- Hermina Daan Mogot<\/a><\/li>
- 06 April 2023<\/li><\/ul><\/div>
Makanan yang perlu dihindari penderita Gerd saat Puasa<\/a><\/h3>
\n\n \n\n Pada penderita penyakit asam lambung tentunya harus memilih secara tepat makanan yang dikonsumsi, terutama saat menjalankan ibadah puasa. Kondisi perut yang kosong selama berpuasa, terjadi peningkatan asam lambung pada tubuh. \n\n Bila mengonsumsi makanan yang tidak tepat akan berdampak pada semakin meningkatnya asam lambung dan menimbulkan penyakit pada sistem pencernaan, salah satunya adalah GERD (Gastroesophageal Reflux Disease). \n\n GERD adalah salah satu gangguan pencernaan yang diakibatkan karena melemahnya katup sebelum masuk lambung, hal ini membuat makanan/minuman yang dikonsumsi akan naik kembali dari lambung ke kerongkongan, sehingga akan timbul rasa panas di dada dan ulu hati. \n\n Berikut makanan yang perlu dihindari pada penderita penyakit asam lambung atau GERD: \n\n 1. Makanan berlemak \n\n Makanan yang mengandung lemak tinggi dapat menyebabkan naiknya asam lambung. Makanan yang mengandung lemak seperti daging, gorengan, makanan bersantan, coklat, dan lain-lain. Daging berlemak mengandung lemak tinggi yang menyebabkan peningkatan produksi asam lambung. Makan makanan berlemak sebaiknya dihindari pada penderita penyakit asam lambung atau GERD, karena dapat memperparah gejala sistem pencernaan yang timbul. \n\n 2. Makanan yang asam \n\n Makanan yang asam sebaiknya dihindari pada penderita penyakit asam lambung atau GERD. Makanan yang asam seperti buah yang asam (jeruk, anggur, plum, lemon, kiwi, dll), makanan bercuka, dan lain-lain. Bila mengonsumsi makanan asam terutama pada perut yang kosong, dapat menimbulkan gejala seperti terasa panas di dada dan perut akibat naiknya asam lambung. \n\n 3. Makanan yan sulit dicerna \n\n Makanan seperti coklat, keju, kacang, makanan yang digoreng, kue tart dan lain-lain merupakan jenis makanan yang sulit dicerna yang dapat memperlambat pengosongan lambung. Hal ini bisa menyebabkan meningkatnya asam lambung. \n\n 4. Makanan yang pedas \n\n Makanan-makanan pedas dapat menyebabkan meningkatnya produksi asam lambung dan menimbulkan perut nyeri dan tidak nyaman. \n\n 5. Makanan dan minuman yang bergas \n\n Seseorang yang memiliki penyakit asam lambung atau GERD sebaiknya tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung gas tinggi karena dapat memperparah sakit maag yang diderita. \n\n Agar puasa tetap lancar pada penderita asam lambung atau GERD juga disarankan untuk minum obat yang bisa mengurangi timbulnya keluhan. Konsumsi obat disaat sahur dan saat berpuasa \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bogor<\/a><\/li>
- 22 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
Bahayakah Sembelit pada Anak?<\/a><\/h3>
Kondisi sembelit pada anak tidak dapat diremahkan, hal ini dapat terganggunya kesehatan percernaan anak yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatannya. Namun Sahabat Hermina tidak perlu panik jika anak mengalami sembelit. Sembelit yang dialami Anak dapat diatasi dengan pemberian obat pada anak sesuai anjuran dokter. \n\n Sembelit merupakan gangguan pencernaan yang umumnya sering terjadi pada anak, ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna yang dilhat dari berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, anak terlihat mengejan atau berusaha keras untuk mengeluarkan tinja yang tampak lebih keras atau kering, dan besar. \n\n Usia yang paling sering terjadi keluhan sembelit umumnya adalah anak usia 2-3 tahun, ketika anak sedang melakukan latihan membuang air kecil dan besar ditoilet (toilet training). Sembelit pada anak ditandai dengan keluhan seperti feses yang menjadi keras dan berbentuk mirip feses kambing sehingga dapat menyebabkan nyeri setelah melakukan buang air besar. \n\n \n\n Penyebab