- Hermina Mekarsari<\/a><\/li>
- 26 Oktober 2023<\/li><\/ul><\/div>
Waspada Burnout Syndrome Pada Pekerja<\/a><\/h3>
Halo Sahabat Hermina, \n\n Stres bisa terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan pekerjaan. Jika dibiarkan begitu saja, kondisi ini bisa memburuk dan menyebabkan seseorang bisa mengalami kondisi mental yang lebih berat, yaitu depresi. Tidak hanya itu, gangguan mental yang dibiarkan begitu saja juga bisa meningkatkan risiko terjadinya beragam masalah kesehatan fisik. Beban pekerjaan yang tidak dapat dikelola dengan baik dapat tingkatkan risiko stres yang dapat berujung depresi. Depresi pada pekerjaan dapat membuat produktivitas pekerjaan menjadi menurun selain itu karyawan dapat mengalami penurunan semangat dalam bekerja. \n\n Pekerjaan memang bisa jadi sangat melelahkan dan menguras seluruh waktu juga tenaga. Akibatnya, stres pun tak terhindarkan. Bukan hanya stres biasa, tekanan akibat pekerjaan ternyata bisa membawa masalah kesehatan yang disebut Burnout Syndrome. Lantas, apa itu Burnout Syndrome? \n\n \n\n Burnout Syndrome adalah salah satu kondisi stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Itu sebabnya, kondisi kesehatan yang satu ini juga dikenal sebagai occupational burnout atau job burnout. \n\n Kondisi ini ditandai dengan : \n\n \n kelelahan secara fisik \n Kelelahan Emosional \n Kelelahan Sikap/ mental \n Perasaan penghargaan diri yang rendah terkait pekerjaannya ( semacam hilang kebanggan, minat dan passion). \n \n\n Stres berkepanjangan akibat masalah pekerjaan juga bisa terjadi, ketika Anda merasa kewalahan dengan perintah atasan yang terus-menerus datang, tetapi Anda tak dapat memenuhinya. \n\n \n\n Gejala Burnout \n\n Gejala yang muncul biasanya akan berbeda-beda pada setiap orang. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat stres yang dialami dan apa yang menjadi pemicunya. Secara umum, ada beberapa gejala dan tanda seseorang mungkin mengalami depresi saat bekerja, Antara lain \n\n \n Selalu merasa kelelahan \n Sakit kepala \n Jantung berdebar \n Nyeri dan tegang di otot tubuh \n Nafsu makan menurun. \n Gangguan tidur. \n Sakit perut atau masalah pencernaan. \n \n\n Gejala bornout bukan hanya bisa mempengaruhi kondisi fisik seseorang tapi juga bisa mempengaruhi psikologi, diantara lain sebagai berikut : \n\n \n Tidak percaya diri \n Merasa tak ada yang membantu dan terjebak dalam pekerjaan \n Penurunan produktivitas \n Tidak bersemangat dan selalu datang terlambat \n Cemas, mudah putus asa, pesimis \n Mudah lupa \n Sulit berkonsentrasi \n Menghindari interaksi dan menarik dari lingkungan kantor \n Hilang minat \n Hilang rasa bangga dengan pekerjaan \n \n\n Depresi saat bekerja juga menyebabkan pengidapnya kehilangan minat pada pekerjaan, sehingga sering terlihat tidak memikili motivasi, salah menerima infomasi, serta sering mengambil cuti. Ada banyak faktor yang bisa menjadi penyebab kondisi ini, salah satunya tuntutan pekerjaan yang terlalu berat. Depresi saat bekerja juga bisa disebabkan oleh lingkungan kerja yang kurang membuat nyaman. \n\n \n\n Mencegah Burnout Syndrome Akibat Pekerjaan \n\n Berfikir untuk Resign atau berhenti dari pekerjaan yang tidak Anda sukai dan mencari pekerjaan baru yang lebih menyenangkan, memang merupakan pilihan yang sangat menggiurkan, demi tak terus-menerus menderita Job Burnout. \n\n Namun, kenyataannya, mencari pekerjaan impian tidaklah semudah itu. Jika itu yang terjadi, mengubah pola pikir dan sudut pandang menjadi cara yang paling mungkin untuk mencegah terjadinya Burnout Syndrome akibat pekerjaan. \n\n Beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mencegah stres kerja, antara lain: \n\n 1. Cari sisi positif dalam pekerjaan \n\n Walaupun pekerjaan tidak menyenangkan bagi Anda, fokuslah pada hal yang disukai. Sebagai contoh, apabila ada pekerjaan yang sulit, tetapi kita akan bahagia melihat bagian lain terbantu dengan apa yang kita kerjakan. Bahkan, hal sederhana seperti teman-teman kerja yang menyenangkan di tengah buruknya lingkungan kerja dan pekerjaan bisa menjadi hal yang positif. \n\n 2. Berteman dengan rekan kerja \n\n Terkadang, teman-teman di lingkungan kerja bisa membuat stres karena pekerjaan sehari-hari berkurang. Itu sebabnya, penting juga untuk membangun hubungan yang erat dengan sesama rekan kerja. \n\n Berteman dengan rekan kerja akan memudahkan kita membangun obrolan dan bercanda satu sama lain. Hal itu juga dapat membantu Anda mengurangi stres agar tak telanjur terjebak pada burnout syndrome. \n\n 3. Jaga keseimbangan hidup \n\n Cobalah menemukan kembali diri kita dari lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman-teman. Orang terdekat kita pasti masih sangat menghargai keberadaan kita di tengah-tengah mereka. Kita juga bisa menemukan hobi atau mencari kegiatan lain yang membuat kita bahagia. \n\n 4. Manfaatkan cuti \n\n Jika memang Burnout tak terhindarkan lagi, cobalah istirahat sejenak dari rutinitas pekerjaan Anda. Cobalah mengambil cuti untuk berlibur demi mengalihkan perhatian Anda sejenak dari kesibukan yang memenjarakan Anda. Gunakan waktu cuti Anda untuk “mengisi ulang” tenaga serta menyegarkan pikiran Anda. \n\n \n\n Untuk membantu mengelola stres dan menghindari depresi di lingkungan pekerjaan, selalu terapkan gaya hidup sehat, dan jika sudah terjebak dengan bornout syndrome bisa konsultasi dengan dokter spesialis kedokteran jiwa RS Hermina Mekarsari. \n\n \n\n \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Galaxy<\/a><\/li>
- 28 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
