- Hermina Manado<\/a><\/li>
- 24 Februari 2024<\/li><\/ul><\/div>
Ingat Bunda Jangan Lewatkan Vaksinasi Lengkap Pada Bayi Tercinta<\/a><\/h3>
Bayi yang baru lahir sangat rentan terinfeksi berbagai penyakit dikarenakan sistem kekebalan tubuh bayi belum terbentuk dengan sempurna, sehingga pemenuhan vaksinasi dasar bagi bayi menjadi prioritas yang tidak boleh kita lewatkan. Kementerian Kesehatan Indonesia dan Ikatan Dokter Anak Indonesia sudah mengeluarkan beberapa daftar vaksinasi lengkap yang direkomendasikan untuk dapat diberikan pada bayi selama masa pertumbuhan. \n\n \n\n Vaksinasi itu sendiri merupakan proses pemberian vaksin kepada bayi dengan cara disuntikan atau diabetes ke dalam mulut yang bertujuan untuk merangsang pembentukan antibodi pada anak yang dapat menjadi penghalang anak terinfeksi dari penyakit-penyakit tertentu. Namun tidak hanya bermanfaat pada bayi kita, dengan kita memberikan vaksin lengkap itu akan melindungi seluruh masyarakat dikarenakan vaksinasi dapat membantu meminimalisir penyebaran penyakit. \n\n \n\n Manfaat Vaksinasi : \n\n \n Vaksinasi pada bayi dapat menyelamatkan hidup dikemudian hari \n Mencegah bayi dan anak dari penyakit menular yang dapat mengancam nyawa \n Melindungi orang-orang dari penyebaran penyakit \n Membantu pertumbuhan anak menjadi lebih optimal \n Membuat kekebalan tubuh anak menjadi terbentuk dengan baik \n Melindungi kesehatan dan memberikan rasa aman pada masyarakat \n \n\n \n\n Pada pertengahan tahun 2023, dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengeluarkan rekomendasi Jadwal Imunisasi IDAI tahun 2023 yang bisa menjadi referensi bagi orang tua untuk dapat memberikan vaksinasi lengkap. Dengan dibuatnya jadwal imunisasi IDAI tahun 2023 bertujuan untuk dapat mempermudah tenaga kesehatan untuk pelaksanaan vaksinasi dan juga terutama bagi orang tua agar tidak terlewatkan jadwal imunisasi bagi bayi tercinta. \n\n \n\n Biasanya pada bayi yang baru selesai diberikan vaksin akan menunjukan beberapa reaksi pada tubuh, seperti demam ataupun gejala lainnya yang dapat terjadi setelah vaksinasi. Perlu diketahui oleh para orang tua bahwa kondisi ini normal karena tubuh akan tetap bekerja untuk produksi antibodi bagi tubuh anak. Untuk pemberian vaksinasi sendiri dapat dilakukan di fasilitas kesehatan terdekat dan juga dapat dilakukan pada poliklinik anak di RS Hermina Manado. \n\n \n\n Berikut penyebab dari demam yang terjadi setelah vaksinasi: \n\n \n Reaksi imun, dikarenakan vaksin yang diberikan akan merangsang kekebalan tubuh pada bayi atau anak sehingga terbentuknya imun yang dapat memberikan kekebalan pada beberapa penyakit \n Respon tubuh, dikarenakan pada saat pemberian vaksin tubuh anak akan memberikan respon terutama pada beberapa bahan didalamnya, seperti protein ataupun adjuvan yang dapat memicu respon yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. \n \n\n \n\n \n\n Referensi jadwal imunisasi anak rekomendasi IDAI tahun 2023 \n\n Sumber Foto : https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Mutiara Bunda Salatiga<\/a><\/li>
- 21 Desember 2023<\/li><\/ul><\/div>
Mengatasi Keraguan tentang Vaksin untuk Membangun Kesehatan Bersama<\/a><\/h3>
Keraguan terhadap vaksin merupakan tantangan serius yang dihadapi dalam upaya pencegahan penyakit. Faktor pemicu keraguan ini meliputi informasi yang kurang akurat atau ketidak pahaman akan keamanan serta manfaat vaksinasi. Artikel ini bertujuan untuk memberikan sudut pandang yang lebih holistik, dengan melibatkan perspektif tenaga kesehatan, guna merespons kekhawatiran masyarakat. Harapannya, artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang urgensi vaksinasi dalam melindungi kesehatan individu dan membangun keberlanjutan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. \n\n Upaya Pemerintah dan Program Vaksinasi di Indonesia: \n\n Pemerintah Indonesia telah gencar dalam meningkatkan cakupan vaksinasi melalui strategi yang terintegrasi, termasuk sosialisasi, edukasi, dan kemitraan dengan sektor masyarakat dan swasta. Dua program utama, yaitu Program Imunisasi Dasar Lengkap (PIDL) dan Program Imunisasi Rutin (PIR), menjadi pilar utama dalam memberikan perlindungan menyeluruh. \n\n 1. Program Imunisasi Dasar Lengkap (PIDL): \n Program ini tidak hanya menawarkan vaksinasi sebagai langkah preventif, tetapi juga sebagai momen khusus dalam perjalanan kesehatan anak-anak. Dengan merancang program "Vaksinasi Sebagai Pahlawan Kecil," pemerintah berupaya memberikan pengalaman yang positif dan bermakna, membangun kesadaran akan pentingnya kekebalan tubuh. \n\n 2. Program Imunisasi Rutin (PIR): \n PIR tidak hanya berfokus pada penyediaan vaksin, tetapi juga memperkenalkan konsep "Vaksinasi Plus," yang melibatkan masyarakat umum dalam kampanye penyuluhan dan kegiatan bersama. Hal ini bertujuan untuk menciptakan ikatan emosional antara masyarakat dan program vaksinasi, meningkatkan partisipasi aktif. \n\n Tujuan Program Vaksinasi di Indonesia: \n\n Tujuan program vaksinasi di Indonesia tidak hanya mencakup pencegahan penyakit dan peningkatan kualitas hidup, tetapi juga melibatkan masyarakat sebagai mitra aktif dalam meraih tujuan tersebut. Konsep "Kesehatan Bersama" diperkenalkan sebagai bagian integral dari tujuan, mengajak masyarakat untuk berkontribusi secara positif pada kesehatan diri dan lingkungan. \n\n Keberhasilan dan Tantangan: \n\n Meskipun berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian, tantangan tetap ada. Program "Dokter Keliling Vaksinasi" diusulkan sebagai langkah inovatif untuk meningkatkan cakupan, mengatasi kendala geografis, dan memberikan edukasi langsung kepada masyarakat yang sulit dijangkau. \n\n Kesimpulan: \n\n Dengan pemahaman mendalam terhadap manfaat vaksinasi, diharapkan masyarakat dapat mengatasi keraguan dan mendukung program vaksinasi. Artikel ini mendorong partisipasi aktif, mengajak masyarakat untuk merayakan keberhasilan bersama dan membentuk fondasi yang kokoh bagi kesehatan bersama yang berkelanjutan. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Periuk Tangerang<\/a><\/li>
- 12 Juli 2023<\/li><\/ul><\/div>
Pentingnya Imunisasi untuk Anak<\/a><\/h3>
