- Hermina Medan<\/a><\/li>
- 14 November 2023<\/li><\/ul><\/div>
Ketahui Dampak Kesehatan, Membiarkan Gigi Berlubang<\/a><\/h3>
Masih banyak masyarakat mengabaikan pentingnya menjaga kebersihan gigi dan melakukan pemeriksaan secara rutin kesehatan gigi. Hal ini rentan berdampak mebuat kamu mengalami masalah gigi berlubang. Penanganan yang baru dilakukan jika rasa nyeri sudah menyerang dan mengganggu kenyamanan beraktivitas. Ya, sakit gigi memang sangat tidak menyenangkan, terlebih jika disebabkan karena masalah gigi berlubang. \n\n Gigi berlubang rentan terjadi pada anak. Namun, masalah kesehatan gigi dan mulut ini bisa terjadi pada orang dewasa yang tidak memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan gigi mereka. Sayangnya, gigi berlubang yang tidak segera mendapatkan penanganan atau tidak ditangani dengan benar dapat memicu infeksi pada jaringan tubuh. Jangan abaikan gigi yang berlubang, karena ini dampak yang akan kamu dapatkan. \n\n \n Nyeri yang tidak tertahankan \n \n\n Nyeri yang kamu rasakan bergantung pada seberapa besar lubang yang ada pada gigi. Bisa jadi, rasa sakitnya datang dan bertahan selama beberapa detik, kemudian menghilang. Namun, rasa sakit ini akan kembali datang dan dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Bukan tidak mungkin, rasa sakit ini menyalur hingga ke bagian kepala anda. \n\n \n Abses Gigi \n \n\n Gigi berlubang yang tidak ditangani bisa mengakibatkan terjadinya infeksi yang menyebar ke bagian jaringan lunak dari pulp, rahang, atau mulut. Infeksi yang sangat parah bisa menyebabkan munculnya abses atau kantong berisi nanah yang terlihat di sekitar gigi maupun gusi. Munculnya abses ini lebih karena adanya bakteri yang terakumulasi di dalam mulut. \n\n \n Masalah Gusi \n \n\n Gingivitis atau penyakit gusi muncul dengan gejala peradangan pada gusi yang diikuti dengan rasa nyeri hebat. Bahkan, penyakit ini bisa menyerang gusi sehat lainnya. Hal ini membuat gusi terlihat membengkak dan berwarna kemerahan, bahkan bisa mengeluarkan darah ketika kamu menyentuh atau menyikatnya. Pada kasus gigi berlubang yang parah, kamu pun bisa mengalami kondisi yang disebut periodontitis. \n\n \n Penyakit Jantung dan Stroke \n \n\n Apa hubungan antara gigi berlubang dan masalah jantung hingga stroke ? wah Ternyata, gusi yang mengalami luka memicu masuknya bakteri dimulut kedalam aliran darah, sehingga bisa mengakibatkan infeksi pada otot jantung bagian dalam . Begitu pula dengan resiko terjadinya stroke. Baik masalah jantung maupun stroke bisa berujung pada kematian, jadi benar – benar tidak boleh kamu sepelekan. \n\n \n Berpengaruh pada struktur rahang \n \n\n Gigi berlubang yang didiamkan dan tidak diobati dalam jangka waktu yang lama akan membuat infeksi yang terjadi semakin menyebar. Tidak hanya menyerang gigi sehat lainnya, infeksi ini juga bisa menyerang gusi. Tanpa adanya pengobatan, risiko terjadinya kerusakan tulang rahang pun sangat mungkin. Ini dapat terjadi apabila ada gigi ompong karena pembusukan gigi berlubang yang membuat gigi lain bergeser. Pergeseran ini memengaruhi struktur gigi dan rahang. \n\n ternyata, dampak dari gigi berlubang yang tidak segera diobati sangat membahayakan, ya? Bahkan, sampai ada yang mengancam nyawa. Inilah alasan kamu harus rutin memeriksakan kesehatan gigi, minimal setiap 6 bulan sekali, sehingga infeksi bisa dideteksi dini dan penanganan bisa dilakukan. RSU Hermina Medan memiliki dokter gigi umum dan spesialistik yang cukup lengkap, denga alat alat juga yang memadai, jadi segera bersihkan dan periksakan kesehatan gigi anda serta keluarga anda di RSU Hermina Medan. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Medan<\/a><\/li>
- 19 Oktober 2023<\/li><\/ul><\/div>
Waspada Polio !!! Kenali Gejala, Penyebab, Pengobatannya dan Pencegahan<\/a><\/h3>
Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi virus yang menular. Paparan virus ini dapat memicu cedera saraf yang sangat berisiko menyebabkan kelumpuhan, kesulitan napas, hingga bisa berujung menjadi kematian. \n\n Meskipun penyakit ini sangat rentan dialami oleh anak-anak, bukan berarti orang dewasa tidak berisiko terpapar penyakit polio. Melakukan pencegahan yang tepat dapat menjadi tindakan yang efektif untuk bisa menghindari paparan virus penyebab polio. \n\n Penyebab Polio \n\n Penyakit ini disebabkan oleh virus polio. Biasanya, penularan dapat terjadi melalui kontak langsung atau mengonsumsi air dan makanan yang telah terkontaminasi dengan feses yang mengandung virus polio. Meskipun tidak memiliki gejala, tetapi pengidap polio tetap bisa menularkan virus polio kepada orang lain. \n\n \n\n Faktor Risiko Polio \n\n Orang-orang yang sangat memiliki risiko tinggi terkena penyakit ini yaitu: \n\n \n Orang yang tinggal di daerah terpencil dengan sulitnya akses air mengalir yang bersih terutama untuk MCK \n Ibu Hamil dengan HIV Positif \n Anak anak yang tidak di vaksinasi \n \n\n bagi orang-orang yang tidak pernah divaksinasi, risiko tertular penyakit ini akan semakin tinggi, bila: \n\n \n Bepergian ke daerah yang baru saja terjadi wabah polio \n Tinggal atau merawat pengidap polio \n Bekerja dengan spesimen virus \n Sudah menjalani Tonsilektomi \n \n\n \n\n Gejala Polio \n\n Gejala penyakit polio dialami berbeda-beda oleh setiap pengidapnya. Bahkan, 95 hingga 99 persen pengidap polio tidak mengalami gejala. Berikut beberapa gejala polio yang perlu diwaspadai: \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n Gejala Polio dari Polio Tipe non-Paralisis \n\n \n Demam \n Nyeri Menelan \n Nyeri Kepala \n Muntah \n Lemas \n Meningitis \n \n\n \n\n Gejala Polio dari Polio Tipe Paralisis \n\n \n Kehilangan Refleks \n Kaki menjadi terkulai \n Paralisis yang terjadi tiba tiba hal ini dapat bersifat sementara maupun permanen \n \n\n \n\n Diagnosis Polio \n\n Diagnosis dari polio sendiri ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang. Dalam anamnesis, dokter akan mencari gejala-gejala yang muncul, kemudian melalui pemeriksaan fisik dokter akan