- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 24 Februari 2023<\/li><\/ul><\/div>
Kenali Tanda Anemia pada Anak dan Langkah Pencegahan yang Tepat<\/a><\/h3>
Anemia menjadi salah satu gangguan kesehatan pada anak yang wajib diwaspadai oleh semua orang tua. Jika anemia dibiarkan berlarut-larut maka anak bisa mengalami penurunan kesehatan yang signifikan dan pertumbuhannya bisa terganggu. Mari kenali tanda anemia pada anak dan cari tahu apa saja langkah pencegahan yang disarankan agar hal tersebut tidak terjadi. \n\n tanda-tanda Anemia pada Anak \n\n Seringkali anemia dianggap remeh dan tanda-tandanya tidak diperhatikan dengan baik oleh para orang tua. Memang benar bahwa tanda-tanda anemia ini hampir sama dengan kelelahan biasa padahal kondisinya cukup berbahaya. Berikut adalah beberapa tanda anemia yang penting untuk diketahui: \n\n 1. Mudah Lemas dan Lelah \n\n Anak-anak yang mengalami anemia jelas akan merasa lebih mudah lemas dan lelah. Ini merupakan gejala umum yang ditunjukkan oleh penderita anemia. Tubuh tidak bisa menghasilkan cukup banyak sel darah merah. Padahal sel darah merah ini berfungsi mensuplai oksigen ke semua bagian tubuh sehingga anak punya cukup energi untuk beraktivitas. \n\n 2. Kulit Pucat \n\n Tanda lain yang muncul saat anak terserang anemia adalah kulitnya menjadi pucat. Anak yang terserang anemia tidak memiliki cukup sel darah merah sehingga aliran darah ke semua bagian tubuh juga akan terganggu. Selain area kulit, bibir juga akan menjadi lebih pucat dari biasanya. Bahkan jika diperhatikan, bagian kuku yang seharusnya berwarna pink juga bisa menjadi pucat. \n\n 3. Kulit dan Kelopak Mata Menguning \n\n Salah satu penyebab anemia adalah kondisi dimana tubuh menghancurkan banyak sel darah merah. Biasanya kondisi ini terjadi pada anak yang memiliki riwayat kelainan darah dari keluarga. Jika anemia ini yang menyerang anak maka akan muncul tanda berupa kulit dan kelopak mata yang menguning. \n\n 4. Mudah Terkena Infeksi \n\n Anak-anak yang mengalami anemia juga akan mengalami penurunan daya tahan tubuh. Jika daya tahan tubuh menjadi lemah maka anak akan lebih mudah terkena infeksi. Jenis infeksi yang bisa menyerang anak pun sangat beragam dan tentunya harus diwaspadai oleh para orang tua agar tidak memberikan dampak yang fatal pada kesehatan anak. \n\n 5. Lebih Mudah Rewel \n\n Saat anak rewel berarti ada hal yang tidak beres terjadi pada tubuhnya. Anak merasa tidak nyaman sehingga akhirnya lebih sering rewel. Anak-anak yang mengalami anemia biasanya akan merasa lemas dan pusing sehingga tidak nyaman untuk beraktivitas. Itulah mengapa anak yang terkena anemia biasanya lebih mudah rewel. \n\n Anak-anak bisa menunjukkan tanda-tanda yang berbeda saat terkena anemia. Rata-rata mereka akan merasa lemas, pusing, dan lebih sering tidur. Jika anak mulai menunjukkan tanda-tanda tersebut dan tidak aktif seperti biasa, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter untuk mengetahui kondisinya secara spesifik. \n\n Cegah Anemia pada Anak \n\n Kenali tanda anemia pada anak agar Sahabat Hermina bisa melakukan deteksi dan penanganan sedini mungkin. Namun alangkah jauh lebih baik jika Sahabat Hermina bisa mencegah anemia pada anak terjadi. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah anemia pada sang buah hati: \n\n 1. Penuhi Asupan Zat Besi \n\n Pertama-tama, Sahabat Hermina harus berusaha untuk memenuhi asupan zat besi pada tubuh anak. Salah satu penyebab utama munculnya anemia pada anak adalah kekurangan zat besi. Jadi pastikan anak mendapatkan asupan zat besi yang memadai. Paling utama adalah memberikan zat besi lewat makanan dan bisa didukung dengan suplemen jika memang dirasa kurang. \n\n 2. Batasi Konsumsi Susu \n\n Usahakan untuk membatasi konsumsi susu pada anak. Sebenarnya konsumsi susu memang bagus untuk pertumbuhan anak. Namun jika porsinya tidak dikontrol dan kebanyakan, anak jadi malas makan. Padahal salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan zat besi pada tubuh anak adalah lewat makanan. \n\n Jangan terburu-buru memberikan susu sapi pada anak yang usianya masih di bawah 12 bulan. Di rentang usia tersebut, anak-anak lebih baik menerima ASI. Meskipun kandungan zat besi pada ASI lebih rendah dibanding susu sapi tapi ASI jauh lebih mudah dicerna oleh tubuh anak. Jadi sebisa mungkin berikanlah ASI sehingga anak bisa mendapatkan asupan zat besi yang memadai. \n\n 3. Lakukan Pemeriksaan Rutin \n\n Sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan rutin karena kita tidak pernah tahu apakah tubuh anak sudah menerima zat besi yang memadai atau belum. Lebih baik lakukan konsultasi dan pemeriksaan rutin ke dokter. Ini dilakukan untuk mengontrol zat besi pada tubuh anak. Jika diketahui zat besi pada anak masih kurang maka orang tua bisa langsung mengambil solusi yang tepat. \n\n Kenali tanda anemia pada anak sedini mungkin. Semakin cepat tanda anemia dikenali maka semakin cepat pula Sahabat Hermina bisa mengambil langkah penanganan yang tepat. Jangan membiarkan kondisi anemia ini berlarut-larut karena bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan si anak. Mintalah bantuan dokter untuk mengatasi masalah anemia ini agar anak kembali sehat seperti biasa. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Tangkuban Perahu<\/a><\/li>
- 13 Oktober 2022<\/li><\/ul><\/div>
Cara Sederhana Yang Bisa Dilakukan Bunda Dalam Menjaga Kesehatan dan Kebersihan Tubuh Buah Hati Tercinta<\/a><\/h3>
Menjaga Kesehatan dan Kebersihan Tubuh Buah Hati Tercinta adalah tanggung jawab yang dilakukan orang tua. Hal ini penting Bunda lakukan agar Si Kecil terhindar dari berbagai penyakit. Anak-anak, terutama yang berusia di bawah 5 tahun, dapat mengalami demam sebanyak 6–8 kali dalam setahun. Tidak hanya demam, beberapa penyakit yang juga kerap dialami anak-anak adalah infeksi kulit, diare, dan radang tenggorokan. \n\n \n\n Yuk ketahui, mengapa kita bisa sakit? \n\n Tubuh sering sakit-sakitan bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari lemahnya daya tahan tubuh atau seringnya terpapar kuman, virus, atau parasit. Hal ini bisa disebabkan gaya hidup yang kurang sehat, lingkungan hidup yang tidak higienis, hingga gangguan kesehatan tertentu. Yuk kenali lebih jauh apa sih itu kuman, virus, atau parasit yang bisa membuat kita sakit. \n\n \n\n Apa sih kuman itu? \n\n Virus merupakan parasit obligat intraseluler. Virus mengandung asam nukleat DNA atau RNA sajatetapi tidak kombinasi keduanya, dan yang diselubungi oleh bahan pelindung terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Dalam kehidupan sehari-hari virus tidak lagi terdengar asing bagi kita. Bermacammacam virus dapat menimbulkan berbagai penyakit pada tubuh manusia yang tidak diinginkan. Jika tubuh kita dalam kondisi menurun (lemah) maka kita dapat dengan mudah terserang penyakit atau virus. \n\n \n\n Bakteri \n\n Bakteri merupakan organisme yang memiliki sel tunggal, tidak memiliki membran inti sel (bersifat prokariotik), serta memiliki ukuran mikroskopik artinya diperlukan mikroskop untuk bisa melihatnya. Struktur sel bakteri tergolong sederhana jika dibanding dengan makhluk hidup lain. Bakteri hidup sebagai parasit atau bersimbiosis dengan organisme lain, termasuk dengan tubuh manusia. Bakteri bisa berpindah tempat dengan bantuan angin maupun melalui perpindahan organisme yang ditumpanginya.Bakteri hidup sebagai parasit atau bersimbiosis dengan organisme lain, termasuk dengan tubuh manusia. \n\n \n\n Jamur \n\n Jamur yang biasanya menimbulkan penyakit pada manusia, hidup pada zat organik atau di tanah yang mengandung zat organik yaitu humus, tinja bunatang atau burung. Dalam keadaan demikian, jamur tersebut dapat hidup terus-menerus sebagai saprofit tanpa melaui daur sebagai parasit pada manusia. Manusia selalu terpapar terhadap kemungkinan infeksi