Tujuan imunisasi \n\n Mencegah penyakit infeksi yang berbahaya sebelum penyakit tersebut menular di masyarakat. \n\n Bagaimana kerja vaksin? \n\n Imunisasi à tubuh membentuk imunitas à sistem imun akan membentuk kekebalan spesifik terhadap penyakit tertentu. \n\n Pada masa depan, apabila anak tertular oleh penyakit tersebut, anak tidak akan sakit oleh karena sistem kekebalan tubuh akan segera bereaksi cepat melawan penyakit tersebut. \n\n Mengapa anak harus diimunisasi? \n\n \n Imunisasi adalah upaya yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit yang banyak beredar di masyarakat. Keuntungan imunisasi sangat besar apabila dibandingkan dengan risiko efek samping vaksin yang sangat kecil. \n Jika cukup banyak orang dalam masyarakat mendapat imunisasi, maka infeksi tidak akan lama lagi menyebar dari orang kepada orang lain. \n Anak yang telah diimunisasi jika terkena penyakit pada umumnya ringan. \n \n\n \n\n Mengapa anak perlu mendapat imunisasi begitu banyak? \n\n Beberapa imunisasi diperlukan dalam awal tahun kehidupan seorang anak untuk mencegah penyakit yang berbahaya. Semakin banyak penyakit yang dapat dicegah, akan semakin tinggi kemungkinan anak hidup dengan kualitas tumbuh kembang yang lebih baik. \n\n Sistem imun bayi belum matang (imatur). Sistem imun bayi belum dapat bekerja sebaik pada anak yang lebih besar atau orang dewasa, sehingga imunisasi perlu diulang. \n\n Apakah imunisasi aman? \n\n Beberapa anak dapat mengalami efek samping vaksin yang ringan, terjadi dalam waktu 1-2 hari setelah mendapat imunisasi dan segera sembuh tanpa harus mendapat obat. \n\n Efek samping yang tersering adalah kemerahan, bengkak, nyeri di tempat bekas suntikan, dan dapat disertai demam ringan atau rewel. \n\n Cara penanganan : \n\n \n Berikan minum lebih banyak \n Jangan memakai baju tebal \n Apabila perlu, dapat diberikan paracetamol untuk menurunkan demam. \n \n\n Perlu diingat bahwa vaksin yang tersedia saat ini sangat aman dibandingkan jika anak harus menderita penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. \n\n \n\n Berapa lama imunisasi akan memberikan kekebalan? \n\n Secara umum, imunisasi akan menghasilkan kekebalan setelah 2 minggu diberikan. Berarti, pencegahan terhadap penyakit tersebut tidak segera didapat setelah anak mendapat imunisasi. Beberapa imunisasi perlu diberikan pengulangan beberapa kali untuk mendapatkan pencegahan jangka panjang. \n\n \n\n Apa akibat jika imunisasi terlambat? \n\n Jadwal imunisasi telah disusun dengan memperhatikan waktu yang tepat kapan seorang anak harus dilindungi terhadap penyakit infeksi yang berbahaya. Apabila terlambat memberikan imunisasi pada umur yang seharusnya, anak akan rentan terhadap penularan penyakit. \n\n Untuk imunisasi yang harus diberikan beberapa kali, jarak antara kedua imunisasi 4-8 minggu. Apabila terlalu jauh, kekebalan yang terbentuk tidak maksimal. \n\n \n\n Apakah imunisasi terlambat harus diulang? \n\n Jika disadari bahwa imunisasi terlambat, segaralah datang ke fasilitas kesehatan dan mintalah imunisasi yang tertinggal. \n\n \n\n Sahabat Hermina, \n\n Imunisasi anak adalah pemberian vaksin kepada anak untuk mencegah penularan penyakit tertentu. Vaksin adalah zat yang berfungsi membantu membentuk kekebalan tubuh atau imunitas terhadap infeksi sejumlah penyakit menular. \n\n \n\n RS Hermina Periuk Tangerang melayani Imunisasi atau Vaksinasi Anak. \n\n Informasi dan Pendaftaran hubungi: \n\n (021) 29432525 \n\n 0857-8268-2142 (WA) \n\n _ \n\n Stay healthy Teman Hermina \n\n _ \n\n Nikmati kemudahan pendaftaran melalui : \n\n 1. Hermina Mobile Aplikasi (tersedia di Playstore/Appstore) \n\n 2. Website : www.herminahospitals.com \n\n 3. Call Center : 1500488 \n\n 4. Halodoc \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bogor<\/a><\/li>
- 26 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
Virus Mematikan yang Mengintai dalam Gigitan Hewan (Rabies)<\/a><\/h3>
Waspada gigitan dari hewan bisa berdampak buruk jika hewan yang menggigit tersebut terinfeksi virus rabies. Tidak hanya melalui gigitan penularan rabies juga dapat menular melalui cakaran hewan yang terinfeksi rabies, melalui cakaran maka virus bisa terbawa menembus kulit dan masuk ke dalam tubuh. \n\n \n\n Rabies adalah penyakit zoonosis yaitu penyakit yang menular melalui hewan ke manusia melalui air liur, gigitan dan cakaran hewan yang terinfeksi oleh virus rabies (lyssavirus). Virus rabies akan menyerang sistem saraf pusat dan dapat mengakibatkan radang otak dan kematian jika tidak diobati dengan secepat mungkin. Setelah virus rabies memasuki tubuh manusia, virus akan menyebar melalui saraf perifer menuju otak dan sumsum tulang belakang. Pada proses ini dapat memakan waktu yang bervariasi, antara beberapa minggu hingga beberapa bulan, tergantung pada jarak antara tempat virus memasuki tubuh dan otak. \n\n \n\n Gejala masa inkubasi virus rabies antara 4 sampai 12 minggu, setelah masa inkubasi orang yang tertular virus rabies akan mengalami beberapa gejala mirip flu, otot melemah, merasa terbakar atau kesemutan di area bekas gigitan, nyeri atau sakit kepala, demam, merasa gelisah, merasa terancam tanpa penyebab, halusinasi, insomnia, hingga kesulitan menelan makan atau minum serta produksi air liur berlebih. Gejala rabies pada manusia berkembang secara bertahap dengan dimulai gejala awal yang mirip flu lalu berkembang menjadi gangguan nuerologis. Meski berakibat fatal, penderita tetap memiliki peluang sembuh jika segera diobati setelah terpapar virus rabies. \n\n Pertolongan pertama yang bisa dilakukan jika baru saja terkena gigitan hewan yang terinfeksi virus, diantaranya: \n\n \n Jika luka terbukan atau ada perdarahan, dapat menekan area luka dengan kasa atau kain bersih yang sudah steril. \n Bersihkan luka gigitan atau cakaran hewan dengan air mengalir dan sabun dengan durasi waktu selama 10 sampai 15 menit. \n Lalu, oleskan cairan antiseptik dengan kandungan alkohol dengan kadar 70 persen atau povidone iodine ke area luka gigitan atau cakaran. \n Segera ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penangan yang tepat. \n \n\n Dokter akan memeriksa dan membersihkan luka gigitan atau cakaran hewan rabies, dan akan memberikan serum anti rabies (SAR) dan vaksin anti rabies (VAR). Bertujuan untuk membantu sistem imun atau kekebalan tubuh untuk melawan virus rabies sehingga infeksi pada otak dan kematian dapat dicegah. \n\n \n\n Tindakan pencegahan terhadap infeksi virus rabies adalah dengan cara mengurang faktor risiko dengan cara yaitu: \n\n \n Melakukan suntik vaksin anti rabies kepada hewan peliharaan. \n Menjaga kontak langsung dari hewan yang berpotensi terinfeksi virus rabies \n Menjaga hewan perliharan untuk tidak berinteraksi dengan hewan asing atau liar \n Melaporkan ke petugas kesehatan jika menemui seseorang atau hewan yang mengalami gejala rabies \n Dan mendapatkan vaksinasi dan serum untuk diri sendiri \n \n\n \n\n Oleh karena itu, perlu diwaspadai bahwa gigitan dari hewan yang terinfeksi virus rabies dapat berdampak buruk bagi kesehatan hingga kematian. Jika Sahabat Hermina terkena gigitan hewan yang terinfeksi virus rabies jangan lah ragu untuk segera datang ke rumah sakit agar mendapatkan penanganan yang tepat. Dan untuk pencegahan, disarankan untuk melakukan vaksinasi pada hewan peliharaan dan menghindari kontak langsung dengan hewan yang berpotensi terinfeksi virus rabies. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Arcamanik<\/a><\/li>
