- Hermina Grand Wisata<\/a><\/li>
- 08 Januari 2024<\/li><\/ul><\/div>
Cara mengenali Penyebab Penyakit Ayan Epilepsi Beserta Gejala & Cara Mengatasinya<\/a><\/h3>
\n\n Penyakit ini dapat menyerang seseorang saat terjadinya perubahan atau kerusakan di dalam otak. Seperti diketahui, terdapat neuron atau sel-sel saraf di dalam otak yang merupakan bagian dari sistem saraf. Setiap sel saraf ini akan saling berkomunikasi menggunakan impuls listrik. Pada kasus penyakit ayan atau epilepsi ini, kejang terjadi saat impuls listrik dihasilkan secara berlebih. \n\n 1. Definisi \n\n Epilepsi: Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan epileptic yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptic. \n\n Bangkitan epileptik: Terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak. \n\n 2. Etiologi \n\n Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut: \n\n Idiopatik: tidak terdapat les structural di otak atau deficit neurologis. Diperkirakan mempunyai predisposisi genetic dan umumnya berhubungan dengan usia. \n\n Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus. \n\n Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak, misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic, kelainan neurodegeneratif. \n\n 3. Diagnosis \n\n Gejala dan tanda sebelum, salam, dan pascabangkitan: \n\n \n Sebelum bangkitan/ gajala prodomal o Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan, misalnya perubahan prilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi, mengantuk, menjadi sensitive, dan lain-lain. \n Selama bangkitan/ iktal: o Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan? o Bagaimana pola/ bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan kepala, gerakan tubuh , vokalisasi, aumatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua lengan dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, dan lain-lain. ( Akan lebih baik bila keluarga dapat diminta menirukan gerakan bangkitan atau merekam video saat bangkitan) o Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan? o Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya o Aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat terjaga, bermain video game, berkemih, dan lainlain. \n Pasca bangkitan/ post- iktal: Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd’s paresis \n \n\n 4. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis, alkohol. \n\n 5. Pemeriksaan penunjang : \n\n \n Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG) Rekaman EEG merupakan pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu bangkitan untuk: o Membantu menunjang diagnosis o Membantu penentuan jenis bangkitan maupun sintrom epilepsi. o Membatu menentukanmenentukan prognosis o Membantu penentuan perlu/ tidaknya pemberian OAE. \n Pemeriksaan pencitraan otak Berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik diotak. MRI beresolusi tinggi ( minimal 1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi patologik misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi kavernosus, DNET ( dysembryoplastic neuroepithelial tumor ), tuberous sclerosiss.4 Fuctional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Singel Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan dengan bangkitan.4 Indikasi pemeriksaan neuroimaging( CT scan kepala atau MRI kepala) pada kasus kejang adalah bila muncul kejang unprovoked pertama kali pada usia dewasa. Tujuan pemeriksaan neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari adanya lesi structural penyebab kejang. CT scan kepala lebih ditujukan untuk kasus kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak MRI kepala diutamakan untuk kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi structural, maka MRI lebih sensitive dibandingkan CT scan kepala. \n Pemeriksaan laboratorium o Pemeriksaan hematologis Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula darah sewaktu, fungsi hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin. - Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan diagnosis banding dan pemilihan OAE - Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi samping OAE - Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor samping OAE, atau bila timbul gejala klinis akibat efek samping OAE. \n \n\n 6. Terapi \n\n TUJUAN TERAPI Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup normal dan tercapai kualitas hidup optimal untuk penyandangmental yang dimilikinya. Harapannya adalah ‖bebas bangkitan, tanpa efek samping‖. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan beberapa upaya, antara samping/dengan efek samping yang minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian. \n\n PENGHENTIAN OAE Pada dewasa; penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5 tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. \n\n \n\n Sumber : Pedoman Tatalaksana Epilepsi. PERDOSSI. 2015 \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Periuk Tangerang<\/a><\/li>
- 30 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Penyakit Epilepsi, Jenis Kejang dan Pengobatannya<\/a><\/h3>
Epilepsi adalah penyakit pada saraf. Terdapat sekitar 65 juta orang di dunia yang mengalami epilepsi. Gejala khasnya berupa kejang-kejang dan dapat timbul pada usia berapa saja yang menyebabkan seseorang mengalami kejang berulang tanpa adanya faktor yang memprovokasi kejang disebabkan oleh karena adanya aktivitas listrik abnormal di otak. \n\n Tidak semua kejang adalah epilepsi misalnya pada kasus seseorang yang mengalami kejang akibat rendahnya kadar gula darah, pingsan, gangguan metabolik bukan epilepsi karena itu kejang memang gejala utama dari epilepsi. Tetapi, bukan berarti setiap orang yang mengalami kejang menderita epilepsi. Pada pengidap epilepsi, kejang akan berlangsung lebih dari sekali alias berulang dalam waktu yang sama atau berbeda. pada beberapa kasus, epilepsi dapat terjadi ketika seseorang tidur. Kemungkinan besar penyebabnya adalah adanya perubahan fase tubuh dari sadar ke tidur yang memicu aktivitas otak menjadi abnormal. \n\n Mengenali beberapa bentuk kejang \n\n \n Kejang umum : Melibatkan motorik seperti gerakan ritmis, otot menjadi kaku, adanya kedutan singkat otot. Tidak melibatkan motorik, contoh : kejang absence \n Kejang fokal : \n \n\n \n Melibatkan motorik : gerakan menyentak, kaku otot, kedutan otot. \n Dapat juga ditemukan adanya gerakan automatisasi seperti : bertepuk tangan, mengusap-usap tangan, mengecap-ngecap, gerakan mengunyah. \n Gejala non-motor : tidak melibatkan motorik, dapat berupa adanya perubahan sensasi, emosi, berpikir, gangguan otonom. \n Kadang seseorang dapat menceritakan apa yang mereka rasakan, misalnya mereka dapat mencium bau-bauan tertentu, hal ini dinamakan“aura” \n \n\n \n Kejang tonik klonik: Pada tipe kejang ini, seseorang mengalami kekakuan dan kelojotan pada badan, lidah tergigit, mulut berbuih,mata mendelik. \n Kejang Absence: Pada tipe kejang ini, seseorang tidak menyadari keadaan sekitar, atau ketika sedang bicara tiba-tiba terhenti di tengah pembicaraan. Umumnya berlangsung singkat Pemulihannya cepat atau segera. Seringkali didapatkan pada anak usia 4 sampai 14 tahun. Kejang ini perlu dicurigai bila anak mengalami masalah di sekolah . \n Kejang atonik: Otot mendadak lunglai, kepala jatuh menunduk ke depan, menjatuhkan barang yang dipegang, bila dalam posisi berdiri, pasien bisa terjatuh ke depa, kejang lebih dari 15 detik. \n Kejang klonik: Pada tipe kejang ini, terjadi gerakan otot kaku lalu rileks, berlangsung berkali-kali . Gerakan tidak dapat ditahan \n Spasme infantile: Ditandai dengan adanya gerakan singkat (1-3 detik) pada lengan, tungkai dan gerakan kepala menunduk. Sering terjadi sesaat setelah bangun tidur, dan bisa terjadi beberapa kali dalam sehari. Bayi menjadi lebih irritable dan bisa menangis saat sedang serangan. \n Kejang fokal tanpa gangguan kesadaran Pasien