oleh jamur yang dapat tumbuh hampir di semua tempat di daerah tropis. Meskipun demikian tidak semua orang terkena penyakit jamur. Ini disebabkan adanya sistem kekebalan. Sistem kekebalan bawaan melindungi kita dari masuknya jamur ke dalam tubuh, dan sistem kekebalan akan diaktifkan bila jamur masuk ke dalam jaringan tubuh \n\n \n\n Parasit \n\n Parasit adalah bagian dari kelompok besar organisme yang disebut eukariota. Parasit berbeda dari bakteri atau virus karena sel mereka berbagi banyak fitur dengan sel manusia. Mereka menggantungkan hidup pada organisme lain. \n\n \n\n Bagaimana kuman masuk ke tubuh? \n\n Kuman bisa menyebar melalui tangan manusia, yaitu dari tangan yang menyentuh benda-benda kotor. Kuman juga bisa menyebar melalui udara, debu, cairan yang dikeluarkan melalui mulut dan hidung (bersin dan bicara). \n\n \n\n Untuk menghindari masuknya penyakit ke dalam tubuh kita maka kita perlu menerpakan gerakan PHBS Sebagai Langkah Awal Menuju Peningkatan Kualitas Kesehatan \n\n \n\n Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada dasarnya merupakan sebuah upaya untuk menularkan pengalaman mengenai perilaku hidup sehat melalui individu, kelompok ataupun masyarakat luas dengan jalur – jalur komunikasi sebagai media berbagi informasi. Ada berbagai informasi yang dapat dibagikan seperti materi edukasi guna menambah pengetahuan serta meningkatkan sikap dan perilaku terkait cara hidup yang bersih dan sehat. \n\n \n\n Cara sederhana yang bisa dilakukan kita dalam menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh seperti : \n\n \n\n Pentingnya cucitangan \n\n Cuci tangan merupakan salah satu kegiatan yang tampak sepele, namun sangat penting dilakukan karena telah terbukti efektif untuk mencegah penyebaran penyakit dan juga pengendalian infeksi. Hal ini dikarenakan tangan sering kali menjadi perantara berbagai bakteri masuk ke dalam tubuh kita \n\n \n\n Menjaga kebersihan kulit \n\n Mandi satu atau dua kali sehari, menggunakan sabun dan air bersih, dan atau sesudah aktivitas yang menyebabkan keringat berlebih Bagian genital dan dubur harus dibersihkan Bilas dengan air bersih setelah menggunakan sabun Keringkan dengan handuk bersih dan milik sendiri \n\n \n\n Menjaga kebersihan kuku \n\n Kuku bersih tidak ada kotoran Memotong kuku, jangan terlalu dekat dengan ujung kulit Gosok kaki ketika mandi Jaga kuku kaki tetap pendek Menggunakan alas kaki yang nyaman \n\n \n\n Nah, Sahabat Hermina jika buah hati Anda mengalami permasalahan seputar kesehatan dan Sahabat Hermina bisa bertanya langsung pada dokter spesialis Anak di RS Hermina Tangkubanprahu. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Purwokerto<\/a><\/li>
- 23 September 2021<\/li><\/ul><\/div>
Ruang Perina, Rumah Sakit Hermina Purwokerto<\/a><\/h3>
Tak ada seorang Ibu yang sanggup melihat buah hatinya yang baru lahir mengalami permasalahan. Namun, Sahabat Hermina tak perlu terlalu bersedih dengan hal tersebut. Di Rumah Sakit Hermina Purwokerto tersedia pelayanan perina yang bisa Sahabat Hermina dapatkan. \n\n Perina merupakan ruang perawatan khusus untuk bayi baru lahir yang bermasalah. Memang terdengar menyedihkan jika harus melihat buah hati berada di ruang perina. Namun, fasilitas yang disediakan dalam ruang perina disesuaikan dengan kebutuhan perawatan bayi, mulai dari bayi baru lahir dengan risiko tinggi, bayi dengan kelainan bawaan sampai dengan kelainan bawaan dan bayi sakit. \n\n Perina berasal dari kata perinatal. Perinatal adalah masa menjelang seorang bayi dilahirkan sampai satu bulan sesudah dilahirkan. Masa ini merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seorang bayi karena banyak sekali hal-hal yang berbeda dari dalam rahim dan setelah dilahirkan. Rumah Sakit Hermina Purwokerto memberikan fasilitas ruang perina ini khusus bagi bayi yang mengalami permasalahan selama proses adaptasi ini. \n\n Selama 9 bulan dalam masa kandungan, seorang bayi mendapatkan asupan makanan dari plasenta bukan dari mulutnya. Selain itu, ia juga mendapatkan asupan oksigen dari plasenta bukan dari hidungnya. Bayi baru lahir harus banyak sekali melakukan adaptasi dengan lingkungan baru. Maka dari itu, bayi yang mengalami permasalahan dalam proses adaptasi ini harus berada di ruang perina sampai ia dapat menyesuaikan diri. \n\n Jika Sahabat Hermina memiliki keluhan seputar perinatologi, segera konsultasikan ke dokter spesialis anak dengan sub spesialis Perinatologi kami, yaitu dr. Muhammad Basalamah, Sp. A - K Perinatologi. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 30 Agustus 2021<\/li><\/ul><\/div>
Penyebab, Ciri, Dan Cara Pencegahan Stunting Pada Anak<\/a><\/h3>
Stunting pada anak adalah kondisi dimana anak mengalami gangguan tubuh kembang. Anak yang mengalami masalah ini tubuhnya lebih pendek dibandingkan anak seusianya dan mengalami keterlambatan dalam konsentrasi dan berpikir. \n\n Ada banyak hal yang menjadi penyebab stunting, umumnya disebabkan oleh asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan nutisi dan gizi anak. Hal ini bisa disebabkan karena aspek minimnya pengetahuan hingga masalah ekonomi. \n\n Bagi para orang tua penting untuk mengetahui, mewaspadai, dan melakukan pencegahan. Karena tidak hanya membuat tubuh anak pendek, stunting bisa berdampak buruk pada kondisi anak. Untuk lebih jelasnya, simak ulasan stunting pada anak berikut ini! \n\n Penyebab dan Ciri-Ciri Stunting \n\n Penyebab utama stunting bisa karena gizi buruk sejak anak masih dalam kandungan hingga berumur 2 tahun. Ada banyak hal mengapa bisa terjadi gizi buruk, seperti: \n\n \n Ibu tidak memiliki pengetahuan mengenai nutrisi yang baik untuk kesehatan janin. \n Terjadi infeksi yang berulang atau kronis yang dialami anak sejak bayi. \n Sanitasi dan air bersih yang juga buruk. \n Ketersediaan kakus yang menjadi penyebab terjadi infeksi. Sehingga beresiko anak terserang diare dan cacingan. \n Terbatasnya layanan kesehatan. \n \n\n Selain tubuh yang pendek, di bawah rata-rata usianya, ada juga ciri-ciri lainnya yang menandakan anak masuk dalam stunting, yaitu: \n\n \n Pertumbuhannya lambat, \n Wajah terlihat lebih muda dibandingkan dengan anak-anak seusianya, \n Performa buruk, terutama kemampuan konsentrasi, fokus dan memori, \n Pertumbuhan gigi lambat, \n Di saat usia anak 8 – 10 tahun jadi lebih pendiam, tidak mau atau tidak banyak melakukan kontak mata ke orang di sekitarnya, \n Berat badan menurun atau tidak naik, \n Untuk anak perempuan mengalami perkembangan yang terhambat, seperti: menstruasi yang terlambat, \n Anak mudah terkena penyakit dan berbagai masalah infeksi. \n \n\n Dampak Stunting Terhadap Kesehatan Anak \n\n Masalah stunting dapat mempengaruhi anak dari ia masih kecil hingga dewasa. Dampak dalam jangka pendek bisa menyebabkan metabolisme, perkembangan otak, dan perkembangan fisiknya terganggu. \n\n Jika dlihat sekilas, mungkin proporsi tubuh anak terlihat normal. Namun jika diperhatikan dengan saksama ia lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak seusianya. \n\n Semakin anak bertambah usia, stunting bisa menimbulkan berbagai masalah, seperti: \n\n \n Kecerdasan anak menurun, bahkan bisa berada di bawah rata-rata, sehingga prestasi belajar di sekolah tidak maksimal. \n Anak mudah sakit karena sistem imun tubuhnya tidak baik. \n \n\n Sedangkan dampak dalam jangka panjang, anak beresiko terkena penyakit stroke, diabetes, jantung, obesitas, hipertensi, dan kanker. \n\n Cara Mencegah Stunting Pada Anak \n\n Dampak gangguan akibat stunting bisa menghantui anak hingga ia dewasa. Oleh sebab itu perlu dilakukan pencegahan. Asupan makanan bergizi dan bernutrisi merupakan kunci penting untuk pencegahan. \n\n Berikut ini beberapa hal penting yang harus diketahui untuk mencegah terjadinya stunting: \n\n \n Ibu hamil memperhatikan asupan makanan dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan selama masa kehamilan dan saat menyusui. \n Rutin memeriksa kesehatan kehamilan dan pertumbuhan anak setelah lahir. \n Memberikan makanan yang bergizi pada anak, seperti memberikan ASI saat ia masih bayi sampai usia maksimal 2 tahun. \n Mencukupi kebutuhan nutrisi seiring bertambah usianya. \n Menerapkan gaya hidup sehat dan bersih, seperti: mencuci tangan sebelum dan setelah beraktivitas, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar, dsb. \n Mengikuti program imunisasi, khususnya imunisasi dasar. \n \n\n Mencegah terjadinya stunting pada anak perlu dukungan semua pihak, bukan hanya tanggung jawab ibu. Apabila anak memperlihatkan gejala stunting, alangkah baiknya segera konsultasi ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. \n\n Sahabat hermina dapat berkonsultasi seputar stunting anak kepada dokter spesialis anak di RS. Hermina terdekat, atau sahabat hermina juga bisa berkonsultasi secara online dengan dokter spesialis RS. Hermina dengan aplikasi halo hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 16 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
