- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 28 Oktober 2022<\/li><\/ul><\/div>
Untuk Anak Dengan Penyakit Ginjal, Apa penyebab penyakit ginjal kronis pada anak?<\/a><\/h3>
Ketika berfokus pada kesehatan anak, banyak dari kita, orang tua, ahli gizi, dokter anak, memiliki kecenderungan terhadap obesitas dan penyakit yang berhubungan dengan jantung. Fungsi ginjal juga penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan penting bagi orang tua untuk mengawasi fungsi ginjal anak-anak mereka saat memberi makan dan membesarkan. Sehingga menjadi penting untuk menciptakan kesadaran tentang penyakit ginjal yang rentan diderita anak, yang dapat mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia, termasuk anak kecil, yang mungkin berada di bawah risiko gangguan/penyakit ginjal pada usia dini. \n\n Ketika orang tua pertama kali mendengar anak mereka menderita penyakit ginjal, mereka mungkin bertanya-tanya apa yang bisa mereka lakukan untuk mencegahnya. Perasaan ini biasa terjadi. Namun, dalam kebanyakan kasus, tidak mungkin ada orang yang tahu bahwa anak mereka akan terkena penyakit ginjal dan biasanya tidak ada yang bisa dilakukan untuk menghentikannya. Berfokus pada apa yang dapat dilakukan sekarang, seperti mendapatkan perawatan yang tepat, mengikuti saran dokter, bekerja dengan tim kesehatan anak dan mempelajari semua yang bisa tentang penyakit ini, adalah cara terbaik untuk membantu anak setelah diagnosis. \n\n Ginjal terdiri dari jutaan unit penyaringan kecil yang disebut nefron dan terletak tepat di bawah tulang rusuk di kedua sisi tulang belakang. Tugas ginjal adalah membersihkan darah, menjaga keseimbangan garam dan air, dan membantu mengatur tekanan darah dan sel darah merah. Cairan ekstra dan limbah yang dikeluarkan ginjal dari darah diteruskan ke kandung kemih dan kemudian keluar dari tubuh sebagai urin. \n\n Ada banyak jenis penyakit ginjal yang menyerang anak-anak. Beberapa bersifat sementara dan dapat diobati. Bentuk lain dari penyakit ginjal bersifat jangka panjang dan dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan pencapaian psikososial/pendidikan anak. \n\n Berbagai penyakit ginjal meliputi: \n\n \n Kelainan bawaan atau cacat lahir, seperti memiliki ginjal yang tidak terbentuk dengan baik, satu ginjal, ginjal dengan fungsi berkurang, atau ginjal yang tidak mengalir dengan baik ke kandung kemih \n Penyakit ginjal polikistik dan sindrom Alport, contoh penyakit ginjal herediter, yang berarti diturunkan dalam keluarga Lupus, vaskulitis (radang pembuluh darah), hipertensi yang tidak terkontrol, dan diabetes, yang dianggap sebagai penyakit ginjal sistemik \n Gangguan penyaringan ginjal dan sindrom nefrotik, kondisi yang menyebabkan protein bocor ke dalam urin \n \n\n Penyakit ginjal akut dapat disebabkan oleh: \n\n Kurangnya aliran darah ke ginjal untuk jangka waktu tertentu, seperti karena kehilangan darah, pembedahan, atau syok \n\n \n Penyumbatan di saluran kemih \n Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan masalah ginjal \n Setiap kondisi yang dapat memperlambat atau menghalangi oksigen dan darah ke ginjal, seperti henti jantung \n Sindrom uremik hemolitik. Hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi E.coli. Gagal ginjal berkembang karena struktur kecil dan pembuluh darah di ginjal tersumbat. \n Glomerulonefritis. Ini adalah jenis penyakit ginjal yang terjadi di bagian ginjal yang disebut glomeruli. Glomeruli menjadi meradang dan merusak cara ginjal menyaring urin. \n \n\n Jika Anak mengalami gejala ringan langsung konsultasikan dengan dokter dan dapatkan saran yang relevan mengenai kemungkinan perawatan pencegahan dini. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 18 Mei 2022<\/li><\/ul><\/div>