Faktor Pemicu dan Pencegahan Terhadap Bunuh Diri<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, adanya keinginan untuk bunuh diri seringkali dikaitkan dengan depresi. Nyatanya, orang yang berkeinginan untuk melakukan bunuh diri bukan hanya karena depresi, melainkan adanya faktor pemicu lainnya. WHO menyatakan bahwa depresi menjadi penyakit yang berada di deretan ke-4 di dunia yang di prediksi akan menjadi gangguan kesehatan utama. Saat ini bunuh diri masih menjadi isu kesehatan yang serius dikalangan masyarakat. Pada tahun 2019, terdapat sekitar 800.000 orang meninggal akibat bunuh diri dan peringkat tertinggi berada pada usia muda. Di Asia Tenggara, angka bunuh diri tertinggi berada di Negara Thailand yaitu sebesar 12,9 (per 100.000 populasi), Singapura (7,9), Vietnam (7,0), Malaysia (6,2), Indonesia (3,7), dan Filipina (3,7). \n\n Menurut pendekatan Psikiatri, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya depresi yakni adanya faktor genetik dan non-genetik. Faktor genetik mencakup gangguan neurokimiawi, gangguan neuroendokrin, hingga adanya perubahan neurofisiologi. Faktor non-genetik (psikososial) yakni kehilangan objek atau seseorang yang dicintai, hilangnya harga diri, serta tidak berdayanya pola asuh keluarga yang depresif. \n\n Faktor Pemicu Meningkatkan Risiko Bunuh Diri \nDengan adanya sikap peduli terhadap orang-orang terdekat, artinya kita telah membantu untuk melakukan pencegahan tindakan bunuh diri. Ada beberapa kondisi seseorang yang dapat meningkatkan risiko melakukan bunuh diri yakni: \n\n \n Orang yang memiliki gangguan mental, jiwa atau mengalami depresi. Depresi ialah kondisi dimana perasaan orang itu menurun, sering merasa sedih, tidak memiliki semangat, hilangnya minat untuk menikmati hidup, merasa mudah lelah atau kehilangan energi dan gejala lain seperti frustasi, rasa rendah diri, rasa bersalah, tidak berharga, perubahan napsu makan, sulit tidur dan memiliki pikiran untuk mencelakai diri sendiri. \n Orang yang memiliki ganggguan kepribadian amabng atau Borderline Personality Disorder, seringkali merasa dirinya hampa, kesulitan mengendalikan emosional merasa tidak berharga, kecenderungan memiliki rasa tidak nyaman hinga adanya upaya bunuh diri. Penyabab BPD sendiri yakni pernah mengalami peristiwa traumatis, seperti kasus pelecehan, kekerasan, atau penelantaran saat masa kecil seperti pola asuh yang tidak baik atau menyaksikan keluarganya melakukan bunuh diri. \n Skizofrenia. Orang dengan Skizofrenia berisiko untuk mengakhiri hidupnya dengan cara melukai dirinya sendiri dan tidak mampu membedakan realita dan halusinasi. Seringkali orang dengan Skizofrenia mendengar adanya suara yang menghantui seperti “kamu bodoh, kamu tidak akan bisa”, “lebih baik kamu mati saja, sudah tidak berguna lagi”. Awalnya pengidap Skizofrenia akan bertahan, kemudian mulai marah, dan lama-kelamaan akan melakukan upaya untuk menyakiti diri sendiri tanpa disadari. \n Seseorang dengan gangguan adiksi yang membuat orang memiliki ketergantungan atau kecanduan zat terlarang seperti narkoba, alkohol atau rokok, sehingga berisiko tinggi untuk melakukan upaya bunuh diri. \n Penderita Anoreksian atau seseorang yang merasa dirinya gemuk sehingga membuat penderitanya merasa depresi dan frustasi untuk melakukan berbagai upaya untuk menurunkan berat badan dengan berbagai cara. \n \n\n Sahabat Hermina, ini tanda-tanda seseorang memiliki pemikiran untuk bunuh diri: \n\n a. Adanya kecenderungan menutup diri atau menyendiri \nb. Tidak bersemangat, murung, sedih, dan mudah merasa lelah \nc. Depresi terselubung, terlihat sangat senang untuk menutupi perasaannya \nd. Berkurangnya napsu makan \ne. Merasa cemas dan gelisah yang sangat ekstrim \nf. Mencoba menyakiti diri sendiri, merasa tidak memiliki alasan untuk hidup dan merasa bahwa bunuh diri sebagai jalan keluar. \n\n Lalu, apa yang harus kita lakukan jika orang disekitar kita memiliki pemikiran untuk bunuh diri? Beberapa hal ini bisa kamu lakukan untuk membantu mencegahnya: \n\n \n Jangan pernah anggap remeh atau bercanda orang yang memiliki pemikiran untuk melakukan tindakan bunuh diri, sebagai orang terdekat kita harus menumbuhkan sikap peduli dan luangkan waktu untuk mendengarkan keluh kesah yang dialami. Jangan biarkan ia memendam perasaannya sendiri. \n Cari bantuan profesional dan fasilitasi untuk konsultasi ke Psikolog atau Psikiater \n Puji dan motivasi untuk pencapaian yang telah ia lakukan selama ini. Motivasi bahwa tidak semua kegagalan menjadi akhir dari segalanya \n Jangan memberi nasehat atau menceramahi orang yang sedang depresi, karena semakin disalahkan maka akan semakin besar pula rasa bersalah dan keinginannya untuk melakukan tindakan bunuh diri. \n \n\n Sahabat Hermina, itulah pentingnya menanamkan stigma ke masyarakat agar tidak ragu dan malu untuk berkonsultasi ke Dokter Spesialis Kejiwaan atau Psikolog. Sebab orang dengan gangguan jiwa masih dapat pulih dengan bantuan Profesional, support dari orang dan lingkungan sekitar. Jangan ragu untuk konsultasikan kesehatan Sahabat Hermina bersama Dokter Spesialis Kejiwaan atau Psikiater kami di RS Hermina Galaxy. Caritahu informasi seputar kesehatan bersama Rumah Sakit Hermina Galaxy dengan follow akun instagram dan tiktok kami di @rsuherminagalaxy. Buat janji dokter jadi lebih mudah melalui aplikasi Halo Hermina dan melalui call center kami di 1500488. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 24 Mei 2023<\/li><\/ul><\/div>
Body Dysmorphic Disorder, Kondisi Apa itu?<\/a><\/h3>
Apakah Sahabat Hermina melihat ke cermin dan terpaku pada jerawat atau bekas luka atau cacat lain yang Anda lihat pada kulit Sahabat Hermina? Atau apakah Sahabat Hermina khawatir hidung Sahabat Hermina terlihat aneh atau bagian lain dari tubuh terlihat kurang enak dilihat? \n\n Body dysmorphic disorder (BDD) adalah gangguan mental yang berbeda di mana seseorang disibukkan dengan cacat fisik yang dibayangkan atau cacat kecil yang sering tidak dapat dilihat orang lain. Akibatnya, orang dengan kelainan ini melihat diri mereka "jelek" dan sering menghindari paparan sosial atau beralih ke operasi plastik untuk mencoba memperbaiki penampilan mereka. \n\n Ketika pikiran dan perasaan ini memakan waktu dan menyebabkan tekanan emosional yang signifikan (seperti kecemasan, kesedihan, atau kesadaran diri) dan/atau masalah signifikan dalam kehidupan sehari-hari Sahabat Hermina — inilah gangguan dismorfik tubuh. Selain itu, pada titik tertentu, orang dengan BDD juga terlibat dalam perilaku kompulsif berulang yang berlebihan (seperti membandingkan dengan orang lain atau memeriksa cermin atau berdandan secara berlebihan) sebagai tanggapan atas masalah penampilan. \n\n BDD adalah gangguan kronis (jangka panjang) yang mempengaruhi pria dan wanita secara setara. Biasanya dimulai selama masa remaja atau awal masa dewasa. \n\n BDD memengaruhi cara Sahabat Hermina melihat diri sendiri dan perasaan tentang penampilan, dan gejalanya dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Beberapa yang paling umum termasuk (namun tidak terbatas pada): \n\n \n Menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan setidaknya satu hal tentang tubuh Sahabat Hermina yang menurut Sahabat Hermina kurang enak dilihat, meskipun orang lain mengatakan itu