- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 30 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
Gejala COVID-19 pada Ibu Hamil dan Pengaruhnya pada Janin<\/a><\/h3>
Hamil di saat pandemi Covid-19 dapat menimbulkan kecemasan, apalagi bagi ibu hamil yang rentan stress dan kelelahan. Kondisi tersebut menyebabkan imun tubuh cenderung menurun. \n\n \n\n Imunitas yang rendah bisa menjadi penyebab tubuh mudah terinfeksi virus. Sebagai antisipasi, berikut ini beberapa poin penting yang harus diketahui seputar kehamilan dan virus corona. \n\n \n\n \n\n Gejala atau Tanda Ibu Hamil Terinfeksi Virus Corona \n\n \n\n Gejala Covid-19 pada ibu hamil biasanya lebih banyak dirasakan karena adanya infeksi virus menyebabkan beberapa penyakit di saluran pernapasan. Terutama ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit bawaan, seperti asma, paru-paru, gangguan kerusakan hati, diabetes, darah tinggi dan kondisi medis lainnya. Selain gejala yang ditimbulkan cukup parah, Covid-19 pada ibu hamil bisa menjurus pada komplikasi. \n\n \n\n Hal tersebut tentu menimbulkan rasa takut dan khawatir yang berlebihan, mengingat harus memikirkan kondisi dan keselamatan janin. Oleh sebab itu sangat penting bagi ibu hamil melakukan pencegahan demi melindungi diri dan bayi yang dikandungnya. \n\n \n\n Cara untuk melakukan pencegahan sama seperti pada umumnya, yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan, seperti: \n\n \n Sesering mungkin mencuci tangan menggunakan sabun atau cairan antiseptik yang menggunakan bahan dasar alkohol \n Jaga jarak minimal 1 meter, terutama dengan orang yang sedang batuk dan bersin \n Gunakan masker berlapis yang sesuai dengan standar kesehatan \n Hindari menyentuh hidung, mata, dan mulut terutama setelah Anda memegang benda \n Jaga kebersihan pernapasan \n Jika batuk atau bersin, tutup hidung dan mulut menggunakan bagian siku tangan yang dilipat atau bisa dengan menggunakan tisu. Jangan lupa membuang tisu yang sudah dipakai tersebut ke tempat sampah \n \n\n \n\n \n\n Kondisi Janin pada Ibu Hamil yang Terkena Covid-19 \n\n \n\n Ibu hamil yang terinfeksi Covid-19 tidak harus melakukan operasi caesar. Cara melahiran bisa dilakukan secara normal dan berdasarkan keinginan ibu serta indikasi kebidanan. \n\n \n\n Informasi mengenai virus corona pada ibu hamil masih simpang siur, seperti janin yang prematur, cacat pada janin, janin terinfeksi, dan sebagainya. Berdasarkan fakta, sejauh ini tidak ada efek yang ditimbulkan pada bayi. Para ahli juga belum mengetahui apakah bayi tertular virus pada waktu sebelum, selama, ataukah setelah melahirkan. \n\n \n\n Jadi, ada beberapa kemungkinan setelah melahirkan bayi yang terinfeksi Covid-19, yaitu memliki gejala ringan atau tanpa gejala dan sembuh. Namun, ada beberapa laporan bayi yang baru lahir bisa tekena Covid-19 dengan gejala yang parah. \n\n \n\n Untuk mencegah risiko tersebut, sebaiknya ibu dan bayi dirawat terpisah. Namun, ibu masih bisa memberikan ASI kepada bayinya. Salah satu cara yang paling aman adalah dengan memompa ASI atau pumping agar tidak terjadi kontak langsung dengan bayi. \n\n \n\n Pada saat memompa ASI, ibu harus menggunakan masker dan mencuci tangan menggunakan sabun untuk menghindari virus menempel di peralatan pumping atau masuk ke susu. \n\n \n\n Dengan memahami informasi seputar kehamilan dan Covid-19, diharapkan dapat lebih berhati-hati menjaga kesehatan dan keselamatan diri dan janin dalam kandungan. Sahabat Hermina juga dapat melakukan konsultasi dengan dokter spesialis obgyn dengan layanan Halo Hermina jika mengalami kondisi kesehatan yang kurang baik. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 30 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
Gejala Covid-19 pada Si Kecil<\/a><\/h3>
Virus Covid-19 bisa menginfeksi siapa pun, tidak mengenal status, jabatan, jenis kelamin, dan usia. Bahkan anak-anak pun bisa terinveksi virus ini. Berdasarkan data Satgas Covid-19, jumlah anak-anak yang positif Covid-19 semakin meningkat. \n\n \n\n Oleh sebab itu, para orang tua wajib mengenali gejala Covid-19 pada anak dan mengetahui langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk menjaga anak-anak tetap aman selama pandemi. \n\n \n\n \n\n Gejala-Gejala Covid-19 Pada Anak \n\n \n\n Pada anak, gejala Covid-19 yang muncul tampak lebih ringan. Umumnya, gejala akan terlihat di hari ke 2–14 sejak terpapar virus. Namun ada beberapa kasus, anak yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala. Sedangkan, infeksi Covid-19 pada anak yang memiliki riwayat penyakit bawaan dan kondisi medis lainnya rentan mengalami gejala yang parah. \n\n \n\n Gejala Covid-19 yang umum terjadi pada anak-anak adalah mengalami demam dan batuk. Selain itu anak juga bisa mengalami gejala lainnya, seperti: \n\n \n Flu atau hidung tersumbat \n Kehilangan indra penciuman \n Sakit tenggorokan \n Sesak napas atau mengalami kesulitan bernafas \n Muntah dan mual-mual \n Sakit perut \n Diare \n Sakit kepala \n Mengalami kelelahan \n Nyeri pada otot atau tubuh \n Nafsu makan menurun \n \n\n \n\n \n\n Langkah Tepat Melindungi Anak dari Covid-19 \n\n \n\n Sudah menjadi kewajiban para orang tua mengawasi anak