mencari tanda-tanda penyakit seperti adanya kaku kuduk, dan kelainan pada refleks. \n\n Pemeriksaan penunjang melalui pemeriksaan swab tenggorok, pemeriksaan feses dan analisis cairan sistem saraf pusat juga dapat dilakukan untuk mencari keberadaan dari virus polio. \n\n \n\n Pengobatan Polio \n\n Segera peeriksakan ke dokter mungkin Saat ini belum ada obat yang bisa mengobati penyakit polio. Namun, penyakit ini bisa diatasi dengan melakukan beberapa perawatan yang sesuai dengan anjuran dokter, seperti \n\n \n Memberikan obat mengurangi rasa nyeri \n Obat antispamodic untuk membuat otot menjadi rileks \n Antibiotik \n Fisioterapi \n \n\n \n\n Pencegahan Polio \n\n Pencegahan dari penyakit polio ini adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi polio sendiri sudah ditemukan sejak tahun 1957 dan menjadi salah satu upaya pencegahan yang paling efektif. Vaksinasi diberikan sebanyak 3x dan ditambah dengan 1x booster. Vaksinasi perlu diberikan pada anak di usia 2 bulan, 4 bulan, 6-18 bulan dan booster-nya di antara usia 4-6 tahun. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Balikpapan<\/a><\/li>
- 29 September 2023<\/li><\/ul><\/div>
Identifikasi Kondisi Red Flag Pada Low Back Pain ( Nyeri Punggung Bawah )<\/a><\/h3>
Nyeri punggung bawah ( Low Back Pain / LBP ) adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal, nyeri radikuler atau campuran keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu didaerah lumbal atau lumbosakral dan dapat disertai dengan penjalaran nyeri kearah tungkai dan kaki ( PPK Neurologi, 2016 ) \n\n Nyeri punggung bawah merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai abnormalitas, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui; dan didefinisikan dari lokasinya, yaitu di antara costae XII dan lipatan pantat. Nyeri ini seringkali disertai dengan nyeri pada salah satu maupun kedua kaki dan berkaitan dengan gejala neurologis pada ekstremitas inferior. Kondisi ini seringkali terjadi bersamaan dengan kondisi lain seperti keadaan psikologis, sosial dan biofisika sehingga berdampak pada proses penghantaran nyeri dan pengalaman nyeri individual ( Cahya et al., JPHV 2021).. \n\n Nyeri pinggang bawah dapat diklasifikasikan sesuai onsetnya yaitu nyeri pinggang bawah akut (< 6 minggu ), subakut ( 6 minggu – 3 bulan ) dan kronis ( > 3 bulan ). Nyeri pinggang bawah dapat disebabkan oleh karena kondisi infeksi, kondisi degeneratif, neoplasma, trauma, gangguan kongenital, penyakit metabolik, dan autoimunitas . Dari berbagai etiologi tersebut, penyebab tersering dari nyeri pinggang bawah adalah penyebab mekanik seperti trauma pada vertebra, diskus maupun jaringan lunak di sekitarnya. Penyebab kedua terbesar adalah akibat proses degeneratif seperti osteoartritis dan osteoporosis ( Cahya et al., JPHV 2021). \n\n Faktor risiko untuk terjadinya nyeri pinggang bawah antara lain aktivitas fisik yang berlebihan dalam jangka waktu yang panjang, stres dan ansietas, mengangkat beban berat secara regular, overweight dan obesitas, serta duduk dalam jangka waktu yang lama. Berdasarkan penyebabnya, nyeri pinggang bawah dapat dibedakan menjadi nyeri pinggang bawah spesifik, sindroma radikular dan nyeri pinggang bawah nonspesifik. Kasus yang terbanyak pada fasilitas kesehatan primer adalah nyeri pinggang bawah nonspesifik (90-95% kasus) yang seringkali disebabkan oleh gangguan mekanik dan kondisi degeneratif pada sistem muskuloskeletal ( Cahya et al., JPHV 2021). \n\n Red flags nyeri punggung bawah jika nyeri punggung bawah terjadi pada usia di bawah 18 tahun, usia di atas 50 tahun, penggunaan antikoagulan, demam, infeksi, malignansi, gejala genitourinary ( retensi urin atau disfungsi seksual ), immunocompromise, narkotika IV, riwayat tindakan baru-baru ini atau injeksi epidural. ( Cahya et al., JPHV 2021). \n\n Mengingat berbagai etiologi serta beban akibat penyakit dari nyeri pinggang bawah, perlu dilakukan penegakan diagnosis yang tepat dan akurat agar pasien segera mendapatkan tatalaksana terapi yang sesuai dengan kondisinya ( Macedonian Journal of Medical Sciences. 2021 ). Tujuan dari terapi nyeri punggung bawah adalah untuk menghilangkan nyeri, menghambat progresivitas dan meningkatkan aktivitas maupun mobilitas untuk meningkatkan fungsi hidup pasien serta disabilitas yang dapat ditimbulkan oleh kondisi ini. Seluruh modalitas terapi harus didasari dengan rekomendasi untuk tidak melakukan bed rest, tetap aktif dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya ( Cahya et al., JPHV 2021). \n\n Terapi farmakologi, fisioterapi atau rehabilitasi medik, terapi psikiatrik, terapi alternatif dan terapi intervensi nyeri merupakan pilihan terapi yang relevan. Penanganan LBP berbeda untuk setiap individu, tidak semua pasien menunjukkan respon pengobatan yang sama, dan tidak semua terapi intervensi nyeri akan efektif diberikan ke semua pasien. ( Macedonian Journal of Medical Sciences. 2021 ). \n\n \n\n \n\n Tanda yang wajib diwaspadai pada pasien dengan nyeri punggung bawah adalah adanya red flags di mana apabila terdapat komponen yang telah disebutkan, pasien harus mendapatkan rujukan dan terapi dengan segera. \n\n Rumah Sakit Hermina Balikpapan dengan fasilitas pelayanan Poliklinik Spesialis seperti Neurologi, Orthopedi dan Traumatologi serta Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik dan dilengkapi dengan sarana pemeriksaan yang diperlukan ( Xray, CTScan dan Laboratorium ) dapat menjadi pilihan untuk mendapatkan penanganan segera terkait keluhan nyeri punggung bawah ( low back pain ). \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Medan<\/a><\/li>
- 27 September 2023<\/li><\/ul><\/div>
Apa Itu Sakit Usus Buntu? Yuk Kenali Gejala dan Penyebabnya !!!<\/a><\/h3>