Pakai Kontak 24/7? Risiko yang Terlibat Dengan Lensa Kontak Berwarna<\/a><\/h3>
Saat ini penggunaan lensa kontak makin meningkat terutama di kalangan remaja dan dewasa. Lensa kontak digunakan secara luas sebagai salah satu alternatif pengganti kacamata. Akan tetapi, tidak jarang penggunaan lensa kontak juga hanya bertujuan untuk estetika karena dapat mengubah warna mata sehingga terlihat lebih menarik. Pengguna lensa kontak sering memakainya tanpa indikasi dan petunjuk dokter. Penggunaan dan perawatan lensa kontak yang tidak sesuai sering berkaitan dengan komplikasi yang merugikan kesehatan mata. Salah satu komplikasi yang paling serius pada penggunaan lensa kontak adalah infeksi kornea atau sering disebut keratitis. \n\n Apakah Sahabat Hermina pernah tertidur menggunakan lensa kontak? Atau kurang menjaga kebersihan cairan pencuci lensa kontak dan tempat penyimpanannya? Atau pernah membeli lensa kontak secara bebas tanpa memperhatikan izin edar alat kesehatan yang dikeluarkan Kemenkes? \n\n Kebiasaan tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan mata kita. Lensa kontak yang digunakan harus steril, legal, dan dianggap aman digunakan. Hal ini dibuktikan dari adanya nomor izin edar yang dikeluarkan Kemenkes. Penggunaan lensa kontak dengan tidak steril dan kurang higienis dapat menyebabkan infeksi mata serius yang mengancam penglihatan. Infeksi kornea (keratitis) bisa disebabkan oleh bakteri maupun jamur. Tanda dan gejala yang muncul antara lain mata merah, berair, belekan, mengganjal, nyeri, hingga timbul lesi putih di bagian hitam mata. Kondisi seperti ini umumnya akan disertai keluhan penglihatan buram dan silau. Pada keadaan seperti ini, Sahabat Hermina harus segera menemui dokter spesialis mata untuk diperiksa secara lengkap dan mendapatkan pengobatan yang sesuai. Pengobatan yang terlambat dapat mengakibatkan kondisi infeksi yang makin berat. Akan tetapi jika ditangani secara cepat dan tepat, infeksi masih bisa sembuh dan tidak menimbulkan kerusakan yang permanen. \n\n Meskipun komplikasi mungkin saja terjadi akibat pengunaan lensa kontak, namun tidak jarang Sahabat Hermina tetap perlu menggunakan lensa kontak sebagai alternatif pengganti kacamata. Oleh karena itu, berikut ini adalah tips dan cara menggunakan lensa kontak yang aman. \n\n \n Tentukan jenis lensa kontak yang akan dipakai \n \n\n Terdapat 2 jenis lensa kontak, yaitu lensa kontak keras dan lunak. Lensa kontak keras (hard lens) lebih aman digunakan karena tidak mengganggu pertukaran oksigen ke kornea mata. Risiko infeksi pada lensa kontak keras juga lebih rendah. Akan tetapi, lensa kontak keras hanya bisa dibeli melalui resep dokter spesialis mata. Jenis lensa kontak yang sering digunakan saat ini adalah lensa kontak lunak (soft lens). Pertukaran oksigen ke kornea mata pada penggunaan soft lens agak terhambat sehingga tidak disarankan penggunaan rutin setiap hari dalam jangka waktu panjang. \n\n \n Jaga kebersihan tangan sebelum dan sesudah memegang kontak lensa \n \n\n Lensa kontak akan menempel langsung pada kornea mata kita sehingga jika tidak steril akan berisiko infeksi oleh bakteri dan jamur. Oleh karena itu, selalu cuci tangan menggunakan sabun sebelum memegang lensa kontak untuk memasangkan maupun melepasnya. \n\n \n Patuhi anjuran durasi pemakaian lensa kontak \n \n\n Lensa kontak memiliki anjuran durasi pemakaian yang berbeda-beda. Ada soft lens yang dipakai harian, mingguan, dan bulanan. Dengan demikian soft lens harus diganti sesuai jadwal pemakaian yang ditentukan. Soft lens harian