Sembelit pada Anak \n\n Penyebab sembelit yang dialami anak beranekaragam dapat disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya: \n\n \n \n Kurangnya asupan serat atau terlalu banyak minum susu. \n \n \n Kurangnya minum air putih. \n \n \n Kurang olahraga atau jarang sekali bergerak. \n \n \n Efek samping pada obat-obatan tertentu dan stress. \n \n \n Maupun makanan yang tidak higienis. \n \n \n\n \n\n Pencegahan Sembelit pada Anak \n\n Langkah pencegahan yang dapat dilakukan sebelum memberikan obat sembelit, dapat melakukan perawatan secara mandiri di rumah, yaitu: \n\n \n \n Memberikan makan yang mengandung serat \n \n \n\n Makanan yang mengandung serat, seperti kacang-kacangan, buah, sayur serta biji-bijian dapat mengatasi sembelit pada anak. Hal ini disebabkan mengonsumsi cukup serat akan membuat tinja lebih lunak dan mudah dikeluarkan oleh anak. \n\n \n\n \n \n Memenuhi kebutuhan cairan tubuh \n \n \n\n Dengan kurangnya minum putih juga menjadikan penyebab tekstur tinja menjadi keras, sehingga sulit untuk dikeluarkan ketika BAB. Memenuhi kebutuhan cairan anak sehari-hari dengan memberikan anak minum air putih yang cukup membuat tekstur tinjanya lebih lunak dan mempermudah proses buang besarnya. \n\n \n\n \n \n Mengajak anak untuk tetap beraktivitas \n \n \n\n Dalam menjaga pergerakan usus dan proses pencernaan. Sahabat Hermina juga perlu mengajak anak untuk melakukan aktivitas, dengan memberikannya waktu untuk bermain setidaknya 30-60 menit setiap harinya. \n\n \n\n \n \n Membiasakan anak ke toilet \n \n \n\n Membiasakan anak ke toilet (Toilet training), setelah ia makan atau saat anak ingin buang air besar (BAB). Tak jarang anak-anak menahan untuk pergi ke toilet, dikarenakan takut ke toilet sendiri atau tidak nyaman dengan kondisi toilet. Jadi pastikan Sahabat Hermina anak-anak tidak menahan BAB agar tinja tidak mengeras dan sulit untuk dikeluarkan. \n\n \n\n Penggunaan Obat yang Aman \n\n Jika pengobatan dirumah tidak dapat mengatasi sembelit, Sahabat Hermina dapat langsung berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan obat sembelit yang aman dan sesuai untuk anak. \n\n Obat yang berupa obat pencahar tidak selalu disarankan bagi anak-anak. Jenis obat ini hanya diberikan pada kondisi tertentu berdasarkan pertimbangan medis oleh dokter, sehingga harus berhati-hati dalam pemberian obat pencahar pada anak. \n\n Berdasarkan cara kerjanya, obat sembelit memiliki dua jenis yaitu: \n\n \n \n Obat pelunak tinja \n \n \n\n Obat sembelit ini mengandung laktulosa, minyak mineral, gliserol, dan docusate yang dapat melunakan tinja. \n\n \n\n \n \n Obat pendorong tinja \n \n \n\n Obat pendorong bekerja dengan cara merangsang pergerakan usus untuk mengeluarkan tinja. Obat sembelit dalam bentuk pencahar tidak disarankan diberikan selain atas anjuran dokter. \n\n \n\n Pada beberapa kasus, sembelit bisa menjadi tanda adanya penyakit lain yang lebih serius. Oleh itu sembelit juga tidak boleh dianggap remeh, karena dapat berisiko menyebabkan ambeien pada anak. \n\n Oleh karena itu, sembelit pada anak tidak boleh dianggap remeh ya Sahabat Hermina, jika anak mengalami sembelit lebih dari 2 minggu, dan perutnya merasakan nyeri, BAB berdarah, atau sembelit yang tidak membaik walaupun sudah diberikan obat. Segeralah periksakan si anak keluhannya ke dokter. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bogor<\/a><\/li>
- 21 Juni 2022<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal apa itu Gastritis (Maag)?<\/a><\/h3>