secara ketat dan menerapkan protokol kesehatan. Berikut ini langkah yang harus dilakukan oleh orang tua untuk melindungi anak dari virus corona: \n\n \n Awasi anak saat di rumah maupun di luar rumah. Namun cara paling aman adalah tidak mengizinkan anak bermain atau membawanya ke luar rumah \n Mengajarkan dan menerapkan disiplin pada anak mengenai protokol kesehatan, seperti rajin mencuci tangan menggunakan sabun, menggunakan masker berlapis, menjaga jarak aman dengan orang sekitar, dan menghindari kerumunan \n Menjaga kebersihan rumah \n Penuhi kebutuhan nutrisi anak agar imun tubuhnya tetap terjaga. \n \n\n \n\n Apabila anak terindikasi mengalami gejala Covid-19 segera temui layanan kesehatan dan jalani tes kesehatan yang diperlukan untuk memastikan apakah anak postif atau tidak. \n\n \n\n Sebelum memutuskan merawat anak, pastikan kondisi kesehatan orang tua. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memperbolehkan anak untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. Dengan catatan kedua orang tua atau salah satu dalam kondisi sehat dan beresiko rendah terpapar virus. \n\n \n\n Orang tua harus tetap waspada karena anak yang positif Covid-19 juga dapat menularkan virus kepada orang lain. Pantau kondisi anak setiap hari dan beri dukungan psiklogis anak agar tidak ketakutan. Ajak anak untuk tetap beraktivitas yang menyenangkan selama Isoman dan beri obat dan vitamin yang direkomendasikan oleh dokter. Sahabat Hermina juga dapat melakukan konsultasi dengan dokter spesialis anak dengan layanan Halo Hermina. Apabila terjadi kondisi darurat, segera hubungi pusat layanan kesehatan terdekat. \n\n \n\n Demikian informasi singkat mengenai gejala Covid-19 pada anak dan langkah tepat menjaga buah hati tetap aman selama pandemi. Dengan mengetahui informasi ini, diharapkan orang tua dapat mengenali gejala Covid-19 pada anak lebih awal dan melakukan tindakan atau langkah yang tepat untuk mengatasinya. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciputat<\/a><\/li>
- 30 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
Radang Amandel pada Anak<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, barangkali banyak para orang tua sering mendengar atau bahkan mengalami radang amandel pada anak. Bahkan, operasi sering disebut sebagai cara mengobati radang amandel. Lalu, seberapa bahayakah radang amandel dan apa yang menyebabkan radang amandel? Bagaimana cara mengobatinya? Dan benarkah radang amandel harus segera di operasi? \n\n \n\n Amandel, atau tonsil dalam bahasa medis, merupakan dua kelenjar kecil yang ada di tenggorokan. Amandel sebenarnya merupakan kelenjar atau kumpulan jaringan lunak di belakang tenggorokan yang membantu tubuh melawan infeksi. Pada saat benda asing seperti virus dan bakteri, masuk ke dalam tubuh melalui tenggorokan, maka amandel akan menjadi garda terdepan dari sistem pertahanan tubuh. \n\n \n\n Radang amandel kerap terjadi pada anak-anak, sebab biasanya anak-anak belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang sempurna. Seiring berjalannya usia, kekebalan anak juga akan berkembang dan peran amandel dalam mencegah penyakit pun akan mulai tergantikan. Amandel memang bekerja sebagai antibodi bagi anak-anak. \n\n \n\n Namun, apabila virus dan bakteri tersaring terlalu banyak, maka akan menyebkan peradangan. Saat terjadi peradangan amandel, kedua kelenjar ini biasanya akan membengkak dan menyebabkan anak mengalami sakit kepala, demam, sakit di sekitar telinga, batuk, hingga rasa sakit pada tenggorokan saat menelan. Bahkan jika sudah terlalu meradang dapat menyebabkan gangguan tidur, karena sudah menghalangi jalan nafas si anak. \n\n \n\n Sahabat Hermina, tidak semua radang amandel harus diobati dengan operasi pengangkatan amandel. Dalam beberapa kasus, radang amandel dapat diobati dengan pemberian obat-obatan seperti antibiotik dan antiradang. Tentunya pemberian obat direkomendasikan oleh dokter spesialis THT terlebih dahulu. \n\n \n\n Lalu, kapan operasi pengangkatan amandel harus dilakukan? \n\n \n\n Ada beberapa gejala kapan diperlukan operasi pengangkatan amandel pada anak yang harus orang tua ketahui, diantaranya: \n\n \n Terjadi peradangan yang berulang hingga 3 kali atau lebih meskipun telah diobati dengan obat-obatan \n Radang berlangsung lama hingga berminggu-minggu \n Radang menyebabkan anak susah bicara dan juga kesulitan menelan \n Peradangan yang menyebabkan gangguan pernafasan \n \n\n \n\n Radang amandel bukanlah kondisi yang sepele, karena jika dibiarkan akan mengakibatkan penyakit kronis lainnya yang membahayakan Si Kecil. Apabila Si Kecil mengalami gejala di atas, segera konsultasikan ke Dokter Spesialis THT. \n\n \n\n RS Hermina Ciputat bisa menjadi pilihan Sahabat Hermina untuk memeriksakan radang amandel sampai dengan tindakan operasi jika diperlukan nanti. Selain memiliki dokter Spesialis THT yang handal dan profesional, RS Hermina Ciputat juga memiliki peralatan penunjang yang lengkap. Sehingga tidak perlu khawatir jika Si Kecil disarankan untuk melakukan operasi pengangkatan amandel. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciruas<\/a><\/li>
- 19 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