Penyakit usus buntu yaitu kondisi peradangan pada usus (apendiks). Kebanyakan penyebab usus buntu adalah infeksi yang tidak mendapat pertolongan sesegera mungkin. Nah, apendiks atau usus buntu merupakan organ berbentuk kantong berukuran 5-10 centimeter yang tersambung ke usus besar dari sisi kanan bawah perut. Gejala usus buntu pun mulanya berupa nyeri di daerah perut bagian kanan bawah. Selain itu, siapa pun bisa terkena radang usus buntu, tetapi penyakit ini paling sering menyasar mereka yang berusia antara 10 hingga 30 tahun. \n\n \n\n Penyebab Penyakit Usus Buntu \n\n Ukuran dan lokasi usus buntu membuatnya mudah tersumbat dan terinfeksi. Ibaratnya, usus besar adalah “rumah” bagi banyak bakteri, dan jika terlalu banyak yang terperangkap di usus buntu, mereka tumbuh terlalu cepat dan dapat menyebabkan infeksi. Pada beberapa kasus, radang usus buntu awalnya terjadi dengan infeksi, dan terkadang infeksi sekunder. Pembengkakan di usus buntu dapat mengurangi atau menutup pembukaan dan menjebak lebih banyak bakteri di dalamnya. Penyebab umum penyakit usus buntu meliputi: \n\n \n\n \n Kotoran yang Mengeras (Batu Usus Buntu) \n \n\n Endapan feses yang keras dan terklasifikasi yang dikenal sebagai fekalit, appendicolith, atau batu, atau batu appendix dapat termasuk di lubang appendix. Mereka membawa bakteri dan juga menjebak bakteri yang sudah ada di dalam usus buntu. \n\n \n Hiperplasia Limfoid \n \n\n Sistem limfatik, yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh, membantu melawan infeksi dengan memproduksi dan melepaskan sel darah putih ke dalam jaringan. \n\n Hal tersebut dapat menyebabkan jaringan limfoid di usus buntu membengkak, bahkan ketika infeksi aslinya ada di tempat lain di tubuh. Jaringan bengkak diusus buntu dapat menyumbatnya dan menyebabkan infeksi di dalamnya. \n\n \n Radang Usus Besar \n \n\n Peradangan di usus besar dari infeksi atau penyakit radang usus dapat memengaruhi usus buntu. Infeksi dapat menyebar, atau peradangan itu sendiri dapat mengiritasi. \n\n Selain itu, penyebab lain yang bisa terjadi di antaranya: \n\n \n Adanya infeksi saluran pernapasan yang dapat menyebabkan kelenjar getah bening dalam dinding usus menjadi bengkak \n Penebalan atau pembengkakan jaringan dinding usus buntu akibat infeksi saluran pencernaan atau bagian tubuh lainnya. \n Cedera akibat trauma pada perut \n Tumor \n \n\n \n\n Faktor Risiko Usus buntu \n\n Apendisitis atau penyakit usus buntu bisa menyerang siapa saja. Tetapi beberapa orang mungkin lebih mungkin mengembangkan kondisi ini daripada yang lain. \n\n Faktor risiko untuk penyakit usus buntu meliputi: \n\n \n Usia \n \n\n Apendisitis paling sering menyerang kisaran usia 10-30 tahun tetapi dapat terjadi pada usia berapapun \n\n \n Jenis Kelamin \n \n\n Penyakit usus buntu lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. \n\n \n Riwayat Keluarga \n \n\n Orang yang memiliki riwayat keluarga apendisitis berada pada risiko tinggi untuk mengembangkannya. \n\n Selain itu , usus buntu juga kerap berkaitan dengan gaya hidup yang kurang sehat \n\n Pasalnya, ada beberapa kebiasan sepele yang dapat meningkatkan risiko terjadinya usus buntu. \n\n \n\n Gejala Penyakit Usus Buntu \n\n Gejala penyakit usus buntu pada masing-masing pengidapnya akan bervariasi, tergantung pada lokasi, usia, serta posisi usus buntu. Namun, gejala radang usus buntu secara umum dapat menyebabkan ciri tertentu. \n\n Apa yang dirasakan saat sakit usus buntu? Berikut ini beberapa gejala saat alami usus buntu : \n\n \n Rasa nyeri mendadak yang berawal pada sisi kanan perut bagian bawah. \n Nyeri tiba-tiba yang berawal pada sekitar pusar dan sering berpindah ke perut kanan bawah. \n Rasa nyeri yang memburuk jika pengidapnya batuk, berjalan atau melakukan gerakan menggelegar lainnya. \n Mual dan Muntah \n Kehilangan selera makan \n Demam ringan yang dapat memburuk seiring perkembangan penyakit \n Perut Kembung. \n \n\n \n\n Pencegahan Penyakit Usus Buntu \n\n Hingga saat ini, belum ada cara pasti yang dapat dokter lakukan untuk mencegah radang usus buntu. Meski begitu, kamu dapat melakukan beberapa penerapan pola hidup sehat dapat mengurangi risikonya. \n\n Berikut adalah beberapa penerapan pola hidup sehat yang dapat kamu lakukan: \n\n \n Jaga tubuh tetap terhidrasi dengan minum air putih dalam jumlah yang cukup \n Memperbanyak konsumsi makanan sumber serat seperti buah dan sayuran \n Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala \n Mengkonsumsi makanan yang tinggi probiotik seperti yogurt agar kesehatan pencernaan terjaga \n Rutin berolahraga minimal 30 menit. \n \n\n Jika mengalami gejala diatas dan tidak kunjung membaik segera konsultasikan kesehatan anda di RSU Hermina Medan dengan dokter spesialis bedah digestif. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pasteur<\/a><\/li>
- 18 September 2023<\/li><\/ul><\/div>
Faktor Pencetus Serangan Asma yang dapat Merugikan Kesehatan Anda<\/a><\/h3>
Asma adalah suatu kelainan berupa peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan penyempitan saluran napas (hiperaktifitas bronkus) sehingga menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk terutama pada malam atau dini hari. \n\n Faktor pencetus ini sangat penting untuk diketahui oleh penderita asma dan keluarganya . Dengan mengetahui dan menghindari faktor pencetus tersebut , maka diharapkan Anda terhindar dari serangan asma . Disamping terhindar dari serangan asma , menghindari faktor pencetus , dapat menjadikan penyakit asma Anda terkontrol penuh dan aktivitas hidup Anda dapat normal kembali. \n\n Faktor pencetus tersebut , antara lain : \n\n 1.Allergen (bulu binatang, debu rumah) \n\n Bagi sebagian orang, kucing mungkin adalah binatang yang lucu dan menggemaskan. Tak jarang juga yang akhirnya menjadikan kucing sebagai hewan peliharaan di rumah. Namun, lain halnya dengan orang yang memiliki alergi terhadap bulu kucing. Melihat hewan yang satu ini berkeliaran di dekatnya akan memunculkan sejumlah gejala alergi yang mengganggu.Alergi bulu kucing adalah kondisi ketika tubuh mengalami reaksi atau gejala ketika terpapar bulu kucing yang mengandung pemicu alergi. Lalu, apakah alergi bulu kucing berbahaya? Tentu itu tergantung pada kondisi setiap orang yang mengalaminya. Jika reaksi alergi