sadar, sebagian tidak dapat berespon selama kejangKejang singkat, umumnya kurang dari 2 menit. Pasien dapat mengingat kejadian \n Kejang fokal dengan gangguan kesadaran Kejang fokal berupa gerakan involunter, contoh : gerakan menggosok tangan, mengecap-ngecap, mengunyah Terjadi gangguan kesadaran. Pasien melakukan gerakan-gerakan tapi sesungguhnya tidak menyadarinya. Beberapa pasien bisa merasakan adanya aura \n \n\n Apa yang dirasakan setelah kejang? \n\n Pada kebanyakan tipe kejang, pasien tidak sadar selama kejang, dan tidak menyadari atau mengetahui kondisi yang telah dialami (orang lain yang bisa menceritakan). \n\n Setelah kejang, pasien dapat mengalami keadaan seperti bingung, lelah, sakit kepala. \n\n Ada pula kondisi post kejang yang mengalami kelemahan pada tangan atau lengan atau tungkai, kesulitan berbicara, dan lain-lain. \n\n Penyebab Kejang Ada beberapa kategori penyebab kejang : \n\n Kejang yang diprovokasi : misalnya oleh karena pemakaian beberapa obat, gangguan metabolik. Kejang yang demikian ini umumnya tidak akan berulang bila penyebabnya teratasi. Kejang nonepileptic : contohnya pingsan, kondisi psikologis. \n\n Pada diagnosis kejang, dokter memerlukan informasi mengenai apa yang dialami secara detil, sangat diperlukan informasi dari orang yang menyaksikan kejadian kejang. \n\n Apakah anda memerlukan test? Tentu iya, pemeriksaan laboratorium darah EEG – untuk melihat aktivitas gelombang listrik otak dan CT or MRI scan – untuk melihat gambaran struktural otak. \n\n Bagaimana pengobatan kejang? Pengobatan kejang ialah berdasarkan penyebab kejang tersebut. Bila mengalami kejang berulang oleh karena Epilepsi , maka diperlukan pengobatan dengan obat anti epilepsi. \n\n Sahabat Hermina jika mengalami ciri-ciri seperti kejang berlangsung 5 menit atau lebih, kejang berulang tanpa adanya pemulihan kesadaran di antara kejang, terlihat adanya kesulitan bernafas, kejang terjadi di dalam air, terjadi luka ataupun kejang pertama kali. Segera bawa ke rumah sakit untuk diperiksakan ke Dokter Spesialis Saraf. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Galaxy<\/a><\/li>
- 27 Maret 2023<\/li><\/ul><\/div>
Kenali Penyebab dan Penanganan Tepat Saat Anak Kejang Demam<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, saat anak mengalami kejang disertai demam, tentunya orangtua akan merasa panik dan melakukan berbagai cara sebagai penanganan awal, seperti memasukkan sendok ke dalam mulut anak. Secara tidak sadar hal tersebut dapat menyebabkan anak mengalami cidera rahang, kerusakan gusi bahkan berisiko gigi patah. Kejang demam merupakan kondisi dimana anak mengalami kejang saat sedang demam, ketika suhu tubuh si kecil mencapai 38°C bahkan lebih. Setiap anak memiliki faktor genetik dan ambang kejang yang berbeda-beda, seperti halnya anak dengan demam 40°C bisa saja tidak mengalami kejang, namun ada pula anak dengan demam 39°C sudah kejang. Biasanya kejang demam pada anak terjadi di usia 6 bulan sampai 5 tahun. \n\n Kejang demam bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti adanya infeksi pada saluran pernapasan, bakteri, virus, jamur dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam pada anak, yakni faktor usia dan faktor keturunan/ genetik. Jika dalam keluarga memiliki riwayat kejang demam, maka risiko seorang anak mengalami kejang saat sedang demam akan semakin besar. \n\n Penanganan yang bisa dilakukan ketika anak mengalami kejang demam: \n\n \n Usahakan untuk tetap tenang dan tidak panik \n Letakan anak pada permukaan datar atau tempat tidur \n Longgarkan pakaian si kecil terutama di sekitar leher \n Jauhkan semua benda berbahaya yang ada disekitar anak \n Letakkan anak dalam posisi miring untuk mencegah anak tidak tersedak oleh air liur atau muntahan si kecil. \n Jangan memasukkan benda atau obat apapun ke dalam mulut si kecil yang sedang kejang, karena dapat menyumbat saluran pernapasan dan menimbulkan cedera pada rahang