berisiko relatif lebih rendah menyebabkan infeksi karena hanya 1 kali pemakaian, tidak perlu dicuci dan disimpan setelah pemakaian. \n\n \n Jaga kebersihan tempat penyimpanan dan cairan pembersih kontak lensa \n \n\n Lensa kontak dengan durasi pemakaian mingguan dan bulanan tentunya harus dilepas pasang setiap hari. Setelah dilepas dan sebelum dipasangkan kembali ke mata, lensa kontak harus dicuci dengan cairan pembersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Selama tidak dipakai, lensa kontak disimpan pada tempat penyimpanan dalam keadaan terendam cairan pembersih. Jika tempat penyimpanan dan cairan pembersih ini jarang diganti dan kotor, tentunya kita berisiko memasang lensa kontak yang kotor ke kornea mata. \n\n \n Sesuaikan dengan kondisi mata \n \n\n Kondisi mata setiap orang berbeda-beda. Penggunaan lensa kontak dapat menyebabkan keluhan mengganjal seperti benda asing yang menempel di mata. Oleh karena itu disarankan penggunaan tetes air mata buatan (artificial tears) untuk mengurangi keluhan tersebut. Namun pada orang dengan kondisi mata kering dianjurkan untuk menggunakan tetes air mata buatan lebih sering atau bahkan tidak disarankan memakai lensa kontak jika sangat tidak nyaman. \n\n \n\n Sahabat Hermina, hati-hati sebelum memutuskan untuk menggunakan lensa kontak. Jika memang diperlukan, ada baiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sehingga dapat disesuaikan dengan kondisi mata dan kebutuhan. Hal yang terpenting adalah penggunaan kontak lensa harus sesuai dengan indikasi. Jangan sampai Sahabat Hermina ingin terlihat cantik dan menarik namun malah mengakibatkan infeksi mata yang serius. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Depok<\/a><\/li>
- 04 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
Apakah betul pasien Covid-19 varian Omicron lebih cepat sembuh dibanding varian lain termasuk Delta? Mengapa?<\/a><\/h3>
Saat ini COVID-19 varian Omicron sudah mewabah di hampir seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Rata-rata orang yang terpapar COVID-19 varian Omicron hanya mengalami gejala ringan hampir mirip flu, seperti demam, sakit kepala, hingga badan lemas. Lalu apakah covid 19 varian omicron lebih cepat sembuh dari varian covid-19 lain ? \n\n \n\n Jawabannya Ya, karena memang dari data yg ada baik di dalam maupun luar negeri, orang yg terinfeksi varian omicron cenderung ringan bahkan tanpa gejala, dan pemulihan lebih cepat dibandingkan pendahulunya, varian delta \n\n Akan tetapi tetap harus waspada, karena pada orang-orang dengan daya tahan tubuh yg buruk dan komorbid, varian ini menjadi pencetus perburukan penyakit komorbid yg sudah ada sebelumnya. \n\n \n\n Mengapa lebih ringan? \n\n Kelihatannya ada hubungan juga dengan daya tahan tubuh orang yg terinfeksi. Ingat, saat ini cakupan imunisasi di seluruh dunia sudah cukup tinggi, lebih dari 50% \n\n Selain mungkin karakter virus yg bermutasi tersebut, tentu saja yg ini perlu penelitian lebih lanjut. \n\n \n\n berdasarkan laporan kasus Omicron di Amerika Serikat akhir 2021 data pasien bergejala ringan lebih banyak dari bergejala berat \n\n mengalami: batuk 89%, fatigue 65%, \n\n hidung tersumbat 59%, demam 38%, mual atau muntah 22%, \n\n sesak napas 16%, diare 11% anosmia 8% \n\n \n\n Sedangkan data di dalam negeri, yg dikumpulkan didapatkan \n\n sebanyak 65% bergejala ringan, batuk kering 63%, \n\n nyeri tenggorokan 54%, pilek 27%, sakit kepala 36% \n\n demam 18% \n\n \n\n Pasien yg dirawat di RS hanya yg bergejala sedang, dan berat, atau gejala ringan dengan pemberatan komorbidnya \n\n \n\n Apa itu kriteria sedang? \n\n Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat \n\n Anak-anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). \n\n \n\n Kriteria napas cepat : \n\n Usia kurang dari 2 bulan, napas lebih dari 60x/menit \n\n Usia 2–11 bulan, napas lebih dari 50x/menit \n\n Usia 1–5 tahun,napas lebih dari40x/menit \n\n Usia lebih dari 5 tahun, napas lebih dari 30x/menit. \n\n \n\n Sedangkan kriteria Berat /Pneumonia Berat \n\n Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas lebih dari 30 x/menit, distres pernapasan berat \n\n \n\n Pada pasien anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini : Distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat) \n\n \n\n Tanda bahaya umum: ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang. \n\n Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea: \n\n usia kurang dari 2 bulan, lebih dari60x/menit \n\n usia 2–11 bulan, lebih dari 50x/menit \n\n usia 1–5 tahun, lebih dari 40x/menit \n\n usia lebih dari 5 tahun, lebih dari 30x/menit. \n\n \n\n Dan Kritis: \n\n Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis, atau kondisi lainnya yang membutuhkan alat penunjang hidup seperti ventilasi mekanik atau terapi vasopresor \n\n \n\n \n\n Walaupun hasil PCR masih positif, pasien dengan persyaratan dapat berobat jalan dan dirawat di rumah, dapat pulang ke rumah, tentu saja dengan mematuhi protokol kesehatan yg ada. \n\n \n\n Berikut adalah 4 kriteria sembuh untuk pasien Omicron, sebagaimana diatur dalam SE terbaru Menkes: \n\n \n\n 1. Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang tidak bergejala, isolasi dilakukan minimal 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi. \n\n \n\n 2. Pada kasus konfirmasi Covid-19 dengan gejala, isolasi dilakukan selama 10 hari sejak muncul gejala ditambah sekurang-kurangnya 3 hari bebas gejala demam dan pernapasan. Jika masih terdapat gejala setelah hari ke-10, maka isolasi tetap dilanjutkan sampai gejala hilang ditambah 3 hari. \n\n \n\n \n Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang sudah mengalami perbaikan klinis saat isolasi, dapat dilakukan pemeriksaan NAAT termasuk pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu 24 jam. Jika hasil negatif berturut-turut, pasien dapat dinyatakan sembuh dan isolasi selesai. \n \n\n \n\n \n Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang sudah mengalami perbaikan klinis saat isolasi, tetapi tidak melakukan pemeriksaan NAAT termasuk pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu 24 jam, maka pasien masih harus melaksanakan isolasi sesuai dengan ketentuan pada poin nomor 2. \n \n\n \n\n \n\n Apa saja ciri-ciri pasien varian Omicron yang sudah sembuh baik secara fisiologis maupun medis? \n\n \n\n Ciri2 pasien yg sudah sembuh tentu saja hilangnya semua gejala infeksi yang ada sebelumnya, dan pada pemeriksaan swab PCR/ Antigen sudah negatif \n\n \n\n Mengingat pandemik belum usai dan varian baru virus ini lebih cepat menyebar daripada sebelum nya, pastinya kamu khawatir dengan keluargamu terpapar virus yang dapat terbawa secara sadar maupun tidak sadar oleh dirimu pada saat kamu melakukan aktivitas di luar. Lalu apa saja yang perlu dilakukan agar terhindar dari penularan Covid-19 selain penerapan protokol kesehatan? \n\n \n\n Tingkatkan pertahanan tubuh baik pertahanan spesifik maupun pertahanan non spesifik terhadap virusnya, \n\n \n\n Pertahanan spesifik adalah dengan vaksinasi covid-19 , ini akan merangsang tubuh membentuk antibodi spesifik virus covid-19 dan yang dapat mencegah infeksi covid-19. Kalaupun sakit akan ringan-ringan saja. \n\n Adapun pencegahan yg umum tentunya adalah \n\n 1. Patuhi protokol kesehatan \n\n 2. Tidak merokok \n\n 3. Olahraga \n\n 4. Berpikir positif \n\n 5. Makan teratur, makanan yg bergizi terutama buah dan sayur serta protein (pada kondisi penyakit tertentu mungkin dibatasi), boleh ditambahkan vitamin dan mineral. Beberapa suplemen yang dapat membantu daya tahan tubuh bisa dikonsumsi, tetapi tidak boleh berlebihan. Zat-penting yg bisa ditambahkan seperti Vit C, Vit D, Vit E dan Zn. Juga probiotik. \n\n 6. Tidak keluar rumah bila tak perlu, agar terhindar dari paparan virus/ jumlah virus yg masuk ke tubuh kita minimal. \n\n 7. Vaksinasi lainnya seperti flu dan pneumonia, yang ini, konsultasikan dengan dokter anda. \n\n 8. Perbanyak doa dan ibadah \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 30 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
Gejala COVID-19 pada Ibu Hamil dan Pengaruhnya pada Janin<\/a><\/h3>
Hamil di saat pandemi Covid-19 dapat menimbulkan kecemasan, apalagi bagi ibu hamil yang rentan stress dan kelelahan. Kondisi tersebut menyebabkan imun tubuh cenderung menurun. \n\n \n\n Imunitas yang rendah bisa menjadi penyebab tubuh mudah terinfeksi virus. Sebagai antisipasi, berikut ini beberapa poin penting yang harus diketahui seputar kehamilan dan virus corona. \n\n \n\n \n\n Gejala atau Tanda Ibu Hamil Terinfeksi Virus Corona \n\n \n\n Gejala Covid-19 pada ibu hamil biasanya lebih banyak dirasakan karena adanya infeksi virus menyebabkan beberapa penyakit di saluran pernapasan. Terutama ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit bawaan, seperti asma, paru-paru, gangguan kerusakan hati, diabetes, darah tinggi dan kondisi medis lainnya. Selain gejala yang ditimbulkan cukup parah, Covid-19 pada ibu hamil bisa menjurus pada komplikasi. \n\n \n\n Hal tersebut tentu menimbulkan rasa takut dan khawatir yang berlebihan, mengingat harus memikirkan kondisi dan keselamatan janin. Oleh sebab itu sangat penting bagi ibu hamil melakukan pencegahan demi melindungi diri dan bayi yang dikandungnya. \n\n \n\n Cara untuk melakukan pencegahan sama seperti pada umumnya, yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan, seperti: \n\n \n Sesering mungkin mencuci tangan menggunakan sabun atau cairan antiseptik yang menggunakan bahan dasar alkohol \n Jaga jarak minimal 1 meter, terutama dengan orang yang sedang batuk dan bersin \n Gunakan masker berlapis yang sesuai dengan standar kesehatan \n Hindari menyentuh hidung, mata, dan mulut terutama setelah Anda memegang benda \n Jaga kebersihan pernapasan \n Jika batuk atau bersin, tutup hidung dan mulut menggunakan bagian siku tangan yang dilipat atau bisa dengan menggunakan tisu. Jangan lupa membuang tisu yang sudah dipakai tersebut ke tempat sampah \n \n\n \n\n \n\n Kondisi Janin pada Ibu Hamil yang Terkena Covid-19 \n\n \n\n Ibu hamil yang terinfeksi Covid-19 tidak harus melakukan operasi caesar. Cara melahiran bisa dilakukan secara normal dan berdasarkan keinginan ibu serta indikasi kebidanan. \n\n \n\n Informasi mengenai virus corona pada ibu hamil masih simpang siur, seperti janin yang prematur, cacat pada janin, janin terinfeksi, dan sebagainya. Berdasarkan fakta, sejauh ini tidak ada efek yang ditimbulkan pada bayi. Para ahli juga belum mengetahui apakah bayi tertular virus pada waktu sebelum, selama, ataukah setelah melahirkan. \n\n \n\n Jadi, ada beberapa kemungkinan setelah melahirkan bayi yang terinfeksi Covid-19, yaitu memliki gejala ringan atau tanpa gejala dan sembuh. Namun, ada beberapa laporan bayi yang baru lahir bisa tekena Covid-19 dengan gejala yang parah. \n\n \n\n Untuk mencegah risiko tersebut, sebaiknya ibu dan bayi dirawat terpisah. Namun, ibu masih bisa