Karang Gigi<\/a><\/h3>
Masalah kesehatan gigi yang sangat umum dan sering diabaikan adalah karang gigi. Padahal, apabila karang gigi dibiarkan, dapat menyebabkan penyakit gigi dan mulut yang serius. Untuk mencegah hal ini terjadi, Sahabat Hermina harus terlebih dahulu memahami apa penyebab karang gigi dan cara mencegahnya. \n\n \n\n Karang gigi atau kalkulus biasanya tidak menimbulkan gejala fisik atau rasa ketidaknyamanan, sehingga banyak orang yang tidak menyadari adanya karang gigi di dalam mulutnya. \n\n \n\n Meski tidak menimbulkan gejala, karang gigi yang tidak dibersihkan dan dirawat tepat waktu dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan gigi dan gusi, seperti gingivitis (radang gusi), kerusakan gigi, bahkan kehilangan gigi. \n\n \n\n \n\n Penyebab Karang Gigi dan Bahayanya \n\n \n\n Terbentuknya karang gigi disebabkan karena penumpukan plak pada gigi yang terlalu lama dan tidak dibersihkan. Plak gigi adalah lapisan tipis sisa makanan yang tertinggal di dalam mulut. \n\n \n\n Pembentukan karang gigi dapat disebabkan oleh berbagai alasan, antara lain: \n\n \n\n 1. Kebersihan gigi dan mulut yang tidak dijaga, misalnya jarang menyikat gigi atau tidak menggunakan benang gigi untuk membersihkan gigi \n\n \n\n 2. Kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman yang banyak mengandung gula, seperti permen, susu, minuman kemasan, dan kue \n\n \n\n 3. Kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol \n\n \n\n 4. Mulut kering, seperti efek samping obat, penyakit autoimun, atau penyakit tiroid \n\n \n\n \n\n Penumpukan karang gigi ini tidak bisa dihilangkan dengan menyikat gigi seperti biasa. Hal ini membuat bakteri di karang gigi mengiritasi dan merusak gusi dan gigi. \n\n \n\n Seiring berjalannya waktu, iritasi tersebut bisa memicu penyakit gusi, seperti gingivitis dan periodontitis, yang bisa berdampak serius jika tidak diobati. \n\n \n\n Periodontitis ini kemudian dapat meningkatkan risiko terjadinya gigi tanggal serta kerusakan pada tulang dan jaringan di sekitar gigi. Selain itu, periodontitis yang tidak diobati juga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit lain, seperti penyakit jantung dan stroke. \n\n \n\n \n\n Pencegahan Karang Gigi \n\n \n\n Karang gigi dapat kita cegah sedini mungkin dengan melakukan perawatan gigi dirumah. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah: \n\n \n Sikat gigi setidaknya 2 kali sehari \n Bersihkan gigi dengan benang gigi setidaknya sekali sehari \n Gunakan pembersih mulut antibakteri \n Lakukan pemeriksaan dan perawatan gigi di dokter gigi tiap 6 bulan sekali \n Makan makanan dengan gizi yang seimbang \n Hindari merokok \n \n\n \n\n \n\n Cara Mengatasi Karang Gigi \n\n \n\n Untuk mengatasi pembentukan plak dan karang gigi, Sahabat Hermina bisa melakukan cara-cara berikut ini: \n\n \n\n 1. Sikat gigi secara teratur \n\n Menyikat gigi dengan benar, gosok gigi secara teratur 2 kali sehari selama 2 menit setiap kali. Saat menyikat, pastikan untuk menyentuh bagian belakang gigi dan geraham. \n\n \n\n Saat menyikat gigi, gunakan pasta gigi berfluoride dan sikat gigi yang lembut. Cobalah untuk menjangkau semua area antara gigi dan mulut. \n\n \n\n 2. Gunakan benang gigi dan obat kumur \n\n Floss gigi Anda setidaknya sekali sehari setelah menyikat gigi. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan plak dan sisa makanan yang mungkin masih tertinggal di antara gigi karena sulit dijangkau dengan sikat gigi. \n\n \n\n Setelah itu, bilas mulut Anda dengan obat kumur untuk membersihkan gigi dan mulut, serta membasmi bakteri penyebab plak dan karang gigi. Untuk menghindari iritasi pada gusi dan mulut, Anda bisa menggunakan obat kumur non-alkohol atau obat kumur yang mengandung minyak esensial. \n\n \n\n 3. Kurangi konsumsi gula \n\n Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bakteri penyebab plak gigi berkembang karena mengonsumsi makanan atau minuman yang banyak mengandung gula. Untuk mengontrol penumpukan plak, batasi asupan makanan manis dan tingkatkan asupan makanan bergizi seimbang. \n\n \n\n 4. Minum air putih yang cukup \n\n Dianjurkan agar minum 8 gelas atau sekitar 2 liter air sehari. Air dapat menghilangkan bakteri dan kotoran dari mulut, yang dapat menyebabkan plak menumpuk, yang menyebabkan karang gigi. Selain itu, minum air putih yang cukup setiap hari juga dapat mencegah mulut kering yang dapat merusak gigi. \n\n \n\n 5. Hindari merokok dan minuman beralkohol \n\n Jauhilah rokok dan minuman beralkohol sebisa munkin. Karena kebiasaan buruk tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan kesehatan gigi dan mulut, termasuk pembentukan karang gigi. \n\n \n\n \n\n Bagaimana Cara Menghilangkan Karang Gigi? \n\n \n\n Menyikat gigi saja tidak cukup efektif untuk menghilangkan karang gigi yang sudah terbentuk. Sahabat Hermina perlu bantuan dokter gigi untuk menghilangkan karang gigi. \n\n \n\n Scaling gigi adalah metode paling umum yang digunakan dokter untuk mengatasi karang gigi. Prosedur ini terbagi menjadi dua teknik, yaitu secara manual dan menggunakan mesin ultrasonik. \n\n \n\n Untuk mengatasi karang gigi yang masih tipis atau jumlahnya sedikit dokter gigi akan melakukan