dan gigi. \n Jangan menahan gerakan anak yang sedang kejang \n Lakukan observasi, ukur suhu tubuh anak, dan catat berapa lama kejang terjadi \n Selalu dampingi anak selama masih kejang dan setelah kejang berlangsung \n \n\n Ketika anak mengalami kejang, usahakan agar panik untuk menghindari hal-hal yang bisa membahayakan anak tanpa disadari. Untuk pencegahannya Sahabat Hermina dapat menyediakan obat demam di rumah agar sewaktu-waktu saat si kecil mengalami demam bisa langsung diberikan sebagai penanganan awal agar anak tidak sampai kejang. Selain itu, sediakan thermometer dirumah agar dapat mengetahui suhu tubuh si kecil saat sedang demam, lakukan observasi atau rekam saat anak mengalami kejang untuk dikonsultasikan dengan dokter. Segera bawa anak ke Rumah Sakit jika anak mengalami kondisi sebagai berikut: \n\n \n Anak mengalami kejang selama lebih dari 5 menit \n Anak kesulitan bernapas dan wajahnya mulai membiru \n Kejang berulang dalam jangka waktu 24 jam. \n Terjadinya penurunan kesadaran atau tidak sadarkan diri \n Setelah megalami kejang anak mempunyai perubahan perilaku atau menjadi halusinasi \n \n\n Sahabat Hermina, jangan ragu untuk konsultasikan kesehatan si kecil bersama dokter spesialis Anak kami di RS Hermina Galaxy. Saat ini buat janji dokter jadi lebih mudah dan cepat melalui aplikasi Halo Hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 30 April 2022<\/li><\/ul><\/div>
Kenali Gejala dan Penyebab Kejang<\/a><\/h3>
Tahukah Sahabat Hermina, Kejang menjadi salah satu penyakit yang patut diwaspadai meski terlihat ringan sekalipun. Penyakit ini sering sekali dijumpai pada anak yang mengalami demam. Namun, juga sering terjadi pada orang dewasa. \n\n Pengertian Kejang \n\n Dalam pengertiannya, kejang adalah suatu gejala yang timbul akibat dari efek langsung atau tidak langsung penyakit sistem saraf pusat (SSP) atau disfungsi otak. Adanya disfungsi otak ini biasanya disertai dengan motorik, sensorik, atau gangguan otonomo lainnya tergantung dari daerah otak yang terlibat. Bisa jadi akan mengenai organ tertentu atau menyebar ke beberapa organ yang lainnya. \n\n Gejala \n\n Selain itu, ada beberapa gejala yang patut Sahabat Hermina waspadai mengenai penyakit ini. Gejalanya biasanya tergantung bagian otak yang terkena dan jenis kejang yang dihadapi. Namun, ada jenis yang paling sering terjadi, yaitu kejang jenis tonik klonik yang terjadi secara dua tahap, yaitu tahap tonik atau kaku yang biasanya diikuti tahap klonik. \n\n Namun, ada beberapa gejala lain apabila terjadi di sebagian area otak seperti, \n\n \n Adanya gangguan sensasi penglihatan, pendengaran, atau penciuman \n Terjadi gerakan berulang, contohnya menggosok tangan atau jalan berputar \n Adanya gerak menyentak pada salah satu bagian tubuh lengan atau tungkai \n Mood yang berubah sewaktu-waktu \n Sulit bicara \n Pusing atau mual \n Kesemutan \n \n\n Sedangkan untuk gejala yang memengaruhi seluruh bagian otak biasanya meliputi: \n\n \n Tubuh menjadi kaku, lalu terjadi gerakan menyentak di seluruh tubuh \n Adanya gerak menyentak di bagian wajah, leher, dan tangan \n Otot terasa hilang kontrol sehingga dapat menyebab penderita jatuh secara tiba-tiba \n Otot menjadi kaku di bagian punggung atau tungkai \n Pandangan menjadi kosong ke satu arah \n Mata berkedip menjadi lebih cepat \n \n\n Lalu, ada juga gejala lainnya, yaitu \n\n \n Terjadi penurunan kesadaran secara sesaat \n Linglung \n Mulut menjadi berbusa \n Napas dapat terhenti secara sementara \n \n\n Penyebab Kejang dan Faktor Risiko yang Harus Dihadapi \n\n Ada beberapa keadaan penyebab yang biasanya menimbulkan kejang ini, yaitu epilepsi, lumpuh otak atau cerebral palsy, demam tinggi, hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, cedera pada kepala, gejala autoimun, keracunan, kadar gula darah tidak normal, penyakit jantung, terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh, hingga adanya overdosis obat. \n\n