >40 x/menit \n\n 4. Umur >5 tahun >30 x/menit \n\n \n\n •Distress pernapasan berat (grunting/merintih, mendengkur, head bobbing, stridor, retraksi) Sianosis sentralatau SpO2 <90% tanpa O2 \n\n \n\n •Tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau penurunan kesadaran atau kejang \n\n \n\n \n\n Kapan Anak Harus Dibawa ke Dokter? \n\n Bila anak dengan gejala demam, batuk pilek ringan masih bisa ditangani sendiri di rumah, yaitu dengan cara: \n\n • Berikan obat demam (parasetamol) dapat diulang tiap 4-6 jam bila suhu >38 °C \n\n • Berikan cukup cairan dan makanan bergizi \n\n • Ajari anak mencuci tangan, etika batuk, bersin dan meludah dengan benar \n\n • Namun apabila demam terus-menerus tidak ada perbaikan setelah hari ke 3 sebaiknya anak dibawa ke dokter atau fasilitas kesehatan. \n\n \n\n \n\n Kapan Anak Harus Menggunakan Masker/Faceshield? \n\n \n\n Sesuai rekomendasi dari IDAI tetap menganjurkan penggunaan masker dan faceshield pada anak usia >2 tahun kecuali terdapat masalah medis yang menghalangi anak-anak tersebut untuk menggunakan masker seperti gangguan mental dan kognisi, penyakit jantung dan paru kronik. \n\n \n\n Penggunaan masker, faceshield, dan alat pelindung diri lainnya tidak serta merta mencegah infeksi Covid-19. Perlindungan terbaik saat ini adalah mencegah paparan infeksi dengan tetap berada di rumah. \n\n \n\n Jika anak terpaksa dibawa keluar rumah dalam keadaan mendesak maka Sahabat Hermina dapat melakukan hal berikut: \n\n \n Anak harap selalu didampingi orangtua dan/atau pengasuhnya \n Anak tetap harus menjaga jarak fisik sejauh 2 meter \n Anak usia 2-18 tahun dan orang dewasa dianjurkan menggunakan masker. Jika dirasakan penggunaan masker tidak bisa dilakukan secara maksimal maka dapat ditambahkan penggunaan faceshield \n Menggunakan barrier atau penghalang sesuai alat yang sedang dipakai saat bepergian, seperti menggunakan kereta dorong dengan penutup pada anak dibawah usia 2 tahun \n Menjauhi orang yang sakit \n Melakukan cuci tangan atau kebersihan tangan sesering mungkin \n Menghindari memegang mulut, mata, dan hidung \n \n\n \n\n \n\n Semoga kita semua sehat dan terhindar dari penularan penyakit di masa pandemi ini. Tetap terapkan protokol kesehatan sesuai dengan anjuran pemerintah. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciruas<\/a><\/li>
- 29 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Tips Isolasi Mandiri yang Aman<\/a><\/h3>
Tidak semua pasien Covid-19 harus dirawat di rumah sakit. Pasien yang positif COVID-19 tetapi tanpa gelaja atau OTG dapat melakukan isolasi mandiri di rumah dan sebisa mungkin untuk menghindari kontak dengan anggota keluarga lain untuk menghindari penyebaran. \n\n \n\n Selain itu, orang yang pernah melakukan kontak dekat dengan pasien yang dinyatakan positif juga harus menjalani karantina sendiri di rumah. Isolasi mandiri dapat dilakukan untuk memberikan ruang di rumah sakit bagi pasien dengan gejala serius yang membutuhkan pertolongan medis. \n\n \n\n Saat melakukan isolasi mandiri di rumah, pasien OTG perlu mempertimbangkan hal-hal penting berikut ini: \n\n • Mengecek suhu tubuh dua kali sehari untuk memastikan stabilitas. Jika suhu terus meningkat, segera dapatkan bantuan medis \n\n • Pasien harus tinggal di kamar dan tidak keluar untuk menghindari penyebaran ke anggota keluarga lainnya. Untuk anggota keluarga, masker harus dipakai. \n\n • Pastikan ruangan tempat pasien tinggal memiliki ventilasi yang baik untuk memastikan sirkulasi udara yang baik. \n\n • Usahakan untuk mengunakan peralatan makan, seperti piring, cangkir, sendok dan garpu sendiri, dan tidak mencampurnya dengan anggota keluarga lainnya. Demikian pula, letakkan pakaian secara terpisah dan rendam dalam air panas dan deterjen. \n\n • Anggota keluarga dekat harus menjalani tes cepat atau rapid test, dan jika identitasnya adalah seorang pekerja, dia harus segera memberi tahu kantor untuk segera melacak dan menyemprot disinfektan di lingkungan tempat kerja \n\n \n\n Selama disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan, isolasi mandiri di rumah sangatlah aman. Jika salah satu anggota keluarga Sahabat Hermina terinfeksi Covid-19, berikut tips isolasi mandiri yang aman di rumah: \n\n - Memakai masker bagi pasien dan keluarganya di rumah untuk menerapkan protokol kesehatan, termasuk mencuci tangan secara teratur dan menjaga jarak dengan keluarga. Untuk pasien, harap gunakan masker medis. \n\n - Tempatkan pasien di ruangan terpisah atau ruangan yang berventilasi baik, yaitu ruangan dengan pintu dan jendela terbuka. \n\n - Batasi aktivitas orang yang terinfeksi dengan melakukan aktivitas di kamar sendiri atau ruangan terpisah. \n\n - Minimalkan berbagi dengan kamar mandi dan dapur bersama. Jika harus menggunakannya, jangan gunakan disaat bersamaan dan pastikan ruangan berventilasi baik. \n\n - Anggota keluarga lain tidur di kamar yang berbeda, jika tidak memungkinkan, harap jaga jarak minimal satu meter dari pasien dan tidur di ranjang yang berbeda dari pasien. \n\n \n\n \n\n Berikut tata cata isolasi mandiri di rumah jika positif COVID-19: \n\n - Selalu pakai masker \n\n - Pastikan untuk memakai masker dan membuang masker bekas di tempat yang ditentukan. Mengenakan masker juga dapat melindungi keluarga dari COVID-19 \n\n - Jangan tinggalkan rumah atau tidak keluar rumah \n\n - Hal yang harus