tidak signifikan atau tidak menyadarinya. Ini juga dapat menyebabkan Anda membandingkan penampilan Anda dengan penampilan orang lain. \n Merasa terdorong untuk berulang kali melihat atau memeriksa penampilan Anda (menggunakan cermin, permukaan reflektif seperti jendela atau meminta umpan balik dari orang lain). Di sisi lain, beberapa orang mungkin secara aktif menghindari foto atau melihat bayangannya untuk menghindari kesusahan yang mereka rasakan saat melihat penampilan mereka sendiri. \n Sering mengubah penampilan (tanning, mengubah gaya rambut, mengganti pakaian, dll.). \n Sering berfoto selfie (foto diri sendiri yang Anda ambil dengan smartphone) untuk memeriksa penampilan, atau menggunakan aplikasi/filter foto untuk menyembunyikan atau mengubah hal-hal yang tidak Anda sukai tentang penampilan Anda. \n Merasa takut atau cemas karena mengira orang lain menatap, menilai, atau mengolok-olok hal-hal yang tidak di sukai tentang tubuh atau penampilan. Beberapa orang mengalami serangan panik saat melihat hal-hal yang tidak mereka sukai tentang tubuh mereka di cermin atau permukaan reflektif. \n Merasa malu atau muak dengan tubuh atau penampilan, terutama hal-hal spesifik yang menurut Sahabat Hermina bermasalah. Beberapa kata paling umum yang digunakan orang dengan BDD untuk menggambarkan diri mereka atau bagian tubuh mereka termasuk "jelek", "mengerikan", "tidak normal", atau "tidak menarik". \n Perilaku perawatan kompulsif yang berbahaya, seperti mencabut atau menarik rambut (trikotilomania) atau mengorek kulit (dermatillomania). Ini adalah kondisi kesehatan mental terpisah yang berbeda dari BDD, dan mereka memiliki pendekatan pengobatan yang berbeda. \n Menghindari situasi di mana orang mungkin memperhatikan hal-hal yang tidak di sukai dari diri Sahabat Hermina. Hal ini dapat mengganggu aktivitas kerja atau sekolah, atau menyebabkan Sahabat Hermina menghindari pertemuan sosial. \n Prosedur medis berulang, seperti operasi kosmetik, untuk mencoba "memperbaiki" hal-hal yang tidak di sukai dari penampilan. \n Pikiran menyakiti diri sendiri atau bunuh diri karena penampilan. \n \n\n Jika Sahabat Hermina mengalami gejala body dysmorphic disorder, menyakiti diri sendiri atau orang lain, cemas berlebihan akan penampilan, segera hubungi dokter kesayangan Sahabat Hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Jatinegara<\/a><\/li>
- 31 Maret 2023<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Depresi dan Cara Mengatasinya<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, depresi itu berbeda dengan perasaan sedih yang biasa loh. Depresi merupakan gangguan suasana perasaan yang berdampak negatif dalam fungsi dan aktivitas sehari-hari para pengidapnya. Perasaan sedih pada depresi berlangsung terus menerus selama 2 minggu atau lebih, disertai kehilangan semangat dan minat. Depresi juga dapat menimbulkan perasaan putus asa, gangguan tidur, gangguan pada pola makan dan berbagai masalah fisik maupun emosional lainnya. \n\n Penyebab depresi itu banyak faktor yang saling berkaitan baik internal maupun eksternal. Beberapa faktor dalam diri bisa berupa adanya faktor keturunan, kurang terampilnya seseorang mengelola dan memaknai stres, faktor kepribadian seseorang, penggunaan Napza, dll. Sedangkan faktor ekternal bisa bermacam-macam juga, seperti masalah relasi dengan orang lain, perubahan dalam kehidupan, kesulitan hidup, permasalahan dalam karir, keuangan, dll. \n\n Depresi bisa muncul saat strategi mengelola stres yang kita miliki kurang berjalan dengan baik dan menimbulkan tekanan yang mengganggu perasaan kita. Saat mengalami kondisi depresi, kita bisa melakukan beberapa hal loh untuk membuat strategi kita dalam mengelola stres bisa kembali berjalan dengan baik. Beberapa hal tersebut adalah dengan: \n\n \n Mempertahankan kontak sosial \n \n\n Bangun komunikasi dan hubungan yang sehat dengan lingkungan Anda. Saat gejala depresi melanda, dukungan dari orang-orang sekitar dapat Anda maksimalkan untuk membuat kita nyaman, meminta bantuan, dan merasa dimengerti . \n\n \n Berolahraga \n \n\n Aktivitas fisik akan memperbaiki mood Anda. Bonus lainnya adalah Anda akan menjadi lebih sehat dan bugar. Untuk mendapat manfaat yang maksimal, lalukan kegiatan olah raga di luar ruangan bersama kawan-kawan Anda. Udara segar, sinar matahari dan interaksi dengan teman akan baik untuk mood Anda. \n\n \n Pola Makan Sehat \n \n\n Meski terdengar klise, namun nyatanya apa yang Anda makan dan minum dapat memengaruhi kesehatan mental. Memiliki pola makan sehat dapat menjadi cara untuk mempertahankan mood Anda tetap baik. Kurangi konsumsi gula, karbohidrat, dan lemak tak sehat. Perbanyaklah makan buah, sayur dan minum air yang cukup. Hindari konsumsi kafein, rokok dan alkohol. \n\n \n Kualitas Tidur yang Baik \n \n\n Memiliki kualitas tidur yang baik adalah penting untuk menjaga mood Anda. Biasakanlah tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari. Jauhilah hal yang dapat mengganggu tidur Anda seperti bermain handphone sebelum tidur, atau minum kopi dan melakukan aktivitas fisik berat menjelang tidur. Memiliki ritual kecil sebelum tidur seperti mencuci muka, minum secangkir susu hangat, atau berdoa sebelum tidur adalah ide yang baik membantu Anda mendapatkan tidur yang baik. \n\n \n Me Time \n \n\n Lakukan kegiatan yang biasa berdampak positif untuk membuat Anda lebih relax. Lakukan kembali kegiatan yang terbukti bermanfaat untuk memperbaiki suasana perasaan Anda. Berlibur, makan makanan kesukaan, melakukan hobi, beribadah, mendengarkan musik, membaca bisa menjadi sarana bagi Anda untuk sejenak meredakan ketegangan. \n\n \n Eksplorasi ke Dalam Diri \n \n\n Adakalanya kita perlu diam dan belajar mengenal diri kita sendiri. kenali cara kita merespon stres, membuka diri terhadap koreksi dan perbaikan , kelola ekspektasi terhadap diri kita dan orang lain, menyeimbangkan peran, memiliki harapan, berpikir positif dan belajar menerima kelebihan serta kekurangan kita. Beberapa hal tersebut dapat menjadi hal yang penting dalam perbaikan mood Anda. \n\n Nah Sahabat Hermina, itulah beberapa cara mengatasi depresi. Jangan lupa untuk berkonsultasi dengan profesional jika strategi Anda untuk mengelola stres belum berjalan dengan optimal setelah Anda mempraktekkan hal-hal tersebut. Konseling, psikoterapi dan pemberian obat-obatan yang sesuai dapat diberikan untuk mengembalikan kualitas hidup dan fungsi Anda menjadi lebih baik dan lebih memaknai kondisi stres atau depresi yang dialami dengan lebih positif. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bekasi<\/a><\/li>
