- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 23 Juni 2022<\/li><\/ul><\/div>
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)<\/a><\/h3>
Penyakit pada paru - paru sangat beragam, salah satunya adalah Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). \n\n Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah salah satu penyakit yang menyebabkan penderitanya kesulitan bernafas yang disebabkan oleh tersumbatnya saluran udara di paru - paru. Penyumbatan ini terjadi karena peradangan yang terjadi pada organ paru-paru yang berkembang dalam jangka waktu yang lama dan panjang. PPOK umumnya ditandai dengan sulit bernapas di sertai batuk berdahak, dan mengi (bengek). \n\n Penyakit bronkitis kronis dan emfisema adalah dua kondisi yang paling sering berkembang menjadi PPOK. Pada bronkitis kronis, kerusakan terjadi pada saluran bronkus, sedangkan pada emfisema kerusakan terjadi pada alveolus. PPOK seringnya menyerang pada orang yang berusia paruh baya, terutama pada yang suka merokok PPOK akan semakin memburuk dan berisiko. \n\n Penyebab \n\n Menurunnya aliran udara yang masuk dan keluar dari saluran bronkus di paru-paru menyebabkan sulit bernafas, hal ini menjadi salah satu ciri khas dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Pada penderita PPOK kantung udaranya tidak dapat menampung aliran udara yang cukup untuk dimasukan dan dikeluarkan dari paru-paru sehingga mengurangi kebutuhan oksigen pada tubuh, PPOK terjadi ketika saluran pernapasan dan paru-paru rusak serta mengalami peradangan. \n\n Kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita PPOK adalah: : \n\n \n Merokok atau sering terpapar asap rokok (perokok pasif) \n Menderita Asma \n Faktor Lingkungan, polutan berbahaya yang meliputi zat kimia, bahan bakar atau debu. \n Memiliki keluarga dengan riwayat PPOK (Genetik) \n Berusia diatas 40 tahun \n Jenis kelamin perempuan \n Menderita Bronkitis kronis \n \n\n Gejala \n\n Banyaknya penyakit pada pernapasan membuat gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sulit dibedakan tanpa adanya pemeriksaan dari dokter. Pada dasarnya PPOK berkembang dengan cara perlahan dan pada awal gejalanya sama sekali tidak menunjukkan gejala awal. Gejala akan terasa ketika penyakit sudah bertahun - tahun dan sudah terjadi kerusakan pada paru - paru kita. \n\n Beberapa gejala yang biasanya muncul dan dialami oleh penderita PPOK sebagai berikut : \n\n \n Nyeri dada \n Batuk yang tidak kunjung sembuh, batuk cenderung berdahak kadang pada lendir dahak ditemukan bercak darah. \n Berat badan tiba-tiba menurun. \n Napas tersengal sengal, terutama pada saat melalukan aktivitas fisik. \n Terjadi pembengkakan di tungkai dan kaki \n Mengi dan lemas \n \n\n Gejala PPOK bisa muncul secara mendadak dan akan dapat terus memburuk, sehingga menuju ke tahap yang disebut dengan eksaserbasi PPOK. Gejala tahap lanjut Penyakit Paru Obstruktif Kronis ini bisa meliputi lendir yang berlebihan, perubahan warna atau kekentalan pada lendir, dan rasa sesak terus meningkat pada dada, dan sering disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia (radang paru) atau polusi udara. Dengan mengetahui gejala yang berkaitan dengan PPOK diharap sahabat hermina bisa mendapat penanganan dokter secepat mungkin agar tidak menjadi eksaserbasi PPOK. \n\n Pencegahan \n\n Berhenti merokok atau hindari asap rokok orang lain adalah salah satu cara untuk mencegah sahabat hermina menderita PPOK. Jika Sahabat Hermina perokok aktif, segeralah berhenti merokok, sehingga sahabat Hermina dapat terhindari dari komplikasi yang mungkin terjadi di kemudian harinya. \n\n Jika Sahabat Hermina merasa gejala PPOK, segeralah melakukan konsultasi dengan dokter di RS. Hermina terdekat, atau sahabat hermina juga bisa berkonsultasi secara online dengan dokter spesialis RS. Hermina dengan aplikasi halo hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bitung<\/a><\/li>
- 31 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Kanker Paru: Deteksi dan Pengobatan<\/a><\/h3>