Bibir Sumbing: Gejala, Penyebab dan Pengobatannya<\/a><\/h3>
Bibir sumbing adalah kelainan bawaan yang ditandai dengan adanya celah pada bibir. Celah tersebut dapat muncul di tengah, kanan, atau bagian kiri bibir. Bibir sumbing seringkali disertai dengan munculnya celah di langit-langit mulut yang sering disebut juga dengan langit sumbing. \n\n \n\n Bibir sumbing dan langit-langit sumbing terjadi karena tidak sempurnanya penyatuan jaringan pada bibir atau langit-langit mulut janin, sehingga terbentuk celah. Normalnya, proses penyatuan tersebut terjadi pada trisemester pertama kehamilan. \n\n \n\n \n\n Penyebab Bibir Sumbing \n\n \n\n Hingga saat ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan bibir sumbing dan langit-langit sumbing. Namun para ahli percaya bahwa kondisi ini terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan lingkungan. \n\n \n\n Saat usia kehamilan mencapai 6 minggu, bibir atas dan atap rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk. Bibir dan rongga mulut terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi sampai bersatu di bagian tengah mulut. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau atap rongga mulut. \n\n \n\n Meski penyebab pasti dari bibir sumbing belum diketahui, para ahli menduga bahwa gabungan antara faktor genetik dan lingkungan ikut berpengaruh. Jika orangtua menderita bibir sumbing, risiko anak untuk memiliki kelainan ini akan semakin tinggi. \n\n \n\n Sementara itu, faktor lingkungan yang dapat memicu bibir sumbing pada bayi adalah gaya hidup ibu selama kehamilan. Misalnya karena efek samping obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu, merokok atau konsumsi minuman beralkohol selama hamil. Bahkan, kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini. \n\n \n\n \n\n Gejala Bibir Sumbing \n\n \n\n \n\n Selama di dalam kandungan, janin akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan jaringan. Pembentukan bibir terjadi saat usia kehamilan 4–7 minggu, sedangkan langit-langit mulut akan terbentuk di antara minggu ke-6 hingga ke-9. \n\n \n\n Jika terjadi gangguan penyatuan jaringan bibir atau langit-langit mulut pada tahap ini, maka akan terbentuk celah pada bibir dan atau langit-langit mulut. Kondisi inilah yang disebut dengan bibir sumbing atau langit-langit sumbing. \n\n \n\n Bibir sumbing dan langit-langit sumbing bisa dideteksi selama kehamilan atau saat bayi baru lahir. Umumnya, saat bayi mengalami langit-langit atau bibir sumbing, akan muncul gejala berupa: \n\n \n\n • Adanya celah di bibir bagian atas atau di langit-langit mulut yang bisa terjadi di salah satu sisi atau kedua sisi \n\n \n\n • Adanya celah yang terlihat seperti sobekan kecil dari bibir ke gusi atas dan langit-langit mulut hingga ke bawah hidung \n\n \n\n • Adanya celah pada langit-langit mulut yang tidak memengaruhi tampilan wajah \n\n \n\n • Adanya perubahan bentuk hidung akibat celah yang terbentuk di bibir atau langit-langit mulut \n\n \n\n • Adanya gangguan pertumbuhan gigi atau susunan gigi yang tidak teratur \n\n \n\n Bibir sumbing tidak selalu disertai dengan munculnya langit-langit sumbing, begitu pun sebaliknya. \n\n \n\n Selain yang dijelaskan di atas, ada juga jenis sumbing atau celah yang cukup jarang terjadi, yaitu sumbing submukosa. Sumbing jenis ini akan menyebabkan munculnya celah di bagian yang kurang terlihat. Biasanya, di bagian langit-langit mulut yang lunak dan ditutupi lapisan mulut. Jenis sumbing ini tidak terlihat saat lahir dan biasanya akan terdiagnosis saat muncul gejala berupa: \n\n \n\n • Sulit makan dan menyusui \n\n • Sulit menelan, bahkan makanan dan minuman bisa keluar lagi dari hidung \n\n • Suara sengau atau terdengar tidak jelas \n\n • Infeksi telinga kronis \n\n \n\n \n\n Kapan Harus ke Dokter? \n\n \n\n Ibu hamil perlu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin sesuai jadwal yang ditentukan oleh dokter. Dengan begitu, perkembangan janin dan kondisi ibu hamil dapat terus dipantau. \n\n \n\n Bibir sumbing biasanya akan terdeteksi oleh dokter saat bayibaru lahir. Jika anak Anda didiagnosis mengalami bibir sumbing, ikuti saran dan terapi yang diberikan oleh dokter, serta lakukan kontrol secara rutin. \n\n \n\n \n\n Diagnosis Bibir Sumbing \n\n \n\n Bibir sumbing bisa diketahui saat bayi lahir sampai 72 jam setelahnya. Saat bayi mengalami bibir sumbing, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan ibu dan keluarga, termasuk ada tidaknya riwayat mengonsumsi obat atau suplemen selama kehamilan. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan pada wajah anak, termasuk mulut, hidung, dan langit-langit mulut. \n\n \n\n Selain bisa diketahui saat bayi lahir, bibir sumbing juga bisa terdeteksi selama kehamilan. Pemeriksaan USG kehamilan yang dilakukan pada minggu ke-18 hingga ke-21 biasanya akan menunjukkan adanya kelainan pada area wajah janin. \n\n \n\n Jika janin dicurigai mengalami kelainan pada wajah dan bibir, biasanya dokter akan menyarankan ibu hamil untuk menjalani prosedur Amniosintesis, yaitu tes yang dilakukan dengan cara mengambil sampel air ketuban. Prosedur ini bertujuan untuk mengetahui penyebab bibir sumbing. \n\n \n\n \n\n Pengobatan Bibir Sumbing \n\n \n\n Pengobatan bibir sumbing bertujuan untuk memperbaiki kemampuan makan dan minum anak, memaksimalkan kemampuan bicara dan mendengar, serta memperbaiki tampilan wajah. \n\n \n\n Bibir sumbing bisa ditangani dengan melakukan beberapa kali operasi. Hal ini tergantung pada luas dan lebar dari sumbing yang dialami oleh anak. Operasi pertama biasanya akan dilakukan saat bayi berusia 3 bulan. \n\n \n\n \n\n Tahapan Sebelum Operasi \n\n \n\n Sebelum operasi bibir sumbing, dokter akan melakukan persiapan dengan memasang alat khusus di bibir, mulut, atau hidung anak. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil perbaikan bibir sumbing. Di bawah ini adalah beberapa alat yang digunakan oleh dokter sebelum operasi bibir sumbing: \n\n \n\n • Lip-taping regimen, yaitu sejenis alat yang digunakan untuk menyatukan atau mempersempit dua celah di bibir \n\n • Nasal elevator, yaitu alat yang digunakan agar celah tidak melebar sampai ke hidung dan membantu membentuk hidung bayi \n\n • Nasal-alveolar molding (NAM), yaitu alat seperti cetakan yang berfungsi untuk membantu membentuk jaringan bibir sebelum operasi \n\n \n\n \n\n Tahapan Operasi \n\n \n\n Operasi pertama adalah operasi bibir sumbing. Operasi ini bertujuan untuk memperbaiki bibir sumbing dan menutup celah bibir. Operasi ini dilakukan saat bayi berusia antara 3-6 bulan. Dokter akan membuat sayatan pada kedua sisi celahdan membuat lipatan jaringan yang kemudian disatukan dengan cara dijahit. \n\n \n\n Operasi kedua adalah operasi langit-langit sumbing. Operasi kedua ini bertujuan untuk menutup celah dan memperbaiki langit-langit mulut, mencegah penumpukan cairan di telinga tengah, serta membantu perkembangan gigi dan tulang wajah. \n\n \n\n Dokter akan membuat sayatan pada kedua sisi celah dan menata ulang posisi jaringan dan otot langit-langit mulut, kemudian dijahit. Operasi langit-langit sumbing disarankan untuk dilakukan pada saat bayi berusia 6–18 bulan. \n\n \n\n Setelah itu, operasi lanjutan untuk langit-langit sumbing dapat dilakukan pada usia 8–12 tahun. Operasi lanjutan dilakukan dengan mencangkok tulang untuk langit-langit agar mendukung struktur rahang atas dan artikulasi bicara. \n\n \n\n Jika anak mengalami gangguan pada telinga, akan dilakukan operasi ketiga. Operasi ketiga adalah operasi pemasangan tabung telinga. Untuk anak-anak dengan langit-langit sumbing, tabung telinga dipasang pada usia 6 bulan. Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi risiko penurunan pendengaran dan dapat dilakukan bersamaan dengan operasi bibir sumbing atau operasi langit-langit sumbing. \n\n \n\n Operasi keempat adalah operasi untuk memperbaiki penampilan. Operasi tambahan ini mungkin diperlukan untuk memperbaiki penampilan mulut, bibir, dan hidung. Operasi ini dapat dilakukan saat anak menginjak usia remaja sampai menjelang dewasa. \n\n \n\n Setelah operasi, dokter akan tetap melakukan pemantauan dan pengobatan terhadap bibir sumbing. Pemantauan dan pengobatan ini disarankan terus dilakukan sampai anak berusia 21 tahun atau ketika pertumbuhan telah berhenti. \n\n \n\n \n\n Pengobatan Tambahan \n\n \n\n Selain operasi, dokter akan memberikan terapi atau pengobatan tambahan. Jenis pengobatan dan terapi yang dilakukan akan disesuaikan dengan kondisi yang dimiliki oleh anak. Beberapa jenis terapi dan pengobatan tambahan yang bisa diberikan adalah: \n\n \n\n • Pengobatan untuk infeksi telinga \n\n • Pengobatan ortodontik, seperti pemasangan kawat gigi \n\n • Melakukan terapi bicara untuk memperbaiki kesulitan dalam berbicara \n\n • Memberikan alat bantu dengar untuk anak yang kehilangan pendengaran \n\n • Mengajarkan cara memberi anak makan atau menggunakan alat makan khusus \n\n \n\n Anak dengan bibir sumbing mungkin mengalami masalah dalam emosi, perilaku, dan kehidupan sosial karena penampilannya yang berbeda atau karena berbagai prosedur medis yang harus dilakukan secara berkala. Untuk mengatasinya, Anda bisa membawa anak untuk berkonsultasi dengan psikolog. \n\n \n\n \n\n Komplikasi Bibir Sumbing \n\n \n\n Beberapa komplikasi yang mungkin dapat dialami oleh bayi yang menderita bibir sumbing adalah: \n\n \n\n • Gangguan pendengaran \n\n • Gangguan pertumbuhan gigi \n\n • Kesulitan mengisap ASI \n\n • Kesulitan berbicara atau berkomunikasi nantinya \n\n \n\n \n\n Pencegahan Bibir Sumbing \n\n \n\n Bibir sumbing sulit dicegah karena penyebabnya belum diketahui secara pasti. Namun, ibu hamil dapat melakukan beberapa langkah berikut untuk menurunkan risiko terjadinya bibir sumbing pada janin: \n\n \n\n • Melakukan pemeriksaan genetik ke dokter jika ada anggota keluarga yang mengalami bibir sumbing \n\n • Melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur sesuai jadwal yang diberikan oleh dokter \n\n • Menjalani gaya hidup sehat selama hamil, seperti mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang serta mengandung asam folat, menjaga berat badan sehingga tidak mengalami obesitas selama kehamilan, tidak merokok, serta tidak mengonsumsi minuman beralkohol \n\n • Tidak menggunakan obat atau suplemen secara sembarangan, tanpa anjuran dokter \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n Narasumber: dr. Andi Mohammad Ardan, SpBP-RE \n\n \n\n Surgery - (Reconstructive and Aesthetic Plastic Surgery) \n\n \n\n \n\n \n\n Untuk membuat janji silahkan klik link berikut ini: \n\n \n\n https://www.herminahospitals.com/doctors/dr-andi-mohammad-ardan-spbp-re \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 16 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
Mengawal Tumbuh Kembang Anak Sejak Dini<\/a><\/h3>
Orangtua merupakan faktor penting dalam menjaga, merawat, serta mengawal tumbuh kembang anak. Dalam proses perkembangannya, orangtua harus sigap dan peduli terhadap kondisi anak sejak masa awal kehidupan anak, karena tumbuh kembang anak dapat bermasalah jika orangtua tidak sigap dan kurang memperhatikan kondisi anak. \n\n \n\n Pada saat bayi memasuki usia tiga bulan. Bayi cenderung mulai menunjukkan aktivitas motorik, seperti mengangkat kepala. Namun, jika hal ini tidak ditemukan pada bayi dan orangtua tidak peduli, maka proses tumbuh kembang anak dapat menjadi lambat hingga nanti menginjak usia dewasa. \n\n \n\n Pertumbuhan anak dapat dipantau dengan melihat tinggi badan, berat badan, lingkat kepala, dan hal lain yang dapat diukur dengan alat ukur tertentu. Tentu hal ini berbeda dengan perkembangan anak yang tidak dapat diukur dengan alat ukur yang terstandarisasi. Perkembangan ini meliputi kapan Si Kecil mulai bisa bicara, duduk, berjalan, dan lain sebagainya. Perkembangan anak tidak dapat diukur dengan alat, tetapi melihat dari cara Si Kecil beraktivitas, bersikap, dan bicara. \n\n \n\n Lantas apa yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak? \n\n \n\n Tumbuh kembang anak usia dini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri dari usia, genetik, kromosom, ras, dan jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi stimulasi orangtua, keadaan ekonomi, sosial, dan nutrisi. \n\n \n\n Di periode emas anak, Anda harus lebih jeli dan cermat dalam memantau tumbuh kembang anak, karena akan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak selanjutnya. Dengan pantauan dan stimulasi yang tepat, tumbuh kembang anak akan optimal dan kelainan tumbuh kembang anak dapat dicegah sejak dini. \n\n \n\n Komponen Tumbuh Kembang Anak \n\n \n\n Tumbuh kembang anak memiliki empat komponen, yaitu, motorik kasar, motorik halus, sensorik, dan personal sosial. \n\n \n\n 1. Motorik kasar meliputi gerakan yang mulai dilakukan setiap anggota gerak tubuhnya, seperti berdisi, berlari, dan lainnya. \n\n \n\n 2. Motorik halus merupakan sentuhan yang mulai ditunjukkan, seperti usaha untuk meraih suatu benda yang ada di sekitarnya. \n\n \n\n 3. Kemampuan sensorik memperlihatkan bayi mulai mengeluarkan suara seperti ocehan seakan ingin menyampaikan sesuatu. \n\n \n\n 4. Kemampuan personal sosial lebih kepada kondisi lingkungan sekitar tempat ia tinggal. \n\n \n\n Keempat komponen ini harus dikawal sedini mungkin oleh para orangtua. Jika melihat ada hal yang janggal, hendaknya segera konsultasikan dengan pihak medis. \n\n \n\n Permasalahan yang dapat timbuh pada keempat komponen tumbuh kembang anak dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, yaitu: \n\n \n\n 1. Faktor turunan atau gen, contohnya anak yang mengidap down syndrom akan sulit untuk diobati. \n\n \n\n 2. Faktor lingkungan. Ketika anak tumbuh di lingkungan yang sunyi dan sepi dapat memengaruhi cara komunikasi anak yang nantinya cenderung jadi pendiam dan enggan untuk berbicara. Kondisi tersebut dapat diobati dengan rekayasa lingkungan melalui program terapi. \n\n \n\n 3. Faktor virus yang menyerang saat kehamilan dapat ditanggulangi dengan terapi. Ketika ada anak yang terlambat bicara atau bergerak, maka akan dilakukan intervensi untuk melatih anak tersebut. \n\n \n\n Tips Mengawal Tumbuh Kembang Anak \n\n \n\n 1. Kawal Tumbuh Kembang Anak Sejak Bayi \n\n Mengawal pertumbuhan dan perkembangan anak harus dilakukan oleh orangtua sejak dini. Apabila terlambat dalam menemukan kejanggalan dalam tumbuh kembang anak, maka dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak. \n\n \n\n 2. Jaga Nutrisi \n\n Jaga nutrisi tubuh agar tubuh dapat berkembang secara optimal dengan menjaga asupan dan pola makan, serta berolahraga. \n\n \n\n 3. Seimbangkan Aktivitas \n\n Para orangtua hendaknya jangan memandang anak sebagai orang dewasa mini yang artinya menghendaki anak agar melakukan sesuai keinginan orangtua dan memaksakan anak untuk beraktivitas seperti belajar mulai dari pagi hingga malam hari, karena akan menganggu proses tumbuh kembang, serta dapat memengaruhi tingkat stres anak. \n\n \n\n 4. Beri Stimulasi yang Tepat \n\n Dalam rangka mengawal tumbuh kembang anak, Anda juga perlu memberikan stimulai yang tepat seperti memberikan permainan yang sesuai dengan usia anak. Beri anak ruang untuk eksplorasi dengan lingkungannya agar mencapai tumbuh kembang yang optimal. \n\n \n\n \n\n Pantau terus tumbuh kembang Si Kecil sejak dalam masa kandungan hingga 1000 hari pertama kehidupannya agar Si Kecil dapat tumbuh optimal dan baik. \n\n \n\n \n\n \n\n Narasumber : dr. Ikhsan Ali, M.Kes, Sp.A \n\n \n\n Spesialis Anak (Pediatri) \n\n \n\n Untuk membuat janji silahkan klik link berikut ini :https://www.herminahospitals.com/doctors/dr-ikhsan-ali-m-kes-sp-a \n\n \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Medan<\/a><\/li>