Gastritis atau yang sering kita kenal ada sakit maag adalah peradangan yang terjadi pada lapisan dinding lambung dalam kantung nasi. Kondisi ini ditandai dengan adanya nyeri di bagian ulu hati. Jika dibiarkan secara terus menerus, gastritsi dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti tukak lambung. \n\n Gastritis terbagi menjadi dua jenis, yaitu gastitris kronis dan akut. Gastritis akut terjadi ketika radang di lapisan lambung berlangsung secara kondisi tiba-tiba, hal ini menyebabkan nyeri pada ulu hati yang hebat dengan sifat sementara. Namun, jika tidak ditangani secara segera, gastritis akut bisa berlanjut menjadi kronis. \n\n Pada gastritis kronis, peradangan di lapisan lambung terjadi secara perlahan dengan waktu cukup lama. Nyeri yang diakibatkan lebih ringan dibandingkan dengan gastritis akut, tetapi muncul lebih sering dan terjadi dengan waktu yang lebih lama. \n\n \n\n Penyebab Gastritis \n\n Gastritis terjadi ketika dinding lambung mengalami peradangan. Penyebabnya pun bermacam-macam, tergantung pada jenis gastritis itu sendiri. \n\n Gastritis Akut \n\n Gastritis akut terjadi jika dinding lambung dalam keadaan melemah atau rusak secara tiba-tiba. Akibatnya lambung bisa terpapar oleh cairan asam lambung dan mengalami iritasi. Penyebab Gastritis akut adalah : \n\n \n Menggunakan obat-obatan tertentu, seperti obat kortikosteroid dan antiinflamasi nonsteroid. \n Mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan \n Menderita penyakit tertentu seperti gagal ginjal, refluks empedu, dan infeksi virus atau bakteri seperti Helicobacter pylori \n Mengalami stres yang berat \n Mengidap penyakit autoimun yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang dinding lambung \n Mengalami efek samping akibat prosedur operasi \n \n\n \n\n Gastritis Kronis \n\n Gastritis kronis terjadi akibat peradangan di dinding lambung yang terjadi dalam waktu yang cukup lama dan tidak diobati. Gastritis kronis ini berdampak pada sebagian atau semua bagian mukus pelindung pada lambung. \n\n Beberapa penyebab gastritis kronis, meliputi: \n\n \n Daya tahan tubuh yang lemah \n Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan ibuprofen \n Mempunyai penyakit tertentu, seperti gagal ginjal atau diabetes \n Mengalami stres berat yang terjadi terus menerus sehingga dapat mengaruhi sistem kekebalan tubuh. \n \n\n \n\n Faktor Risiko Gastritis \n\n Penyakit ini memiliki beberapa faktor risiko yang meningkatkan peluang seseorang untuk mengalaminya. Berikut beberapa faktor risiko gastritis, antara lain: \n\n \n Konsumsi makanan dengan kadar kandungan pengawet dan garam yang tinggi berlebihan. \n Konsumsi makanan lemak berlebih dan minyak berlebihan \n Konsumsi makanan asam dan pedas secara berlebihan \n Kondisi medis tertentu yang dapat menyebabkan sistem imun kekebalan tubuh menurun \n Penggunaan zat-zat berbahaya lainnya. \n Kebiasaan merokok. \n \n\n \n\n Gejala Gastritis \n\n Gejala penyakit gastritis dapat berbeda pada setiap penderitanya. Bahkan, kondisi ini juga bisa terjadi tanpa disertai dengan gejala. Namun, penderita gastritis biasanya mengalami gejala berupa sebagai berikut: \n\n \n Nyeri yang terasa panas atau perih pada bagian ulu hati \n Mual dan muntah \n Perut menjadi kembung \n Hilangnya nafsu makan \n Berat badan menurun secara tiba-tiba hingga gangguan pencernaan \n Terjadi muntah darah \n \n\n \n\n Diagnosis Gastritis \n\n Diagnosis dilakukan dengan wawancara keluhan, melakukan pemeriksaan fisik, dan riwayat medis. Selain itu, tes napas, darah, hingga tinja untuk mendeteksi bakteri H.pylori. Jika dibutuhkan dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan tambahan seperti: \n\n \n Rangkaian tes upper gastrointestinal. Pemeriksaan ini melibatkan pengambilan sinar-X dari saluran pencernaan. \n Endoskopi saluran pencernaan bagian atas. Untuk memeriksa adanya peradangan di kerongkongan, duodenum, dan lambung. Dokter juga akan mengambil sampel kecil atau biopsi dari lapisan perut. \n \n\n \n\n Pencegahan Gastritis \n\n Gastritis ini dapat dicegah dengan menjaga pola makan dan gaya hidup yang sehat. Beberapa upaya pencegahannya dapat melakukan sebagai