prosedur scaling gigi secara manual. Jika jumlah karang gigi sudah terlalu banyak, scaling gigi bisa dilakukan dengan menggunakan mesin ultrasonik. \n\n \n\n Pada dasarnya, karang gigi harus segera dibersihkan walau jumlahnya hanya sedikit dan tidak menimbulkan keluhan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa penyakit gigi dan mulut yang lebih serius. \n\n \n\n Oleh karena itu, Sahabat disarankan untuk rutin melakukan pemeriksaan gigi ke dokter gigi setidaknya 6 bulan sekali. Saat pemeriksaan gigi, dokter akan mengevaluasi kondisi kesehatan gigi dan mulut Anda, serta membersihkan gigi Anda jika sudah terbentuk plak dan karang gigi. Periksakan kesehatan gigi dan mulut Sahabat Hermina di Rumah Sakit Hermina Ciruas. Dokter gigi kami siap melayani Anda. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Galaxy<\/a><\/li>
- 18 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
Waktu yang Tepat untuk Melakukan Pemeriksaan USG 4D<\/a><\/h3>
Ultrasonografi atau yang biasa dikenal sebagai USG, merupakan prosedur medis yang dianjurkan pada ibu hamil. Lewat USG, dokter bisa melihat gambar atau pencitraan dari kondisi bagian dalam tubuh janin. \n\n \n\n USG dilakukan kali pertama sebaiknya saat ibu terlambat haid. Di masa ini kantung kehamilan kadang sudah mulai terlihat. Sedangkan bentuk, ukuran, dan detak jantung janin biasanya membutuhkan waktu yang sedikit lama agar dapat terdeteksi lewat USG. Kondisi ini biasanya dapat terdeksi pada usia kehamilan lebih dari 6 minggu. \n\n \n\n USG ini sendiri terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu 2D, 3D, dan 4D. \n\n \n\n Pertanyaannya, kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan USG 4D ini? \n\n USG 4D bisa dilakukan kapan pun, baik di awal kehamilan, pertengahan, maupun menjelang persalinan. Berikut beberapa alasan yang membuat dokter merekomendasikan pemeriksaan skrining fetomaternal + USG 4D: \n\n \n\n 1. Trimester Pertama \n\n USG di trimester pertama dilakukan untuk memastikan kehamilan, mengetahui usia kehamilan, melihat kemungkinan janin kembar, hingga memeriksa adanya kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik dan gangguan kehamilan yang biasanya dilakukan dengan probe USG transvaginal, adanya mioma uteri atau kista ovarium, dan dapat mendeteksi Down Syndrome yang biasanya dilakukan pada usia kehamilan 11-14 minggu. \n\n \n\n 2. Trimester Kedua \n\n USG yang dilakukan pada trimester kedua bisa membantu dokter mendiagnosis kelainan struktur tubuh janin, mengukur perkembangan janin, kelengkapan organ-organ janin dan adanya kelainan organ tubuh janin. \n\n \n\n 3. Trimester Ketiga \n\n Di trimester ketiga USG ini bertujuan untuk mengetahui posisi plasenta, mengamati posisi janin dan pergerakannya, perkembangan janin, jumlah air ketuban, serta aliran darah uteri plasenta. \n\n \n\n \n\n Kelebihan USG 4D \n\n Dibanding USG 2D dan 3D, USG 4D mampu menyajikan gambar bergerak, seperti video. Dengan begitu, ibu bisa melihat bentuk dan aktivitas janin secara lebih jelas, misalnya saat tersenyum, menguap atau gerakan lainnya. \n\n \n\n \n\n USG 4D tidak hanya membantu orangtua yang penasaran melihat buah hatinya, tetapi juga membantu dokter kandungan dalam mendeteksi lebih jelas kemungkinan adanya gangguan atau abnormalitas pada janin, serta organ-organ tubuh janin, sehingga dokter bisa segera melakukan langkah-langkah penanganan. \n\n \n\n Yuk, segera rutin periksa kehamilan dengan USG 4D. \n\n \n\n Untuk pendaftaran ke dokter spesialis, silahkan melakukan pendaftaran online melalui: \n\n 1. Call Center: 1500 488 \n\n 2. Mobile apps: klik disini \n\n 3. Website: klik disini \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciputat<\/a><\/li>
- 29 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
Serba-serbi MPASI, dan Tips Pemberian MPASI<\/a><\/h3>
\n\n Tahukah Sahabat Hermina? Pemberian Makanan Pendamping ASI, atau MPASI, merupakan periode penting dalam 1000 (seribu) hari pertama dalam perkembangan Si Kecil. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak bayi yang mengalami gagal tumbuh yang disebabkan oleh kualitas MPASI yang kurang baik. Tentunya Sahabat Hermina tidak ingin hal tersebut terjadi kepada Si Kecil bukan? Nah, Sahabat Hermina kira-kira kapan MPASI sudah harus diberikan? \n\n Pada usia 6 (enam) bulan pertama biasanya kebutuhan kalori bayi bisa tercukupi dengan konsumsi ASI saja. Oleh karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian MPASI pada saat bayi telah berusia 6 bulan. \n\n Namun, beberapa kondisi tertentu ternyata MPASI dapat diberikan lebih awal mulai dari usia 4 (empat) bulan, yaitu ketika ASI saja tidak dapat mencukupi nutrisi dan kalori Si Kecil, misalnya menjadikan kondisi kenaikan berat badan (BB) yang kurang baik, atau panjang badan dan lingkar kepala tidak berkembang secara optimal. \n\n Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhannya bayi, MPASI sudah bisa diberikan lebih awal agar bayi tetap bisa tumbuh secara optimal. Tentunya sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter anak, karena jika tidak dikonsultasikan, pemberian MPASI lebih awal dapat menyebabkan masalah lain seperti infeksi saluran cerna, obesitas