- 09 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Cerebral Palsy pada Anak<\/a><\/h3>
Cerebral palsy merupakan salah masalah neurologi anak. Cerebral palsy adalah kelainan gerakan, tonus otot, ataupun postur yang disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada otak yang belum matang dan berkembang, paling sering sebelum kelahiran yang disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal, sering kali sebelum lahir. \n\n \n\n Bagaimana Prevalensinya di Indonesia? \n\n Di Indonesia, berdasarkan Susenas (BPS) RI tahun 2012 lalu, tercatat sebanyak 532.130 anak menderita cerebral palsy atau sekitar 0,6% dari jumlah seluruh anak. Hasil survei Riskesdas yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi anak dengan cerebral palsy di Indonesia memiliki jumlah besar yaitu 9 kasus dalam setiap 1000 kelahiran. \n\n \n\n Bagaimana Gejala Cerebral Palsy? \n\n Menurut Dokter Spesialis Anak Konsultan Neurologi Anak (Tumbuh Kembang), Prof. dr. Bistok Saing, Sp.A. (K), gejala termasuk refleks berlebihan, anggota badan yang lemas atau kaku, dan gerakan tak terkendali. Ini muncul di anak usia dini. Adapun uraian gejala cerebral palsy pada anak, yaitu: \n\n \n Gangguan tumbuh kembang \n Terdapat bagian tubuh yang kaku \n Bayi hanya menggunakan satu sisi tubuh saja dalam beraktivitas. Misalnya saat merangkak, ia menopang tubuhnya hanya dengan tangan dan kaki kanan saja \n Gangguan pada penglihatan atau pendengaran \n Tidak bisa bicara atau terlambat bicara \n Kurang merespons terhadap sentuhan atau rasa nyeri \n Kejang \n \n\n \n\n Penyebab Cerebral Palsy \n\n Prof. dr. Bistok Saing, Sp.A (K) menambahkan, cerebral palsy adalah salah satu penyebab paling umum dari kecacatan yang terjadi pada anak-anak. Cerebral palsy atau yang disebut lumpuh otak disebabkan oleh gangguan perkembangan otak pada anak. Kondisi tersebut umumnya berlangsung pada masa kehamilan, tetapi juga dapat terjadi saat proses persalinan, atau beberapa tahun pertama setelah anak lahir. Selain itu, ada beberapa penyebab lain, yaitu: \n\n \n Genetik \n Masalah kelahiran prematur \n Tidak cukup darah, oksigen, atau nutrisi lain sebelum atau selama kelahiran \n Cedera kepala yang serius \n Infeksi serius yang dapat memengaruhi otak, seperti meningitis \n \n\n \n\n Cara Mendiagnosis Cerebral Palsy? \n\n Dokter melakukan pemeriksaan penunjang pada seorang anak mengalami cerebral palsy, apabila terdapat sejumlah gejala yang telah dijelaskan sebelumnya, seperti: \n\n - Elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat aktivitas listrik otak, dengan menggunakan bantuan alat khusus yang disambungkan ke kulit kepala. \n\n - Pemeriksaan Penunjang seperti CT-Scan dan MRI \n\n - Dokter Neurologi Anak juga dapat menjalankan pemeriksaan untuk menemukan adanya gangguan kecerdasan, serta gangguan dalam bicara, mendengar, melihat, dan bergerak. \n\n \n\n Bagaimana Pengobatan Cerebral Palsy? \n\n Cerebral palsy merupakan kondisi yang tidak dapat disembuhkan, tetapi cacat dapat dibantu dengan terapi fisik, terapi okupasi, dan konseling psikolog anak. \n\n Terapi fisik membantu anak mengembangkan otot yang lebih kuat dan bekerja dengan keahlian, seperti berjalan, duduk, dan keseimbangan. Alat tertentu, misalnya penyangga logam untuk kaki, atau pembebat, mungkin juga bermanfaat bagi anak. \n\n Terapi okupasi, anak mengembangkan kemampuan motorik yang baik, misalnya untuk memakai baju, makan, dan menulis. \n\n Terapi bicara dan bahasa membantu anak dengan kemampuan berbicara. Anak dan keluarga dibantu dengan pendukung, pendidikan khusus, dan servis yang terkait. \n\n \n\n Sahabat Hermina, yuk mulai rutin lakukan pemeriksaan selama kehamilan agar kesehatan ibu serta tumbuh kembang janin dapat dipantau sehingga terhindar dari berbagai penyakit. \n\n \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bogor<\/a><\/li>
- 05 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Oto Accoustic Emission (OAE)<\/a><\/h3>
Oto Accoustic Emission (OAE) adalah screening atau tes pendengaran bayi baru lahir yang menangkap emisi pada koklea. Bila uji OAE menyatakan pass dan bayi tidak memiliki faktor risiko, maka kemudian bayi akan dilakukan diagnostik pendengaran lanjutan pada umur 1 hingga 3 tahun. Bila dari hasil OAE diketahui adanya tuli saraf, maka bayi tersebut harus segera dilakukan rehabilitasi pendengaran. \n\n Hal ini dilakukan sedini mungkin dengan menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD) paling lambat umur 6 bulan atau melakukan implan koklea. Penyebab gangguan pendengaran bayi baru lahir sangat bervariasi, mulai dari infeksi Torchs pada masa hamil hingga riwayat keluarga dengan tuli saraf sejak lahir. Gangguan pendengaran pada bayi bisa juga disebabkan karena kelainan anatomi atau infeksi otak. \n\n \n\n Mengapa Butuh Tes Oto Accoustic Emission (OAE)? \n\n Gangguan pendengaran pada bayi dan anak sulit diketahui sejak awal. Gangguan pendengaran pada bayi dapat menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial dan emosional. Periode kritis perkembangan pendengaran dan berbicara dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan dan terus berlanjut sampai usia 2 tahun. Tes pendengaran bayi baru lahir ini dilakukan setelah bayi lahir atau paling lambat 1 bulan setelah kelahiran. Hasil tes pendengaran dapat dijadikan pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis gangguan pendengaran pada bayi umur 3 bulan. \n\n \n\n Apakah Tes Oto Accoustic Emission Membutuhkan Tindak Lanjut? \n\n Usai tes pendengaran pada bayi baru lahir dengan Oto Accoustic Emission (OAE) dan automated Brain Evoked Response Auditory (BERA), sebaiknya bayi umur 3 bulan dilakukan pemeriksaan lanjutan bila diperlukan seperti diagnosis pendengaran pada telinga luar dengan pemeriksaan otoskopi, telinga tengah dengan timpanometri, pemeriksaan ulang OAE untuk saraf telinga, serta pemeriksaan ulang BERA untuk saraf pusat pendengaran di otak. \n\n Bila semua hasil pemeriksaan menunjukkan nilai yang normal, maka akan dilakukan pemantauan perkembangan bicara pada bayi yang kemudian akan diteruskan dengan pemantauan fungsi pendengaran setiap 3 hingga 6 bulan sampai umur 3 tahun. Namun, bila hasilnya abnormal, maka sebaiknya dilanjutkan dengan pengecekkan BERA tone burst atau ASSR serta timpanometri high frequency. Jika diketahui terdapat tuli saraf, maka segera lakukan habilitasi pendengaran sedini mungkin dan sebaiknya pasang Alat Bantu Dengar (ABD) paling lambat umur 6 bulan atau lakukan implan koklea. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Medan<\/a><\/li>
- 10 Februari 2021<\/li><\/ul><\/div>