ringan, tentu bisa dikelola dengan menghindari pemicu alergi dan tidak berbahaya. Namun, jika reaksi alergi yang dialami berat (bahkan sampai anafilaksis), tentu itu berbahaya. \n\n Alergi terhadap debu biasanya ditandai dengan sejumlah masalah pada sistem pernapasan, seperti asma, sesak nafas, atau mengi. Kondisi ini dapat dikendalikan dan dicegah kekambuhannya melalui perubahan gaya hidup atau mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter. \n\n 2.Makanan (bahan pengawet , penyedap ) \n\n Bahan-bahan kimia penambah rasa dan pengawet makanan terkadang dapat menjadi pemicu kambuhnya asma bagi beberapa orang. Beberapa jenis substansi dalam makanan olahan yang berkemungkinan besar memiliki efek negatif ini, berdasarkan situs yang sama, adalah benzoates, tartrazine, monosodium glutamate, dan sulfites. \n\n 3.Infeksi saluran napas \n\n Infeksi saluran pernapasan adalah infeksi yang terjadi di saluran pernapasan, bisa atas atau bawah. Meski biasanya dapat sembuh tanpa perawatan khusus, kondisi ini bisa berbahaya bagi anak-anak, lansia, atau orang dengan daya tahan tubuh yang lemah \n\n 4. Polusi udara / Asap \n\n Lingkungan yang tercemar atau polusi udara juga dapat menjadi penyebab asma. Polusi udara dapat berupa asap yang dihasilkan dari kendaraan bermotor, asap pabrik, asap pembakaran sampah atau kebakaran hutan serta banyaknya debu yang beterbangan. Polusi udara ini dapat mengkontaminasi ketika anda keluar rumah maupun di dalam rumah. Rumah atau kamar yang jarang dibersihkan dapat menghasilkan polusi berupa debu yang mudah sekali untuk memicu timbulnya asma. Polusi udara ini bersifat iritan sehingga jika dihirup maka saluran pernafasan akan menjadi sensitif dan menyempit sehingga berisiko menyebabkan asma. \n\n 5 Perubahan cuaca \n\n Udara dingin ini merupakan salah satu pemicu penyakit asma. Misalnya saja ruangan AC yang terlalu dingin, itu juga dapat memicu asma. Mengendarai kendaraan bermotor di malam hari tanpa mengenakan jaket juga sangat berbahaya bagi pengidap penyakit ini. \n\n 6.Obat obatan \n\n Bijak menggunakan obat penderita asma kini perlu lebih waspada dalam mengkonsumsi obat. Pasalnya, sebuah penelitian menemukan resiko obat penurun kadar kolesterol dapat memicu kambuh dan bertambah parahnya penyakit asma. \n\n 7.Aktivitas berlebihan sehingga terjadi kelelahan \n\n Olahraga berlebihan membuat tenaga Anda terkuras. Mental dan fisik yang kelelahan dapat mempengaruhi Imun Anda \n\n 8.Bahan iritan yang masuk saluran nafas \n\n Kondisi menghirup bahan iritan, misalnya asap rokok, nitrogen oksida, ozone, sulfur oksida, dan gas lainnya bisa menyebabkan kerusakan pada struktur anatomi saluran pernapasan. Pada iritan tertentu, misalnya asap rokok juga dapat menjadi alergen atau zat yang memicu alergi pada orang-orang yang memiliki hipersensitivitas \n\n 9.Bau yang merangsang \n\n Jika seseorang terpapar dengan bau cairan kimia, biasanya akan merangsang saluran napas dan akan mengiritasi, sehingga pada saluran napas yang sensitif akan menimbulkan reaksi dengan gejala seperti bersin, batuk dan lama kelamaan dapat timbul sesak napas \n\n 10.Emosi yang berlebihan \n\n Hati-hati jika anda menyimpan terlalu banyak beban pikiran hingga mengalami stres. Sebab stres juga dapat menjadi penyebab asma. Oleh karena itu kelola pikiran anda agar selalu tenang dan damai agar terhindar dari stres. Selain itu atur waktu dengan baik agar pekerjaan tidak menumpuk. Sebab beban pekerjaan yang menumpuk juga berisiko tinggi untuk menimbulkan stres. \n\n Mengingat Asma adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan, maka sangat penting untuk selalu berkonsultasi kepada dokter sebelum mengonsumsi obat. Bahkan serangan Asma bisa sangat fatal jika tidak segera ditangani. Segeralah ke dokter atau rumah sakit terdekat jika Anda merasakan sesak napas meskipun tidak banyak melakukan aktivitas fisik, serta tidak adanya perubahan setelah menggunakan inhaler. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Balikpapan<\/a><\/li>
- 18 Agustus 2023<\/li><\/ul><\/div>
Yuk kenali Apa itu Hernia? Dan Apa Penyebabnya?<\/a><\/h3>
Hernia adalah kondisi medis ketika organ internal atau jaringan dalam tubuh melalui dinding otot atau jaringan tubuh menonjol keluar pada area lemah pada otot atau jaringan ikat di sekitarnya. Biasanya hernia terjadi pada dinding perut, tetapi dapat terjadi juga di pangkal paha atau paha bagian atas. \n\n \n\n Terdapat berbagai macam jenis hernia yang dapat terjadi pada tubuh. \n\n \n Hernia Inguinalis, terjadi ketika bagian usus menonjol atau ketika jaringan lemak di rongga perut bagian bawah mencuat di daerah selangkangan \n Hernia Femoralis, mirip dengan hernia inguinalis, tetapi terjadi di paha atas bagian atas di dekat lipatan paha \n Hernia Umbilikalis, terjadi ketika bagian usus atau jaringan lemak mendorong dan mencuat di dinding perut, sekitar pusar \n Hernia Insisional, terjadi ketika usus atau jaringan mencuat melalui bekas luka operasi di bagian perut atau panggul \n Hernia Hiatus, terjadi ketika bagian atas lambung mendorong melalui diafragma menuju rongga dada \n Hernia Diafragma, terjadi ketika sebagian organ lambung mencuat masuk ke rongga dada melalui celah diafragma \n Hernia Epigastrik, terjadi ketika jaringan lemak menonjol melalui area lemah antara otot perut di atas pusar \n Hernia Spigelian, terjadi ketika sebagian usus mendorong jaringan ikat (spigelian fascia) yang terletak di luar otot rektus abdominus, yaitu otot yang membentang dari tulang rusuk hingga tulang panggul dengan karakteristik tonjolan yang dikenal dengan “six pack”. \n \n\n \n\n Faktor penyebab terjadinya hernia \n\n \n Otot atau jaringan yang melemah \n Tekanan berlebih dalam perut \n Faktor genetik \n Pertambahan usia \n Kelebihan berat badan \n Kehamilan \n Melakukan aktivitas fisik yang terlalu berlebihan \n Memiliki riwayat operasi di area perut \n Kebiasaan merokok \n Tekanan kronis, seperti batuk kronis, pilek kronis, atau konstipasi kronis \n \n\n \n\n Awalnya hernia tidak bergejala, akan tetapi ketika mulai terdapat gangguan aliran darah akibat organ yang terjepit, biasanya akan mulai timbul rasa nyeri yang termasuk dalam darurat medis. \n\n \n\n Dalam mendiagnosa apakah seseorang menderita hernia atau tidak, dokter akan memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait keluhan dan melakukan pemeriksaan penunjang. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah: \n\n \n Rontgen \n USG perut \n Endoskopi \n CT Scan \n MRI \n \n\n \n\n Penanganan hernia ditentukan berdasarkan tingkat keparahannya. Apabila ringan, dokter dapat mengembalikan organ yang menonjol dengan jari tangan (reduksi). Namun apabila kasusnya parah, dokter akan melakukan tindakan operasi untuk mengembalikan organ dalam ke tempatnya semula. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Balikpapan<\/a><\/li>