- 11 Januari 2023<\/li><\/ul><\/div>
Pentingnya Imunisasi Pada Anak, Yuk Kejar Imunisasi Yang Tertunda<\/a><\/h3>
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. \n\n Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.Terdapat 12 (dua belas) macam Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) pada program imunisasi nasional, yaitu difteri, pertusis, tetanus, tuberkulosis, campak, rubella, poliomielitis, hepatitis B, meningitis, pneumonia, japanese encephalitis, human papiloma virus. \n\n Tujuan Imunisasi secara umum yaitu menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Tujuan secara khusus yaitu tercapainya cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada bayi sesuai target RPJMN, Tercapainya Universal Child Immunization/UCI (Persentase minimal 80% bayi yang mendapat IDL disuatu desa/kelurahan) di seluruh desa/kelurahan, tercapainya target imunisasi lanjutan pada anak umur di bawah dua tahun (baduta) dan pada anak usia sekolah dasar serta Wanita Usia Subur (WUS), tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi, tercapainya perlindungan optimal kepada masyarakat yang akan bepergian ke daerah endemis penyakit tertentu, terselenggaranya pemberian Imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah medis (safety injection practice and waste disposal management). \n\n Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. \n\n Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus-menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar adalah imunisasi yang diberikan pada bayi berusia 0-1 tahun, yang antara lain terdiri dari vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG), Pentabio (DPT/Difteri Pertusis Tetanus, Hepatitis B, dan Haemophilus influenzae tipe), Hepatitis B, Vaksin Polio Oral (OPV), Vaksin Polio Inaktif (IPV), dan Vaksin Campak. \n\n Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi ini diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun (batita), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur. Imunisasi lanjutan antara lain terdiri dari vaksin DT, Td, dan TT. \n\n Imunisasi tambahan diberikan kepada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Kegiatan imunisasi tambahan antara lain adalah Backlog fighting, Crash program, PIN (Pekan Imunisasi Nasional), Sub-PIN, Catch up Campaign campak dan Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response Immunization/ORI). \n\n Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umrah, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa. Jenis imunisasi khusus, antara lain terdiri atas Imunisasi Meningitis, Meningokokus, Imunisasi Demam Kuning, dan Imunisasi Anti-Rabies. \n\n Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu, yaitu vaksin MMR, Hib, Tifoid, Varisela, Hepatitis A, Influenza, Pneumokokus, Rotavirus, Japanese Ensephalitis, dan HPV. \n\n Secepatnya lakukan imunisasi anak dan lengkapi sesuai jadwal dan sesuai kategori umurnya untuk mencapai perlindungan yang optimal dalam kurun waktu panjang. \n\n Sahabat Hermina yang ingin mendapatkan layanan vaksin anak di RS Hermina Arcamanik, silahkan cek jadwal pelayanan atau hubungi ke call center di 1500 488 atau biasa menghubungi ke 0896 7270 1027. \n\n Download aplikasi Hermina Mobile Apps untuk memudahkan akses kesehatan dan pendaftaran ke RS Hermina Arcamanik. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina OPI Jakabaring<\/a><\/li>
- 21 Juli 2022<\/li><\/ul><\/div>
SERBA SERBI IMUNISASI PADA ANAK<\/a><\/h3>
Imunisasi adalah upaya membuat individu menjadi kebal terhadap suatu penyakit infeksi yang bertujuan untuk melindungi individu terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, mengurangi prevalensi penyakit pada masyarakat dan akhirnya mengeradikasi penyakit tersebut. \n\n Imunisasi terdiri dari imunisasi pasif dan aktif. Imunisasi pasif diperoleh dengan pemberian atau transfer antibodi spesifik, dimana proteksi segera terjadi setelah pemberian antibodi. Imunisasi pasif yang diperoleh secara alami adalah transfer antibodi (imunoglobulin G) dari ibu kepada janin pada kehamilan trimester ketiga melalui plasenta, atau transfer antibodi (imunoglobulin A) melalui kolostrum. Contoh imunisasi pasif yang diperoleh secara buatan adalah pemberian HBIg (hepatitis B immune globuline) pada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif. Sementara imunisasi aktif diperoleh dari masuknya kuman patogen ke dalam tubuh, yang dapat diperoleh secara alamiah yang mengakibatkan infeksi dan selanjutnya menimbulkan respons imun protektif terhadap kuman tersebut bila terpajan kembali di kemudian hari. \n\n Vaksin adalah suatu produk yang merangsang sistem kekebalan tubuh untuk membuat kekebalan terhadap penyakit tertentu dan melindungi individu dari penyakit tersebut. Secara garis besar vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup (live attenuated) dan vaksin inaktif (inactivated). Vaksin hidup dibuat dengan memodifikasi virus dan bakteri sehingga masih bisa bereplikasi dan menimbulkan antibodi namun tidak menimbulkan penyakit. \n\n Imunisasi harus diberikan sesuai jadwal yang dianjurkan untuk mendapatkan respons imun yang optimal. Dalam program imunisasi nasional, imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar meliputi imunisasi Hepatitis B, Bacillus Calmette Guerin (BCG), Diphtheria-Tetanus-Pertussis-Hepatitis B-Haemophilus Influenza type B (DTP-HB-Hib), Polio, dan Campak. Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. (Tabel 1 dan 2) \n\n Imunisasi yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), adalah imunisasi program nasional ditambah dengan vaksin pneumokokus, rotavirus, MMR, hepatitis A, influenza, tifoid, varicella, dan human papilloma virus. Imunisasi tersebut disebut sebagai imunisasi pilihan yang merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi dari penyakit menular tertentu. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 25 April 2022<\/li><\/ul><\/div>
Vaksin MMR dapat menimbulkan autisme, fakta atau Mitos?<\/a><\/h3>