dilakukan selama isolasi mandiri adalah tinggal di rumah, apalagi jika mengalami demam, flu, dan batuk. Jangan pergi bekerja, sekolah, pasar atau tempat umum untuk mencegah penyebaran komunitas. \n\n - Jaga jarak \n\n - Gunakan ruangan terpisah dengan anggota keluarga lainnya dan jaga jarak 1 meter dari anggota keluarga. Jika memungkinkan, harap gunakan kamar mandi terpisah. Jangan berbagi barang-barang rumah tangga pribadi, seperti cangkir, handuk, dan peralatan. \n\n - Jaga kebersihan. \n\n - Cuci tangan Anda secara teratur dengan sabun dan air mengalir, dan batuk dan bersin dengan sopan. Gunakan disinfektan untuk menjaga rumah tetap bersih dan higienis. \n\n - Berjemur di bawah sinar matahari. \n\n - Meski tidak bisa keluar, sebaiknya selalu berjemur di bawah sinar matahari setiap pagi (± 15-30 menit) di ruang terbuka. \n\n \n\n \n\n Perawatan untuk Pasien Positif \n\n \n\n Untuk orang yang kontak dekat dengan pasien positif Covid-19 seperti perawat atau penjaga, bisa mengikuti langkah berikut: \n\n - Batasi jumlah orang yang merawat pasien, sebaiknya satu orang yang benar-benar sehat, tanpa masalah kesehatan atau penyakit kekebalan lainnya. \n\n - Sampai pasien benar-benar sehat dan hasil tes negatif, tidak ada penjenguk atau pengunjung yang diperbolehkan masuk. \n\n - Setiap kali Anda menyentuh pasien atau lingkungan sekitar pasien, segera cuci tangan Anda. Cuci tangan Anda sebelum dan sesudah menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah ke kamar mandi, dan setiap kali tangan Anda kotor. Jika tangan Anda tidak terlihat kotor, Anda dapat menggunakan hansanitizer dan untuk tangan yang terlihat kotor, bersihkan tangan dengan sabun dan air. Jika Anda ingin mencuci tangan, ikuti prosedur mencuci tangan yang benar dan segera keringkan dengan handuk kertas sekali pakai atau handuk bersih. Jika basah, segera ganti. \n\n - Pemakaian masker. Pegang masker dengan benar, mulai dari bagian belakang dengan memegang tali masker dan jangan menyentuh bagian depan lalu buang masker dengan benar. Segera lepas masker bedah dan segera cuci tangan Anda. Jika Anda harus membersihkan mulut atau perawatan mulut serta saluran pernafasan dan kontak dengan darah atau feses, air seni atau cairan tubuh lainnya (seperti air liur, dahak, muntah, dan lainnya), mohon gunakan sarung tangan dan masker. Cuci tangan segera sebelum dan sesudah membuang sarung tangan dan masker. \n\n - Pisahkan dan bersihkan barang yang terkontaminasi selama perawatan seperti sarung tangan, masker, dan bahan limbah lainnya harus ditempatkan di tempat sampah di kamar pasien, kemudian ditutup rapat, dan kemudian diperlakukan sebagai sampah infeksius. \n\n \n\n \n\n Tips Penuhi Makan dan Gizi Selama Isolasi Mandiri \n\n Berikut ini adalah tips dalam penuhi makan dan gizi selama isolasi mandiri dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO): \n\n - Buat rencana makanan yang Anda butuhkan \n\n - Berikan prioritas untuk menggunakan bahan-bahan segar untuk memasak makanan \n\n - Siapkan makanan rumahan, kurangi makanan siap saji \n\n - Gunakan opsi pengiriman makanan atau delivery service dalam memesan makanan \n\n - Perhatikan porsi pasien \n\n - Ikuti kebiasaan memasak yang aman; batasi (sedikit) garam, batasi asupan gula dan lemak \n\n - Makan banyak buah dan serat nabati \n\n - Jaga agar tubuh tetap terhidrasi (perbanyak minum air putih) \n\n - Hindari alkohol \n\n - Nikmati makanan bersama keluarga \n\n \n\n \n\n Kini Rumah Sakit Hermina Ciruas menawarkan paket Isolasi Mandiri selama 14 hari. Sahabat Hermina tidak perlu khawatir walaupun isoladi mandiri di rumah. Tim Medis tetap akan memantau kesehatan Sahabat Hermina setiap hari. Hubungi RS Hermina Ciruas untuk informasi lebih lanjut. Tetap jaga kesehatan dimanapun dan kapanpun. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Padang<\/a><\/li>
- 16 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Varian Baru Virus Corona B117<\/a><\/h3>
\n Virus dapat dengan mudah bermutasi dalam rangka beradaptasi. Mutasi virus terjadi bila ada perubahan urutan genetiknya. Ini menciptakan variasi dan mendorong evolusi virus, termasuk virus corona. \n\n Corona B117 adalah bentuk mutasi dari virus Covid-19. Total ada 23 jenis mutasi dari virus ini dan akan terus berkembang. Virus corona B117 pertama kali muncul di Inggris pada September 2020. \n\n Menurut WHO sudah ada 60 negara yang sudah terdampak wabah Corona B117, termasuk Indonesia. \n\n Virus corona B117 memiliki karakteristik yang lebih kuat dibanding dengan Covid-19. Kemampuan berkembang biaknya pun terbilang lebih cepat. hal ini dibuktikan dengan cepatnya virus ini menyebar. \n\n Apakah virus ini kebal terhadap vaksin? Hasil dari penelitian, varian ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap efikasi vaksin. Untuk itu, masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan dengan varian baru tersebut. \n\n Varian baru tersebut telah menimbulkan sejumlah gejala baru kepada pasien-pasien yang terinfeksi. Dalam sebuah riset yang dilakukan di Inggris, seseorang yang terinfeksi Covid-19 akan mengalami gejala dalam waktu 2-14 hari. \n\n Berikut gejala terbaru COVID-19 dan ciri-ciri orang yang terpapar dan perlu diwaspadai dikutip dari Times of India: \n\n 1. Demam \n\n Menurut data terbaru ONS, terdapat sekitar 19 persen pasien COVID-19 yang melaporkan mengalami demam