memberikan ASI kepada bayinya. Salah satu cara yang paling aman adalah dengan memompa ASI atau pumping agar tidak terjadi kontak langsung dengan bayi. \n\n \n\n Pada saat memompa ASI, ibu harus menggunakan masker dan mencuci tangan menggunakan sabun untuk menghindari virus menempel di peralatan pumping atau masuk ke susu. \n\n \n\n Dengan memahami informasi seputar kehamilan dan Covid-19, diharapkan dapat lebih berhati-hati menjaga kesehatan dan keselamatan diri dan janin dalam kandungan. Sahabat Hermina juga dapat melakukan konsultasi dengan dokter spesialis obgyn dengan layanan Halo Hermina jika mengalami kondisi kesehatan yang kurang baik. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 30 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
Gejala Covid-19 pada Si Kecil<\/a><\/h3>
Virus Covid-19 bisa menginfeksi siapa pun, tidak mengenal status, jabatan, jenis kelamin, dan usia. Bahkan anak-anak pun bisa terinveksi virus ini. Berdasarkan data Satgas Covid-19, jumlah anak-anak yang positif Covid-19 semakin meningkat. \n\n \n\n Oleh sebab itu, para orang tua wajib mengenali gejala Covid-19 pada anak dan mengetahui langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk menjaga anak-anak tetap aman selama pandemi. \n\n \n\n \n\n Gejala-Gejala Covid-19 Pada Anak \n\n \n\n Pada anak, gejala Covid-19 yang muncul tampak lebih ringan. Umumnya, gejala akan terlihat di hari ke 2–14 sejak terpapar virus. Namun ada beberapa kasus, anak yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala. Sedangkan, infeksi Covid-19 pada anak yang memiliki riwayat penyakit bawaan dan kondisi medis lainnya rentan mengalami gejala yang parah. \n\n \n\n Gejala Covid-19 yang umum terjadi pada anak-anak adalah mengalami demam dan batuk. Selain itu anak juga bisa mengalami gejala lainnya, seperti: \n\n \n Flu atau hidung tersumbat \n Kehilangan indra penciuman \n Sakit tenggorokan \n Sesak napas atau mengalami kesulitan bernafas \n Muntah dan mual-mual \n Sakit perut \n Diare \n Sakit kepala \n Mengalami kelelahan \n Nyeri pada otot atau tubuh \n Nafsu makan menurun \n \n\n \n\n \n\n Langkah Tepat Melindungi Anak dari Covid-19 \n\n \n\n Sudah menjadi kewajiban para orang tua mengawasi anak secara ketat dan menerapkan protokol kesehatan. Berikut ini langkah yang harus dilakukan oleh orang tua untuk melindungi anak dari virus corona: \n\n \n Awasi anak saat di rumah maupun di luar rumah. Namun cara paling aman adalah tidak mengizinkan anak bermain atau membawanya ke luar rumah \n Mengajarkan dan menerapkan disiplin pada anak mengenai protokol kesehatan, seperti rajin mencuci tangan menggunakan sabun, menggunakan masker berlapis, menjaga jarak aman dengan orang sekitar, dan menghindari kerumunan \n Menjaga kebersihan rumah \n Penuhi kebutuhan nutrisi anak agar imun tubuhnya tetap terjaga. \n \n\n \n\n Apabila anak terindikasi mengalami gejala Covid-19 segera temui layanan kesehatan dan jalani tes kesehatan yang diperlukan untuk memastikan apakah anak postif atau tidak. \n\n \n\n Sebelum memutuskan merawat anak, pastikan kondisi kesehatan orang tua. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memperbolehkan anak untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. Dengan catatan kedua orang tua atau salah satu dalam kondisi sehat dan beresiko rendah terpapar virus. \n\n \n\n Orang tua harus tetap waspada karena anak yang positif Covid-19 juga dapat menularkan virus kepada orang lain. Pantau kondisi anak setiap hari dan beri dukungan psiklogis anak agar tidak ketakutan. Ajak anak untuk tetap beraktivitas yang menyenangkan selama Isoman dan beri obat dan vitamin yang direkomendasikan oleh dokter. Sahabat Hermina juga dapat melakukan konsultasi dengan dokter spesialis anak dengan layanan Halo Hermina. Apabila terjadi kondisi darurat, segera hubungi pusat layanan kesehatan terdekat. \n\n \n\n Demikian informasi singkat mengenai gejala Covid-19 pada anak dan langkah tepat menjaga buah hati tetap aman selama pandemi. Dengan mengetahui informasi ini, diharapkan orang tua dapat mengenali gejala Covid-19 pada anak lebih awal dan melakukan tindakan atau langkah yang tepat untuk mengatasinya. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Padang<\/a><\/li>
- 27 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
Apakah Vaksin Sinovac Aman?<\/a><\/h3>
Dalam upaya untuk mengatasi pandemi COVID-19, Pemerintah Indonesia kini tengah melakukan vaksinasi dengan vaksin Sinovac kepada masyarakat luas secara bertahap, dengan harapan pemberian vaksin Sinovac ini mampu menekan angka kenaikan penularan COVID-19. \n\n \n\n Apa itu vaksinasi? \n\n Vaksinasi merupakan prosedur pemberian suatu antigen penyakit (vaksin), biasanya berupa virus atau bakteri yang dilemahkan atau sudah mati, bisa juga hanya bagian dari virus atau bakteri. Tujuannya adalah untuk membuat sistem kekebalan tubuh mengenali dan mampu melawan saat terkena penyakit tersebut. \n\n Vaksin biasanya berisi mikroorganisme, misalnya virus atau bakteri yang sudah mati atau masih hidup tetapi dilemahkan. Vaksin juga bisa berisi bagian dari mikroorganisme yang bisa merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mikroorganisme tersebut. \n\n \n\n Bila disuntikkan kepada seseorang, vaksin akan menimbulkan reaksi sistem imun yang spesifik dan aktif terhadap penyakit tertentu, misalnya vaksin flu untuk mencegah penyakit flu dan vaksin COVID-19 untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2. Biasanya, vaksin dimasukkan ke dalam tubuh manusia dengan cara disuntik. \n\n \n\n Vaksin COVID-19 yang digunakan oleh pemerintah kita adalah Vaksin COVID-19 Sinovac. \n\n \n\n Berdasarkan hasil uji klinis sementara atau interim tahap III untuk vaksin Sinovac di Indonesia dan tinjauan uji klinis dari negara lain, BPOM secara resmi menyatakan bahwa vaksin ini aman untuk digunakan. \n\n \n\n Hasil efikasi atau khasiat dan keamanan vaksin Sinovac tersebut telah sesuai dengan ambang batas efikasi yang ditetapkan WHO, yaitu sebesar 50 persen. Artinya, penggunaan vaksin Sinovac aman dibanding efek samping yang ditimbulkan. \n\n \n\n Manfaat Vaksin COVID-19 \n\n Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh jika Anda mendapat vaksin COVID-19, di antaranya: \n\n \n\n 1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19 \n\n Seperti yang disebutkan sebelumnya, vaksin COVID-19 dapat memicu sistem imunitas tubuh untuk melawan virus Corona. Dengan begitu, risiko Anda untuk terinfeksi virus ini akan jauh lebih kecil. \n\n Kalaupun seseorang yang sudah divaksin tertular COVID-19, vaksin bisa mencegah terjadinya gejala yang berat dan komplikasi. Dengan begitu, jumlah orang yang sakit atau meninggal karena COVID-19 akan menurun. \n\n \n\n 2. Mendorong terbentuknya herd immunity \n\n Seseorang yang mendapatkan vaksin COVID-19 juga dapat melindungi orang-orang di sekitarnya, terutama kelompok yang sangat berisiko, seperti lansia. Hal ini karena kemungkinan orang yang sudah divaksin untuk menularkan virus Corona sangatlah kecil. \n\n Bila diberikan secara massal, vaksin COVID-19 juga mampu mendorong terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity) dalam masyarakat. Artinya, orang yang tidak bisa mendapatkan vaksin, misalnya bayi baru lahir, lansia, atau penderita kelainan sistem imun