Apa itu vaksin MMR? \n\n Vaksin MMR (Measles, Mumps and Rubella) memberikan perlindungan terhadap tiga infeksi virus yang parah: Campak, Gondong, dan Rubella. Sebelum vaksin MMR ditemukan, penyakit ini sangat menular dan umumnya dialami oleh anak-anak. Efek samping yang paling parah dari penyakit Campak, Gondong, Rubella, termasuk pneumonia, meningitis atau Congenital Rubella Syndrome, yang disebabkan oleh infeksi virus rubella pada ibu selama kehamilan. \n\n \n\n Vaksinasi MMR yang tersedia di Indonesia mengandung campuran dari ketiga virus tersebut, namun berupa virus hidup yang telah dilemahkan, sehingga mampu merangsang sistem kekebalan namun tidak cukup kuat untuk memicu infeksi pada orang sehat. Seperti layaknnya jenis vaksinasi yang mengandung kuman hidup dilemahkan dapat menimbulkan efek samping yang paling umum yaitu demam, bengkak area suntik, dan ruam ringan. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) untuk vaksinasi MMR adalah usia 18 bulan. Vaksin ini menjadi vaksin lanjutan pasca vaksinasi wajib dasar MR (Measle Rubella) yang diberikan pada usia 9 bulan. Pada usia 18 bulan, anak-anak seharusnya mendapatkan ulangan dari Vaksinasi MR ataupun dalam bentuk MMR. Perbedaan dari kedua vaksin ini adalah, tidak adanya proteksi terhadap penyakit gondong pada vaksinasi MR. \n\n \n\n Tentu saja MMR adalah vaksinasi yang lebih lengkap dan dapat menjadi pilihan lebih baik bila tersedia di institusi kesehatan dan terjangkau dari segi ekonomis. Walaupun demikian, tak jarang orangtua pasien enggan membawa anaknya utk mendapatkan vaksinasi MMR dengan alasan takut anak jadi terlambat bicara atau autisme. Untuk dapat mengerti lebih jauh apakah alasan ketakutan ini merupakan mitos atau fakta kita akan mempelajari lebih lanjut tentang latar belakang vaksinasi MMR. \n\n \n\n Ketakutan terhadap Imunisasi MMR \n\n Tidak lama setelah vaksinasi MMR diperkenalkan ke publik, kesalahpahaman bahwa penggunaan MMR akan memicu perilaku autis dan regresi bicara mulai beredar. Pada bulan Februari 1998, seorang dokter yang juga adalah aktivis anti-vaksin Andrew Wakefield menerbitkan sebuah artikel yang menghubungkan imunisasi dari vaksin MMR dengan perkembangan penyakit autisme pada anak-anak di Lancet, sebuah jurnal kedokteran terkemuka, Pada waktu itu, hal ini menyebabkan kekhawatiran yang cukup besar dan memicu konflik di antara kelompok orangtua dan pembuat kebijakan mengenai risiko kesehatan dari vaksinasi MMR. Namun karena studi yang sifatnya hanya pengamatan pada 12 orang anak ini, sangat kecil jumlah subyek penelitiannya, maka dianggap tidak cukup kuat untuk menarik kesimpulan yang dimaksud. Karya ilmiah ini dikecam tak hanya dokter-dokter, namun juga para ilmuwan. Artikel ini lalu ditarik dari Lancet karena tidak berbasis cukup kuat dan menimbulkan keresahan di masyarakat. \n\n \n\n Teori Wakefield ini juga didiskreditkan oleh tim ilmuwan yang berafiliasi dengan American Academy of Pediatrics (AAP- Ikatan Dokter Anak Amerika).Para ilmuwan ini menunjukkan beberapa kekurangan dalam penelitian yang disebutkan di atas. Pertama, Wakefield mengklaim bahwa peradangan usus yang dipicu oleh vaksin telah menyebabkan perkembangan autisme, padahal pada kenyataannya, gejala usus diamati setelah, bukan sebelumnya, gejala autisme pada kelompok ujinya. Lalu, diagnosis autisme kongenital di Inggris baru saja dimulai ketika makalah ini ditulis, yaitu pada saat yang sama vaksin MMR diberikan kepada sekitar 90% populasi. Sehingga pengamatan yang ada belum cukup untuk menilai bahwa anak yang menderita autisme ini berhubungan dengan MMR. Studi Wakefield gagal menyebutkan apakah anak-anak ini telah didiagnosis autisme sebelum atau setelah menerima vaksin MMR, sehingga teori Wakefield akhirnya ditolak oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). \n\n Karena ulahnya, Dr. Wakefield yang bahkan bukan seorang dokter anak ini pun dikeluarkan dari Ikatan Kedokteran di Negaranya (Inggris), namun artikelnya yang telah membuat resah para orangtua ini seolah-olah membangkitkan mitos yang tak kunjung mudah diatasi hingga saat ini. Masih banyak orangtua yang mempercayai informasi dari mulut ke mulut dan tidak mempelajari sumber yang tepat. \n\n \n\n Fakta dari MMR dan Autisme \n\n Sampai saat ini sudah ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa MMR menyebabkan autisme atau terlambat bicara adalah mitos, dan tidak berbasis ilmiah. Tidak ada bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan kuat antara vaksin MMR dan autisme. \n\n \n\n Sebuah penelitian di Denmark yang dilakukan pada tahun 2002 oleh ahli epidemiologi Dr. Kreesten Meldgaard Madsen membuktikan bahwa risiko perkembangan autisme pada anak-anak yang divaksinasi dan yang tidak divaksinasi adalah sama. Penulis makalah penelitian ini menemukan bahwa tidak ada peningkatan risiko gangguan spektrum autisme di antara anak-anak yang divaksinasi dibandingkan dengan anak-anak yang tidak divaksinasi. Selain itu, mereka membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara perkembangan autisme dan usia saat vaksinasi dilakukan (Tanne, 2002). \n\n \n\n Studi lain yang dilakukan oleh peneliti Luke Taylor menyangkal korelasi antara vaksin MMR dan autisme dengan merangkum bukti yang tersedia dari studi kasus-kontrol (studi yang mengidentifikasi dan membandingkan dua kelompok yang ada dengan hasil yang berbeda). Lima studi kasus-kontrol yang melibatkan lebih dari 1.200.000 anak-anak dimasukkan dalam analisis ini, dan data menunjukkan tidak ada hubungan antara vaksinasi MMR dan autisme atau gangguan spektrum autisme. Demikian pula, data kasus-kontrol tidak menemukan bukti peningkatan risiko autisme setelah terpapar komponen vaksin MMR, seperti merkuri atau thimerosal (Taylor, Swerdfeger, & Eslick, 2004). \n\n \n\n Akhirnya, sebuah penelitian terkini terhadap 650.000 anak yang baru dilakukan 3 tahun yang lalu telah mengkonfirmasi sekali lagi bahwa vaksin MMR tidak meningkatkan risiko perkembangan autisme. Dari semua anak, total 6.500 anak yang divaksinasi dan tidak divaksinasi didiagnosis autisme. Anak-anak yang diberikan vaksin MMR tidak mungkin lagi dinyatakan autis dibandingkan dengan anak yang tidak menerima vaksin (NewScientist, 2019). \n\n \n\n Semua studi ini menambahkan bukti yang sudah sangat banyak bahwa vaksinasi aman dan penting untuk memberikan perlindungan terhadap banyak penyakit menular. Meskipun demikian, klaim yang tidak dapat diandalkan tentang vaksin terus menyebar, menyebabkan penurunan besar dalam tingkat vaksinasi di seluruh dunia. \n\n \n\n Akibat dari turunnya cakupan vaksinasi MMR, beberapa negara termasuk Indonesia mengalami peningkatan dalam pelaporan jumlah kasus campak. Campak dapat membunuh satu dari 3.000 anak, bahkan di negara maju sekalipun. Penyakit ini bahkan dapat menyebabkan ensefalitis pada satu dari 2.000 anak dan pneumonia pada satu dari 20 anak. Angka 1 dibanding 2000 atau 3000 adalah sebuah rasio yang kecil, tetapi bila angka 1 itu adalah buah hati yang kita sayangi tentu amat sangat disayangkan, apalagi jika proteksi telah tersedia. \n\n \n\n Kini tinggalah pilihan kita sebagai orangtua sebagai pengambil keputusan, apakah kita sebaiknya mempercayai mitos atau fakta dalam mengambil langkah tepat demi anak-anak tercinta. \n\n \n\n Greta Lee & Mirari Judio \n\n (Greta Lee - Siswa SMA ACS Jakarta (International School)) \n(Mirari Judio - Dokter Spesialis Anak, pemerhati Tumbuh Kembang anak) \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