berikut: \n\n \n Dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan dan memasak, untuk mencegah penularan infeksi bakteri pylori \n Menghindari makanan asam, pedas, berlemak dan minyak berlebih \n Mengurangi konsumsi minuman berkafein atau beralkohol \n Mengolah dan mengendalikan stres dengan baik \n Menghindari konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid berlebihan atau tanpa berkonsultasi dengan dokter dahulu. \n \n\n Oleh karena itu, untuk menghindari gangguan pencernaan kita harus mengubah pola hidup dan makan kita ke yang lebih sehat seperti menghindari makanan berminyak, pedas, dan asam agar kita dapat terhindari dari penyakit gastritis (maag). segerlah memeriksakan diri ke dokter jika merasakan salah satu atau beberapa gejala dari gastritis. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pandanaran<\/a><\/li>
- 09 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
Kenali Gangguan Pencernaan Pada Bayi<\/a><\/h3>
Ketika masih bayi, kemampuan anak dalam mencerna makanan masih terus berkembang dan belum sempurna. Kondisi tersebut membuat bayi sangat rentan terhadap berbagai masalah pencernaan. Padahal, asupan makanan sangat penting untuk pertumbuhannya. Untuk itu, sebagai orangtua, Sahabat Hermina perlu tahu apa saja gangguan pencernaan pada bayi yang sering terjadi dan cara mengatasinya. \n\n \n\n Walaupun sering terjadi, gangguan pencernaan pada bayi sulit sekali diketahui. Pasalnya, bayi yang belum bisa bicara atau kesulitan berbicara, tentu tidak dapat memberi tahu apa saja gejala yang dirasakannya dengan baik. Mereka hanya bisa menangis dan terlihat lemah. \n\n \n\n Sejak lahir, sistem pencernaan bayi belajar mengolah asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan. Karena sistem pencernaannya masih dalam tahap perkembangan, bayi menjadi lebih rentan mengalami gangguan pencernaan. \n\n \n\n Bayi yang mengalami gangguan pencernaan umumnya akan memunculkan gejala berupa rewel, perut kembung, mual, muntah, diare, hingga dehidrasi. Memasuki usia 6 bulan ke atas, nutrisi bayi tak dibatasi oleh ASI (Air Susu Ibu) saja. Susu formula, makanan padat atau MPASI (Makanan Pengganti ASI) pun sudah mulai diperkenalkan pada Si Kecil sebagai asupan nutrisinya. \n\n \n\n Nutrisi-nutrisi baru ini mungkin akan menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan Si Kecil, dikarenakan saluran cernanya belum terbentuk dengan sempurna. Maka dari itu, Sahabat Hermina perlu mengetahui gejala gangguan sistem pencernaan pada Si Kecil untuk menentukan penanganan yang tepat jika salah satu atau beberapa tanda-tandanya muncul. \n\n \n\n Berikut ini adalah macam-macam gangguan pencernaan yang dapat terjadi pada bayi: \n\n \n\n - Kolik \n\n Kolik ditandai dengan menangis secara berlebihan. Umumnya kolik terjadi pada beberapa minggu awal setelah bayi lahir dan berhenti saat bayi berusia 4 bulan. Bayi yang mengalami kolik akan menangis hingga lebih dari 3 jam sehari selama 3 hari dalam satu minggu, setidaknya terjadi 3 minggu berturut-turut. \n\n \n\n - Gumoh \n\n Gumoh merupakan kondisi normal, karena kerongkongan bayi belum berkembang sempurna. Selain itu, ukuran lambungnya juga masih sangat kecil. Saat terlalu banyak makan atau menelan udara ketika menyusu, bayi bisa gumoh. \n\n \n\n Biasanya gumoh akan hilang ketika bayi berusia antara 6 bulan hingga 1 tahun, karena pada saat itu otot-otot kerongkongan sudah dapat berfungsi dengan baik. Gumoh pada bayi tidak termasuk kondisi yang mengkhawatirkan, selama tidak terjadi secara berlebihan atau berkepanjangan, dan tidak menyebabkan gangguan pada tumbuh kembangnya. \n\n \n\n - Perut kembung \n\n Perut kembung pada anak dapat membuatnya menangis dan rewel. Kondisi ini disebabkan saluran pencernaan anak belum berfungsi secara sempurna. Anak yang mengalami perut kembung biasanya akan