karena varian asli virus corona. Namun, terdapat 22 persen pasien yang dikaitkan dengan varian baru virus tersebut. \n\n 2. Batuk \n\n Sebanyak 35 persen pasien mengalami gejala batuk setelah terinfeksi varian baru COVID-19. Di sisi lain, pasien yang mengalami gejala batuk akibat varian virus asli hanya sebanyak 28 persen saja. \n\n 3. Sesak Napas \n\n Sesak napas merupakan gejala umum yang kerap dialami oleh pasien terinfeksi COVID-19. Gejala ini kerap dialami oleh orang-orang terinfeksi varian virus asli dan juga varian baru corona. \n\n 4. Nyeri Otot \n\n Sebanyak 21 persen pasien terinfeksi virus corona mengalami nyeri otot. Pada varian baru COVID-19, diketahui terdapat sebanyak 24 pasien yang juga mengalami hal yang sama. \n\n 5. Kehilangan Indra Penciuman dan Perasa \n\n Menurut data, terdapat sekitar 18-19 persen pasien yang terinfeksi strain asli corona yang mengeluhkan kehilangan indera penciuman dan perasa, sedangkan pada varian baru corona, sebanyak 15 persen pasien yang mengeluh mengalami hilangnya indra perasa. \n\n 6. Sakit Kepala \n\n Sakit kepala juga merupakan gejala lain yang turut dialami oleh pasien-pasien yang terlibat dalam penelitian tersebut. \n\n 7. Sakit Tenggorokan \n\n Pada pasien terinfeksi varian baru corona, terdapat sebanyak 22 persen pasien yang mengalami gejala sakit tenggorokan. Sementara itu, pasien terinfeksi strain asli corona yang mengalami sakit tenggorokan hanya sebanyak 19 persen. \n\n 8. Gejala gastrointesnial \n\n Studi yang dilakukan oleh ONS tersebut juga menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persentase gejala gastrointesnial yang dialami pasien terinfeksi kedua kelompok varian corona tersebut. \n\n \n\n Sementara itu, menurut United Kingdom NHS dan Express, selain ke-8 gejala di atas, terdapat beberapa gejala lainnya dari varian baru corona ini, yakni diare, konjungtivitis (mata merah), ruam pada kulit, perubahan warna pada jari tangan serta kaki, kelelahan, pilek, dan muntah-muntah. \n\n \n\n Penerapan protokol kesehatan menjadi kunci penting pencegahan penyebaran COVID-19. Cara itu bisa dimulai dari kedisiplinan di dalam rumah, terutama jika salah satu anggota keluarga aktif beraktifitas di luar rumah. Kesadaran dan peran seluruh anggota keluarga untuk saling melindungi satu sama lain dengan menerapkan protokol pencegahan penyebaran COVID-19 sangatlah penting. \n\n \n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciputat<\/a><\/li>
- 21 Februari 2021<\/li><\/ul><\/div>
ASI dan COVID-19<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, saat ini kita sedang mengalami kondisi pandemi COVID-19. Virus ini menular dengan sangat mudah dan cepat. Bagi ibu hamil yang akan melahirkan dan ibu menyusui yang terkonfirmasi COVID-19 mengalami kebingungan. Bagaimana pemberian ASI pada bayi disaat kita terkonfirmasi COVID-19? Apakah ASI dapat menularkan virus kepada Si Kecil? Atau justru malah tetap harus diberikan? Berikut penjelasannya. \n\n \n\n ASI atau Air Susu Ibu merupakan pijakan awal sang buah hati untuk mendapatkan nutrisi. Pemberian ASI kepada bayi sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. WHO telah merekomendasikan pemberian ASI secara ekslusif kepada bayi selama 6 bulan, selanjutnya bayi diberikan makanan tambahan, tetapi tetap diberikan ASI sampai dengan 2 tahun. ASI juga dikenal sebagai air yang hidup, mengandung banyak nutrisi, sel darah putih, antibodi dari sang ibu. Bahkan jika ibu sedang sakit, justru antibodi ibu yang terkandung dalam ASI akan memberikan proteksi kepada Si Kecil. Dengan menyusui, ibu memberikan antibodi sendiri kepada anaknya. \n\n \n\n Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa virus COVID-19 dapat ditularkan melalui ASI kepada bayi. ASI bukanlah media penularan bagi virus COVID-19. Bahkan di masa pandemi seperti ini justru bayi harus diberi ASI eksklusif, supaya terhindar dari infeksi apapun. Pemberian ASI sangat bermanfaat untuk membangun sistem kekebalan tubuh bayi. Sehingga bagi ibu yang terinfeksi COVID-19, direkomendasikan untuk tetap menyusui menimbang manfaat diperoleh dari ASI. \n\n \n\n Meskipun ASI bukanlah media penularan virus COVID-19, tetapi ibu menyusui juga harus melindungi Si Kecil dari resiko penularan virus COVID-19 lainnya seperti melalui kontak erat bayi dengan ibunya, percikan air liur dan kontaminasi dari tangan yang merupakan cara penularan utama COVID-19. \n\n \n\n Untuk melindungi Si Kecil dari penularan virus COVID-19, beberapa hal yang harus diperhatikan dan disiapkan oleh Ibu sebelum menyusui seperti: \n\n • Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui \n\n • Membersihkan diri dan payudara jika menyusui langsung \n\n • Menggunakan masker \n\n • Membersihkan permukaan benda dan peralatan menyusui jika menggunakan ASI perah. \n\n \n\n Nah Sahabat Hermina, bagi ibu menyusui tidak perlu ragu lagi jika ingin memberikan ASI kepada sang buah hati, terutama bagi bayi yang masih berusia 0-6 bulan. Asalkan ibu menjaga kebersihan, seperti cuci tangan sebelum pegang anaknya, pakai masker saat menyusui. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Padang<\/a><\/li>
- 27 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
Apakah Vaksin Sinovac Aman?<\/a><\/h3>