- 31 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Depresi Terselubung<\/a><\/h3>
Apakah Sahabat Hermina sering melihat teman atau kenalan yang kayaknya kerjanya oke, produktif dan happy terus bawaannya tapi sebenarnya bahwa teman Anda ini punya banyak sekali masalah tapi kok bisa ya tetap senyum tetap happy, tidak stress dan depresi? Banyak orang yang berpikir stress dan depresi adalah satu hal yang sama. \n\n \n\n Stress dan Depresi itu berbeda. \n\n Stress itu semua orang akan mengalaminya, lumrah dalam kehidupan pasti ada karena kita bukan robot. Ketika masuk ke depresi itu adalah suatu diagnosis. Istilahnya Depresi adalah gangguan jiwa yang menyebabkan pola pikir, perasaan sampai perilaku itu jadi mengganggu bisa pula jadi lebih negatif. \n\n \n\n Gejala Depresi \n\n \n Perasaannya jadi sedih, sedih yang berkepanjangan yang menetap dan berlarut-larut \n Tidak bersemangat untuk mencari kesenangan \n Tidak bertenaga atau mudah lelah \n Sulit fokus \n Tidak percaya diri atau pesimis \n Merasa bersalah \n Gangguan makan \n Gangguan tidur \n Berpikir untuk menyakiti diri atau mengakhiri segalanya \n \n\n \n\n Apa Itu Depresi Terselubung? \n\n Depresi terselubung bukan suatu diagnosis di Indonesia maupun di dunia. Kita tidak mengenal diagnosis depresi tersebut, tetapi itu masih menjadi suatu istilah yang bisa dipakai untuk fenomena psikis orang perkotaan. Jadi depresif terselubung adalah ketika sebetulnya dia mengalami depresi tapi gejala seperti suasana perasaan sedih Itu tidak menonjol, yang menonjol adalah gejala fisiknya. Gejala fisik seperti misalnya nyeri yang menetap, kemudian ketegangan ditengkuk sampai rasa tidak nyaman di lambung, mual, sering berdebar. Gejala itu yang biasanya menonjol kemudian selain keluhan fisik tadi muncul gangguan tidur dan gangguan makan dan pada akhirnya jadi menarik diri malas untuk beraktivitas. \n\n \n\n Siapa saja yang dapat mengalami depresi terselubung? \n\n Depresi ini bisa mengenai semua umur baik dari usia kanak-kanak hingga lansia kalau secara prevalensi lebih banyak pada lansia. Ketika lansia kebanyakan merasa sendiri seperti anak-anaknya yang tidak tinggal serumah atau kehilangan pasangan. \n\n Untuk depresi teselubung ini memang kebanyakan dialami orang-orang yang produktif karena beban hidup cukup banyak, dari ekonomi, pekerjaan, keluarga atau dengan pasangan. \n\n \n\n Sahabat Hermina, profesionalisme harus menjadi kedok bagi yang mengalami depresi terselubung di usia produktif. Apakah orang yang sedang mengalami depresi terselubung ini sadar bahwa dirinya depresi? orang dengan gangguan ini memang tidak menyadarinya karena ada di alam bawah sadar semuanya perasaan yang sebetulnya tertekan ada rasa sedih di coba mekanisme coping jadi membuat terlihat lebih tegar bisa senyum, tetapi sebetulnya yang muncul jadi keluhannya fisik \n\n \n\n Tips Menimalisir Resiko Terjadinya Depresi \n\n \n Lakukan relaksasi untuk mengatasi stres, misalnya yoga atau pilates. \n Cukupi kebutuhan tidur, minimal selama 8 jam per hari. \n Hindari konsumsi minuman beralkohol. \n Lakukan olahraga secara teratur. \n Pastikan untuk berkumpul dengan teman atau keluarga pada waktu luang. \n Batasi penggunaan sosial media jika dirasa mengganggu. \n Jauhi orang yang membawa pengaruh buruk. \n Lakukan pengobatan dan kontrol rutin terhadap penyakit kronis yang berisiko menyebabkan depresi. \n Konsultasikan dengan dokter jika merasakan sedih yang berkepanjangan, terutama setelah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. \n \n\n \n\n Apabila telah mengalaminya, Anda bisa melakukan penanganan depresi bersama dengan dokter spesialis kedokteran jiwa Rumah Sakit Hermina Bekasi. \n\n \n\n Unduh aplikasi Halo Hermina untuk membuat janji temu dengan dokter-dokter spesialis di Rumah Sakit Hermina Bekasi. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 27 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
Kelola Emosi dan Tingkatkan Suasana Hati<\/a><\/h3>
Manajemen emosi adalah seperangkat keterampilan yang dapat membantu bereaksi secara konstruktif terhadap orang atau peristiwa. Mempelajari cara mengelola emosi dapat bermanfaat bagi karier dengan membantu membuat pilihan rasional dan mengembangkan hubungan dengan orang lain. Meningkatkan keterampilan manajemen emosi mungkin membutuhkan waktu dan usaha, tetapi dapat memberikan hasil positif dalam kehidupan profesional. \n\n Jadi, apa strategi terbaik untuk mengelola emosi? Dan bagaimana kita menghindari ledakan reaktif dan mengelola emosi secara efektif saat ini? \n\n \n Tersenyumlah untuk membuat diri merasa baik. Temukan cermin, buatlah itu menyenangkan. Jika awalnya terasa tidak benar, Anda akan segera menertawakan diri sendiri dan merasa lebih baik secara alami. Otot yang kita gunakan untuk tersenyum akan memberi tahu otak bahwa kita bahagia. Lakukan setidaknya selama 30 detik. \n Tersenyumlah untuk membuat orang lain merasa baik. Ciptakan koneksi itu, buka komunikasi, picu sel-sel otak positif yang membuat kita mengalami empati terhadap orang lain. \n Bangun dan bergerak. Melompat-lompat. Penting untuk menggerakkan kelenjar getah bening kita untuk mengeluarkan racun dari tubuh kita. Gerak agar aliran darah lebih lancar dan membuat hormongembira keluar. Sekali lagi, ini akan memberi tahu otak kita bahwa kita bahagia dan membuat kita merasa lebih baik. Bangun dari meja Anda secara teratur. \n Periksa dengan tubuh. Lakukan pemindaian tubuh. Catat di mana Anda menahan ketegangan dan fisiologi Anda secara keseluruhan. Kaitkan ketegangan dan perubahan ini dengan emosi yang Anda rasakan untuk mulai memahami di mana dan bagaimana berbagai emosi memengaruhi Anda. \n Hilangkan ketegangan secara fisik. Jika Anda merasa tegang di lengan, goyangkan lengan Anda; jika Anda merasa sesak di dada, regangkan, dan kembangkan atau tarik napas dalam-dalam. \n Bernapas. Ambil 6 napas diafragma dalam-dalam. Tubuh kita tidak dapat mempertahankan kemarahan melalui pernapasan dalam. Biarkan paru-paru bagian bawah memiliki oksigen untuk melewati tubuh dan otak Anda. Ini akan menenangkan Anda dan membanjiri Anda dengan oksigen. Anda mungkin merasa geli. Lakukan setidaknya selama 60 detik. \n Berbicara dengan seseorang. Ekspresikan perasaan Anda untuk mulai