- 11 Agustus 2023<\/li><\/ul><\/div>
Apa saja yang bisa di tangani dokter bedah plastik ? <\/a><\/h3>
Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik merupakan cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada perbaikan kulit atau jaringan yang rusak yang bisa disebabkan karena luka bakar, kecelakaan, kelainan bawaan lahir, tumor, infeksi atau karena gangguan metabolisme tubuh. Bedah Plastik sendiri terbagi menjadi Rekonstruksi dan Estetik dimana Rekonstruksi bertujuan memperbaiki keadaan tubuh yang rusak atau ada kelainan bawaan menjadi normal atau setidaknya mendekati normal kembali serta memperbaiki fungsinya. Sedangkan Estetik bertujuan memperbaiki tubuh yang normal supaya secara penampilan lebih menarik. Semua tindakan tersebut tentunya akan membantu memperbaiki kualitas hidup pasien yang ditangani. Ranah Bedah Plastik terdiri dari Luka Bakar dan Luka, Kraniomaksilofasial, Bedah Tangan, Bedah Mikro dan Onkoplasti, Genitalia Eksterna, Estetik. \n\n \n Kasus yang dapat ditangani oleh Dokter Spesialis Bedah Plastik: \n \n\n Luka bakar dan Luka \n\n Penanganan kasus luka bakar mulai dari awal sampai komplikasi panjang seperti bekas luka dan kontraktur (gangguan gerak) akibat panas seperti api, air panas, listrik, zat kimia, frostbite atau terpapar bahan panas seperti knalpot motor, dsb. Selain itu pada kasus luka seperti kaki diabetes, ulkus tekanan (ulkus decubitus) dan luka yang tidak kunjung sembuh. \n\n Kraniomaksilofasial. \n\n Kasus yang ditangani antara lain luka dan patah tulang wajah akibat trauma, kelainan bawaan lahir seperti sumbing bibir, celah langit-langit mulut, daun telinga yang tidak terbentuk sempurna (microtia), dsb. \n\n Bedah Mikro dan Onkoplasti \n\n Bidang ini mencakup tata laksana penutupan luka pasca pengangkatan tumor serta permasalahan bekas luka yang abnormal seperti hipertrofi skar dan keloid, hemangioma, dsb. \n\n Bedah Tangan \n\n Kasus dalam bidang ini diantaranya trauma jaringan lunak maupun tulang tangan, serta kelainan bawaan lahir seperti jari menempel (sindaktili) atau jumlah jari yang banyak (polidaktili). \n\n Genitalia Eksterna. \n\n Kasus yang dapat ditangani seperti sunat (sirkumsisi), letak muara kemih yang abnormal (hipospadia) dan komplikasi pasca injeksi silikon cair (silikonoma), dsb. \n\n Estetik \n\n Secara garis besar, ruang lingkup Estetik dibagi menjadi 4 bidang: \n\n \n Augmentasi \n \n\n Yaitu “menambah” bagian tubuh tertentu agar tampak lebih harmonis. Termasuk di dalamnya prosedur memperindah bentuk hidung (Rhinoplasty), implan payudara, implan dagu, dsb. \n\n \n Rejuvenasi \n \n\n Yaitu memperbaiki efek penuaan. Misalnya blefaroplasti (memperbaiki kantung mata), face lift (pengencangan wajah), rejuvenasi genitalia (memulihkan bentuk dan kekencangan vagina) serta pengangkatan payudara yang turun pasca hamil dan melahirkan. \n\n \n Body sculpting \n \n\n Yaitu membentuk area tubuh agar lebih harmonis. Termasuk di dalamnya liposuction (sedot lemak), tummy tuck (mengencangkan perut yang bergelambir), brachioplasty/ thighplasty (memperkecil lengan dan paha) serta buccal fat removal (meniruskan pipi). \n\n \n Lain-lain \n \n\n Blefaroplasti (memperjelas lipatan kelopak mata atas dan bawah), menghilangkan tato, hiperhidrosis (produksi keringat berlebih) dan injeksi PRP (platelet-rich plasma). \n\n Sebaiknya diantara Dokter Bedah Plastik dan pasien sudah berdikusi dengan baik tentang prosedur tindakan dan hasil yang diinginkan yang tentunya disesuaikan dengan kondisi yang ada sehingga kepuasaan hasilnya bisa sama-sama tercapai. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Balikpapan<\/a><\/li>
- 11 Agustus 2023<\/li><\/ul><\/div>
Yuk Kenali Anemia Defisiensi Besi pada Penyakit Ginjal Kronis <\/a><\/h3>
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah keadaan dimana fungsi ginjal menurun secara drastis. Komplikasi yang paling umum terjadi pada pasien PGK adalah anemia dan berhubungan dengan penurunan kualitas hidup pasien. Anemia ditandai dengan penurunan Hb (hemoglobin), yaitu protein zat besi yang terdapat di dalam sel darah merah dan digunakan tubuh untuk transportasi oksigen. \n\n Penyebab utama anemia pada PGK adalah defisiensi relatif hormon eritropoietin, namun banyak faktor lain yang berperan pada anemia pada PGK yaitu berkurangnya umur sel darah merah karena toksisitas uremik, kehilangan darah melalui saluran cerna, defisiensi besi, defisiensi folat, hiperparatiroid berat, keradangan dan infeksi. \n\n Defisiensi besi merupakan penyebab anemia kedua terbanyak pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Anemia defisiensi besi pada pasien PGK terutama disebabkan oleh asupan nutrisi yang kurang, gangguan absorbsi, perdarahan kronik, keradangan atau infeksi, serta peningkatan kebutuhan besi selama koreksi anemia dengan terapi Erythropoietin Stimulating Agent (ESA). \n\n Pasien PGK yang mengalami gejala anemia sebelumnya akan menjalani serangkaian pemeriksaan yang bertujuan untuk menegakkan penyebab dari anemianya. Jika didapatkan anemia maka dilanjutkan dengan pemeriksaan Complete Blood Count, hapusan darah tepi, hitung retikulosit, uji darah samar