Dalam upaya untuk mengatasi pandemi COVID-19, Pemerintah Indonesia kini tengah melakukan vaksinasi dengan vaksin Sinovac kepada masyarakat luas secara bertahap, dengan harapan pemberian vaksin Sinovac ini mampu menekan angka kenaikan penularan COVID-19. \n\n \n\n Apa itu vaksinasi? \n\n Vaksinasi merupakan prosedur pemberian suatu antigen penyakit (vaksin), biasanya berupa virus atau bakteri yang dilemahkan atau sudah mati, bisa juga hanya bagian dari virus atau bakteri. Tujuannya adalah untuk membuat sistem kekebalan tubuh mengenali dan mampu melawan saat terkena penyakit tersebut. \n\n Vaksin biasanya berisi mikroorganisme, misalnya virus atau bakteri yang sudah mati atau masih hidup tetapi dilemahkan. Vaksin juga bisa berisi bagian dari mikroorganisme yang bisa merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mikroorganisme tersebut. \n\n \n\n Bila disuntikkan kepada seseorang, vaksin akan menimbulkan reaksi sistem imun yang spesifik dan aktif terhadap penyakit tertentu, misalnya vaksin flu untuk mencegah penyakit flu dan vaksin COVID-19 untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2. Biasanya, vaksin dimasukkan ke dalam tubuh manusia dengan cara disuntik. \n\n \n\n Vaksin COVID-19 yang digunakan oleh pemerintah kita adalah Vaksin COVID-19 Sinovac. \n\n \n\n Berdasarkan hasil uji klinis sementara atau interim tahap III untuk vaksin Sinovac di Indonesia dan tinjauan uji klinis dari negara lain, BPOM secara resmi menyatakan bahwa vaksin ini aman untuk digunakan. \n\n \n\n Hasil efikasi atau khasiat dan keamanan vaksin Sinovac tersebut telah sesuai dengan ambang batas efikasi yang ditetapkan WHO, yaitu sebesar 50 persen. Artinya, penggunaan vaksin Sinovac aman dibanding efek samping yang ditimbulkan. \n\n \n\n Manfaat Vaksin COVID-19 \n\n Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh jika Anda mendapat vaksin COVID-19, di antaranya: \n\n \n\n 1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19 \n\n Seperti yang disebutkan sebelumnya, vaksin COVID-19 dapat memicu sistem imunitas tubuh untuk melawan virus Corona. Dengan begitu, risiko Anda untuk terinfeksi virus ini akan jauh lebih kecil. \n\n Kalaupun seseorang yang sudah divaksin tertular COVID-19, vaksin bisa mencegah terjadinya gejala yang berat dan komplikasi. Dengan begitu, jumlah orang yang sakit atau meninggal karena COVID-19 akan menurun. \n\n \n\n 2. Mendorong terbentuknya herd immunity \n\n Seseorang yang mendapatkan vaksin COVID-19 juga dapat melindungi orang-orang di sekitarnya, terutama kelompok yang sangat berisiko, seperti lansia. Hal ini karena kemungkinan orang yang sudah divaksin untuk menularkan virus Corona sangatlah kecil. \n\n Bila diberikan secara massal, vaksin COVID-19 juga mampu mendorong terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity) dalam masyarakat. Artinya, orang yang tidak bisa mendapatkan vaksin, misalnya bayi baru lahir, lansia, atau penderita kelainan sistem imun tertentu, bisa mendapatkan perlindungan dari orang-orang di sekitarnya. \n\n Kendati demikian, untuk mencapai herd immunity dalam suatu masyarakat, penelitian menyebutkan bahwa minimal 70% penduduk dalam negara tersebut harus sudah divaksin. \n\n \n\n 3. Meminimalkan dampak ekonomi dan sosial \n\n Manfaat vaksin COVID-19 tidak hanya untuk sektor kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi dan sosial. Jika sebagian besar masyarakat sudah memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik untuk melawan penyakit COVID-19, kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat bisa kembali seperti sediakala. \n\n \n\n \n\n Siapa saja yang tidak boleh di vaksin? \n\n Selain memiliki manfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari infeksi virus SARS-CoV-2, nyatanya ada beberapa kelompok yang tidak boleh dapat vaksin corona atau sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter sebelum mendapatkan vaksinasi COVID-19. Kelompok tersebut adalah: \n\n 1. Seseorang yang Memiliki Alergi \n\n Menurut Centers for Disease Control and Prevention, beberapa orang yang menerima vaksin COVID-19 mengalami reaksi alergi yang cukup parah. Konsultasikan kandungan apa saja yang terdapat dalam vaksin COVID-19. Jika ada kandungan yang dapat memicu alergi, sebaiknya hindari mendapatkan vaksin COVID-19 untuk menurunkan risiko yang lebih buruk. Jika kamu mengalami alergi parah setelah vaksin yang pertama, hindari melakukan vaksin yang kedua. \n\n \n\n 2. Anak-Anak \n\n Saat ini vaksin COVID-19 yang tersedia di beberapa negara hanya boleh diberikan pada remaja, dewasa, hingga lansia. Hal ini disebabkan belum ada pengujian klinis yang dilakukan pada anak-anak. Vaksin Moderna boleh digunakan mulai usia 18 tahun ke atas. Pfizer boleh digunakan di usia 16 ke atas. \n\n Namun jangan khawatir, para peneliti akan terus meneliti dan menguji vaksin COVID-19 hingga bisa digunakan oleh anak-anak, balita, maupun bayi. Pengujian ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Kemungkinan, hasil pengujian baru terlihat di pertengahan tahun 2021. \n\n \n\n 3. Pengidap Gangguan Imunitas \n\n Mengutip CNN Health, vaksin COVID-19 tidak dapat diberikan oleh orang-orang yang memiliki gangguan imunitas. Namun, tidak ada salahnya selalu bertanya pada dokter melalui aplikasi Hermina Mobile Apps mengenai pemberian vaksin agar kesehatan tetap terjaga dengan baik. \n\n \n\n 4. Wanita Hamil dan Menyusui \n\n Menurut Dr. Peter Marks, seorang Direktur FDA’s Center for Biologics Evaluation and Research, mengidap