menyelesaikan situasi. Curhat ke teman atau kolega daripada menekan emosi. \n Lepaskan dan libatkan kembali emosi. Memarkir emosi yang menantang untuk dihadapi nanti, bukan hanya menghindarinya. Akui dan terima perasaan tersebut kemudian gunakan kecerdasan emosional Anda untuk membantu membangkitkan emosi yang lebih bermanfaat. \n Beri label pada emosi Anda. Bagian otak yang dapat memberi label atau nama emosi adalah bagian yang sama yang 'merasakan' emosi tersebut. Pelabelan terbukti mengurangi intensitas. Hanya dengan mengatakan "Saya merasa marah" Anda sebenarnya merasa kurang marah. \n Beri label emosi untuk orang lain. Kita sering dapat melucuti situasi yang bermuatan emosional dengan mengakui apa yang orang rasakan. “Saya merasakan Anda marah; bisakah kamu memberitahuku bagaimana perasaanmu?” Hal ini mendorong orang lain untuk mempertimbangkan dan melabeli emosi mereka dengan lebih akurat: "Ya, saya merasa marah" atau "Tidak, saya tidak marah, saya kesal". \n \n\n Pahami bahwa emosi negatif dan positif itu penting. \n\n Manusia suka mengekspresikan kegembiraan dan cinta. Tapi, sepertinya hal yang tepat untuk menyingkirkan emosi negatif. Sahabat Hermina mungkin dibesarkan dengan gagasan bahwa menunjukkan kemarahan, rasa malu, atau frustrasi adalah tidak boleh, jadi Sahabat Hermina menyingkirkan perasaan ini. Memendam emosi Sahabat Hermina tidak akan membuatnya hilang—sebenarnya, kemungkinan besar hanya akan bertambah buruk. Emosi yang ditekan dapat berkontribusi pada kondisi kesehatan mental seperti kecemasan atau depresi. \n\n Psikoterapi yang intinya pengobatan dengan cara-cara psikologis seperti terapi perilaku, terapi kognitif dan relaksasi juga sangat diperlukan. Psikoterapi sudah terbukti secara ilmiah dapat membantu proses penyembuhan pasien dan mampu mengatasi masalah-masalah pasien ketika pasien sudah tidak memakai obat lagi. \n\n Jadi jangan takut untuk ke dokter spesialis kedokteran jiwa untuk berkonsultasi. Satu hal penting yang perlu diingat bahwa gangguan jiwa baik itu skizofrenia, depresi atau kecemasan yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan kerusakan otak. Keadaan ini dapat membuat orang yang menderitanya mengalami penurunan fungsi berpikir yang berat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 28 September 2022<\/li><\/ul><\/div>
Kok bisa ya orang bisa jadi Kleptomania ? Simak penjelasannya<\/a><\/h3>
Kleptomania adalah gangguan psikologis yang persisten, di mana seorang individu (anak-anak & dewasa muda) memiliki keinginan yang kuat untuk mencuri sesuatu dari rumah orang lain, toko, mall dll tanpa kebutuhan khusus untuk objek tersebut. Barang yang dicuri mungkin bahkan bernilai sangat kecil. Kleptomania mencuri untuk menenangkan stres, kecemasan dan ketegangan yang merekarasakan sebelum mencuri. \n\n Ini jarang terlihat pada orang dewasa di atasusia 50 tahun. Gangguan ini dapat di obati dengan menggunakan jasa psikolog. Terapi perilaku kognitif di pandang sebagai pilihan terapi yang paling efektif untuk kleptomania. \n\n Seperti banyak gangguan mental lainnya, Kleptomania dimulai dengan ketidakmampuan untuk mengendalikan perilaku nya sendiri. Seorang remaja dengan Kleptomania tidak dapat mengendalikan dorongan untukmelakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain. Dorongan untuk mencuri seringkali terlalu kuat untuk merekatolak. \n\n Orang dengan kleptomania mungkin menghadapi penangkapan, persidangan, dan penahanan sebagai akibat dari gejala mereka. Satu studi pasien klinis menemukan bahwa lebih dari 68% dari mereka dengan kleptomania telah ditangkap karena mencuri. Tapi tidak semua orang yang mencuri karena impulsif adalah seorang kleptomaniak. Psikolog memiliki daftar kriteria yang harus dipenuhi sebelum mereka melabeli seseorang sebagai kleptomania.\n \n\n Gejala Kleptomania \n\n \n Impuls berulang untuk mencuri \n Meningkatnya rasa tekanansebelummencuri \n Contoh pencurian benda yang nilai nya sedikit atau tidak sama sekali \n Perasaan lega, senang, dan puas ketika suatu benda di curi \n Kebohongan patologis \n Pencurian tidakdapat dijelaskan oleh gangguan lain \n \n\n Kleptomania dapat terjadi sendiri, tetapi sering muncul bersamaan dengan kondisi lain juga. Orang dengan kondisi ini mungkin rentan terhadap penggunaan zat dan kecemasan, serta gangguan lain yang terkait dengan kontrolimpuls. Beberapa gangguan lain yang dapat terjadi bersamaan dengan kleptomania antara lain: \n\n • Gangguan suasana hati \n\n • Gangguan panik \n\n • Gangguan kecemasan perpisahan \n\n • Gangguan dismorfik tubuh \n\n • Gangguan kecemasan \n\n \nMenemui psikiater bukan berarti telah gila atau kehilangan fungsi sebagai manusia. Justru sebaliknya, dengan mengikuti tanda harus kepsikiater di atas seseorang dapat mencegah diri nya terkena gangguan jiwa serta tetap menjalankan fungsi nya sebagai manusia dengan seimbang. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pekanbaru<\/a><\/li>
- 28 Mei 2022<\/li><\/ul><\/div>
APAKAH DEPRESI TERMASUK GANGGUAN JIWA?<\/a><\/h3>
Depresi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan rasa sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat terhadap kegiatan-kegiatan yang biasanya kita lakukan dengan senang hati dan merasa mudah lelah setidaknya dua minggu. \n\n Berikut beberapa gejala yang dapat timbul saat mengidap depresi: \nA. Gejala Umum \n1. Menurunnya tingkat aktivitas, seperti kehilangan minat, kesenangan atas hobi atau aktivitas yang sebelumnya disukai. \n2. Sulit makan atau makan berlebihan (bisa menjadi kurus atau kegemukan) \n3. Sakit kepala, masalah pencernaan (diare, sulit buang air besar, merasa tidak nyaman di perut) yang tak kunjung hilang \n4. Merasa berat di tangan dan kaki \n5. Energi manjadi lemah, mudah kelelahan, menjadi lamban \n6. Sulit berkonsentrasi atau menjadi pelupa \n7. Gangguan pola tidur seperti sulit tidur (insomnia) atau tidur berlebihan (hipersomnia) \n\n B. Gejala Psikis \n1. Terus menerus merasa sedih, cemas, atau hampa \n2. Putus asa dan pesimis \n3. Rasa bersalah, tidak berharga, rasa terbebani dan tidak berguna \n4. Tidak tenang dan mudah tersinggung \n5. Berpikiran ingin mati atau bunuh diri \n6. Sensitive \n7. Kehilangan rasa percaya diri \n\n C. Gejala Sosial \n1. Menurunnya aktivitas dan minat sehari-hari (menarik diri, menyendiri, malas) \n2. Tidak ada motivasi untuk melakukan apapun \n3. Hilangnya hasrat untuk hidup dan adanya keinginan untuk