Peran Dokter Perinatologi <\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, dokter perinatologi merupakan seorang dokter spesialis anak yang mengambil pendidikan subspesialisasi dalam penanganan bayi baru lahir sampai berusia 28 hari dengan masalah kesehatan yang kritis, seperti lahir prematur, berat lahir rendah, cacat lahir, infeksi, susah bernapas,dan menstabilisasi bayi baru lahir yang memiliki masalah yang mengancam jiwa. \n\n Berikut ini adalah beberapa kondisi pada bayi prematur yang ditangani dokter anak ahli perinatologi: \n\n \n Gangguan pernapasan karena paru-paru yang belum terbentuk sempurna \n Gangguan sistem pencernaan yang menyebabkan bayi prematur belum bisa menerima ASI atau susu formula \n Hipotermia atau penurunan suhu tubuh secara drastis \n Hipoglikemia atau gula darah rendah \n Penyakit kuning karena organ hati yang belum berkembang sepenuhnya \n Infeksi bakteri atau virus karena sistem kekebalan tubuh yang belum mampu melakukan perlawanan \n \n\n \n\n Sementara itu, masalah kesehatan pada bayi cukup bulan yang ditangani dokter anak ahli perinatologi meliputi: \n\n \n Asfiksia perinatal yang membuat bayi rentan mengalami gangguan oksigen otak, kejang, gagal ginjal, atau gagal jantung \n Cacat bawaan, seperti cacat jantung, dan kelainan sistem pencernaan \n Infeksi, seperti pneumonia, meningitis, atau sepsis, yang didapat dari sebelum lahir atau sesaat setelah lahir \n Penyakit akibat kelainan genetik yang diturunkan \n Hiperbilirubin atau bayi kuning \n Cedera yang terjadi saat lahir atau setelah dilahirkan \n \n\n \n\n Umumnya dokter perinatologi akan bekerja di ruangan khusus yang disebut Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Adapun bantuan yang dapat diberikan kepada bayi sakit di ruangan ini dapat berupa: \n\n - Penggunaan inkubator \n\n Bayi yang lahir muda atau prematur memerlukan udara yang hangat. Karena itu, bayi prematur perlu dimasukkan ke inkubator untuk menjaganya tetap hangat dan nyaman, sehingga membantunya tumbuh dengan cepat. \n\n - CPAP dan Ventilator \n\n Mesin CPAP dan ventilator berfungsi menjaga kestabilan pernapasan bayi, terutama bayi dengan berat lahir rendah. \n\n - Terapi cahaya \n\n Sebagian bayi yang baru lahir mengalami penyakit kuning karena organ hati belum dapat menghilangkan kadar bilirubin. Sebagai upaya penyembuhan, dianjurkan untuk melakukan terapi cahaya. \n\n \n\n Kapan Anda Harus Menemui Dokter Anak Ahli Perinatologi? \n\n - Jika dokter kandungan mendeteksi bahwa bayi Anda mengalami kondisi yang akan membutuhkan perawatan intensif saat lahir nanti \n\n - Jika kehamilan Anda berisiko tinggi, misalnya karena Anda menderita diabetes, tekanan darah tinggi, atau memiliki riwayat memakai narkoba \n\n - Jika bayi yang baru Anda lahirkan mengalami kondisi di bawah ini: \n\n \n Sesak napas atau terlihat kesulitan bernapas \n Demam \n Kulit dan bagian putih mata menguning \n Berat badan tidak bertambah atau semakin menurun \n Jantung berdetak tidak normal \n Terlihat tidak kuat untuk menyusu atau minum susu formula \n \n\n \n\n Sahabat Hermina, tidak peru ragu untuk konsultasikan kesehatan kandungan Anda dengan dokter perinatologi agar kesehatan ibu dan bayi dapat dikontrol dengan baik hingga hari kelahiran dan tumbuh kembang bayi dapat sempurna. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 14 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
Tanda Bahaya (Red Flag) pada Perkembangan Anak<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, bagaimana rasanya saat pertama kali mendengar celotehan Si Kecil? Tentunya sangat senang sekali mendengarnya mengucapkan kata-kata baru yang tak terduga sebelumnya. Tetapi, tahukah Sahabat Hermina bahwa pertumbuhan dan perkembangan buah hati menjadi salah satu prioritas utama orangtua? \n\n Pada masa perkembangan dan pertumbuhan anak, peran orangtua sangat besar. Harus Sahabat Hermina pahami bahwa perkembangan setiap anak berbeda. Mereka memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan pencapaian perkembangan yang berbeda diantara anak seusianya. \n\n Dalam menilai perkembangan anak, Sahabat Hermina dapat merujuk pada tahap perkembangan anak atau yang sering kita kenal dengan istilah milestone. Salah satu tahap perkembangan adalah perkembangan bahasa atau kognisi. Untuk itu, orangtua perlu mengenal tanda bahaya (red flag) pada perkembangan anak, di antaranya: \n\n Usia neonatal: Pada usia neonatal 0- 28 hari bayi tidak berespon pada suara keras \n\n Usia 2 bulan: Pada usia bayi 2 bulan bayi tidak bangun dengan rangsangan suara \n\n Usia 4 bulan: Pada usia bayi 4 bulan tidak terdengar suara ocehan (cooing), pada masa ini bunda harus sudah mulai waspada \n\n Usia 6 bulan: Pada usia bayi 6 bulan bayi tidak merespon atau menoleh terhadap sumber suara \n\n Usia 9 bulan: Pada usia bayi 9 bulan bayi kurang dalam ocehan (babbling) yang disertai konsonan \n\n Usia 12 bulan: Pada usia bayi 12 bulan tidak merespon ketidak dipanggil, lebih cuek dan tidak mengerti jika dikatakan “tidak” \n\n Usia 15 bulan: Pada usia bayi 15 bulan bayi tidak mampu mengucapkan 1 katapun seperti “mama, papa, dada” \n\n Usia 18 bulan: Pada usia bayi sudah menginjak 18 bulan bayi tidak mampu menggunakan minimal 6 kata \n\n Usia 24 bulan: Kurang kosakata, kurang dapat mengucapkan kalimat terdiri dari 2 kata yang memiliki makna. Tidak mampu mengikuti instruksi sederhana. \n\n Usia 36 bulan: Tidak dapat mengucapkan kalimat yang terdiri dari 3 kata \n\n \n\n Bagaimana jika buah hati masuk dalam fase keterlambatan perkembangan? Sahabat Hermina bisa segera konsultasikan dengan dokter spesialis tumbuh kembang anak untuk mengetahui terapi yang tepat. Semakin cepat orangtua menyadari keterlambatan perkembangan pada anak, semakin cepat pula penanganan yang dapat diberikan sehingga Si Kecil dapat tumbuh dengan optimal. \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n Sumber: Scharf R.J, Scharf G.J, Stroustrup A. 2016. Developmental Milestone. Pediatric in \n\n \n\n Review : Vol 37(1), 25-38. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Galaxy<\/a><\/li>
- 10 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Mitos-Mitos Seputar Vaksinasi<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, imunisasi harus tetap diberikan kepada anak sejak dini untuk mencegah risiko penularan penyakit berbahaya di kemudian hari. Namun, masih ada sebagian orang tua yang ragu akan pentingnya imunisasi anak. Hal ini disebabkan adanya mitos terkait imunisasi anak yang menyebabkan orangtua khawatir. \n\n \n\n Mitos 1: Higienitas dan sanitasi yang baik cukup dalam memberantas penyakit – imunisasi tidak penting. \n\n Fakta: Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi dapat menyerang kembali apabila program vaksinasi dihentikan. Sementara perbaikan kebersihan, cuci tangan, dan air bersih dapat membantu melindungi kita dari penyakit infeksi, banyak penyakit infeksi yang tetap menyebar seberapa pun bersihnya seseorang. Jika orang-orang tidak divaksinasi, penyakit yang tidak biasa ditemukan seperti campak dan polio, dapat dengan cepat timbul kembali. \n\n \n\n Mitos 2: Vaksin memiliki beberapa kerugian dan efek samping jangka panjang yang belum diketahui. Vaksinasi bahkan bisa fatal. \n\n Fakta: Vaksin itu aman. Kebanyakan reaksi vaksin bersifat minor dan sementara, seperti nyeri pada tempat penyuntikan atau lengan atau demam ringan. Masalah kesehatan serius atau berat sangat jarang terjadi dan diinvestigasi dan dimonitor secara ketat. Orang-orang jauh lebih berisiko untuk sakit parah akibat terinfeksi penyakit-penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksin daripada karena divaksin. Sebagai contoh, penyakit polio dapat menyebabkan kelumpuhan, campak dapat menyebabkan radang otak dan kebutaan, dan beberapa penyakit lainnya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sementara sakit berat atau kematian akibat vaksin hanya terjadi 