Sudah Vaksinasi Masih Bisa Tertular Covid-19?<\/a><\/h3>
Meskipun belakangan ini program vaksinasi terus berjalan, namun kasus positif Covid-19 terus meningkat, bukan sebaliknya. Hal ini tentunya menjadi pertanyaan publik. Lantas apa gunanya vaksin jika seharusnya pemberian vaksin merupakan salah satu upaya yang dinilai paling efektif memutuskan mata rantai penularan virus corona pada masa pandemi Covid-19 ini? \n\n \n\n Vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) yaitu sistem imun di dalam tubuh. Vaksinasi Covid-19 dilakukan sebagai upaya untuk menurunkan tingkat kesakitan dan angka kematian serta mendorong terbentuknya kekebalan kelompok atau Herd Immunity. Berikut dijelaskan beberapa manfaat dari Vaksinasi Covid-19: \n\n \n\n 1. Herd Immunity \n\n Kekebalan kelompok adalah suatu bentuk perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang terjadi ketika sebagian besar populasi menjadi kebal terhadap infeksi, baik melalui infeksi sebelumnya maupun dari vaksinasi, sehingga individu yang tidak kebal ikut terlindungi. Tujuan lain di vaksinasi corona adalah mencapai Herd Immunity. Dibutuhkan cakupan vaksinasi yang tinggi jika ingin segera mencapai Herd Immunity. Kemenkes RI, dikutip dari situs resminya menjelaskan bahwa “Kekebalan kelompok inilah yang menyebabkan proteksi silang, dimana orang tetap sehat meskipun tidak di vaksinasi, karena orang lain di tempat tinggalnya sudah mendapatkan vaksinasi lengkap.” \n\n \n\n Melalui program vaksinasi corona, seseorang juga bisa melindungi orang di sekitar yang beresiko fatal jika terinfeksi virus tersebut, misalnya lansia, orang dengan penyakit penyerta, hingga ibu hamil, sehingga vaksinasi corona bisa membantu melindungi orang sekitar yang beresiko tinggi tertular Covid-19. \n\n \n\n 2. Menurunkan Angka Kasus Positif dan Kematian akibat Covid-19 \n\n Seperti yang disebutkan sebelumnya, vaksin Covid-19 dapat memicu sistem imunitas tubuh untuk melawan virus corona. Dengan begitu, resiko untuk terinfeksi virus ini akan jauh lebih kecil. Kalaupun seseorang yang sudah di vaksin tertular Covid-19, vaksin tersebut bisa mencegah terjadinya gejala yang berat dan komplikasi. Vaksinasi corona memang tidak menjamin terbebas dari Covid-19, namun orang yang sudah divaksinasi corona dapat terhindar dari resiko gejala Covid-19 yang berat hingga fatal seperti kematian. Dengan begitu, jumlah orang yang sakit atau meninggal karena Covid-19 akan menurun. \n\n \n\n 3. Mencegah Covid-19 Terus Bereplikasi \n\n Virus adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang biak jika berada dalam inangnya. Dikutip dari Mayo Clinic, divaksinasi corona mencegah kemungkinan Covid-19 terus menyebar dan bereplikasi. Mutasi corona baru yang terus muncul dikhawatirkan menjadi lebih “kebal” pada vaksin Corona. Untuk itu sebelum hal tersebut terjadi, ada baiknya kita secara bersama-sama mencegah terjadinya hal tersebut dengan cara melakukan vaksinasi. \n\n \n\n 4. Meminimalisir Dampak Ekonomi dan Sosial \n\n Manfaat Vaksin Covid-19 tidak hanya untuk sektor kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi dan sosial. Jika sebagian besar masyarakat sudah memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik untuk melawan penyakit Covid-19, maka kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat bisa kembali seperti sediakala. \n\n \n\n \n\n Nah, demikianlah beberapa manfaat dari vaksinasi. Jadi, meskipun sudah divaksinasi, tetapi tetap terinfeksi, jangan berkecil hati, setidaknya gejala fatal sudah terhindari. Semoga kita semua senantiasa terlindungi dan pandemi segera teratasi melalui program vaksinasi. \n\n \n\n \n\n \n\n Credit: dinkesprovkepri.org \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
Beda Pola Demam Dengue dengan Demam Covid-19<\/a><\/h3>
Pandemi Covid-19 telah berlangsung sekitar 1,5 tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, pemahaman para dokter dan ilmuwan kesehatan terhadap penyakit tersebut juga bertambah luas. Gejala-gejala yang muncul akibat infeksi Covid-19 pun semakin dipahami, baik dari segi jenis sakit yang dialami pasien maupun polanya. \n\n \n\n Salah satu gejala Covid-19 yang umum terjadi pada pasien ialah demam, selain batuk kering dan kelelahan. Masih ada banyak jenis gejala Covid-19 lainnya yang dialami oleh sebagian pasien, termasuk di kasus serius yang dapat berujung pada kematian. \n\n \n\n Dengue dan COVID-19 harus diwaspadai, pasalnya kedua penyakit tersebut memiliki salah satu gejala yang sama, yakni demam. Walaupun gejala demam terjadi di antara kedua penyakit tersebut namun polanya berbeda. \n\n \n\n Mengingat Covid-19 dan demam dengue sama-sama berpotensi memicu kematian, mengetahui perbedaan gejala demam di kedua kasus penyakit itu penting bagi masyarakat. \n\n \n\n \n\n Perbedaan Demam Dengue Dengan Demam Covid-19 \n\n \n\n Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI menjelaskan, pola demam antara dengue dan COVID-19 berbeda. Pada demam dengue fase demam itu terjadi akibat diremia, diremia artinya di dalam darah ada virus yang beredar. demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat karena penyebab demamnya itu ada terus dalam darah sampai biasanya kurang lebih 3 hari. \n\n \n\n Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun namun tidak lama kemudian demam akan naik lagi. Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas. Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demamnya terus ada di dalam darah. \n\n \n\n Berbeda dengan demam COVID-19, demam ini bisa disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan seperti sesak napas, batuk, susah menelan anosmia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau). \n\n \n\n Bedanya dengan COVID-19 adalah pada dengue pola demamnya mendadak dan langsung tinggi. \n\n \n\n Perlu dipahami juga bahwa sebelum seseorang mengalami demam dengue, akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu. Jadi penularan dengue tidak terjadi seketika tetapi ada masa inkubasinya selama 5-10 hari. \n\n \n\n Masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah, namun belum menimbulkan gejala sampai kemudian jumlah virus cukup banyak dan beredar di dalam darah kemudian menimbulkan penyakit atau demam. \n\n \n\n Pada pasien demam dengue biasanya mengalami sakit kepala yang khas yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata. \n\n \n\n Bagi anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut mendadak dan muka mengalami merah khas, tetapi pada COVID-19 gejala tidak membuat muka merah. yang dominan pada demam dengue adalah demam kemudian sakit kepala dan batuk pilek nya lebih ringan dibanding pada COVID-19. \n\n \n\n Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu infeksi terjadi di hari ke-3 sampai hari ke-6, itu masuk fase kritis yang bisa rawan karena dapat mengakibatkan kematian jika tidak diberikan cairan obat yang cukup. \n\n \n\n \n\n Masa Inkubasi \n\n \n\n Kemudian pada COVID-19, penyakit yang biasa dikeluhkan berupa demam, itu bisa sampai 5 sampai 7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak, serta saturasi oksigen nya menurun. Hal inilah yang dianggap berat untuk kasus COVID-19 pada anak. \n\n \n\n Lebih lanjut fase demam dengue antara lain dari hari kesatu sampai hari ketiga adalah fase demam, kemudian fase kritis antara hari ke-3 sampai ke-6, kemudian fase penyembuhan dari fase setelah hari ke-6. \n\n \n\n Pada fase demam ini anak demam tinggi dan biasanya menjadi malas minum sehingga yang harus diperhatikan adalah harus dipantau minumnya jangan sampai anak dehidrasi. \n\n Pada fase kritis di antara hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi kebocoran dari pembuluh darah yang bisa menyebabkan syok hipovolemik yang menyebabkan kan pembuluh darah bocor. Kalau cairan obat yang diberikan kurang maka kemungkinan akan menyebabkan kematian. Setelah hari ke-6 masuk ke fase penyembuhan. \n\n \n\n Berbeda pada kasus COVID-19, pada minggu pertama terjadi demam, kemudian menjelang akhir minggu pertama ini antara hari ke-5 sampai hari ke-7 mulai ada gejala gejala respiratorik seperti sesak, batuk pilek. Di sinilah tanda-tanda biasanya makin berat. \n\n \n\n Pada infeksi dengue biasanya demam terjadi mendadak tinggi, namun setelah hari ketiga pada saat memasuki fase kritis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian. Sedangkan pada COVID-19 demam bisa tinggi tapi bisa disertai dengan batuk pilek dan bertambah sesak. Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama, di sinilah saturasi oksigen bisa menurun. \n\n \n\n COVID-19 dan demam berdarah dengue sama-sama berbahaya. Mengetahui perbedaannya akan membantu kita lebih cepat dalam mengambil tindakan sehingga penderitanya dapat segera diberi bantuan medis sebelum gejala semakin bertambah parah dan lebih cepat pulih. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Makassar<\/a><\/li>
- 17 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
Vaksin dan Sistem Kekebalan Tubuh<\/a><\/h3>
Vaksinasi penting dilakukan untuk membentengi diri dari berbagai macam jenis penyakit. Terlebih lagi, di era pandemi COVID-19 seperti saat ini, kita harus menjaga daya tahan tubuh agar tidak terserang berbagai macam penyakit berbahaya. \n\n \n\n Vaksinasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpapar dengan antigen yang sama, tubuh sudah mempunyai zat kekebalan/antibodi sehingga tidak menjadi penyakit. \n\n \n\n Dengan kata lain, vaksinasi adalah imunitas buatan yang diperoleh dengan cara memaparkan antigen kuman secara sengaja. Tujuan dari vaksinasi itu sendiri adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, masyarakat atau populasi bahkan melenyapkan penyakit tertentu dari dunia, seperti cacar. \n\n \n\n Adapun komposisi vaksin terdiri dari vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin yang ideal bagi manusia yaitu mampu merangsang sistem imun (imunogenik), memberikan perlindungan jangka panjang, aman, stabil dalam kondisi lapangan, dapat diberikan secara kombinasi, cukup diberikan dengan sekali dosis, terjangkau harganya dan dapat diakses oleh semua lapisan anggota masyarakat. \n\n \n\n Efikasi vaksin adalah penurunan insiden penyakit pada kelompok yang divaksinasi dibanding dengan kelompok yang tidak divaksinasi pada kondisi optimal (uji klinik) sedangkan efektivitas vaksin adalah kemampuan vaksin dalam mencegah penyakit yang sesuai pada populasi dunia nyata. \n\n \n\n Ada pun faktor-faktor yang menentukan respon imun tubuh terhadap vaksinasi, antara lain: \n\n \n\n 1. Faktor Pejamu (Subyek Penerima Vaksin). Respon tubuh terhadap vaksin salah satunya dipengaruhi oleh pejamu atau subyek penerima vaksin antara lain meliputi usia, jenis kelami, faktor genetik, faktor gizi dan nutrisi, kebiasaan merokok, minum alcohol dan penyakit komorbid \n\n 2. Faktor Eksternal. Meliputi infeksi oleh patogen lain, penggunaan antibiotika, probiotik, prebiotik \n\n 3. Faktor Internal. Meliputi jenis vaksin, dosis dan cara pemberian serta penggunaan adjuvant \n\n \n\n Sistem imunitas merupakan sistem pertahanan atau kekebalan tubuh yang memiliki peran dalam mengenali dan menghancurkan benda-benda asing atau sel abnormal yang merugikan tubuh kita. Sistem imunitas ini berbentuk sel-sel tertentu yang berfungsi sebagai pasukan pertahanan tubuh kita dalam memerangi patogen yang berpotensi menyebabkan gangguan pada tubuh kita. \n\n \n\n Saat patogen masuk ke dalam tubuh, antigen atau molekul yang terletak pada dinding sel bakteri atau lapisan organisme merangsang sistem imunitas kita untuk menghasilkan antibodi untuk melawan dan melindungi tubuh Anda. Untuk meningkatkan sistem imun tubuh, Sahabat Hermina bisa melakukan upaya berikut, yaitu: \n\n \n Istirahat yang cukup \n Olahraga secara rutin \n Mengembangkan diri dengan menyalurkan hobi seperti berkebun, membaca, menanam bunga, atau bermain musik \n Berbagi cerita dengan orang terdekat dan dipercayai \n Hindari stress \n Pendekatan Spiritual. Tingkatkan ibadah dan dekatkan diri kepada Tuhan sesuai agama dan keyakinan Anda \n \n\n \n\n Cegah penyebaran virus berbahaya salah satunya yang sedang melanda saat ini yaitu COVID-19 dengan 5M: menggunakan masker standar Kemenkes, menjaga jarak minimal 1 meter, mencuci tangan secara rutin dengan sabun atau hand sanitizer, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas. Konsultasikan seputar kesehatan Anda dan keluarga bersama Rumah Sakit Hermina Makassar. Stay healthy, Sahabat Hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Karawang<\/a><\/li>