mengakhiri hidup. \n\n Berikut beberapa cara mencegah depresi agar tidak terjadi atau tidak datang kembali: \n1. Berusaha bersikap realistis terhadap apa yang kita harapkan dan apa yang bisa kita lakukan. \n2. Tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain \n3. Dalam mengambil keputusan besar seperti menikah, bercerai, tentang pekerjaan atau sekolah sebaiknya diputuskan dalam pikiran tenang. Bicarakanlah dengan teman atau orang yang professional (psikolog, konselor atau psikiater) atau orang yang kita sayangi atau kita anggap mampu membantu untuk melihat gambaran besarnya. \n4. Rutin lakukan olahraga dan kegiatan outdoor \n5. Bangunlah harga diri dan mencoba bersikap dan berpikir positif. \n6. Lebih bersosialisasi, melakukan aktivitas dengan lingkungan sekitar, tidak menyendiri \n7. Mendekatkan diri kepada Tuhan YME \n\n Segera kunjungi dokter apabila memiliki tanda-tanda depresi untuk menentukan seberapa parah yang kamu alami apakah kategori ringan, sedang atau berat. Jika depresi tergolong berat hingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, dokter akan merekomendasikan terapi yang dibutuhkan. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 16 Desember 2021<\/li><\/ul><\/div>
Gangguan Panik<\/a><\/h3>
Merupakan sebuah kondisi berupa sekumpulan gejala berulang yang dapat menyerupai gejala atau keluhan fisik tertentu (yang disebut serangan panik) dalam waktu satu bulan atau lebih, sehingga dapat membuat rasa khawatir akan mengalami serangan kembali walau sedang tidak mengalami gejala fisik (kecemasan antisipatorik). \n\n Seperti apa gejala yang bisa muncul? \n\n Keluhan fisik yang muncul dapat bervariasi namun umumnya melibatkan kondisi fisik otonom, seperti keluhan pada pernapasan, denyut jantung, pencernaan, atau hal lainnya. Orang yang mengalami menjadi merasa khawatir karena merasa seakan sakit berat dari organ-organ terkait yang dirasakan, karena benar-benar terasa mengganggu pada organ tersebut dan terjadi berulang kali. Durasi waktu atau lama tiap kali serangan panik juga dapat bervariasi dari beberapa menit sampai jam. \n\n Contoh keluhan yang muncul dapat berupa merasa sangat sesak dan sulit bernapas, rasa tercekik atau mengganjal di tenggorokan, jantung berdebar-debar, nyeri dada, mual atau muntah, menggigil, berkeringat banyak, gemetar, kesemutan, pusing, pandangan gelap, sampai seakan mau pingsan atau mati pada saat mengalaminya. Hal ini bahkan dapat membuat seseorang berpikir mungkin telah kehilangan akal sehat, karena keluhan tetap muncul berulang, baik dengan atau tanpa pencetus tertentu yang jelas (kadang muncul di situasi yang tenang atau tidak terduga sebelumnya), tanpa ada kenyataan bahaya yang nyata, dan secara fisik didapati hasil pemeriksaan yang relatif sehat atau ringan saja. Orang yang mengalami gangguan ini pun bisa menjadi merasa takut akan situasi atau hal tertentu, atau bahkan menjadi takut bila harus keluar rumah sendirian (agorafobia). \n\n Siapa saja yang dapat mengalaminya? \n\n Gangguan panik dapat dialami baik oleh wanita maupun laki-laki, dengan lebih sering terjadi pada wanita secara proporsi. Berbagai usia dapat mengalami gangguan ini, terutama pada usia dewasa, terlebih yang sedang atau telah mengalami tekanan. \n\n Bagaimana terjadinya dan bagaimana cara mencegahnya? \n\n Penyebab pasti gangguan ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, namun diduga terdapat kondisi zat-zat kimia di otak yang tidak seimbang akibat tekanan atau stres berlebih yang tersimpan atau tidak dapat teratasi dengan optimal. Hal ini kemudian menyebabkan persepsi atau terjemahan yang salah terhadap stimulus atau sensasi yang dirasakan pada tubuh, sebagai sesuatu yang lebih berat dan berbahaya. \n\n Adanya riwayat keluhan serupa sebelumnya, gangguan mental lainnya, gangguan mental di keluarga, mengkonsumsi alkohol berlebihan, serta mengalami pengalaman berat atau drastis merupakan faktor risiko dari gangguan ini. \n\n Beberapa hal yang dapat diusahakan untuk mencegah atau mengurangi keluhan gangguan panik antara lain selalu menjalankan pola hidup yang sehat, berpikir positif, latihan relaksasi, istirahat yang cukup, menghindari zat yang dapat mengganggu kesehatan, menyelesaikan permasalahan yang ada, menjalani kondisi yang ada dengan tenang dan nyaman. \n\n Kapan perlu berobat atau berkonsultasi? \n\n Gangguan panik dapat diatasi, dan dapat menjadi lebih buruk sampai sangat mengganggu kehidupan sehari-hari bila tidak diatasi dengan baik. Pemeriksaan dan penanganan lebih awal oleh tenaga medis profesional, yakni Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, dapat mengurangi intensitas dan frekuensi serangan, membantu meningkatkan kualitas hidup, serta akhirnya mencegah serangan muncul kembali di kemudian hari. \n\n Apabila Anda atau Keluarga ada yang mengalami atau memerlukan bantuan dan informasi lebih lanjut terkait gangguan panik, silahkan dapat berkonsultasi ke Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Purwokerto<\/a><\/li>
- 26 Agustus 2021<\/li><\/ul><\/div>
Waspadai Baby Blues dan Depresi Pasca Melahirkan!<\/a><\/h3>
Baby blues syndrome dan depresi pasca melahirkan merupakan gangguan psikologis yang bisa dialami ibu setelah melahirkan. Keduanya saling terkait. Namun, ada perbedaan antara baby blues syndrome dan depresi pasca melahirkan yang perlu untuk Sahabat Hermina ketahui. \n\n Pada kelahiran anak pertama, hampir sekitar 80% ibu yang baru melahirkan mengalami baby blues syndrome. Baby blues syndrome umumnya muncul setelah 2–3 hari bayi lahir dan bisa berlangsung hingga 2 minggu. Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan terus terjadi, sehingga dukungan dari pasangan, keluarga, dan orang terdekat sangat diperlukan. \n\n Baby blues syndrome dapat dialami karena setelah melahirkan berbagai perubahan yang ada dapat membuat ibu menjadi kaget. Pasalnya, tanggung jawab baru yang harus dipikul seorang ibu bisa membuatnya menjadi sangat terbebani. Tekanan untuk merawat bayi dengan baik dan menjadi ibu yang bertanggung jawab akan muncul. Kekhawatiran dan kegelisahan ini pada akhirnya bisa menyebabkan perubahan suasana hati dan pola hidup. Ibu dapat menjadi mudah sedih, marah, cemas, dan menangis tanpa alasan. Pola tidur juga menjadi berantakan dan nafsu makan menurun. \n\n Untuk ibu yang mengalami baby blues syndrome, berbagi cerita kepada keluarga atau orang terdekat yang dipercaya mengenai perasaan dan kegelisahan yang dialami perlu untuk dilakukan. Selain itu, beri waktu kepada diri sendiri untuk beradaptasi dengan rutinitas baru yang harus dijalani, sampai akhirnya bisa terbiasa dengan rutinitas baru yang harus dijalani sebagai seorang ibu. \n\n Jika gejala baby blues syndrome tidak kunjung membaik setelah 2 minggu, sebaiknya waspada. Ada kemungkinan Sahabat Hermina mengalami depresi pasca melahirkan. Depresi pasca melahirkan menyebabkan kekhawatiran yang cukup berat, sehingga bisa membuat ibu merasa putus asa, sedih, tidak berharga, bahkan tidak merasakan adanya ikatan (bonding) dengan bayi. \n\n Kasus depresi pasca melahirkan yang berat dapat menyebabkan terjadinya psikosis postpartum. Kondisi ini jarang terjadi, tapi memerlukan penanganan yang serius, karena ibu dapat mengalami halusinasi dan delusi yang bisa membahayakan bayi dan dirinya sendiri. \n\n Apabila hal tersebut terjadi, penting untuk segera memeriksakan diri ke psikolog kami untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Jika tidak segera ditangani, depresi pasca melahirkan dapat menyebabkan ikatan ibu dan anak tidak terjalin dengan baik. Bahkan, bisa pula meningkatkan risiko terjadinya depresi berat di masa yang akan datang. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pasteur<\/a><\/li>
- 02 Februari 2021<\/li><\/ul><\/div>
Depresi, Gejala dan Penanganannya<\/a><\/h3>
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. Menurut Kaplan dan Saddock, depresi didefinisikan sebagai gejala yang dialami selama 2 minggu dengan 4 karakteristik gejala seperti perubahan dalam nafsu makan, adanya perasaan bersalah, perubahan dalam tidur dan aktivitas, hilangnya energi, adanya perasaan bersalah, masalah dalam proses berpikir dan mengambil keputusan, serta munculnya pemikiran berulang tentang kematian atau bunuh diri. \n\n Seseorang dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, mengalami hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual, dan ritme biologis lain). \n\n Menurut WHO depresi merupakan penyakit mental yang paling sering ditemui di seluruh dunia. 264 juta orang menderita depresi. Sekitar 800.000 orang bunuh diri karena depresi setiap tahunnya. Kasus depresi mengenai 76-85% orang yang berasal dari negara berpenghasilan rendah dan menengah yang tidak menerima pengobatan. \n\n Berdasarkan data epidemiologi WHO tahun 2015, penduduk secara global dengan depresi mencapai 4.4%. Insidensi pada perempuan adalah 5.1% dan pada pria adalah 3.6%. Prevalensi bervariasi segala usia, tinggi pada usia dewasa tua (perempuan usia 55-74 sebesar 7.5%, pria sebesar 5.5%). Pada kelompok anak-anak dan remaja di bawah 15 tahun memiliki angka yang lebih rendah daripada kelompok dewasa. \n\n Penyandang depresi di seluruh dunia telah mencapai 322 juta orang dengan setengah populasi dari penyandang berada di Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat. Pada 2030, depresi diperkirakan menjadi penyebab utama penyakit global dengan persentase sebesar 6%. Depresi menyerang 5-10% remaja dan 10-15% orang dewasa. Persentase depresi di setiap negara bervariasi dari 8% hingga 12%. Gangguan depresi yang terjadi pada masa kanak-kanak dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi saat remaja sebesar 60-70% dengan 20-40% diantaranya mengalami gangguan afektif bipolar dalam 5 tahun. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi depresi pada penduduk umur >15 tahun didapatkan 6.1/1000 penduduk dan hanya 9% di antaranya yang minum obat atau menjalani pengobatan medis. \n\n \n\n \n\n Etiologi gangguan depresi \n\n - Faktor organobiologik: kelainan atau disregulasi pada metabolit amin biogenik: 5-Hidroxyindoleacetic acid (5-HIAA), 3-Methoxy-4-Hydroxyphenyl-glycol (MHPG) dalam darah, urin, cerebrospinal fluid (CSF) pasien gangguan mood; penurunan aktivitas norepinefrin, serotonin, dopamin. Faktor neuroendokrin à hipotalamus adalah pusat regulasi neuroendokrin dan menerima rangsangan neuronal yang menggunakan neurotransmiter biogenik amin. \n\n Bermacam-macam disregulasi endokrin dijumpai pada pasien gangguan mood. Faktor Neuroanatomi à beberapa peneliti menyatakan hipotesisnya, bahwa gangguan mood melibatkan patologik dan sistem limbik, ganglia basalis dan hipotalamus. \n\n - Faktor genetik : pada penelitian anak kembar terhadap gangguan depresi berat, pada anak kembar monozigot adalah 53-69 %, sedangkan dizigot 13–28 %. \n\n Hasil penelitian: anak biologis dari orang tua yang terkena gangguan mood berisiko mengalami gangguan mood meski anak tersebut dibesarkan oleh keluarga angkat. \n\n - Faktor psikososial: peristiwa kehidupan dan stres lingkungan (stresor); faktor kepribadian à semua orang, apapun pola kepribadiannya, dapat mengalami depresi sesuai dengan situasinya (peristiwa stressful). \n\n - Formulasi lain dari depresi: teori kognisi à depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang membuat seseorang memiliki kecenderungan menjadi depresi. Trias kognitif: \n\n (a). pandangan terhadap diri sendiri: persepsi negatif terhadap dirinya, \n\n (b). pandangan terhadap lingkungan: kecenderungan menganggap dunia bermusuhan terhadapnya, \n\n (c). pandangan terhadap masa depan yaitu bayangan penderitaan dan kegagalan. \n\n \n\n Faktor Risiko \n\n Kriteria Diagnosis Gangguan Depresi Berat berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) adalah suatu keadaan perasaan depresi atau emosi yang iritabel, atau anhedonia yang terjadi dalam kurun waktu 2 minggu. Salah satu dari kriteria gejala harus disertai dengan empat gejala tambahan (contoh: gangguan tidur, kelelahan, pemikiran untuk mengakhiri hidup, gangguan psikomotor, perubahan dalam nafsu makan atau berat badan, perasaan tidak berharga atau tidak berguna, kesulitan untuk konsentrasi, atensi, atau dalam mengambil keputusan). \n\n Menurut International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems – Tenth Revision (ICD-10) dan PPDGJ III, kriteria diagnosis dari depresi terdiri dari: \n\n \n Gejala utama pada derajat ringan, sedang, dan berat \n Afek depresi \n Kehilangan kegembiraan dan minat \n Berkurangnya energi dalam melakukan sesuatu dan menurunnya aktivitas \n Gejala penyerta lainnya \n Kurangnya nafsu makan \n Waktu tidur terganggu \n Pikiran atau tindakan untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri \n Perasaan bersalah dan tidak berguna \n Konsentrasi dan fokus yang berkurang \n Kepercayaan dan harga