1 dari sekian banyak, lebih banyak keuntungan yang didapat karena divaksinasi daripada kerugiannya, dan banyak kesakitan dan kematian akan terjadi tanpa vaksin. \n\n \n\n Mitos 3: Vaksin kombinasi difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan) dan vaksin polio menyebabkan sndrom kematian bayi mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/ SIDS). \n\n Fakta: Tidak ada hubungan sebab-akibat antara pemberian vaksin dengan kematian mendadak pada bayi. Namun demikian, vaksin mulai diberikan pada masa ketika bayi dapat mengalami SIDS. Dengan kata lain, kejadian SIDS hanya kebetulan dengan vaksinasi dan akan tetap terjadi bila tidak divaksinasi. Penting untuk diingat bahwa empat penyakit ini termasuk penyakit yang mengancam jiwa dan bayi-bayi yang tidak divaksinasi berisiko tinggi untuk mengalami cacat berat sampai kematian. \n\n \n\n Mitos 4: Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi hampir dieradikasi di negara saya sehingga tidak ada alasan untuk divaksinasi. \n\n Fakta: Walaupun penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sudah jarang di banyak negara, agen infeksius yang menyebabkan penyakit tersebut masih tetap beredar di beberapa bagian di dunia. Agen-agen ini dapat menyebar melewati batas geografis dan menginfeksi siapa pun yang belum terlindungi. Di Eropa Barat, misalnya, wabah campak terjadi di populasi yang tidak divaksinasi di Austria, Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Itali, Spanyol, Swiss, dan Inggris sejak 2005. Jadi dua alasan utama untuk vaksinasi adalah untuk melindungi diri kita dan orang-orang sekeliling kita. Program vaksinasi yang berhasil, seperti masyarakat yang berhasil, tergantung dari kerja sama setiap individu untuk menjamin kebaikan bersama. Kita sebaiknya tidak sekedar bergantung kepada orang-orang sekitar kita untuk menghentikan penyebaran penyakit; kita juga harus melakukan apa yang kita bisa. \n\n \n\n Mitos 5: Penyakit-penyakit masa kanak-kanak yang dapat dicegah dengan imunisasi hanya salah satu musibah yang wajar terjadi dalam hidup. \n\n Fakta: Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi tidak harus menjadi “takdir”. Penyakit seperti campak, gondongan, dan rubela merupakan penyakit serius dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius baik pada dewasa maupun anak-anak, termasuk pneumonia, radang otak, kebutaan, diare, infeksi telinga, sindrom rubela kongenital (jika seorang wanita hamil terinfeksi rubela pada trimester pertama), dan kematian. Semua penyakit dan penderitaan yang terjadi ini dapat dicegah dengan vaksin. Kegagalan dalam memberikan vaksin membuat anak-anak rentan terhadap penyakit yang seharusnya tidak perlu. \n\n \n\n Mitos 6: Memberikan lebih dari satu vaksin dalam waktu yang bersamaan dapat meningkatkan risiko timbulnya efek samping yang berbahaya yang dapat membebani sistem imun anak tersebut. \n\n Fakta: Bukti ilmiah menunjukkan bahwa memberikan beberapa vaksin pada waktu yang bersamaan tidak berpengaruh pada sistem imun anak tersebut. Anak-anak yang terpapar oleh beberapa ratus zat asing yang dapat memicu respons imun setiap hari. Peristiwa sederhana seperti memakan makanan membuat tubuh mengenal antigen baru dan banyak bakteri yang hidup di mulut dan hidung. Seorang anak lebih banyak terpapar antigen dari selesma atau nyeri tenggorok daripada oleh vaksin. Keuntungan kunci dari menerima beberapa vaksin sekaligus adalah mengurangi jumlah kunjungan, sehingga menghemat waktu dan uang, serta anak-anak pun lebih pasti mendapatkan vaksinasi yang dianjurkan sesuai jadwal. Vaksinasi kombinasi seperti MMR (measles-mumps-rubella/campak-gondongan-rubela) berarti mendapat suntikan yang lebih sedikit. \n\n \n\n Mitos 7: Influenza hanya penyakit sepele dan vaksinnya tidak terlalu efektif. \n\n Fakta: Influenza lebih dari sekedar penyakit yang sepele. Influenza merupakan penyakit serius yang menyebabkan 300.000 - 500.000 kematian di seluruh dunia tiap tahunnya. Wanita hamil, anak kecil, lansia dengan tingkat kesehatan yang kurang, dan siapa pun dengan penyakit kronis seperti asma atau penyakit jantung, lebih berisiko mengalami infeksi serius dan mematikan. Memberikan vaksinasi kepada ibu hamil memberikan keuntungan dalam melindungi bayi yang akan dilahirkan (saat ini tidak terdapat vaksin influenza untuk bayi di bawah 6 bulan). Kebanyakan vaksin influenza memberikan kekebalan terhadap 3 strain tersering di musim apapun. Vaksin influenza mencegah kita terserang flu berat dan menularkan kepada orang lain. Menghindari flu berarti menghindari biaya besar yang harus dikeluarkan untuk berobat dan kehilangan waktu bekerja atau sekolah. \n\n \n\n Mitos 8: Lebih baik kebal melalui penyakit daripada vaksin. \n\n Fakta: Vaksin berinteraksi dengan sistem imun tubuh kita untuk menghasilkan respons imun yang sama dengan respons imun infeksi alamiah, tetapi vaksin tidak dapat menyebabkan sakit atau membuat seseorang menderita komplikasi. Kebalikannya, dampak yang didapat dari infeksi alamiah Haemophilus influenzae tipe b (Hib) adalah retardasi mental, dari rubela berupa cacat bawaan lahir, dari virus hepatitis B berupa kanker hati, atau kematian akibat campak. \n\n \n\n Mitos 9: Vaksin mengandung merkuri yang berbahaya. \n\n Fakta: Thiomersal adalah bahan organik, senyawa yang mengandung merkuri yang ditambahkan ke beberapa vaksin sebagai pengawet. Thiomersal telah digunakan secara luas sebagai pengawet vaksin multidosis. Tidak ada bukti yang menunjukan jumlah thiomersal dalam vaksin berisiko pada kesehatan. \n\n \n\n Mitos 10: Vaksin menyebabkan autisme. \n\n Fakta: Pada tahun 1998 sebuah studi sempat menghebohkan masyarakat akibat pernyataan yang menyatakan terdapat hubungan antara vaksin MMR dengan autisme. Namun pada akhirnya studi ini salah dan ditarik oleh jurnal yang menerbitkannya. Sayangnya, publikasi ini terlanjur membuat publik panik dan membuat cakupan imunisasi menurun yang diikuti dengan kejadian luar biasa dari campak, rubela, dan gondongan. Ditekankan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan hubungan antara vaksin MMR dengan autisme. \n\n \n\n Sahabat Hermina, itu tadi beberapa mitos terkait vaksinasi yang masih beredar di tengah masyarakat. Jadi, sebelum mempercayai sesuatu ada baiknya untuk mencari tahu kebenaran dari sumber terpercaya. Jangan lupa untuk tetap memberikan imunisasi pada anak. Apalagi di saat pandemi sekarang ini, jangan menunda untuk memberikan imunisasi kepada anak untuk sistem kekebalan tubuhnya kelak. Salam sehat. \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n Sumber: www.idai.or.id \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Palembang<\/a><\/li>
- 28 Oktober 2020<\/li><\/ul><\/div>