tertentu, bisa mendapatkan perlindungan dari orang-orang di sekitarnya. \n\n Kendati demikian, untuk mencapai herd immunity dalam suatu masyarakat, penelitian menyebutkan bahwa minimal 70% penduduk dalam negara tersebut harus sudah divaksin. \n\n \n\n 3. Meminimalkan dampak ekonomi dan sosial \n\n Manfaat vaksin COVID-19 tidak hanya untuk sektor kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi dan sosial. Jika sebagian besar masyarakat sudah memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik untuk melawan penyakit COVID-19, kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat bisa kembali seperti sediakala. \n\n \n\n \n\n Siapa saja yang tidak boleh di vaksin? \n\n Selain memiliki manfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari infeksi virus SARS-CoV-2, nyatanya ada beberapa kelompok yang tidak boleh dapat vaksin corona atau sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter sebelum mendapatkan vaksinasi COVID-19. Kelompok tersebut adalah: \n\n 1. Seseorang yang Memiliki Alergi \n\n Menurut Centers for Disease Control and Prevention, beberapa orang yang menerima vaksin COVID-19 mengalami reaksi alergi yang cukup parah. Konsultasikan kandungan apa saja yang terdapat dalam vaksin COVID-19. Jika ada kandungan yang dapat memicu alergi, sebaiknya hindari mendapatkan vaksin COVID-19 untuk menurunkan risiko yang lebih buruk. Jika kamu mengalami alergi parah setelah vaksin yang pertama, hindari melakukan vaksin yang kedua. \n\n \n\n 2. Anak-Anak \n\n Saat ini vaksin COVID-19 yang tersedia di beberapa negara hanya boleh diberikan pada remaja, dewasa, hingga lansia. Hal ini disebabkan belum ada pengujian klinis yang dilakukan pada anak-anak. Vaksin Moderna boleh digunakan mulai usia 18 tahun ke atas. Pfizer boleh digunakan di usia 16 ke atas. \n\n Namun jangan khawatir, para peneliti akan terus meneliti dan menguji vaksin COVID-19 hingga bisa digunakan oleh anak-anak, balita, maupun bayi. Pengujian ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Kemungkinan, hasil pengujian baru terlihat di pertengahan tahun 2021. \n\n \n\n 3. Pengidap Gangguan Imunitas \n\n Mengutip CNN Health, vaksin COVID-19 tidak dapat diberikan oleh orang-orang yang memiliki gangguan imunitas. Namun, tidak ada salahnya selalu bertanya pada dokter melalui aplikasi Hermina Mobile Apps mengenai pemberian vaksin agar kesehatan tetap terjaga dengan baik. \n\n \n\n 4. Wanita Hamil dan Menyusui \n\n Menurut Dr. Peter Marks, seorang Direktur FDA’s Center for Biologics Evaluation and Research, mengidap COVID-19 saat menjalani kehamilan merupakan hal yang berbahaya. Namun, vaksin COVID-19 bukanlah tindakan yang akan direkomendasikan oleh dokter untuk mencegah COVID-19 pada ibu hamil maupun menyusui. \n\n \n\n Dari fakta-fakta di atas, bisa kita lihat bahwa vaksin COVID-19 membawa banyak manfaat, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga bagi banyak orang. Oleh sebab itu, meskipun banyak beredar isu-isu seputar vaksin yang belum jelas kebenarannya, Anda tidak perlu ragu atau takut untuk menjalani vaksinasi COVID-19. \n\n \n\n Mari kita bantu pemerintah mensukseskan vaksinasi dengan cara ikut divaksin agar pandemi segera berakhir dan jangan lupa tetap menerapkan 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak aman, dan mencuci tangan, untuk meningkatkan keberhasilan upaya pencegahan COVID-19. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 27 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 04 Maret 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 18 Mei 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 28 Oktober 2022<\/li><\/ul><\/div>