COVID-19 saat menjalani kehamilan merupakan hal yang berbahaya. Namun, vaksin COVID-19 bukanlah tindakan yang akan direkomendasikan oleh dokter untuk mencegah COVID-19 pada ibu hamil maupun menyusui. \n\n \n\n Dari fakta-fakta di atas, bisa kita lihat bahwa vaksin COVID-19 membawa banyak manfaat, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga bagi banyak orang. Oleh sebab itu, meskipun banyak beredar isu-isu seputar vaksin yang belum jelas kebenarannya, Anda tidak perlu ragu atau takut untuk menjalani vaksinasi COVID-19. \n\n \n\n Mari kita bantu pemerintah mensukseskan vaksinasi dengan cara ikut divaksin agar pandemi segera berakhir dan jangan lupa tetap menerapkan 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak aman, dan mencuci tangan, untuk meningkatkan keberhasilan upaya pencegahan COVID-19. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Depok<\/a><\/li>
- 19 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
Haruskah Operasi di Saat Pandemi Covid-19?<\/a><\/h3>
Pandemi Covid-19 sudah menjadi keseharian kita selama kurang lebih satu tahun terakhir. Virus yang awalnya katanya “akan sembuh sendiri” dan “lebih kurang mematikan dibandingkan difteri atau demam berdarah” ini faktanya menelan korban jiwa yang tidak sedikit, bahkan dari sisi tenaga Kesehatan turut menjadi korban. Kurva kasus baru setiap hari meningkat seiring dengan banyaknya dilakukan tes skrining Covid-19. Jadi, dapat ditarik kesimpulan Covid-19 ini belum jelas kapan berakhirnya. \n\n Di satu sisi, Covid-19 adalah suatu ancaman yang nyata. Di sisi lain, selain Covid-19 masih banyak kasus-kasus yang perlu menanganan operasi atau pembedahan. Saat ini, belum ada protokol resmi dari WHO selaku badan kesehatan dunia mengenai protokol pembedahan. Namun, semua kembali kepada dokter bedah ataupun rumah sakit yang berkepentingan. \n\n Ada banyak rumah sakit yang memang menunda tindakan pembedahan. Dari segi kasus bedah, ada operasi yang memang bisa ditunda, tetapi tidak sedikit operasi yang harus tetap berjalan. Operasi gawat darurat yang mengancam nyawa tetap dilakukan ada atau tidak ada Covid-19. Contoh lainnya adalah kasus-kasus tumor atau kanker, yang apabila ditunda akan menyebabkan kanker menyebar lebih luas. Beberapa protokol pembedahan pun mulai dibuat oleh berbagai rumah sakit di dunia. Namun, pada kenyataannya tidak semua protokol bisa dilaksanakan. \n\n Mayoritas pasien di Indonesia menggunakan BPJS Kesehatan atau asuransi kesehatan yang di”miliki” oleh negara. Problema paling besar adalah saat penyaringan pasien atau skrining. Pasien BPJS yang biasanya tidak mengeluarkan uang sama sekali untuk berobat (pasien yang ditanggung pemerintah) atau mengeluarkan uang dengan jumlah minim (Rp160.000 per orang per bulan, bandingkan dengan asuransi swasta yang polis per bulannya mayoritas minimal Rp1.000.000 per bulan), harus mengeluarkan uang untuk skrining karena skrining awal tidak ditanggung oleh BPJS. Lain halnya jika pasien tersebut memang bergejala mengarah Covid-19. \n\n Idealnya, semua pasien dilakukan swab PCR untuk penyaringan sebelum tindakan operasi. Namun, hal ini sulit dilakukan terutama untuk kasus-kasus emergensi atau gawat darurat. Tidak semua rumah sakit memiliki lab PCR di rumah sakitnya yang menyebabkan waktu perolehan hasil PCR menjadi lama. Banyak rumah sakit dan dokter yang berkompromi, dengan hanya melakukan skrining menggunakan swab antigen yang harganya lebih terjangkau maupun rapid antibodi yang sensitivitasnya paling rendah atau memilih prosedur bius lokal atau regional. Namun, semua hal di atas tetap beresiko terhadap penularan Covid-19 dan tidak semua kasus dapat dilakukan bius lokal atau regional. \n\n Rumah sakit mulai melengkapi kamar bedah dan kamar perawatannya dengan alat-alat filter yang minimal menurunkan resiko penularan Covid-19. Alat pelindung diri level 3, yang awalnya hanya dipakai untuk kasus-kasus bedah pasien positif Covid-19, mulai dipakai untuk semua tindakan bedah yang pada akhirnya meningkatkan biaya operasi. \n\n Penularan Covid-19 dalam rumah sakit merupakan suatu ancaman yang nyata. Manajemen rumah sakit perlu memikirkan kontak antara pekerja medis, staff nonmedis, dan pasien. Alat pelindung diri yang semakin hari semakin terbatas juga merupakan hal yang perlu dipikirkan baik-baik Namun, pasien yang memang perlu berobat ke rumah sakit tidak perlu terlalu khawatir. Dengan disiplin protokol kesehatan yang baik dan saling menjaga diri masing-masing, penularan Covid-19 dapat diminimalkan di lingkungan rumah sakit. \n\n Pada akhirnya semua bergantung terhadap individu masing-masing. Dokter, pasien, maupun rumah sakit yang berkepentingan berdasarkan data yang ada. Pekerja medis dituntut untuk fleksibel. Jika memang ada kasus emergensi atau gawat darurat, maka operasi harus tetap dilakukan. Untuk kasus-kasus urgensi yang mengganggu atau bergejala, pasien dapat memilih atau menunda pembedahan. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Padang<\/a><\/li>
- 10 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Mencegah Komplikasi COVID-19 bagi Penderita Diabetes<\/a><\/h3>