Peran Sentuhan Ibu di Tahun Pertama Kehidupan Bayi<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, seperti yang kita ketahui, pada awal tahun pertama kehidupan, seorang bayi menunjukkan perkembangan fungsi kognitif yang dapat diukur dari ingatan, bahasa, pemikiran, dan penalaran. Selama tahap ini, bayi juga mengembangkan ikatan cinta dan kepercayaan dengan orang tua dan orang lain sebagai bagian dari perkembangan sosial dan emosional. \n\n Anak-anak belajar menjadi manusia melalui sentuhan. Sentuhan adalah bentuk pengalaman indrawi yang paling awal dalam perkembangan manusia. Sentuhan adalah elemen penting dari keberadaan manusia dan memiliki tujuan mendasar dalam mendorong perkembangan kognitif dan sosial. Kontak kulit-dengan-kulit, atau skinship, pada awal masa kelahiran dapat memberikan efek positif terhadap sistem fisiologis dan sosial di masa depan. \n\n \n\n Tahapan Perkembangan Bayi pada Tahun Pertama Kehidupan \n\n Tonggak perkembangan adalah ukuran capaian hal-hal yang dapat dilakukan anak- anak pada usia tertentu. Pada awal tahun kehidupan, seorang bayi menunjukkan perkembangan fungsi kognitif yang dapat diukur dari ingatan, bahasa, pemikiran, dan penalaran. Selama tahap ini, bayi juga mengembangkan ikatan cinta dan kepercayaan dengan orang tua dan orang lain sebagai bagian dari perkembangan sosial dan emosional. Cara orang tua memeluk, memegang, dan bermain dengan bayi mereka akan menjadi dasar bagaimana seorang anak akan berinteraksi dengan orang lain di masa depan. \n\n Sentuhan adalah elemen penting dari keberadaan manusia dan memiliki tujuan mendasar dalam mendorong perkembangan kognitif dan sosial. Orang tua dapat terhubung dan berkomunikasi dengan bayi mereka melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian penting dari pembentukan ikatan antara orang tua dan bayi. Saat seorang ibu memberi makan, memakaikan pakaian, dan menjaga kebersihan bayi (mengganti popok, mandi, mengeringkan, menyikat rambut, dan memotong kuku) tentu saja tidak terlepas dari menyentuh bayi mereka. Janin dapat merasakan stimulus taktil pertama kali saat berusia 13-14 minggu, Selanjutnya, proses pematangan indera peraba akan bergantung pada stimulasi sentuhan yang tepat, termasuk stimulasi dari orang tua. \n\n Para ibu mengidentifikasi bahwa terjadi perubahan terhadap rangsang taktil selama satu tahun pertama kehidupan. Para ibu melaporkan bahwa bayi tidak memerlukan tingkat dukungan yang sama ketika ia mencapai tonggak tertentu, seperti berguling dan duduk, terutama selama mandi. Mengingat perkembangan dan peningkatan aktivitas yang independen pada bayi, para ibu melaporkan bahwa secara umum bayi-bayi hanya berusaha untuk berada dalam kontak dekat ketika merasa lelah. \n\n \n\n Pentingnya Sentuhan Ibu pada Awal Masa perkembangan Bayi \n\n Anak-anak belajar menjadi manusia melalui sentuhan. Segera setelah bayi lahir, para ibu secara otomatis akan berperilaku keibuan khas, yaitu dalam spesies manusia dilakukan dengan memegang bayi dalam posisi menggendong, menatap wajah dan tubuh bayi, mengekspresikan pengaruh positif, memancarkan “aura keibuan", dan memberikan sentuhan kasih sayang. Kombinasi dari perilaku-perilaku ini dapat digambarkan sebagai “repertoar postpartum ibu”. \n\n Sentuhan pada awal periode neonatal dapat berkontribusi pada perkembangan neurobehavioral, kognitif, dan sosial-emosional bayi. Bayi yang mendapatkan lebih banyak ASI menunjukkan tingkat kematangan neurobehavioral yang lebih tinggi pada Neonatal Behavior Assessment Scale dan menunjukkan perkembangan kognitif yang lebih baik pada usia 6 bulan. Efek ASI pada perkembangan diduga berasal dari dua sumber, yakni jalur langsung yang melibatkan efek protein spesifik, enzim, mikronutrien, lipid, dan asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang yang terkandung dalam nutrisi ASI, dan efek tidak langsung dari peningkatan kontak kasih sayang ibu, yang selanjutnya berkontribusi pada hasil yang lebih optimal. Masing-masing jalur ini diyakini berpotensi mempengaruhi perkembangan kognitif di masa bayi. \n\n \n\n Manfaat Sentuhan Ibu Terhadap Masa Perkembangan Bayi \n\n Perilaku manusia dipengaruhi oleh ekspektasinya akan interaksi sosial dan interpretasi dari dunia sosial. Ekspektasi dan interpretasi yang dimaksud dapat berupa prososial, antisosial, atau bahkan kombinasi keduanya. Sebuah penelitian menggunakan triune ethics meta-theory (TEM) untuk melihat secara luas apa yang mempengaruhi interpretasi sosial ini. TEM menunjukkan bahwa moralitas pada awalnya dibentuk oleh efek epigenetik dan plastisitas perawatan pada awal kehidupan yang kemudian mempengaruhi struktur neurobiologis yang mendukung fungsi moral. Secara teoritis, mereka yang tumbuh dan berkembang dengan perawatan yang kurang optimal akan lebih cenderung menjadi stres dan bergerak ke orientasi moral yang menghindari situasi sosial (antisosial), sedangkan mereka yang mendapatkan perawatan yang lebih optimal cenderung akan lebih pro-sosial dengan orang lain. \n\n Sentuhan kasih sayang ibu adalah kunci interaksi antara orangtua dan anak. Kasih sayang ibu berfungsi sebagai landasan pertumbuhan sosial-emosional bayi, meskipun hal ini bukan merupakan faktor satu-satunya. Baru-baru ini, percobaan yang dilakukan pada mamalia menunjukkan efek fisiologis mendalam sentuhan ibu dalam jangka pendek terhadap pertumbuhan dan fungsi berbagai sistem fisiologis seperti reaktivitas akan stres dan intersubjektivitas, sistem endokrin, dan, dalam jangka panjang, kontrol epigenetik dari sifat-sifat kepribadian seperti kecemasan. Hipotesa awal menunjukkan bahwa pengalaman sentuhan ibu pada awal masa kelahiran berkaitan dengan karakteristik perkembangan moral. \n\n Sebagai konsekuensinya, sentuhan ibu yang optimal pada awal masa kelahiran dapat berperan dalam membangun sosialitas—kapasitas untuk menikmati hubungan timbal balik yang fleksibel dengan orang lain—yang mengarah pada orientasi moral terhadap orang lain yang prososial. Sebaliknya, sentuhan ibu yang tidak optimal atau perlakuan yang kasar pada awal masa kelahiran dapat merusak perkembangan sistem neurobiologis yang mendukung sosialitas, sehingga dapat mengarah pada hubungan sosial yang penuh tekanan yang ditunjukkan oleh perilaku penarikan diri atau agresi. \n\n Dalam masyarakat yang lebih tradisional, para ibu akan mempertahankan kontak penuh sepanjang hari dan tidur dengan bayi di malam hari sepanjang bulan-bulan pertama atau bahkan satu tahun pertama kehidupan. Kontak terus menerus seperti itu berfungsi menenangkan dan mengurangi tekanan pada bayi. \n\n Secara umum, sentuhan kasih sayang yang diberikan dalam enam bulan pertama kehidupan ditemukan dapat memprediksi perkembangan kognitif dari usia 6 bulan hingga 5 tahun. Sentuhan kasih sayang akan membantu seorang anak untuk bersosialisasi dengan teman sebaya di taman kanak-kanak, mengurangi munculnya masalah perilaku di tahun-tahun prasekolah, penyesuaian emosi yang lebih baik pada masa remaja, dan menurunkan tingkat depresi pada masa remaja. \n\n \n\n Hal-hal yang Dapat Dilakukan Ibu Untuk Mempererat Ikatan dengan Bayi \n\n Berikut adalah beberapa hal yang Anda, sebagai orang tua, dapat lakukan untuk membantu bayi Anda dalam satu tahun pertama kehidupan: \n\n 1. Orangtua harus meluangkan waktu lebih banyak untuk bersama bayi \n\n 2. Gunakan rangsangan visual dan pendengaran selama melakukan interaksi sentuhan \n\n 3. Memberikan ASI Eksklusif \n\n 4. Perawatan Kangguru dapat dilakukan dengan meletakan bayi dalam posisi telanjang (dapat mengenakan popok dan kadang-kadang topi) di dada orang tua dengan posisi "kangguru" \n\n 5. Jaga diri secara fisik, mental, dan emosional \n\n \n\n Tips Mempererat Ikatan dengan Anak untuk Ibu Bekerja \n\n 1. Siapkan “bekal” untuk aktivitas anak, seperti menyiapkan mainan dan barang favorit anak sebelum berangkat kerja \n\n 2. Sempatkan menghubungi anak di sela jam kerja \n\n 3. Hadir sepenuhnya saat berada di dekat anak \n\n 4. Luangkan waktu libur bersama anak \n\n \n\n Sahabat Hermina, agar bayi dapat tumbuh kembang dengan optimal, penting untuk selalu hadir dalam setiap perkembangannya. Bila perlu, konsultasikan juga perkembangan Si Kecil dengan dokter anak. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/a><\/span>");
- 28 Oktober 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 10 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 14 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 10 Februari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 05 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 09 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 16 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 16 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Agustus 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 23 September 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 13 Oktober 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 24 Februari 2023<\/li><\/ul><\/div>