feses, pemeriksaan kadar besi serum (serum iron/SI), total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin (ST), dan feritin serum. \n\n Setelah ditegakkan penyebab anemia pada PGK adalah akibat defisiensi besi maka pasien akan menjalani serangkaian terapi besi yang sesuai dengan derajat keparahan defisiensinya, dapat berupa terapi besi oral atau intravena. \n\n Terapi nutrisi medis pada pasien PGK mengacu pada kebutuhan pasien secara personalisasi, tergantung dari tahapan penyakit dan penyulitnya. Pasien PGK mungkin perlu mengubah apa yang dikonsumsi untuk mengelola anemia dan PGK. Pada pasien yang telah ditegakkan mengalami defisiensi zat besi, vitamin B12, atau folat, mungkin disarankan agar pasien menambahkan lebih banyak makanan dengan zat gizi tersebut ke dalam diet hariannya. Namun, beberapa dari makanan sumber zat gizi tersebut memiliki jumlah protein, natrium, atau fosfor yang tinggi, yang mungkin perlu dibatasi pada pasien PGK. Oleh karena itu sahabat Hermina penting untuk mengkonsultasikan dengan dokter spesialis gizi klinik untuk mendapatkan pendampingan terkait terapi nutrisi medis yang tepat secara personalisasi. \n\n \n\n Referensi : \n\n \n Kandarini Y. Penatalaksanaan Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik. \n Besarab A, Yee J. Treatment of Anemia in Patients with End-Stage renal disease. In: Henrich WL (ed). Principles and Practice of Dialysis. Philadelphia: Lippinkott William and Wilkins 2009;499-523 \n Singh AK. Anemia of Chronic Kidney Disease. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:3-6. \n KDIGO Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney Disease. Kidney Int Suppl 2012: 283-308. \n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pandanaran<\/a><\/li>
- 27 Juni 2022<\/li><\/ul><\/div>
Dampak Gadget Terhadap Kesehatan Mata<\/a><\/h3>
Gadget baik itu handphone (HP), tablet, hingga laptop merupakan barang yang sulit dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Alat ini juga tidak asing lagi untuk anak-anak dari anak Sekolah Dasar (SD), hingga taman kanak-kanak (TK) sekalipun sudah banyak yang memiliki gadget sendiri. Tak bisa dipungkiri, teknologi menjadi satu hal yang sangat erat dengan manusia sekarang ini. Melalui teknologi, jendela informasi terbuka lebar hingga manusia bisa berkembang dalam hal pendidikan, perekonomian, kreativitas, maupun bidang lain. \n\n Pada dasarnya, mata anak-anak masih tergolong sensitif terutama pada cahaya dan akan masih terus berkembang hingga ia mencapai usia dewasa. Anak-anak usia 3-7 tahun tentu senang bermain gadget dalam waktu lama, karena selain penasaran, ada banyak hal menarik secara visual bagi mereka. Jika sejak dini anak-anak telah ‘dibiasakan’ menatap sinar atau cahaya secara berlebihan, maka ada kemungkinan daya penglihatan mereka jadi lebih cepat rusak dan terganggu secara permanen jika tidak ditangani segera. \n\n Menurut American Optometric Association, definisi penggunaan berlebihan adalah saat anak berusia diatas dua tahun yang menggunakan gadget lebih dari dua jam sehari. Layar gadget mengeluarkan cahaya yang disebut high energy visible atau biasa dikenal sebagai blue light yang berbahaya bagi mata. Resiko terjadi suatu masalah seperti computer vision syndrome, sebuah gejala yang timbul karena mata terlalu fokus pada layar sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman jika dilakukan dalam periode yang terlalu lama. Selain itu, penggunaan gadget yang berkepanjangan juga bisa menyebabkan rabuh jauh (myopia). \n\n Beberapa gangguan kesehatan mata yang seringkali terjadi pada anak yang mengalami radiasi sinar dari layar gadget: \n\n \n Mata lelah (astenopia) \n Otot-otot mata menjadi cepat lelah dan membuat penglihatan menjadi buram. \n Mata kering \n Frekuensi berkedip akan berkurang, sehingga mereka akan sering mengeluh matanya perih atau nyeri, mengalami mata kering. \n Mata juling (strabismus) \n Paparan sinar biru dari layar gadget yang terlalu intens dan dekat dapat meningkatkan risiko mata anak menjadi juling. \n Rabun jauh (myopia) \n Bola mata menjadi lebih lentur atau memanjang yang menyebabkan anak rentan menderita rabun jauh (myopia). \n \n\n Tips untuk menghindari gangguan kesehatan mata karena penggunaan gadget: \n\n \n Terapkanlah 20-20-20. Luangkan waktu setiap 20 menit sekali untuk melihat ke kejauhan atau area selain layar gadget sepanjang 20 inch ke depan (atau sejauh mata memandang dan tidak memforsir mata untuk fokus) selama 20 detik. Cara ini dapat membantu melemaskan otot-otot fokus dalam dan luar mata. \n Sesuaikan pengaturan cahaya layar dengan pencahayaan ruangan, jangan sampai terlalu terang maupun terlalu redup atau gelap. Atur level pencahayaan layar seminimal mungkin agar tidak terjadi kontraksi berlebihan pada mata. \n Batasi waktu penggunaan gadget pada anak maksimal satu jam per hari. Usahakan beri jeda setiap 20-30 menit untuk anak beristirahat selama setidaknya 5 menit. Ingatkan anak untuk berkedip untuk membasahi matanya, agar matanya tidak kering. \n Gunakan tetes mata yang mengandung bahan aktif guna mengatasi kekeringan pada mata. \n Makan makanan bergizi yang membantu menjaga kesehatan mata. \n Hentikan segera penggunaan gadget jika anak mengalami gejala gangguan penglihatan. Konsultasikan ke dokter spesialis mata untuk mendapatkan penanganan medis yang tepat. \n \n\n RS Hermina Pandanaran memiliki dokter spesialis mata. Sahabat Hermina dapat melakukan pengecekan kesehatan mata secara berkala. Informasi lengkap seputar RS Hermina Pandanaran dapat menghubungi hotline 024-8442525. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bitung<\/a><\/li>
- 31 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Kanker Paru: Deteksi dan Pengobatan<\/a><\/h3>