Tahukah Sahabat Hermina bahwa di Indonesia terdapat kecenderungan penemuan kasus kanker paru yang cukup besar. Kanker paru merupakan penyakit keganasan yang sulit disembuhkan. Angka bertahan hidup bagi penderita kanker paru sekitar lima tahun. \n\n \n\n Kanker paru sangat sulit disembuhkan dan hampir tidak bisa di prediksi karena pada organ paru tidak ada syaraf sehingga penderita tidak akan merasakan sakit. Akibatnya, banyak pasien yang datang terlambat dan sudah mencapai stadium lanjut. Jika kanker sudah mencapai tahap stadium lanjut, maka pilihan pengobatan menjadi terbatas dan tidak maksimal. Selain pembedahan, terapi lainnya hanya bersifat paliatif, seperti kemoterapi, radioterapi, kombinasi keduanya dan terapi target dengan masa bertahan hidup hanya 1-2 tahun. \n\n \n\n Menurut epidemiologi, kanker paru menunjukan kaitan erat insiden pajanan asap rokok dan polusi udara. Kanker paru adalah kondisi ketika sel ganas (kanker) terbentuk di paru-paru. Kanker ini lebih banyak dialami oleh orang yang memiliki kebiasaan merokok dan merupakan satu dari tiga jenis kanker yang paling banyak terjadi di Indonesia. Walaupun sering terjadi pada perokok, kanker pari juga bisa terjadi pada orang yang bukan perokok, terutama pada orang yang sering terpapar zat kimia di lingkungan kerjanya atau terpapar asap rokok dari orang lain (perokok pasif). \n\n \n\n Sahabat Hermina harus dapat mendeteksi awal mulai gejala adanya kanker paru. Semakin awal diketahui, keberhasilan pengobatan juga semakin tinggi. Namun sayangnya, kanker paru sering tidak menimbulkan gejala pada tahap awal. Gejala baru muncul ketika tumor sudah cukup besar atau kanker telah menyebar ke jaringan dan organ sekitar. Sejumlah gejala yang dapat dirasakan penderita kanker paru-paru adalah: \n\n \n Batuk kronis \n Batuk darah \n Penurunan berat badan drastis \n Nyeri dada dan tulang \n Sesak napas \n \n\n \n\n \n\n Faktor Risiko Kanker Paru-paru \n\n \n\n Kebiasaan merokok sangat memengaruhi karena merupakan penyebab utama kanker paru-paru, sehingga sebagian besar penderitanya adalah perokok aktif. Meskipun demikian, orang yang tidak merokok juga dapat terkena kanker paru-paru. Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru adalah: \n\n \n Memiliki anggota keluarga yang juga menderita kanker paru \n Tinggal atau bekerja di lingkungan yang tercemar zat kimia berbahaya \n Sering terpapar polusi udara \n \n\n \n\n Biasanya gejala kanker paru dapat dilihat setelah melakukan pemeriksaan ke rumah sakit melalui foto Rontgen, CT scan, dan biopsi jaringan paru. Dari ketiga pemeriksaan tersebut dapat menentukan jenis dan stadium kanker. Bila diperlukan, dapat melakukan PET scan untuk melihat penyebaran kanker di seluruh tubuh. \n\n \n\n \n\n Pengobatan Kanker Paru \n\n \n\n Penanganan utama terhadap kanker paru stadium awal adalah melalui operasi. Jika kanker telah mencapai stadium lanjut, maka penanganan dapat dilakukan dengan radioterapi dan kemoterapi. \n\n \n\n Selain itu, ada beberapa jenis pengobatan lain untuk menangani kanker paru-paru, yaitu terapi target, terapi ablasi, terapi fotodinamik, dan krioterapi. \n\n \n\n \n\n Penemuan kasus kanker paru pada stage dini memungkinkan penderita untuk memperoleh kualitas hidup yang lebih baik. Bila Sahabat Hermina mengalami gejala kanker paru, segeralah periksakan diri ke dokter spesialis paru. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pasteur<\/a><\/li>
- 01 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Apakah Bekas Luka Dapat Hilang?<\/a><\/h3>
Setiap pasien dengan luka atau dengan rencana operasi biasanya bertanya-tanya, “Apakah luka ini akan meninggalkan bekas?” atau “Apakah bekas lukanya nanti bisa hilang?” \n\n \n\n Bekas luka atau parut atau scar adalah hasil akhir dari proses penyembuhan luka. Luka sendiri dapat disebabkan oleh berbagai jenis trauma seperti luka bakar, infeksi, suntikan, tindik, gigitan serangga, atau tindakan operasi. Luka akan mengalami tiga fase penyembuhan yaitu peradangan, pembelahan jaringan, dan maturasi, dengan hasil akhir berupa tertutupnya luka oleh jaringan parut. \n\n \n\n Untuk memperbaiki luka yang dalam, kulit tubuh kita tidak mengalami regenerasi membentuk jaringan yang serupa 100% dengan kondisi semula, tetapi menutup defek luka dengan jaringan ikat dalam bentuk parut. Dibandingkan jaringan normal, parut berbeda dalam hal penampilan, fungsi pendinginan suhu tubuh, dan kekuatan jaringan. Bahkan parut dapat menarik dan mengganggu fungsi organ sekitarnya. \n\n \n\n Gejala dan tanda parut berbeda-beda tergantung tahapan maturasinya. Parut yang baru terbentuk setelah luka menutup disebut parut imatur, dan masih menjalani tahap maturasi. Parut imatur berwarna kemerahan, tidak elastis, meninggi dibandingkan kulit sekitarnya, dan dapat disertai gatal atau nyeri. \n\n \n\n Setelah melalui tahap maturasi