Diagnosis yang Biasanya Dilakukan \n\n Selain dari gejal yang sudah disebutkan sebelumnya, ada beberapa diagnosis yang bisa dianalis berdasarkan hasil EEG (Elektroensefaklogram) dan pemeriksaan elektrolit dalam darah. Lalu, apabila terdapat masa atau kecurigaan terhadap infeksi tertentu, pemeriksaan bisa dilanjutkan dengan menggunakan MRI secara kontrak maupun non-kontras dan pemeriksaan cairan serebrospinal. \n\n Lalu, Kapan Harus ke Dokter? \n\n Sahabat Hermina bisa langsung ke dokter terdekat atau ke IGD rumah sakit apabila penyakit kejang ini terjadi selama lebih dari 2 menit. Nantinya akan dilakukan beberapa pemeriksaan dan penanganan pada penderita yang: \n\n \n Mengalami kondisi tersebut untuk pertama kalinya \n Tidak kunjung sadar setelah terjadi kejang \n Terjadinya kejang secara berulang-ulang \n Penderit sedang hamil, cedera, atau menderita penyakit diabetes \n Sebelumnya penderita mengalami demam tinggi \n \n\n Dari pengenalan kejang yang sudah disampaikan di atas, Sahabat Hermina bisa melakukan pencegahan dengan beberapa upaya, seperti beristirahat dan tidur yang cukup, rajin olahraga, makan makanan bergizi, mengelola stress dengan baik, dan menjalani pengobatan pada kondisi medis tertentu secara teratur. \n\n Sahabat hermina dapat berkonsultasi seputar kejang kepada dokter spesialis di RS. Hermina terdekat, atau sahabat hermina juga bisa berkonsultasi secara online dengan dokter spesialis RS. Hermina dengan aplikasi halo hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Arcamanik<\/a><\/li>
- 05 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
Pertolongan Pertama pada Bangkitan<\/a><\/h3>
Bangkitan atau yang seringkali disebut “kejang” adalah aktivitas listrik berlebih di sel otak yang menyebabkan kelainan temporer pada tonus otot atau gerakan, perilaku, sensasi, atau kesadaran. Bangkitan biasanya terjadi secara mendadak, terkadang diawali beberapa gejala seperti mual, nyeri kepala, gangguan perasa, dan lain-lain ataupun tanpa gejala sama sekali. Bangkitan juga dapat terjadi di semua usia, mulai dari bayi hingga lansia. \n\n \n\n Banyak mitos yang beredar mengenai bangkitan. Mitos paling populer di Indonesia adalah bangkitan tersebut dikaitkan dengan hal-hal berbau mistis, sehingga seringkali terjadi kesalahan dalam penanganan bangkitan di masyarakat awam. \n\n \n\n Apa sebenarnya yang harus kita lakukan bila tiba-tiba seseorang mengalami bangkitan di depan kita? Hal yang paling mendasar yang harus kita lakukan adalah JANGAN PANIK. Saat menghadapi pasien dengan bangkitan, berikut langkah-langkah yang harus kita lakukan sebagai penolong awam: \n\n \n\n - Tempatkan pasien di tempat aman dan beri ruang lapang \n\n Pasien yang mengalami bangkitan kebanyakan gerakan tubuhnya menjadi tidak terkontrol sehingga berisiko terbentur. Untuk mencegahnya, segera tempatkan pasien di tempat aman. Jauhkan benda-benda berbahaya atau barang-barang yang menghalangi pergerakan pasien. Posisikan pasien dalam posisi miring dan letakkan bantalan lembut di bawah kepala pasien. \n\n \n\n - Panggil bantuan \n\n Panggil bantuan sesegera mungkin. Bantuan dibutuhkan untuk membantu memanggil dokter/paramedis/ambulans dan mengamankan pasien. \n\n \n\n - Longgarkan pakaian/sabuk/dasi/barang-barang yang mengikat pasien \n\n Usaha ini dilakukan untuk mempermudah pasien bernapas. \n\n \n\n - Jangan masukkan apapun ke dalam mulut pasien \n\n Hindari memasukkan sendok, kain atau apapun untuk mencegah pasien menggigit lidahnya. Hindari juga pemberian air minum atau makanan saat pasien masih mengalami bangkitan. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan jalan napas pasien dan mencegah pasien tersedak. \n\n \n\n - Ingat bentuk bangkitan dan catat waktu bangkitan \n\n Sebagai penolong awam, usahakan untuk mengingat bentuk bangkitan pasien. Caranya yaitu dengan mengingat ke arah mana kepala dan mata pasien menengok, bentuk gerakan di lengan dan tungkai pasien serta berapa lama pasien mengalami bangkitan. \n\n \n\n Tetap temani pasien dan tawarkan bantuan kepada pasien setelah pasien sadar \n\n Jangan tinggalkan pasien bila masih belum sadar. Setelah pasien tersebut sadar, tawarkan bantuan untuk mengantarnya ke IGD terdekat. \n\n \n\n Pertolongan pertama yang benar saat bangkitan dapat membantu mencegah cedera pada pasien. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciruas<\/a><\/li>