dan alergi. \n\n Biasanya dokter akan melihat dan menanyakan kepada ibu tentang kesiapan bayi, apakah bayi sudah siap untuk diberikan makanan tambahan dengan memperhatikan tanda-tanda kesiapannya seperti kepala bayi sudah bisa ditegakkan atau belum. \n\n Lalu, bagaimana cara pemberian MPASI yang berkualitas? Menu tunggal tidak lagi direkomendasikan dalam pemberian MPASI karena tidak ada satu jenis makanan yang dapat memenuhi semua nutrisi yang dibutuhkannya. Menu lengkap menjadi rekomendasi pemberian MPASI yang berisi karbohidrat, protein, lemak. \n\n Kenalkan juga sayur-sayuran serta buah-buahan sebagai tambahan saja dalam jumlah yang sedikit. Pemberian MPASI juga jangan terlalu dibuat pusing. Sahabat Hermina dapat memperoleh sumber nutrisi dari bahan makanan yang biasanya keluarga makan di rumah. \n\n \n\n Beberapa pertanyaan yang sering muncul mengenai MPASI antara lain: \n\n - Bolehkah menambahkan gula dan garam? \n\n Gula dan garam juga dapat diberikan dalam menu MPASI, tentunya dalam jumlah yang tidak banyak. Tambahkan gula dan garam dalam jumlah yang kurang dari 1 gram. \n\n \n\n - Bagaimana dengan pemberian MPASI Instan? \n\n Pertanyaan ini seringkali muncul dari ibu-ibu pekerja. Ternyata pemberian MPASI instan diperbolehkan. Bahkan keuntungan pemberian MPASI instan adalah kebutuhan kalori dan nutrisi makronutrien, mikronutrien, vitamin, mineral sesuai dengan kebutuhan Si Kecil. Namun tentu masakan yang lebih segar dan dimasak sendiri lebih baik daripada makanan yang instan \n\n \n\n - Apakah santan boleh ditambahkan dalam menu MPASI sebagai sumber lemak? \n\n Lemak selain sebagai kebutuhan kalori juga merupakan merupakan nutrisi yang dibutuhkan bagi perkembangan otak Si Kecil, santan dapat ditambahkan menjadi salah satu sumber lemak yang dapat ditambahkan dalam menu MPASI. Santan boleh diberikan sejak awal mulai MPASI. \n\n \n\n - Bagaimana cara mengetahu anak alergi pada suatu makanan? \n\n Untuk mengetahui Bayi alergi terhadap suatu makanan, cobalah berikan menu yang sama selama 3-5 hari. Karena alergi biasanya tidak muncul setelah sekali makan saja. Tentunya sebaiknya konsultasikan juga dengan dokter terlebih dahulu. \n\n \n\n - Apakah benar makanan bertekstur hanya dapat diberikan kepada anak yang sudah punya gigi? \n\n Pemberian tekstur pada saat MPASI memang ada langkahnya. Dimulai dari makanan yang bertekstur lunak dan lama kelamaan teksturnya lebih kasar, sampai dengan usia 1 tahun bayi sudah bisa mengkonsumsi makanan keluarga yang ada di meja. Meskipun bayi belum punya gigi tidak masalah jika tekstur makannya dinaikkan. Bayi akan tetap bisa mengunyah dengan gusinya. \n\n \n\n Tidak jarang orang tua yang kebingungan menghadapi bayinya mengalami GTM (Gerakan Tutup Mulut). Nah, Sahabat Hermina bisa mencoba tips berikut agar pemberian MPASI berjalan dengan lancar: \n\n 1. Sebaiknya jadwalkan pemberian makan pada anak. \n\n 2. Perhatikan rasa dari makanan, apakah bayi sudah bosan dengan menu makanan yang diberikan atau sudah harus naik tekstur. \n\n 3. Lihat apakah anak sedang berada dalam keadaan sakit atau sedang ada gigi yang tumbuh. \n\n 4. Lihat apakah anak sedang terdistraksi dengan lingkungan sekitar atau justru anak sedang dalam keadaan mengantuk. \n\n \n\n Konsultasikan lebih lanjut dengan dokter spesialis anak jika masih bingung menjalani masa-masa pemberian MPASI kepada bayi. Rumah Sakit Hermina Ciputat memiliki dokter anak yang profesional dan siap menjawab semua pertanyaan dari para ibu yang sedang dalam masa pemberian MPASI. Semangat dan selamat menikmati masa-masa pemberian MPASI, Sahabat Hermina! \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciputat<\/a><\/li>
- 25 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
Bagaimana Menjaga Kesehatan Mata di Era Daring?<\/a><\/h3>
Mata adalah salah satu organ indera yang penting bagi manusia. Melalui rangkaian proses yang terjadi di dalam mata, kita mendapatkan banyak informasi tentang objek yang ada di sekitar. Untuk itu kesehatan mata harus tetap dijaga, terlebih di masa sekarang ini, yaitu era daring. \n\n \n\n Semenjak sekolah atau belajar dari rumah, mau tidak mau anak harus menatap layar laptop dan juga smartphone dengan durasi yang lebih lama dari biasanya. Jika mata kita menatap layar laptop atau smartphone secara terus menerus maka dapat terjadi masalah pada penglihatan yang disebut dengan Computer Vision Syndrome. Masalah ini ditandai dengan dua hal, yaitu dry eye atau mata kering dan juga eye strain atau mata lelah. \n\n \n\n Mata kering dapat terjadi ketika kita terlalu lama menatap layar sehingga lupa atau kurang berkedip. Sementara itu, eyestrain atau mata lelah adalah masalah yang terjadi karena kecerahan dari layar elektronik yang terlalu terang. Berkedip diperlukan untuk mengembalikan lapisan cairan tipis pada mata yang berfungsi untuk melindungi permukaan mata. Kalau kita kurang berkedip, maka mata kita akan terasa kering, kurang nyaman, dan penglihatan dapat menjadi kabur. \n\n \n\n Lalu bagaimana caranya agar mata kita tetap sehat di era daring ini? Sahabat Hermina Bisa mencoba tips berikut: \n\n \n\n 1. Gunakan laptop atau smartphone maksimal 2 jam \n\n Jangan biarkan