Tahukah Sahabat Hermina bahwa di Indonesia terdapat kecenderungan penemuan kasus kanker paru yang cukup besar. Kanker paru merupakan penyakit keganasan yang sulit disembuhkan. Angka bertahan hidup bagi penderita kanker paru sekitar lima tahun. \n\n \n\n Kanker paru sangat sulit disembuhkan dan hampir tidak bisa di prediksi karena pada organ paru tidak ada syaraf sehingga penderita tidak akan merasakan sakit. Akibatnya, banyak pasien yang datang terlambat dan sudah mencapai stadium lanjut. Jika kanker sudah mencapai tahap stadium lanjut, maka pilihan pengobatan menjadi terbatas dan tidak maksimal. Selain pembedahan, terapi lainnya hanya bersifat paliatif, seperti kemoterapi, radioterapi, kombinasi keduanya dan terapi target dengan masa bertahan hidup hanya 1-2 tahun. \n\n \n\n Menurut epidemiologi, kanker paru menunjukan kaitan erat insiden pajanan asap rokok dan polusi udara. Kanker paru adalah kondisi ketika sel ganas (kanker) terbentuk di paru-paru. Kanker ini lebih banyak dialami oleh orang yang memiliki kebiasaan merokok dan merupakan satu dari tiga jenis kanker yang paling banyak terjadi di Indonesia. Walaupun sering terjadi pada perokok, kanker pari juga bisa terjadi pada orang yang bukan perokok, terutama pada orang yang sering terpapar zat kimia di lingkungan kerjanya atau terpapar asap rokok dari orang lain (perokok pasif). \n\n \n\n Sahabat Hermina harus dapat mendeteksi awal mulai gejala adanya kanker paru. Semakin awal diketahui, keberhasilan pengobatan juga semakin tinggi. Namun sayangnya, kanker paru sering tidak menimbulkan gejala pada tahap awal. Gejala baru muncul ketika tumor sudah cukup besar atau kanker telah menyebar ke jaringan dan organ sekitar. Sejumlah gejala yang dapat dirasakan penderita kanker paru-paru adalah: \n\n \n Batuk kronis \n Batuk darah \n Penurunan berat badan drastis \n Nyeri dada dan tulang \n Sesak napas \n \n\n \n\n \n\n Faktor Risiko Kanker Paru-paru \n\n \n\n Kebiasaan merokok sangat memengaruhi karena merupakan penyebab utama kanker paru-paru, sehingga sebagian besar penderitanya adalah perokok aktif. Meskipun demikian, orang yang tidak merokok juga dapat terkena kanker paru-paru. Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru adalah: \n\n \n Memiliki anggota keluarga yang juga menderita kanker paru \n Tinggal atau bekerja di lingkungan yang tercemar zat kimia berbahaya \n Sering terpapar polusi udara \n \n\n \n\n Biasanya gejala kanker paru dapat dilihat setelah melakukan pemeriksaan ke rumah sakit melalui foto Rontgen, CT scan, dan biopsi jaringan paru. Dari ketiga pemeriksaan tersebut dapat menentukan jenis dan stadium kanker. Bila diperlukan, dapat melakukan PET scan untuk melihat penyebaran kanker di seluruh tubuh. \n\n \n\n \n\n Pengobatan Kanker Paru \n\n \n\n Penanganan utama terhadap kanker paru stadium awal adalah melalui operasi. Jika kanker telah mencapai stadium lanjut, maka penanganan dapat dilakukan dengan radioterapi dan kemoterapi. \n\n \n\n Selain itu, ada beberapa jenis pengobatan lain untuk menangani kanker paru-paru, yaitu terapi target, terapi ablasi, terapi fotodinamik, dan krioterapi. \n\n \n\n \n\n Penemuan kasus kanker paru pada stage dini memungkinkan penderita untuk memperoleh kualitas hidup yang lebih baik. Bila Sahabat Hermina mengalami gejala kanker paru, segeralah periksakan diri ke dokter spesialis paru. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Medan<\/a><\/li>
- 28 Oktober 2020<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Sindrom Polikistik Ovarium <\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, gangguan ovarium tak hanya dialami oleh perempuan yang berusia lanjut saja, tetapi wanita di usia subur juga bisa mengalaminya. Gangguan ovarium ini tentunya dapat disebabkan oleh suatu kondisi, salah satunya sindrom polikistik ovarium (polycystic ovary syndrome/PCOS). \n\n Sindrom polikistik ovarium (PCOS) adalah penyakit ketika ovum atau sel telur pada perempuan tidak berkembang secara normal karena ketidakseimbangan hormon. Hal ini dapat menyebabkan periode menstruasi yang tidak teratur disertai pembentukan kista multipel pada ovarium. Kondisi ini juga dapat menyebabkan kemandulan. \n\n Sindrom polikistik ovarium sendiri merupakan kondisi terganggunya fungsi ovarium pada wanita yang berada di usia subur. Kondisi ini akan membuat hormon wanita yang mengidap PCOS jadi tidak seimbang, karena hal-hal yang tidak diketahui. \n\n \n\n Tanda-tanda awal yang dapat mengindikasikan seorang wanita mengidap sindrom ini adalah: \n\n 1. Meningkatnya kadar hormon pria (androgen) dalam tubuh. Hormon androgen ini sering disebut sebagai hormon laki-laki. Sebab, hormon ini sangat dominan dalam tubuh lelaki, sedangkan pada perempuan hormon ini hanya diproduksi dalam jumlah yang sedikit. Perempuan dengan PCOS akan memproduksi androgen lebih banyak dari normal. Selain menyebabkan pertumbuhan rambut yang tidak normal dan jerawat, kondisi ini juga menyebabkan masalah lainnya. Misalnya, perempuan dengan PCOS tidak dapat melepaskan ovum dari ovarium pada setiap siklus menstruasi. Siklus menstruasi menjadi tidak teratur. \n\n 2. Munculnya banyak kista (kantung berisi cairan). \n\n 3. Masa ovulasi atau subur yang tidak beraturan. \n\n Bila seorang wanita mengalami setidaknya dua dari tiga tanda awal di atas, ada kemungkinan ia mengidap PCOS. \n\n \n\n Ada beberapa hal yang diduga dapat memicu meningkatnya produksi hormon androgen, yaitu: \n\n 1. Gen \n\n Tidak dapat dipungkiri bahwa gen merupakan faktor terbesar yang memengaruhi kondisi tubuh seseorang. Gen pula menjadi salah satu faktor yang diduga memicu peningkatan hormon androgen pada wanita. Artinya, wanita yang terlahir dari seorang ibu yang mengidap sindrom polikistik ovarium, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi serupa. \n\n 2. Resistensi Insulin \n\n Sebagian besar kasus sindrom polikistik ovarium terjadi pada wanita yang mengalami resistensi insulin, yaitu kondisi ketika sel-sel tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan baik. Perlu diketahui bahwa insulin adalah hormon yang diproduksi pankreas untuk membantu tubuh menggunakan gula dari makanan untuk energi. Ketika sel-sel tidak dapat menggunakan insulin dengan baik, permintaan tubuh akan insulin akan