- 29 April 2021<\/li><\/ul><\/div>
Epilepsi pada Anak<\/a><\/h3>
Ketika menghadapi epilepsi pada anak, sebagai orangtua tentu akan dipenuhi dengan kekhawatiran. Apalagi ketika harus melihatnya kejang-kejang. Meskipun sulit, Anda harus tetap tenang dan menghadapi epilepsi pada anak dengan cara yang benar. \n\n \n\n Kondisi kejang berulang tanpa sebab disebut dengan epilepsi. Epilepsi merupakan gangguan pada sistem saraf pusat atau aktivitas sel saraf di otak. Jika epilepsi pada anak dibiarkan akan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kemampuan belajar anak. \n\n \n\n Untuk meninjau penyakit epilepsi pada anak, bisa dilakukan pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) guna melihat fokus kejang pada otak. Pemeriksaan ini juga berguna untuk melihat apakah ada penyebaran kejang ke daerah lain pada otak. Ada beberapa gejala yang ditunjukkan oleh anak yang menderita epilepsi. Misalnya, tatapan anak secara mendadak kosong, anak mendadak mengalami kejang dan mengalami kehilangan kesadaran selama 2-5 menit, muncul kedutan dan anak menunjukkan peringatan sebelum kejang seperti pusing tanpa sebab. \n\n \n\n Lantas, bagaimana cara mengatasi epilepsi pada anak? Berikut tipsnya: \n\n \n\n 1. Siapkan Kebutuhan Obat-obatannya \n\n Obat-obat yang dipersiapkan bukan bertujuan untuk menyembuhkan epilepsi tetapi untuk mengontrol gejala yang ditimbul oleh penyakit tersebut. Di samping itu, terdapat obat untuk menghentikan serangan kejang yaitu diazepam. \n\n \n\n Ada banyak jenis obat-obatan yang tersedia untuk menangani epilepsi pada anak. Obat-obatan tersebut antara lain: \n\n \n Valproic acid \n Ethosuximide \n Topiramate \n Gabapentin \n Oxcarbazepine \n Phenytoin \n Carbamazepine \n Valproate \n Zonisamide \n Lamotrigine \n Felbamate \n \n\n \n\n \n\n Obat-obatan ini memiliki efek samping seperti pusing, mual, pusing, mata, ruam kulit, dan gangguan koordinasi tubuh. Efek samping yang jarang terjadi antara lain hiperaktif, depresi dan mudah tersinggung. \n\n \n\n Setiap jenis dan tipe epilepsi akan membutuhkan obat-obatan yang berbeda. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mengenali gejala epilepsi dan segera membawa anaknya ke dokter untuk mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat. \n\n \n\n Jika anak Anda sudah bersekolah, pastikan dia mengetahui tata cara penggunaan obat tersebut, seperti dosis dan waktu pemakaiannya di sekolah. Jelaskan juga kondisi anak kepada guru dan pengawas sekolah. \n\n \n\n \n\n Dekati dari Sisi Kejiwaannya \n\n \n\n Anak-anak penderita epilepsi dapat mengalami tekanan emosional, seperti rendah diri atau depresi, tetapi jangan sampai hal itu terjadi pada anak Anda. Untuk meningkatkan kondisi mentalnya, mohon jelaskan seluk beluk penyakit yang dideritanya, seperti apa epilepsi, dan katakan padanya bahwa ia masih dapat melakukan aktivitas favoritnya, namun ia harus berhati-hati. \n\n \n\n Bangun kepercayaan diri anak Anda dengan mengatakan bahwa dia tetap bisa melakukan aktivitas yang disukainya, tetapi dia harus berhati-hati atau butuh pengawasan. Bantu anak Anda memahami bahwa "menjadi berbeda" itu normal, dan dorong dia untuk terus fokus pada apa yang dapat dia lakukan. Ia tetap bisa berprestasi, karena selama dirawat oleh dokter, penyakit epilepsi tidak akan mempengaruhi kecerdasannya. \n\n \n\n Informasikan juga kepada seluruh anggota keluarga dan teman tentang kondisi anak tersebut agar tidak mengatakan apapun yang akan menyakitinya. Jelaskan kepada mereka bahwa epilepsi bukanlah penyakit menular. Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan untuk menjauh darinya. \n\n \n\n \n\n Jaga Keselamatannya \n\n \n\n Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, ada baiknya adalah temani anak Anda dalam melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan kejang, seperti berenang, yang dapat mengancam nyawa. Dikhawatirkan, dia akan mengalami epilepsi saat bermain di air. Kenakan topi pelindung saat mengendarai sepeda dan jangan biarkan dia bersepeda sendirian. \n\n \n\n Saat berada di kamar mandi, katakan padanya untuk tidak mengunci pintu kamar mandi. Jika dia mengalami kejang kapan saja, Anda dapat membantunya dengan mudah. Jangan biarkan anak Anda terlalu lelah atau demam, karena dapat menyebabkan kejang. \n\n \n\n \n\n Saat anak mengalami kejang \n\n \n\n Anda tidak perlu panik saat anak Anda mengalami kejang. Tenangkan diri Anda sehingga Anda bisa membantunya. Pastikan Anda melakukan hal-hal berikut: \n\n - Pastikan dia aman \n\n - Jauhkan dia dari benda tajam, benda keras, tangga dan perabot rumah \n\n - Baringkan anak dengan posisi telungkup ke kanan atau ke kiri agar cairan di mulut bisa mengalir keluar tanpa masuk ke saluran pernapasan. Jangan memasukkan apapun ke dalam mulut anak Anda selama kejang, karena akan menghalangi jalan napas \n\n - Selama dan setelah kejang, pantau pernapasan anak Anda. Jika anak tidak bernapas setelah kejang, anak harus segera dibawa ke unit gawat darurat rumah sakit terdekat \n\n - Selama dan setelah kejang, anak Anda mungkin merasa takut dan bingung dengan kondisinya. Tenangkan dia dengan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja dan Anda selalu di sisinya \n\n - Biarkan dia istirahat. Hindari memberikan obat lain, kecuali jika diresepkan oleh dokter \n\n \n\n Faktor Risiko munculnya kejang pada anak di antaranya: \n\n 1. Tingkat oksigen yang tidak mencukupi atau rendah saat lahir. Kondisi ini disebut ceberal hypoxia \n\n 2. Anak mengalami luka ringan saat persalinan, masa kanak-kanak atau dewasa \n\n 3. Tumor otak \n\n 4. Faktor genetik yang menyebabkan kerusakan otak. Misalnya tuberous sclerosis \n\n 5. Infeksi, seperti meningitis atau ensefalitis \n\n 6. Stroke atau cedera otak lainnya \n\n 7. Jumlah zat yang tidak normal dalam tubuh manusia, seperti natrium atau gula darah \n\n \n\n \n\n Berikut beberapa cara untuk penanganan anak epilepsi: \n\n 1. Hindari pemicu, seperti tidak minum obat sesuai jadwal atau dosis, kurang tidur atau menggunakan obat lain yang mengganggu kerja obat epilepsi \n\n 2. Jika anak mengalami serangan mendadak, harap segera pindahkan ke tempat yang aman. Tunggu sampai dia sadar untuk membersihkan tubuhnya. Dalam beberapa kasus, epilepsi disertai dengan busa yang keluar dari mulut \n\n 3. Jangan bertanya apa yang terjadi atau mengolok-oloknya. Anak-anak harus tahu bahwa ada yang salah dengan tubuhnya \n\n 4. Peran orang tua sangat penting untuk membantu dan mendeteksi dini epilepsi \n\n 5. Kontrol jadwal minum obat dan gangguan pertumbuhan selama proses penyembuhan. Sebagian besar jenis epilepsi memerlukan pengobatan bebas kejang hingga 2 tahun sejak kejang terakhir \n\n \n\n Epilepsi merupakan penyakit yang memerlukan pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter. Apalagi bila berlangsung lebih dari lima menit dan disertai sesak napas. \n\n \n\n \n\n Epilepsi pada anak memang terdengar mengerikan. Namun, melalui pengobatan yang tepat (seperti pengobatan rutin dan konsultasi dengan dokter serta pemantauan aktivitasnya), risiko cedera pada anak dapat dikurangi. Jika kondisi anak memburuk setelah minum obat, Anda bisa kembali berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan obat baru atau mendapat pengobatan untuk mengontrol gejala epilepsi pada anak. \n\n \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Medan<\/a><\/li>
- 07 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