selama 6 bulan-1 tahun, parut disebut parut matur. Pada tahap ini, parut dapat bersifat normal atau abnormal. Parut matur disebut normal bila bersifat samar, yaitu berwarna pucat, lunak, rata (tidak meninggi ataupun cekung dibandingkan kulit sekitarnya), dan tidak disertai gatal atau nyeri. Parut inilah yang disebut parut favorable, dan merupakan target optimal dari terapi luka. \n\n \n\n Parut dikategorikan abnormal bila memiliki salah satu karakteristik berikut: \n\n \n Perbedaan warna. Dibandingkan kulit sekitar, parut abnormal tampak lebih gelap, bahkan dapat berwarna kemerahan atau kecoklatan. \n Menonjol. Terdapat 2 jenis parut demikian, yaitu parut hipertrofik (parut meninggi tetapi tidak melebar melebihi batas luka awal) dan keloid (parut meninggi dan melebar melebihi batas luka awal). \n Cekung, yang disebut parut atrofik \n Konsistensi keras \n Disertai keluhan gatal/nyeri \n Menarik organ sekitar, dapat menimbulkan gangguan gerak. Parut demikian disebut kontraktur. \n \n\n \n\n Untuk mengenal cara mencegah parut abnormal, kita perlu mengetahui penyebabnya, yang biasanya bersifat multifaktorial. Faktor-faktor ini dapat bersifat tidak dapat dirubah (nonmodifiable) atau dapat diupayakan (modifiable.) \n\n \n\n Faktor nonmodifiable adalah faktor yang tidak dapat diubah, antara lain: \n\n \n Usia. Pasien lanjut usia memiliki karakteristik kulit yang mengurangi risiko parut hipertrofik, sementara pasien muda dan anak-anak memiliki risiko lebih tinggi. \n Ras. Kulit ras Asia dan Afrika lebih berisiko menderita parut hipertrofik dan keloid. \n Riwayat sebelumya. Pasien dengan riwayat parut abnormal sebelumnya lebih berisiko menghasilkan parut abnormal pada luka selanjutnya. \n Riwayat keluarga. Karena faktor genetik dalam pembentukan parut abnormal, pasien yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat parut abnormal akan lebih berisiko. \n Karakteristik luka: lokasi, arah, kedalaman dan luas luka. \n \n\n \n\n Beberapa area tubuh lebih berisiko menghasilkan parut abnormal. Luka pada area anggota gerak dengan kulit yang lebih tegang lebih berisiko menjadi parut hipertrofik. Sementara area telinga, bahu, dan dada rentan menimbulkan keloid. \n\n Tubuh manusia memiliki garis-garis alami yang menggambarkan ketegangan kulit. Luka yang sejajar garis tersebut akan tampak lebih samar, dan sebaliknya. \n\n Semakin dalam dan luas luka, semakin berisiko menjadi parut yang abnormal. \n\n \n\n Faktor modifiable. Faktor-faktor ini dapat diupayakan oleh dokter untuk menghasilkan parut yang optimal, di antaranya: \n\n \n Teknik bedah. Perawatan dan penutupan luka dapat dilakukan seoptimal mungkin untuk menghasilkan parut yang samar. Hal ini diterapkan dengan pembersihan luka, kontrol perdarahan, dan teknik penjahitan luka yang adekuat. Khusus untuk luka yang disengaja (luka operasi), desain sayatan dapat dirancang sedemikian rupa untuk menghasilkan lokasi, arah, dan panjang luka yang lebih samar. Pada kasus demikian, upaya mencapai parut yang samar dapat dimulai bahkan sebelum luka terbentuk. \n Perawatan parut. Optimalisasi pematangan parut dilakukan selama fase maturasi, yaitu sejak luka menutup hingga 6 bulan–1 tahun setelahnya. Perawatan parut dapat dilakukan dengan silikon, taping, pressure garment, dan masase parut. \n \n\n \n\n \n\n Berbagai metode/cara penanganan: \n\n \n Dressing silikon \n Taping \n Pressure garment \n Masase (pemijatan) parut \n Laser \n Injeksi obat (kortikosteroid, kemoterapi, toksin botulinum) \n Cryoterapi \n Pembedahan \n Radiasi \n Fat graft \n \n\n \n\n Pilihan metode yang dilakukan tergantung pada tahapan maturasi dan karakteristik parut. Parut matur yang abnormal mungkin memerlukan tata laksana yang lebih invasif. Untuk kasus keloid, beberapa metode dapat dilakukan sekaligus untuk mengurangi risiko kekambuhan. \n\n \n\n Dengan demikian, target terapi yang realistis dari setiap luka adalah parut yang samar (favorable), bukan tidak adanya parut sama sekali. Mengupayakan hasil akhir parut yang samar dimulai dari perencanaan luka (bila memungkinkan), teknik penutupan luka, hingga perawatan parut luka selama proses maturasi. Konsultasi dengan dokter bedah plastik dianjurkan untuk menentukan metode penanganan yang sesuai. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 01 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 31 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 23 Juni 2022<\/li><\/ul><\/div>