Diabetes Mellitus atau kencing manis adalah penyakit ketika kadar gula didalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin. \n\n \n\n Insulin adalah hormon yang yang dibuat oleh penkreas, merupakan zat utama yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah. Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel tubuh sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. \n\n \n\n Jenis-jenis Diabetes \n\n Secara umum, diabetes dibedakan menjadi dua jenis, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. \n\n \n\n Diabetes tipe 1 \n\n Terjadi karena sistem kekebalan tubuh penderita menyerang dan menghancurkan sel-sel pankreas yang memproduksi insulin. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah, sehingga terjadi kerusakan pada organ-organ tubuh. Diabetes tipe 1 dikenal juga dengan diabetes autoimun. Pemicu timbulnya keadaan autoimun ini masih belum diketahui dengan pasti. Dugaan paling kuat adalah disebabkan oleh faktor genetik dari penderita yang dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan. \n\n \n\n Diabetes tipe 2 \n\n Merupakan jenis diabetes yang lebih sering terjadi. Diabetes jenis ini disebabkan oleh sel-sel tubuh yang menjadi kurang sensitif terhadap insulin, sehingga insulin yang dihasilkan tidak dapat dipergunakan dengan baik (resistensi sel tubuh terhadap insulin). Sekitar 90-95% persen penderita diabetes di dunia menderita diabetes tipe ini. \n\n \n\n Selain kedua jenis diabetes tersebut, terdapat jenis diabetes khusus pada ibu hamil yang dinamakan diabetes gestasional. Diabetes pada kehamilan disebabkan oleh perubahan hormon, dan gula darah akan kembali normal setelah ibu hamil menjalani persalinan. \n\n \n\n Gejala Diabetes \n\n Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa ciri-ciri diabetes tipe 1 dan tipe 2 meliputi: \n\n \n Sering merasa haus. \n Sering buang air kecil, terutama di malam hari. \n Sering merasa sangat lapar. \n Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas. \n Berkurangnya massa otot. \n Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot dan lemak akibat tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi. \n Lemas. \n Pandangan kabur. \n Luka yang sulit sembuh. \n Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran kemih. \n \n\n \n\n Beberapa gejala lain juga bisa menjadi ciri-ciri bahwa seseorang mengalami diabetes, antara lain: \n\n \n Mulut kering. \n Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki. \n Gatal-gatal. \n Disfungsi ereksi atau impotensi. \n Mudah tersinggung. \n Mengalami hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa jam setelah makan akibat produksi insulin yang berlebihan. \n Munculnya bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan, (akantosis nigrikans) sebagai tanda terjadinya resistensi insulin. \n \n\n \n\n \n\n Risiko Komplikasi COVID-19 pada Penderita Diabetes \n\n \n\n Orang yang memiliki diabetes memang tidak akan meningkatkan risiko untuk terkena COVID-19. Namun, jika terinfeksi COVID-19, akan berisiko mengalami gejala berat dan membutuhkan perawatan khusus di rumah sakit. \n\n \n\n Penderita diabetes harus lebih waspada terhadap infeksi COVID-19. Berikut cara yang dapat dilakukan penderita agar terhindar dari infeksi virus corona serta komplikasinya. \n\n \n\n \n\n Cara Mencegah Komplikasi COVID-19 pada Penderita Diabetes \n\n \n\n Diabetes termasuk penyakit komorbid. Jika Anda memiliki penyakit ini dan terinfeksi COVID-19, Anda akan berisiko untuk mengalami gejala berat. Oleh karena itu, lakukanlah strategi pencegahan sedini mungkin. \n\n \n\n Ada dua hal penting yang dapat dilakukan, yaitu: \n\n \n Sebisa mungkin menghindarkan diri dari infeksi COVID-19. \n Mengontrol gula darah. \n Untuk mencegah diri agar tidak terpapar COVID-19, cobalah untuk tidak keluar rumah kecuali untuk hal-hal yang sangat penting dan menjalankan berbagai protokol kesehatan. Misalnya, jika terpaksa harus keluar rumah, gunakanlah masker, cuci tangan secara rutin, dan jaga jarak. \n \n\n \n\n Sedangkan untuk mengontrol gula darah, ada empat hal yang dapat Anda lakukan. Empat hal ini biasa dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan diabetes melitus, yaitu: \n\n \n\n 1. Edukasi \n\n Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah dengan mempelajari berbagai hal terkait diabetes. Makanan apa yang dapat meningkatkan gula darah dan apa yang tidak, olahraga apa yang harus Anda lakukan dan berapa durasi kebutuhan olahraga Anda, dan lain-lain. \n\n \n\n 2. Diet \n\n Penyesuaian diet ditujukan untuk membantu menjaga kadar gula darah agar tidak meningkat. \n\n \n\n Pada dasarnya, kebutuhan makanan bagi penderita diabetes hampir sama dengan kebutuhan masyarakat umum, yaitu gizi seimbang dan sesuai zat gizi. Anda hanya harus terus disiplin dalam menjaga makanan dan menghitung kualitas dan kuantitas kalori yang telah dikonsumsi. \n\n \n\n Kurangi makanan-makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi, seperti roti, nasi, kentang, dan utamanya minuman-minuman soda dan manis karena asupan tersebut dapat meningkatkan kadar gula darah secara drastis dan mempercepat munculnya rasa lapar. \n\n \n\n Pastikan juga Anda mengonsumsi cukup sayur, buah, dan berbagai sumber protein setiap harinya. Untuk minuman, Anda juga harus lebih memperhatikannya. \n\n \n\n 3. Olahraga \n\n Lakukan olahraga rutin setiap harinya, minimal 30 menit setiap hari. Rutin berolahraga dapat membantu menstabilkan kadar gula darah dan meningkatkan kekebalan tubuh Anda. \n\n \n\n 4. Terapi \n\n Jika Anda telah mendapatkan terapi diabetes dari dokter, maka lanjutkan konsumsi obat tersebut. Jangan lupa untuk memeriksa gula darah Anda untuk memastikan bahwa terapi yang Anda lakukan sudah sesuai. \n\n \n\n Jika anda punya keluhan dengan kesehatan Anda, rutinlah periksakan kesehatan Anda ke rumah sakit karena mencegah lebih baik daripada mengobati. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Mekarsari<\/a><\/li>