- 30 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Kenali Nyeri Punggung dan Cara Mengatasinya<\/a><\/h3>
Nyeri punggung bagian bawah atau low back pain adalah kondisi nyeri yang dirasakan pada tulang punggung hingga ke paha dan bokong bahkan bisa menjalar ke bagian kaki. Keluhan nyeri ini merupakan keluhan yang sering dirasakan oleh semua orang. Rasa nyeri ini timbul karena terjadi tekanan pada saraf sehingga menyebabkan terjepitnya saraf. Nyeri Punggung bawah dapat menyebabkan aktifitas sehari hari terhambat, sehingga produktivitas kita menjadi menurun. \n\n \n\n Ada beberapa ciri ciri nyeri punggung bawah, yaitu: \n\n \n Punggung terasa sangat sakit \n Saat duduk terasa sakit \n Nyeri punggung setelah mengangkat sesuatu \n Nyeri otot \n \n\n \n\n Penyebab terjadinya nyeri punggung bagian bawah di antaranya adalah sebagai berikut: \n\n - Seringnya mengangkat beban berat \n\n Jika kita sering mengangkat beban yan terlalu berat, akan beresiko terkena nyeri punggung bagian bawah. Hal ini terjadi karena salah posisi saat mengangkat sesuatu yang berat, sehingga akibatnya urat saraf pinggang kita tertarik sehingga terjadi nyeri punggung. \n\n \n\n - Terlalu banyak beraktivitas \n\n Terlalu banyak beraktivitas membuat badan terasa letih sehingga dapat menimbukan nyeri pada punggung bagian bawah. \n\n \n\n - Cedera setelah terjatuh \n\n Ketika terjatuh dan salah posisi, sangat beresiko terjadinya nyeri punggung bagian bawah. \n\n \n\n - Pengeroposan tulang belakang \n\n Kelainan bentuk tulang belakang dapat menyebabkan saraf tertekan sehhingga menimbulkan rasa nyeri. \n\n \n\n \n\n Selain karena penyebab tersebut, nyeri punggung bagian bawah sangat rentan muncul pada orang yang: \n\n \n Jarang berolahraga \n Sering memakai sepatu hak tinggi \n Sering mengangkat beban yang berlebihan \n Memiliki berat badan yang berlebihan \n Salah posisi saat tertidur \n \n\n \n\n \n\n Untuk mengatasi nyeri punggung bagian bawah, Sahabat Hermina dapat melakukan cara berikut: \n\n \n\n - Memakai korset \n\n Jika duduk terlalu lama seperti sedang menyertir jarak jauh, dianjurkan untuk memakai korset agar terhindar dari nyeri punggung. \n\n \n\n - Rutin berolahraga \n\n Jenis olahraga yang dianjurkan untuk nyeri punggung bagian bawah adalah jogging (lari santai), berenang dan yoga. \n\n \n\n - Perbaiki posisi tidur \n\n Saat tertidur disarankan untuk mengangkat kaki lebih tinggi. \n\n \n\n - Selalu tegap \n\n Usahakan postur tubuh agar sealu tegap saat duduk maupun beridiri karena dapat mengurangi tekanan pada tulang belakang. \n\n \n\n - Jangan mengangkat beban terlalu berat \n\n Disarankan untuk jangan mengangkat beban yang terlalu berat karena akan memicu nyeri pada punggung dan apabila terjadi nyeri selama terus menerus, dapat berakibat fatal. \n\n \n\n \n\n Apabila nyeri pada punggung masih terasa secara terus menerus baiknya langsung periksakan diri Anda ke dokter spesialis bedah terdekat. Setelah pemeriksaan dilakukan, dokter akan melakukan pemeriksaan mulai dari pemeriksaan fisik, CT Scan, MRI dan foto rontgen. Jika rasa nyeri pada punggung bawah sudah terasa sangat sakit, tatalaksana terakhir yang harus diambil adalah tindakan operasi. Ada berbagai macam tindakan operasi tergantung tingkat nyeri punggung bagian bawah yang diderita. \n\n \n\n Agar tidak terkena nyeri punggung, sebaiknya kita dapat mencegah dengan olahraga secara teratur dengan porsi yang cukup atau tidak berlebihan. Kurangi konsumsi makanan yang mengandung banyak lemak. Diharapkan setelah melakukan upaya pencegahan tersebut, kita dapat terhindar dari nyeri punggung bagian bawah. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Galaxy<\/a><\/li>
- 10 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Mitos-Mitos Seputar Vaksinasi<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, imunisasi harus tetap diberikan kepada anak sejak dini untuk mencegah risiko penularan penyakit berbahaya di kemudian hari. Namun, masih ada sebagian orang tua yang ragu akan pentingnya imunisasi anak. Hal ini disebabkan adanya mitos terkait imunisasi anak yang menyebabkan orangtua khawatir. \n\n \n\n Mitos 1: Higienitas dan sanitasi yang baik cukup dalam memberantas penyakit – imunisasi tidak penting. \n\n Fakta: Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi dapat menyerang kembali apabila program vaksinasi dihentikan. Sementara perbaikan kebersihan, cuci tangan, dan air bersih dapat membantu melindungi kita dari penyakit infeksi, banyak penyakit infeksi yang tetap menyebar seberapa pun bersihnya seseorang. Jika orang-orang tidak divaksinasi, penyakit yang tidak biasa ditemukan seperti campak dan polio, dapat dengan cepat timbul kembali. \n\n \n\n Mitos 2: Vaksin memiliki beberapa kerugian dan efek samping jangka panjang yang belum diketahui. Vaksinasi bahkan bisa fatal. \n\n Fakta: Vaksin itu aman. Kebanyakan reaksi vaksin bersifat minor dan sementara, seperti nyeri pada tempat penyuntikan atau lengan atau demam ringan. Masalah kesehatan serius atau berat sangat jarang terjadi dan diinvestigasi dan dimonitor secara ketat. Orang-orang jauh lebih berisiko untuk sakit parah akibat terinfeksi penyakit-penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksin daripada karena divaksin. Sebagai contoh, penyakit polio dapat menyebabkan kelumpuhan, campak dapat menyebabkan radang otak dan kebutaan, dan beberapa penyakit lainnya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sementara sakit berat atau kematian akibat vaksin hanya terjadi 1 dari sekian banyak, lebih banyak keuntungan yang didapat karena divaksinasi daripada kerugiannya, dan banyak kesakitan dan kematian akan terjadi tanpa vaksin. \n\n \n\n Mitos 3: Vaksin kombinasi difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan) dan vaksin polio menyebabkan sndrom kematian bayi mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/ SIDS). \n\n Fakta: Tidak ada hubungan sebab-akibat antara pemberian vaksin dengan kematian mendadak pada bayi. Namun demikian, vaksin mulai diberikan pada masa ketika bayi dapat mengalami SIDS. Dengan kata lain, kejadian SIDS hanya kebetulan dengan vaksinasi dan akan tetap