Eklamsia pada Kehamilan<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, eklamsia adalah suatu serangan kejang pada wanita hamil yang merupakan komplikasi dari preeklamsia. Ibu hamil dengan preeklamsia atau hipertensi berat dalam kehamilan berisiko muncul eklamsia yang ditandai dengan kejang dan kemudian diikuti penurunan kesadaran atau koma. Eklamsia jarang terjadi, tetapi apabila muncul harus segera ditangani karena mengancam nyawa ibu dan janin dalam kandungan. \n\n Eklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai tekanan darah tinggi dan kejang sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kondisi serius ini selalu di dahului dengan preeklamsia sebelumnya. Eklamsia merupakan kondisi yang jarang terjadi, namun harus segera ditangani karena dapat membahayakan nyawa ibu hamil dan janin \n\n Eklamsia dibedakan menjadi eklamsia gravidarum (antepartum), eklamsia partuirentum, dan eklamsia puerperale (post partum), berdasarkan saat timbulnya serangan. Seluruh kejang eklamsia didahului preeklamsia. Lamanya koma setelah kejang eklamsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun, pada kasus berat keadaan koma berlangsung bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya \n\n \n\n Adapun gejala dan tanda eklampsia pada ibu hamil, yaitu: \n\n - Kejang, awalnya kedutan atau kejang pada otot-otot wajah dan kemudian menyebar keseluruh tubuh. \n\n - Penurunan kesadaran atau koma muncul setelah terjadi kejang seluruh tubuh. \n\n Beberapa gejala ini dapat dialami sebelum kejang, meliputi: \n\n \n Sakit kepala \n Meningkatnya respon reflek fisiologis yang dapat dilihat dari lutut dan lengan \n Edema generalisata atau pembengkakkan seluruh tubuh \n Gangguan penglihatan \n Nyeri ulu hati \n Sesak nafas \n Gelisah \n Proteinuria, protein terdeteksi dalam pemeriksaan urine \n \n\n \n\n Penyebab preeklamsia masih belum diketahui secara pasti. Meski demikian, ada dugaan bahwa kondisi ini disebabkan oleh kelainan perkembangan dan fungsi plasenta, yaitu organ yang berfungsi menyalurkan darah dan nutrisi untuk janin. \n\n Kelainan tersebut menyebabkan pembuluh darah menyempit dan timbulnya reaksi yang berbeda dari tubuh ibu hamil terhadap perubahan hormon. Akibatnya, timbul gangguan pada ibu hamil dan janin. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan komplikasi dari preeklampsia menjadi eklampsia, meliputi: \n\n \n Hamil pada usia tua (diatas 35 tahun) atau usia remaja (dibawah 20 tahun) \n Memiliki riwayat eklamsia pada kehamilan sebelumnya \n Memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan \n Riwayat diabetes gestasional, diabetes yang terjadi dalam masa kehamilan \n Kehamilan kembar \n Riwayat keluarga mengalami preeklamsia atau eklamsia \n Obesitas \n Memiliki riwayat penyakit lupus, arthritis rheumatoid, dan penyakit ginjal \n \n\n \n\n Kejang pada eklamsia merupakan kondisi gawat darurat yang mengancam nyawa ibu dan bayi. Melakukan persalinan adalah pengobatan utama untuk eklamsia. Pertolongan pertama pada eklamsia adalah memutus kejang, baru kemudian setelah kejang teratasi dapat diputuskan untuk melakukan proses persalinan. \n\n \n\n Sebaiknya periksakan kehamilan secara rutin agar preeklamsia dapat dideteksi secara dini dan dapat segera ditangani agar tidak muncul komplikasi eklamsia. Jika keluarga atau kerabat memiliki tanda-tanda atau gejala seperti di atas, segera diskusikan dengan dokter. Terlebih jika termasuk dalam risiko tinggi atau telah terdiagnosa preeklamsia, sebaiknya periksakan kehamilan secara rutin pada dokter. \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 07 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 29 April 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 05 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 30 April 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 27 Maret 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 08 Januari 2024<\/li><\/ul><\/div>