- 07 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Menjaga Kesehatan Kulit di Era Pandemi COVID-19<\/a><\/h3>
Penerapan protokol kesehatan pada masa adaptasi kebiasaan baru dengan mencuci tangan, menggunakan hand sanitizer, dan penggunaan masker secara terus menerus dapat memicu timbulnya permasalahan pada kulit. \n\n \n\n Dalam praktek sehari-hari di era pandemi COVID-19, ada dua masalah utama yang sering dikeluhkan dan ditemukan yaitu berupa eksim pada tangan dan jerawat pada wajah. Apakah Sahabat Hermina pernah mengalami salah satu atau bahkan keduanya? Pada artikel ini akan dipaparkan mengenai bagaimana eksim pada tangan dan jerawat pada wajah dapat terjadi, faktor apa saja yang memengaruhi timbulnya kelainan kulit, dan tips mengatasi permasalahan pada kulit tersebut. \n\n \n\n Reaksi pada kulit tangan yang timbul akibat kontak terus menerus dengan sabun, air, maupun hand sanitizer dapat berupa iritasi ringan hingga berat. Gejalanya meliputi kulit kering, pecah-pecah, bersisik, kulit kemerahan, dan kadang berdarah, disertai sensasi rasa panas seperti terbakar maupun gatal. Area yang terkena umumnya meliputi telapak tangan, punggung tangan, jari-jari serta sela jari tangan, hingga pergelangan tangan. Gejala di atas merupakan gambaran dari dermatitis kontak atau sering dikenal luas dengan istilah eksim. \n\n \n\n Terdapat dua tipe dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit yang timbul akibat kontak langsung dengan kandungan zat tertentu yang terdapat pada sabun atau hand sanitizer. Pada dermatitis kontak alergi terjadi reaksi hipersensitivitas pada kulit setelah terpapar dengan bahan yang terkandung pada produk kebersihan tangan. Pada kasus alergi yang berat, reaksi yang timbul tidak hanya terbatas pada tangan namun dapat mengenai saluran pernafasan dan dapat menyebabkan syok anafilaktik. \n\n \n\n Sahabat Hermina mungkin bertanya bagaimana proses terjadinya eksim pada tangan dan apa yang terjadi bila kulit terpapar terus menerus dengan air atau kandungan produk kebersihan tangan. Perubahan struktur lapisan pelindung kulit atau sawar kulit, sel keratinosit, disertai penurunan kadar lemak dan protein terjadi setelah paparan terus menerus, sehingga kulit mengalami kekeringan. Selain itu, sistem pertahanan kulit juga mengalami penurunan sehingga memudahkan masuknya virus, bakteri, maupun jamur. \n\n \n\n Beberapa bahan aktif yang terkandung dalam produk kebersihan tangan seperti sabun atau hand sanitizer yang dilaporkan dapat memicu terjadinya reaksi pada kulit antara lain alkohol, iodophore, chlorhexidine, dan triclosan. Selain bahan aktif tersebut, penambahan parfum, prophylene glycol, parabene, benzalkonium chloride juga dapat memicu munculnya reaksi pada kulit. Suhu air yang terlalu panas dan penggunaan sarung tangan terus menerus dapat menyebabkan perubahan pada struktur kulit. \n\n \n\n Beberapa tips berikut dapat Sahabat Hermina terapkan dalam kehidupan sehari-hari di era pandemi COVID-19 untuk mencegah terjadinya eksim pada kulit tangan dengan tetap mengutamakan protokol kesehatan antara lain: \n\n - Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun yang mengandung pelembab selama lebih kurang 20 detik disertai gerakan yang lembut meliputi seluruh area telapak tangan, jari-jari serta sela jari punggung dan pergelangan tangan. Hindari menggosok tangan terlalu keras. \n\n - Keringkan tangan dengan handuk yang lembut atau tisu kering bukan tisu basah yang mengandung bahan antiseptik maupun parfum. \n\n - Oleskan pelembab pada seluruh area tangan, dan gunakan secara berulang setiap habis mencuci tangan untuk mencegah kekeringan pada kulit. \n\n - Sebelum mengenakan sarung tangan, pastikan terlebih dahulu tangan selalu dalam keadaan kering. Setelah melepas sarung tangan, segera cuci tangan, keringkan dan oleskan pelembab. \n\n - Sedapat mungkin menggunakan hand sanitizer yang mengandung pelembab dan batasi frekuensi penggunaannya hanya pada fasilitas umum yang tidak menyediakan fasilitas air mengalir. Selalu oleskan pelembab setelah menggunakan hand sanitizer. \n\n \n\n Permasalahan pada kulit wajah yang timbul akibat penggunaan masker dikenal dengan istilah Maskne (Mask Acne). Maskne merupakan jenis jerawat mekanika yang terjadi akibat gesekan atau friksi dengan suatu bahan dalam hal ini masker. Maskne umumnya terjadi karena penggunaan masker dengan jangka waktu yang lama, menyebabkan penyumbatan pori-pori oleh minyak pada kulit wajah, dan kotoran, serta makeup sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. Jerawat umumnya timbul pada area yang ditutupi masker seperti hidung, kedua pipi, hingga dagu. \n\n \n\n Berikut cara untuk mencegah timbulnya maskne yang dapat Sahabat Hermina terapkan antara lain: \n\n - Gunakan masker yang terbuat dari bahan yang lembut, seperti bahan katun bila menggunakan masker kain. \n\n - Bawa masker cadangan bila berpergian keluar, dan ganti masker bila sudah terasa lembap. \n\n - Cuci wajah 2-3 kali sehari dengan sabun yang sesuai tipe kulit. \n\n - Hindari penggunanan makeup pada area yang tertutup masker. \n\n - Bila mencuci masker kain dengan detergen, pastikan membilasnya hingga sisa detergen tidak menempel pada kain. \n\n \n\n Sahabat Hermina, menerapkan protokol kesehatan memang penting. Walaupun ada efek sampingnya, tetapi efek samping tersebut masih dapat diminimalisir atau diobati dengan cara yang telah disebutkan di atas. Yang penting, selalu pakai masker dan cuci tangan untuk menghindari penyakit yang berbahaya. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pandanaran<\/a><\/li>