diri berkurang \n Pemikiran masa depan yang pesimis dan suram \n \n\n Diagnosis ditegakkan bila ditemukan gejala sekurang-kurangnya 2 minggu dan dapat ditegakkan dalam periode yang lebih pendek jika gejala luar biasa berat dan berlangsung cepat. \n\n \n\n Episode Depresi Ringan \n\n \n Sekurang-kurangnya ditemukan 2 hingga 3 gejala utama depresi \n Adanya sekurang-kurangnya 2 gejala lainnya \n Pada suatu episode dalam waktu sekurang-kurangnya 2 minggu, tidak ditemukannya gejala berat \n Terdapat kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang dilakukan \n \n\n \n\n Episode Depresi Sedang \n\n \n Sekurang-kurangnya terdapat 2 hingga 3 gejala utama episode depresi \n Ditemukan sekurang-kurangnya 3 atau 4 gejala lainnya \n Durasi episode berlangsung minimal dalam 2 minggu \n Memiliki kesulitan dalam melakukan pekerjaan, kegiatan sosial, dan pekerjaan rumah tangga \n \n\n \n\n Episode Depresi Berat \n\n \n Ditemukannya 3 gejala depresi utama \n Ditemukannya 4 gejala depresi lainnya dan beberapa di antaranya memiliki intensitas berat \n Bila terdapat gejala penting yang menyolok, pasien enggan atau tidak mampu untuk melaporkan secara rinci \n Pasien tidak memungkinkan untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan rumah tangga, dan pekerjaan \n \n\n \n\n Langkah-langkah pertolongan pertama dalam menghadapi depresi: \n\n \n Cobalah berbicara kepada orang terdekat tentang perasaan yang dirasakan \n Carilah pertolongan segera kepada tenaga medis yang berkompeten \n Tetaplah menjaga kontak komunikasi yang baik dengan keluarga dan sahabat \n Cobalah untuk olahraga teratur \n Bentuklah kebiasaan tidur dan waktu makan secara teratur \n Hindari penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang \n Cobalah lakukan hal yang selalu disenangi sebelumnya \n Cobalah mengganti pikiran negatif dengan pikiran positif \n Berikan penghargaan untuk diri sendiri terhadap setiap prestasi. \n \n\n \n\n Gangguan depresi dapat dipulihkan. Jika Sahabat Hermina merasa mengalami gejala depresi, silakan berkonsultasi dengan dokter. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Palembang<\/a><\/li>
- 27 November 2020<\/li><\/ul><\/div>
Fakta Omega-3<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, seperti yang kita ketahui, bahan makanan dan suplemen yang mengandung Omega-3 sering dipercaya menjadi sumber yang membantu melawan gangguan kesehatan, seperti penyakit jantung, mencegah demensia, serta berperan penting dalam perkembangan janin. \n\n \n\n Omega-3 merupakan asam lemak esensial atau asam lemak tak jenuh ganda yang mampu berguna dalam mengontrol tubuh sehingga terbebas dari rasa pusing, mual hingga kolesterol. Di sisi lain, Omega-3 juga sangat berguna bagi kesehatan otak yang dapat menjaga perkembangan fungsi dan saraf. Umumnya, makanan yang mengandung Omega-3 adalah ikan salmon, tuna, sarden dan tiram, yang pada setiap 100 gramnya terkandung kurang lebih sebanyak 1 gram asam lemak tak jenuh ganda. \n\n \n\n Namun, fakta di atas tidak sepenuhnya benar karena ada beberapa penelitian yang menemukan fakta lain dan penelitian yang di lakukan sebelumnya belum menggunakan standar sampel dan uji coba yang kuat. Berikut ini adalah beberapa klaim dan fakta mengenai Omega-3. \n\n \n\n 1. Omega-3 Dapat Mengurangi Risiko Penyakit Kardiovaskular \n\n Serangkaian penelitian menemukan, kaitan konsumsi ikan yang mengandung minyak ikan tinggi memang dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, serta mengurangi risiko stroke. Selain itu, konsumsi bahan makanan yang mengandung asam lemak Omega-3 secara rutin dapat membantu mengurangi kadar trigliserida dalam darah. Akan tetapi, tetap konsumsi Omega-3 dengan kadar yang sewajarnya. \n\n \n\n 2. Omega-3 Dapat Mengurangi Risiko Kanker \n\n Untuk pernyataan yang satu ini, belum ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Omega-3 dapat mengurangi risiko kanker. Sebuah penelitian justru menunjukkan hal sebaliknya. Konsumsi suplemen Omega-3 justru meningkatkan risiko kanker prostat mencapai 70 persen. \n\n \n\n 3. Omega-3 Dapat Membantu Mencegah Demensia \n\n Demensia atau gangguan daya ingat, daya berpikir, dan cara berperilaku diklaim dapat dicegah dengan bantuan konsumsi Omega-3. Namun faktanya penelitian menemukan bahwa konsumsi suplemen Omega-3 ternyata tidak mendatangkan manfaat tersebut pada lansia. Penelitian lain juga menemukan bahwa Omega-3 tidak memberikan efek signifikan terhadap daya ingat dan daya kognitif. \n\n \n\n 4. Omega-3 Dapat Menjaga Kesehatan Indera Penglihatan \n\n Penelitian pada 2010 menemukan bahwa mengonsumsi ikan yang berkadar minyak tinggi setidaknya dua kali dalam seminggu dapat mengurangi risiko degenerasi makula (daerah di belakang retina) karena faktor usia. Meski demikian, bukti penelitian ini masih perlu dikaji lebih lanjut. \n\n \n\n 5. Omega-3 Dapat Meredakan Peradangan pada Artritis \n\n Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa konsumsi minyak ikan secara teratur selama 3 bulan dapat mengurangi nyeri sendi pada penderita artritis. Selain itu, konsumsi minyak ikan juga ditengarai mampu berdampak terhadap sistem kekebalan tubuh penderita rheumatoid arthritis. Hanya saja, perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait hal ini. \n\n \n\n 6. Omega-3 Dapat Mengurangi Risiko Depresi \n\n Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam lemak Omega-3 dapat membantu mengurangi gejala depresi pada wanita. Namun, seberapa signifikan efeknya masih perlu diteliti lebih lanjut. \n\n \n\n \n\n Nah, Sahabat Hermina, itulah fakta menarik di balik manfaat Omega-3 bagi kesehatan. Semoga bermanfaat. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/a><\/span>");
- 27 November 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 02 Februari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 26 Agustus 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 16 Desember 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 28 Mei 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 28 September 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 27 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 31 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 31 Maret 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 24 Mei 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 28 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 26 Oktober 2023<\/li><\/ul><\/div>