memunculkan gejala khas, yaitu perutnya menjadi keras, sering sendawa, rewel, dan sering kentut. \n\n \n\n Kondisi ini dapat disebabkan oleh cara makan dan minum Si Kecil yang terlalu cepat atau terlalu pelan, minum dari botol dot yang banyak gelembung udaranya, juga kebiasaan mengisap botol dot kosong. Mengonsumsi makanan yang mengandung gas seperti brokoli, ubi, bawang, atau kol, juga dapat membuatnya kembung. Selain itu, ada pula kondisi lain yang dapat menyebabkan perut kembung, seperti refluks atau aliran balik asam lambung, dan intoleransi laktosa. \n\n \n\n - Sembelit \n\n Sembelit/susah buang air besar cukup umum dialami batita. Biasanya disebabkan oleh pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), dehidrasi, atau kondisi medis tertentu. Gejala sembelit pada bayi mudah untuk dikenali, yaitu Si Kecil tidak buang air besar setidaknya tiga kali dalam seminggu, sulit mengeluarkan kotoran, dan tekstur kotorannya keras. Selain itu, perutnya bisa terasa keras, nafsu makan menurun, merasakan sakit ketika mengejan, dan menangis tiap kali diajak ke toilet untuk buang air besar (BAB). Untuk mengatasinya, Sahabat Hermina bisa memberikan obat sembelit anak. \n\n \n\n - Diare \n\n Pada dasarnya, selama anak masih mengonsumsi ASI, susu formula, ataupun makanan semi padat, maka tekstur tinja saat BAB cenderung lunak. Namun, Sahabat Hermina patut waspada ketika Si Kecil terlalu sering BAB, tinja cair, atau dalam jumlah yang banyak karena itu artinya bisa jadi Si Kecil terkena diare. \n\n \n\n Diare pada bayi dapat disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari infeksi parasit, bakteri atau virus, alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu, minum terlalu banyak jus buah, hingga keracunan makanan. \n\n \n\n \n\n Cara Mengatasi Gangguan Pencernaan dan Menjaga Kesehatan Pencernaan Bayi \n\n \n\n Berkonsultasi dengan dokter merupakan cara paling efektif untuk mengatasi gejala gangguan pencernaan pada bayi. Jika gejala yang muncul tak kunjung mereda, jangan ragu untuk memeriksakan Si Kecil ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. \n\n \n\n Beragam cara sederhana yang dapat Sahabat Hermina lakukan ketika bayi sering mengalami gangguan pencernaan, antara lain: \n\n \n\n - Memperhatikan posisi menyusui atau makan yang benar \n\n Biasakan menyusui atau menyuapi anak dalam keadaan lebih tegak, dan pertahankan posisi tersebut sekitar 20 menit setelah pemberian susu atau makanan. Hal ini dilakukan untuk mencegah susu dan makanan naik kembali ke kerongkongan. Pastikan juga Si Kecil tidak makan atau minum terlalu cepat. \n\n \n\n - Pijat lembut perut Si Kecil \n\n Jika Si Kecil mengalami kembung, pijat perutnya dengan lembut untuk menghilangkan gas atau membuat perutnya terasa lebih baik. Selain itu, Sahabat Hermina juga bisa mengusap punggung Si Kecil. Caranya, letakkan Si Kecil di atas kasur atau di atas kedua paha Bunda dengan posisi perut menghadap ke bawah atau telungkup. \n\n \n\n - Berikan asupan makanan mengandung serat \n\n Jika Si Kecil menderita sembelit, sebaiknya berikan makanan yang tinggi serat. Utamakan memberinya asupan serat dari buah-buahan atau jus buah, seperti apel atau pir. Selain buah-buahan, roti gandum juga bisa diberikan kepada Si Kecil. \n\n \n\n - Hindari makanan tertentu saat mengalami gangguan pencernaan \n\n Jika Si Kecil mengalami diare, hindari makanan apa pun yang dapat membuat gejala diare semakin memburuk, misalnya makanan berminyak, makanan yang tinggi serat, makanan yang pedas dan asam, produk olahan susu, serta makanan manis. Jika Si Kecil masih minum ASI, sebaiknya Bunda juga tidak mengonsumsi berbagai makanan tersebut. \n\n \n\n - Pertimbangkan mengganti susu formula \n\n Jika Si Kecil mengonsumsi susu formula, sebaiknya berkonsultasi ke dokter terlebih dulu untuk mempertimbangkan