mata terlalu lama menatap gawai agar tidak Lelah. Sahabat Hermina bisa mencoba rumus 20-20-20. Rumus ini memiliki arti setiap memandang layar laptop atau smartphone selama 20 menit, istirahatkan mata selama 20 detik dengan memandang objek yang berjarak 20 kaki (sekitar 6 meter). Hal ini dapat membantu mata agar menjadi lebih rileks. \n\n \n\n 2. Hindari layar yang terlalu silau. \n\n Mata akan merasa tidak nyaman jika menatap layar yang terlalu terang. Sahabat Hermina bisa mengatur pencahayaan smartphone atau laptop atau bisa menggunakan mode dark pada smartphone atau laptop. \n\n \n\n 3. Jaga antara mata dengan layar minimal 40-50 cm. \n\n Lebih baik jangan terlalu dekat karena mata bekerja lebih keras ketika jarak pandang kita terlalu dekat. \n\n \n\n 4. Lakukan relaksasi mata. \n\n Beberapa hal dapat dilakukan untuk mengurangi mata lelah seperti memijat area di sekitar mata dengan lembut untuk meningkatkan sirkulasi darah, menggosok kedua tangan sampai hangat lalu ditempelkan di mata, atau bisa juga dengan menempelken handuk hangat atau dingin di mata. \n\n \n\n 5. Konsumsi makanan yang baik bagi mata. \n\n Banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A seperti wortel, bayam, brokoli, susu, dan kuning telur dapat membuat mata kita menjadi lebih sehat. Selain itu di era pandemi COVID-19 saat ini, konsumsi makanan yang bergizi sangat diperlukan untuk membangun sistem kekebalan tubuh anak yang lebih kuat. \n\n \n\n 7. Periksakan kesehatan mata secara rutin \n\n Perlu diketahui bahwa kesehatan mata dapat menurun tidak secara drastis dan Anda mungkin tidak merasakan gejalanya. Memeriksakan kesehatan mata secara rutin adalah hal yang sebenarnya cukup penting untuk menjaga kesehatan mata. \n\n \n\n Bila ternyata Anda mengalami gejala penyakit mata yang cukup parah, dokter dapat melakukan tindakan preventif dan penanganan sebelum bertambah parah. Rumah Sakit Hermina menjadi salah satu pilihan untuk memeriksakan kesehatan mata. Rumah Sakit Hermina Ciputat memiliki tenaga kesehatan yang handal dan penunjang yang lengkap. \n\n \n\n Nah Sahabat Hermina, mari kita terapkan bersama-sama agar kita dapat mengikuti era daring ini dengan mata yang tetap sehat! \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Galaxy<\/a><\/li>
- 19 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
Hipertensi dalam Kehamilan<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, kehamilan adalah momen yang dinantikan dan harus dijalani dengan baik serta hati-hati demi keselamatan ibu dan buah hati. Namun, perlu diperhatikan, hipertensi merupakan salah satu masalah medis umum yang ditemukan pada ibu hamil. Apabila tidak tertangani dengan baik, hipertensi pada ibu hamil dapat menyebabkan masalah serius. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui apa saja penyebab hipertensi dalam kehamilan agar kondisi ini dapat dicegah dan ditangani dengan tepat. \n\n \n\n Hipertensi adalah ketika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg pada dua kali pemeriksaan dengan jarak waktu minimal 15 menit pada wanita dengan keadaan tenang. \n\n \n\n Jika ditemukan tekanan darah tinggi ≥140/90 pada ibu hamil, perlu dilakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis. \n\n \n\n \n\n Hipertensi dalam Kehamilan \n\n \n\n Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua ibu hamil dan menjadi salah satu penyebab tertinggi kematian ibu melahirkan. Ada beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan, antara lain: \n\n \n\n - Hipertensi kronik \n\n Hipertensi kronis merupakan tekanan darah tinggi yang sudah terjadi sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan 20 minggu. Kondisi ini sering kali tidak bergejala, sehingga banyak ibu hamil yang tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi kronis. \n\n \n\n Hipertensi kronis pada ibu hamil sering kali baru terdeteksi ketika ibu hamil menjalani pemeriksaan kandungan. \n\n \n\n - Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia \n\n Jika hipertensi kronis tidak ditangani dengan baik, ibu hamil dapat mengalami preeklamsia. Kondisi ini ditandai dengan tekanan darah tinggi yang disertai adanya protein dalam urine. \n\n \n\n Hipertensi kronis dengan preeklamsia ini biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga kehamilan. \n\n \n\n - Hipertensi gestasional \n\n Hipertensi gestasional merupakan peningkatan tekanan darah yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Peningkatan tekanan darah ini umumnya tidak disertai dengan adanya protein dalam urine atau kerusakan organ tubuh. \n\n \n\n Pada ibu hamil yang mengalami kondisi ini, tekanan darah biasanya dapat kembali normal setelah merlahirkan. \n\n \n\n - Preeklampsia \n\n Hipertensi dalam kehamilan yang tidak terkontrol dengan baik bisa berkembang menjadi preeklamsia. Selain adanya protein dalam urin, preeklamsia juga dapat disertai dengan kerusakan sistem organ, seperti ginjal, hati, darah, atau otak. Preeklamsia biasanya menyebabkan ibu hamil mengalami gejala berikut ini: \n\n \n Sakit kepala yang sering kambuh \n Mual atau muntah \n Bengkak pada wajah dan tangan \n Sesak napas \n Penglihatan kabur \n Tekanan darah meningkat secara cepat \n \n\n \n\n Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko ibu hamil untuk mengalami preeklamsia, di antaranya: \n\n \n Kehamilan pertama \n Usia di atas 40 tahun \n Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya \n Riwayat keluarga dengan preeklamsia \n Hamil lebih dari satu janin atau hamil kembar, baik kembar 2 atau lebih \n Obesitas \n Penyakit autoimun \n Meski jarang terjadi, preeklamsia juga dapat dialami wanita setelah melahirkan atau disebut juga preeklamsia postpartum. \n \n\n \n\n - Eklamsia \n\n Eklamsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia yang tidak terkontrol atau tidak tertangani dengan baik. Eklamsia merupakan jenis hipertensi dalam kehamilan yang paling parah. Selain tekanan darah tinggi, ibu hamil dengan kondisi ini juga mengalami kejang, bahkan bisa sampai koma. \n\n \n\n \n\n Pastikan ibu hamil melakukan kunjungan kehamilan sehingga dokter dapat memantau tekanan darah. Hubungi dokter segera atau datang ke Instalasi Gawat Darurat jika memiliki sakit kepala berat, gangguan penglihatan, nyeri perut, atau sesak. \n\n \n\n Nyeri kepala, mual, dan nyeri otot merupakan keluhan umum saat kehamilan sehingga sulit ketika mengetahui keluhan baru merupakan bagan dari kehamilan atau masalah serius khususnya saat kehamilan pertama. Jika khawatir dengan keluhan tersebut konsultasikan ke dokter. \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 16 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
Mengawal Tumbuh Kembang Anak Sejak Dini<\/a><\/h3>
Orangtua merupakan faktor penting dalam menjaga, merawat, serta mengawal tumbuh kembang anak. Dalam proses perkembangannya, orangtua harus sigap dan peduli terhadap kondisi anak sejak masa awal kehidupan anak, karena tumbuh kembang anak dapat bermasalah jika orangtua tidak sigap dan kurang memperhatikan kondisi anak. \n\n \n\n Pada saat bayi memasuki usia tiga bulan. Bayi cenderung mulai menunjukkan aktivitas motorik, seperti mengangkat kepala. Namun, jika hal ini tidak ditemukan pada bayi dan orangtua tidak peduli, maka proses tumbuh kembang anak dapat menjadi lambat hingga nanti menginjak usia dewasa. \n\n \n\n Pertumbuhan anak dapat dipantau dengan melihat tinggi badan, berat badan, lingkat kepala, dan hal lain yang dapat diukur dengan alat ukur tertentu. Tentu hal ini berbeda dengan perkembangan anak yang tidak dapat diukur dengan alat ukur yang terstandarisasi. Perkembangan ini meliputi kapan Si Kecil mulai bisa bicara, duduk, berjalan, dan lain sebagainya. Perkembangan anak tidak dapat diukur dengan alat, tetapi melihat dari cara Si Kecil beraktivitas, bersikap, dan bicara. \n\n \n\n Lantas apa yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak? \n\n \n\n Tumbuh kembang anak usia dini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri dari usia, genetik, kromosom, ras, dan jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi stimulasi orangtua, keadaan ekonomi, sosial, dan nutrisi. \n\n \n\n Di periode emas anak, Anda harus lebih jeli dan cermat dalam memantau tumbuh kembang anak, karena akan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak selanjutnya. Dengan pantauan dan stimulasi yang tepat, tumbuh kembang anak akan optimal dan kelainan tumbuh kembang anak dapat dicegah sejak dini. \n\n \n\n Komponen Tumbuh Kembang Anak \n\n \n\n Tumbuh kembang anak memiliki empat komponen, yaitu, motorik kasar, motorik halus, sensorik, dan personal sosial. \n\n \n\n 1. Motorik kasar meliputi gerakan yang mulai dilakukan setiap anggota gerak tubuhnya, seperti berdisi, berlari, dan lainnya. \n\n \n\n 2. Motorik halus merupakan sentuhan yang mulai ditunjukkan, seperti usaha untuk meraih suatu benda yang ada di sekitarnya. \n\n \n\n 3. Kemampuan sensorik memperlihatkan bayi mulai mengeluarkan suara seperti ocehan seakan ingin menyampaikan sesuatu. \n\n \n\n 4. Kemampuan personal sosial lebih kepada kondisi lingkungan sekitar tempat ia tinggal. \n\n \n\n Keempat komponen ini harus dikawal sedini mungkin oleh para orangtua. Jika melihat ada hal yang janggal, hendaknya segera konsultasikan dengan pihak medis. \n\n \n\n Permasalahan yang dapat timbuh pada keempat komponen tumbuh kembang anak dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, yaitu: \n\n \n\n 1. Faktor turunan atau gen, contohnya anak yang mengidap down syndrom akan sulit untuk diobati. \n\n \n\n 2. Faktor lingkungan. Ketika anak tumbuh di lingkungan yang sunyi dan sepi dapat memengaruhi cara komunikasi anak yang nantinya cenderung jadi pendiam dan enggan untuk berbicara. Kondisi tersebut dapat diobati dengan rekayasa lingkungan melalui program terapi. \n\n \n\n 3. Faktor virus yang menyerang saat kehamilan dapat ditanggulangi dengan terapi. Ketika ada anak yang terlambat bicara atau bergerak, maka akan dilakukan intervensi untuk melatih anak tersebut. \n\n \n\n Tips Mengawal Tumbuh Kembang Anak \n\n \n\n 1. Kawal Tumbuh Kembang Anak Sejak Bayi \n\n Mengawal pertumbuhan dan perkembangan anak harus dilakukan oleh orangtua sejak dini. Apabila terlambat dalam menemukan kejanggalan dalam tumbuh kembang anak, maka dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak. \n\n \n\n 2. Jaga Nutrisi \n\n Jaga nutrisi tubuh