- 07 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Penyakit Komorbid COVID-19 yang Bisa Berujung Fatal<\/a><\/h3>
Penyakit COVID-19 dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia maupun jenis kelamin. COVID-19 diketahui lebih berisiko menyerang orang-orang dengan kondisi medis tertentu. Pada kelompok tersebut, COVID-19 juga cenderung dapat menimbulkan komplikasi dan gejala yang lebih berat. Salah satu kelompok yang berisiko mengalami gejala serius jika terpapar infeksi virus corona adalah mereka yang memiliki penyakit bawaan tertentu atau biasa disebut dengan Komorbid. Pasien dengan komorbid merupakan pasien yang telah memiliki penyakit kronis bawaan seperti: \n\n - Gangguan pernapasan kronis. COVID-19 umumnya menyerang saluran pernapasan. Oleh karena itu, orang yang memiliki penyakit kronis pada saluran pernapasan, seperti PPOK dan asma, berisiko tinggi mengalami gejala yang parah ketika terinfeksi virus corona. Ketika terjangkit COVID-19, penderita penyakit pernapasan kronis akan lebih rentan mengalami gangguan pernapasan berat, seperti serangan asma, pneumonia, atau bahkan gagal nafas. \n\n - Penyakit Kardiovaskuler. Penderita penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, dan hipertensi, umumnya memiliki kondisi jantung yang kurang baik dan sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah. Hal ini membuat para penderita penyakit tersebut rentan menderita COVID-19 dengan gejala yang lebih berat. \n\n - Diabetes. Diabetes merupakan penyakit degeneratif sehingga memerlukan pengendalian dan pengobatan secara intensif. Pemicu penyakit ini di antaranya gaya hidup tidak sehat, faktor keturunan, dan usia. \n\n Diabetes yang tidak terkontrol lama-kelamaan dapat menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh dan kerusakan pada berbagai organ tubuh. Inilah yang membuat penderita diabetes lebih rentan terkena komplikasi fatal akibat infeksi virus COVID-19. Selain itu, infeksi virus COVID-19 juga terlihat dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi berbahaya dari penyakit diabetes, seperti ketoadiosis dan sepsis. Berbagai komplikasi diabetes tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya kematian akibat COVID-19 pada penderita diabetes. \n\n - Hipertensi. Hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi yang bisa menyebabkan berbagai komplikasi. Penyebab darah tinggi bermacam-macam, antara lain faktor usia, kelebihan berat badan, kurang berolahraga, dan konsumsi garam berlebih. Tanpa upaya pengobatan, tekanan darah tinggi bisa dalam jangka waktu tertentu bisa menyebabkan kerusakan pada organ dalam, termasuk jantung dan ginjal. Karena itu, orang yang mengidap hipertensi sangat berisiko mengalami kondisi yang lebih parah ketika terkena COVID-19. \n\n - Penyakit Jantung, Penyakit jantung menjadi penyakit penyerta COVID-19 yang meningkatkan risiko kematian hingga tiga kali lipat. Pengidap penyakit jantung akan mengalami gejala COVID-19 yang lebih berat daripada pasien positif COVID-19 yang tak memiliki riwayat penyakit tersebut. \n\n \n\n Penderita penyakit kronis bawaan di atas disarankan untuk menerapkan social distancing, yang kini disebut juga physical distancing, untuk mengurangi risiko terkena COVID-19. Jika harus keluar rumah, batasi jarak dengan orang lain minimal 1,5–2 meter dan hindari kerumunan atau tempat-tempat yang ramai. Selain itu, penderita penyakit kronis juga perlu rutin mengonsumsi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter agar penyakitnya dapat terkontrol. \n\n \n\n Selama masa pandemi COVID-19 perlu tetap menjalani pola hidup sehat untuk memperkuat daya tahan tubuhnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengonsumsi makanan bergizi seimbang, rajin mencuci tangan, mengurangi stres, rutin berolahraga di rumah, dan menjauhi asap rokok. Jika memiliki penyakit kronis yang telah disebutkan di atas dan mengalami gejala demam, batuk, atau sesak napas, terlebih jika pernah kontak dekat dengan orang yang menderita atau dicurigai menderita COVID-19, segeralah hubungi rumah sakit terdekat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/a><\/span>");
- 07 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 07 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 10 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 19 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 27 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 21 Februari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 16 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 29 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 31 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 28 April 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 29 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>