meningkat. Pankreas pun akan menghasilkan lebih banyak insulin sebagai kompensasi. Insulin tambahan itu kemudian memicu ovarium untuk menghasilkan lebih banyak hormon pria. \n\n 3. Inflamasi atau Peradangan \n\n Wanita dengan sindrom polikistik ovarium sering mengalami peningkatan tingkat peradangan di tubuh mereka. Kelebihan berat badan juga dapat berkontribusi terhadap peradangan. Kondisi ini kemudian memicu kadar hormon androgen menjadi lebih tinggi dari normalnya. Walaupun PCOS tak sepenuhnya bisa dikoreksi, pengobatan dapat mengendalikan gejala dan memperbaiki kesuburan penderita. \n\n \n\n Dengan demikian, sebagian besar wanita dengan PCOS tetap bisa memiliki hidup yang normal tanpa komplikasi yang bermakna. Apabila Anda kerap mengalami siklus haid yang tidak teratur, jangan tunda untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan karena bisa jadi Anda mengalami PCOS. Prinsipnya, semakin cepat didiagnosis dan diobati, maka gangguan kesuburan dan berbagai komplikasi PCOS bisa diminimalkan atau bahkan dihindari. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Depok<\/a><\/li>
- 26 Oktober 2020<\/li><\/ul><\/div>
Apakah Jenazah Dapat Menularkan Covid-19?<\/a><\/h3>
Pandemi COVID-19 memberi dampak yang sangat mengerikan bagi dunia, termasuk Indonesia. Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mencatat kematian akibat pandemi COVID-19 per 23 Oktober 2020 sebanyak 1.128. 325 jiwa, dengan di Indonesia terjadi kematian sebanyak 12.959 jiwa. Hal ini merupakan berita duka yang mendalam untuk kita semua, terlebih bagi keluarga yang ditinggalkan. \n\n COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Penyakit ini cukup unik karena masuk lewat saluran napas dan menyerang saluran pernapasan, serta dapat mengakibatkan manifestasi klinis yang berbagai macam bentuknya. Virus ini masih tergolong baru, yakni baru ditemukan pada akhir Desember 2019 dan para ilmuwan di seluruh dunia masi berlomba-lomba untuk mencari cara untuk menghadapi virus tersebut baik dengan mencari vaksin atau obat–obatan untuk mengatasi virus ini. \n\n Berbicara tentang penularan virus COVID-19 pada jenazah, sampai saat ini menurut WHO belum ada data tentang penularan dari jenazah COVID-19 ke orang hidup. Namun, ada negara yang pernah melaporkan adanya tenaga kesehatan di bagian pemulasaraan jenazah menderita COVID-19 akibat tertular dari jenazah dan sampai saat ini masih diteliti kebenarannya. Virus secara umum sangat berbeda dengan bakteri, karena virus bersifat self-limiting disease yang berarti dapat sembuh sendiri. Namun, perlu diingat, hal ini terjadi jika orang tersebut dalam keadaan sehat, dan mempunyai daya tahan tubuh yang baik. \n\n Akhir-akhir ini banyak beredar video ataupun informasi di media cetak, media elektronik, maupun media sosial, bahwa virus hanya bisa hidup jika inangnya hidup, dan jika inangnya mati virus tersebut akan ikut mati. Apalagi Jenazah tidak bisa batuk atau bersin. Hal itu dapat dibenarkan, tetapi jika diibaratkan seperti setangkai bunga yang telah dipetik, apakah bunga tersebut langsung layu? \n\n Jawabannya tidak. Butuh waktu beberapa hari hingga bunga tersebut layu lalu kemudian mati. Hal ini sama seperti virus COVID-19 yang tidak langsung mati ketika inangnya atau seseorang yang menderita virus COVID-19 meninggal, dan selama itu pula virus tersebut masih dapat menginfeksi orang lain, apalagi kita tahu bahwa virus COVID-19 dapat bertahan pada benda mati hingga beberapa hari. \n\n Apakah kira perlu takut tertular dari jenazah yang meninggal akibat menderita COVID-19? Jawabannya tidak perlu takut jika melakukan pemulasaraan jenazah sesuai apa yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI telah membuat suatu pedoman dalam rangka pencegahan dan pengendalian COVID-19 yang pada bulan Juli 2020 telah diterbitkan Revisi ke-5. Berikut adalah tatacara pemulasaraan jenazah yang aman ketika seseorang yang menderita penyakit COVID-19 meninggal dunia: \n\n 1. Ketika seseorang meninggal jenazah tersebut akan ditutup lubang-lubang saluran pernapasan dengan kapas yang sudah dibasahi cairan desinfektan \n\n 2. Jenazah akan didisinfeksi dengan cara disemprot/dilap dengan cairan desinfektan. \n\n 3. Jenazah disucikan dan dikafankan/diberikan pakaian. Untuk jenazah muslim dapat disesuaikan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 18 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhiz Al-Jana’iz) Muslim Yang Terinfeksi COVID-19. \n\n 4. Jenazah dibungkus dengan bahan kedap air/ plastik, dan kemudian dimasukan kedalam kantung jenazah. \n\n 5. Jenazah dimasukan kedalam peti jenazah dan ditutup rapat serta peti jenazah dilapisi plastic. Setelah peti ditutup tidak boleh dibuka lagi dan segera dimakamkan kurang dari 24 jam \n\n Dengan tatacara pemulasaraan jenazah yang sesuai dengan pedoman dari Kementerian Kesehatan RI, kita tidak perlu takut bahwa jenazah dapat menularkan virus COVID-19. Namun, perlu diingat bagi setiap keluarga yang ditinggalkan agar selalu mematuhi protokol kesehatan dan jangan lupa 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan) \n\n Ayo kita bersama–sama patuh pada protokol kesehatan agar pandemi ini segera berakhir. Salam Sehat, Sahabat Hermina! \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 26 Oktober 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 28 Oktober 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 31 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 27 Juni 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 11 Agustus 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 11 Agustus 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 18 Agustus 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 18 September 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 27 September 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 29 September 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 19 Oktober 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 14 November 2023<\/li><\/ul><\/div>