terjadi bila tidak divaksinasi. Penting untuk diingat bahwa empat penyakit ini termasuk penyakit yang mengancam jiwa dan bayi-bayi yang tidak divaksinasi berisiko tinggi untuk mengalami cacat berat sampai kematian. \n\n \n\n Mitos 4: Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi hampir dieradikasi di negara saya sehingga tidak ada alasan untuk divaksinasi. \n\n Fakta: Walaupun penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sudah jarang di banyak negara, agen infeksius yang menyebabkan penyakit tersebut masih tetap beredar di beberapa bagian di dunia. Agen-agen ini dapat menyebar melewati batas geografis dan menginfeksi siapa pun yang belum terlindungi. Di Eropa Barat, misalnya, wabah campak terjadi di populasi yang tidak divaksinasi di Austria, Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Itali, Spanyol, Swiss, dan Inggris sejak 2005. Jadi dua alasan utama untuk vaksinasi adalah untuk melindungi diri kita dan orang-orang sekeliling kita. Program vaksinasi yang berhasil, seperti masyarakat yang berhasil, tergantung dari kerja sama setiap individu untuk menjamin kebaikan bersama. Kita sebaiknya tidak sekedar bergantung kepada orang-orang sekitar kita untuk menghentikan penyebaran penyakit; kita juga harus melakukan apa yang kita bisa. \n\n \n\n Mitos 5: Penyakit-penyakit masa kanak-kanak yang dapat dicegah dengan imunisasi hanya salah satu musibah yang wajar terjadi dalam hidup. \n\n Fakta: Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi tidak harus menjadi “takdir”. Penyakit seperti campak, gondongan, dan rubela merupakan penyakit serius dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius baik pada dewasa maupun anak-anak, termasuk pneumonia, radang otak, kebutaan, diare, infeksi telinga, sindrom rubela kongenital (jika seorang wanita hamil terinfeksi rubela pada trimester pertama), dan kematian. Semua penyakit dan penderitaan yang terjadi ini dapat dicegah dengan vaksin. Kegagalan dalam memberikan vaksin membuat anak-anak rentan terhadap penyakit yang seharusnya tidak perlu. \n\n \n\n Mitos 6: Memberikan lebih dari satu vaksin dalam waktu yang bersamaan dapat meningkatkan risiko timbulnya efek samping yang berbahaya yang dapat membebani sistem imun anak tersebut. \n\n Fakta: Bukti ilmiah menunjukkan bahwa memberikan beberapa vaksin pada waktu yang bersamaan tidak berpengaruh pada sistem imun anak tersebut. Anak-anak yang terpapar oleh beberapa ratus zat asing yang dapat memicu respons imun setiap hari. Peristiwa sederhana seperti memakan makanan membuat tubuh mengenal antigen baru dan banyak bakteri yang hidup di mulut dan hidung. Seorang anak lebih banyak terpapar antigen dari selesma atau nyeri tenggorok daripada oleh vaksin. Keuntungan kunci dari menerima beberapa vaksin sekaligus adalah mengurangi jumlah kunjungan, sehingga menghemat waktu dan uang, serta anak-anak pun lebih pasti mendapatkan vaksinasi yang dianjurkan sesuai jadwal. Vaksinasi kombinasi seperti MMR (measles-mumps-rubella/campak-gondongan-rubela) berarti mendapat suntikan yang lebih sedikit. \n\n \n\n Mitos 7: Influenza hanya penyakit sepele dan vaksinnya tidak terlalu efektif. \n\n Fakta: Influenza lebih dari sekedar penyakit yang sepele. Influenza merupakan penyakit serius yang menyebabkan 300.000 - 500.000 kematian di seluruh dunia tiap tahunnya. Wanita hamil, anak kecil, lansia dengan tingkat kesehatan yang kurang, dan siapa pun dengan penyakit kronis seperti asma atau penyakit jantung, lebih berisiko mengalami infeksi serius dan mematikan. Memberikan vaksinasi kepada ibu hamil memberikan keuntungan dalam melindungi bayi yang akan dilahirkan (saat ini tidak terdapat vaksin influenza untuk bayi di bawah 6 bulan). Kebanyakan vaksin influenza memberikan kekebalan terhadap 3 strain tersering di musim apapun. Vaksin influenza mencegah kita terserang flu berat dan menularkan kepada orang lain. Menghindari flu berarti menghindari biaya besar yang harus dikeluarkan untuk berobat dan kehilangan waktu bekerja atau sekolah. \n\n \n\n Mitos 8: Lebih baik kebal melalui penyakit daripada vaksin. \n\n Fakta: Vaksin berinteraksi dengan sistem imun tubuh kita untuk menghasilkan respons imun yang sama dengan respons imun infeksi alamiah, tetapi vaksin tidak dapat menyebabkan sakit atau membuat seseorang menderita komplikasi. Kebalikannya, dampak yang didapat dari infeksi alamiah Haemophilus influenzae tipe b (Hib) adalah retardasi mental, dari rubela berupa cacat bawaan lahir, dari virus hepatitis B berupa kanker hati, atau kematian akibat campak. \n\n \n\n Mitos 9: Vaksin mengandung merkuri yang berbahaya. \n\n Fakta: Thiomersal adalah bahan organik, senyawa yang mengandung merkuri yang ditambahkan ke beberapa vaksin sebagai pengawet. Thiomersal telah digunakan secara luas sebagai pengawet vaksin multidosis. Tidak ada bukti yang menunjukan jumlah thiomersal dalam vaksin berisiko pada kesehatan. \n\n \n\n Mitos 10: Vaksin menyebabkan autisme. \n\n Fakta: Pada tahun 1998 sebuah studi sempat menghebohkan masyarakat akibat pernyataan yang menyatakan terdapat hubungan antara vaksin MMR dengan autisme. Namun pada akhirnya studi ini salah dan ditarik oleh jurnal yang menerbitkannya. Sayangnya, publikasi ini terlanjur membuat publik panik dan membuat cakupan imunisasi menurun yang diikuti dengan kejadian luar biasa dari campak, rubela, dan gondongan. Ditekankan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan hubungan antara vaksin MMR dengan autisme. \n\n \n\n Sahabat Hermina, itu tadi beberapa mitos terkait vaksinasi yang masih beredar di tengah masyarakat. Jadi, sebelum mempercayai sesuatu ada baiknya untuk mencari tahu kebenaran dari sumber terpercaya. Jangan lupa untuk tetap memberikan imunisasi pada anak. Apalagi di saat pandemi sekarang ini, jangan menunda untuk memberikan imunisasi kepada anak untuk sistem kekebalan tubuhnya kelak. Salam sehat. \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n Sumber: www.idai.or.id \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/a><\/span>");
- 10 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 17 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 25 April 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 21 Juli 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 11 Januari 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 26 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 12 Juli 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 21 Desember 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 24 Februari 2024<\/li><\/ul><\/div>