agar tubuh dapat berkembang secara optimal dengan menjaga asupan dan pola makan, serta berolahraga. \n\n \n\n 3. Seimbangkan Aktivitas \n\n Para orangtua hendaknya jangan memandang anak sebagai orang dewasa mini yang artinya menghendaki anak agar melakukan sesuai keinginan orangtua dan memaksakan anak untuk beraktivitas seperti belajar mulai dari pagi hingga malam hari, karena akan menganggu proses tumbuh kembang, serta dapat memengaruhi tingkat stres anak. \n\n \n\n 4. Beri Stimulasi yang Tepat \n\n Dalam rangka mengawal tumbuh kembang anak, Anda juga perlu memberikan stimulai yang tepat seperti memberikan permainan yang sesuai dengan usia anak. Beri anak ruang untuk eksplorasi dengan lingkungannya agar mencapai tumbuh kembang yang optimal. \n\n \n\n \n\n Pantau terus tumbuh kembang Si Kecil sejak dalam masa kandungan hingga 1000 hari pertama kehidupannya agar Si Kecil dapat tumbuh optimal dan baik. \n\n \n\n \n\n \n\n Narasumber : dr. Ikhsan Ali, M.Kes, Sp.A \n\n \n\n Spesialis Anak (Pediatri) \n\n \n\n Untuk membuat janji silahkan klik link berikut ini :https://www.herminahospitals.com/doctors/dr-ikhsan-ali-m-kes-sp-a \n\n \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Depok<\/a><\/li>
- 26 April 2021<\/li><\/ul><\/div>
Pentingnya Kedekatan Emosional Antara Anak dan Ibu<\/a><\/h3>
Tahukah Anda, bahwa kebutuhan dasar psikologis seorang anak adalah memiliki kedekatan dan hubungan yang hangat dengan figur ibu, terutama saat bayi hingga masa kanak-kanak berakhir (usia 12 tahun). \n\n \n\n Ketika anak merasa tidak nyaman; sakit, lapar, lelah, takut, marah, sedih, khawatir, atau kecewa, bagaimana cara seorang ibu merespon sangatlah penting. Apakah dengan cara-cara yang mendukung kedekatan emosional seperti; mengajak bicara baik-baik, bersikap hangat dan lembut, menenangkan, menghibur, membelai, memeluk, memberikan pilihan, perhatian, kasih sayang, dan rasa aman? Atau bahkan Ibu merespon dengan cara sebaliknya seperti berbicara dengan nada yang tinggi, kasar, ketus, dingin, tidak menanggapi, atau mungkin melakukan tindakan kekerasan secara verbal maupun fisik. \n\n \n\n Semua ini memberi suatu wawasan dan pemahaman kepada anak tentang bagaimana respon yang tepat untuk mengatasi tekanan di kemudian hari. Ini menjadi pondasi dasar dari kemampuan seseorang dalam bertahan, menghadapi, dan mengatasi stress. Pengalaman awal seorang anak dengan ibu atau figur pengganti ibu akan memengaruhi kemampuannya dalam mengatasi situasi penuh tekanan di masa perkembangan berikutnya. \n\n \n\n Apabila sikap ibu dingin, sedikit bicara, mudah marah, tidak punya waktu, terlalu keras, otoriter, atau bahkan tidak mampu memberikan perlindungan dan rasa aman kepada anak, maka yang terjadi adalah anak kurang mendapatkan bekal keterampilan untuk mengatasi tekanan. Anak menjadi rentan terhadap stress dan kecemasan. \n\n \n\n Maka, bagi para ibu, berikanlah waktu, energi, serta tunjukan cintamu kepada anak melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan. Interaksi dua arah yang positif, intens, dan berkualitas akan membangun kedekatan emosional anak dengan ibunya. Anak mendapatkan ketenangan, rasa aman, serta pengetahuan yang berguna sehingga ia mampu mengatasi dan mengelola berbagai tekanan di kemudian hari. \n\n \n\n Untuk para ibu, berikut adalah tips untuk membangun kedekatan emosional dengan anak: \n\n - Berdamailah dengan pengalaman hidup dan juga masalah saat ini, sehingga ruang kesabaran menjadi lebih luas \n\n - Belajarlah mengelola emosi lebih baik agar diri dapat tetap bersikap tenang, terkendali, dan mampu temukan cara yang efektif dalam mendampingi ananda \n\n - Luangkan waktu untuk bermain atau menghabiskan waktu Bersama anak minimal 1 jam/hari \n\n - Bangunlah komunikasi positif dua arah bersama ananda, sehingga tidak hanya pertanyaan rutin, instruksi, serta nasehat yang kerap ia dengar saat sedang bersama \n\n - Dengarkan pula cerita dan keluh kesahnya tanpa menggunakan kata-kata yang menghakimi, sehingga ia dapat memercayai dan menjadikan ibu sebagai teman baiknya \n\n - Ucapkan kata-kata yang menunjukkan rasa sayang dan bagaimana bangganya ibu kepadanya. Berikan ia pelukan. Semuanya sesering ibu bisa. \n\n - Pahami apa kebutuhannya, sesuaikan ekspektasi terhadapnya, dan hargai hasil usahanya. \n\n - Berbaik hati lah pada diri sendiri. Izinkan diri terus belajar, mencoba, dan gagal, mencoba lagi, dan terus berproses menjadi seorang ibu dan pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya. \n\n \n\n Jangan pernah menyepelekan waktu bersama anak. Sebisa mungkin manfaatkan waktu yang ada dan selalu bermain dengannya, karena tanpa disadari, waktu berjalan begitu cepat dan anak tumbuh dengan pesat menjadi remaja dan dewasa. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 26 April 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 16 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 19 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 25 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 29 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 18 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 19 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>