penggantian susu formula. Misalnya dengan susu formula protein terhidrolisa parsial (partially hydrolyzed protein). Meski masih terus diteliti, namun jenis susu ini dianggap memiliki formula protein yang lebih lembut, sehingga mudah dicerna dan diserap oleh tubuh anak. Selain itu, Bunda juga dapat memilih jenis susu rendah laktosa. \n\n \n\n Namun jangan lupa, perhatikan kandungan nutrisi dalam susu formula, seperti kalsium, zat besi, omega-3, asam folat, vitamin B1, B6, dan B12, agar mencukupi kebutuhan gizi anak sehingga tumbuh kembang dan kecerdasan Si Kecil dapat optimal. \n\n \n\n \n\n Pertahankan pola makan yang sehat dan sesuai untuk Si Kecil, demi menjaga kesehatan pencernaannya. Ajak juga Si Kecil untuk selalu aktif bergerak, baik saat berolahraga maupun bermain, untuk mendukung proses pencernaan dan tumbuh kembangnya. Bila gangguan pencernaan yang dialami Si Kecil tidak kunjung membaik atau justru semakin parah, sebaiknya segera konsultasikan segera ke RS Hermina Pandanaran untuk mendapatkan penanganan yang tepat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Jatinegara<\/a><\/li>
- 01 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Penanganan Diare pada Anak<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, tahukah bahwa diare adalah perubahan konsistensi dan frekuensi dari buang air besar (BAB)? Secara terminology, pada anak menjelang remaja dan dewasa, dikatakan diare jika BAB lebih dari 3 kali atau konsistensi tinja lunak. Namun, berbeda pada bayi, terutama dalam 6 bulan awal kehidupan, frekuensi normal BAB dapat mencapai 6-8 kali per hari dengan konsistensi lunak seperti pasta. Bayi tersebut dikatakan diare jika BAB terlihat lebih sering dan lebih encer daripada kondisi biasanya. \n\n \n\n Diare dapat disebabkan oleh dua hal, infeksi dan noninfeksi. Penyebab tersering diare pada anak adalah infeksi virus (misalnya rotavirus) pada 60-70% kasus. Diikuti oleh infeksi bakteri dan parasit. Penyebab noninfeksi misalnya alergi makanan, keracunan, atau efek samping obat-obatan. \n\n \n\n Diare masih merupakan salah satu penyebab kematian utama pada balita di Indonesia. Penyebab utamanya adalah penangan diare yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. \n\n \n\n Penanganan utama pada anak diare adalah memastikan kecukupan asupan cairan anak untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan gangguan elektrolit. Cairan yang paling ideal adalah cairan rehidrasi oral (CRO) atau oralit yang mengandung air, gula dan elektrolit. Berikan cairan tersebut sebanyak 10 ml/kg BB setiap kali diare. Pemberian dilakukan secara perlahan selama 30-60 menit. Jika bayi masih mendapatkan ASI, ASI diteruskan dengan frekuensi yang lebih sering. Anak yang sudah makan, diberikan makanan seperti biasa dengan tetap memperhatikan sanitasi dan kebersihan penyajian makanan. \n\n \n\n Orangtua perlu mengetahui tanda bahaya diare pada anak, yaitu dehidrasi. Anak dikatakan dehidrasi ringan-sedang jika anak tampak lebih lemas daripada biasanya, mata kelihatan lebih cowong, kulit terlihat kering dan frekuensi buang air kecil (BAK) lebih jarang dan air seni tampak lebih kuning pekat. Pada dehidrasi ringan-sedang anak masih mau diberikan minum dan tampak kehausan. \n\n \n\n Apabila anak sudah tidak mau minum sama sekali, maka harus curiga bahwa anak sudah jatuh ke dehidrasi berat. Tanda lain dehidrasi berat adalah sangat lemas hingga penurunan kesadaran, kejang, sesak napas, mata sangat cowong, bibir dan lidah sangat kering, elastisitas kulit sudah sangat berkurang dan tidak buang air kecil sama sekali. Segera bawa anak ke dokter jika didapatkan tanda bahaya tersebut. \n\n \n\n Antibiotik tidak rutin diberikan pada anak diare karena penyebab tersering adalah infeksi virus yang sifatnya akan sembuh sendiri. Pemberian antibiotik harus berdasarkan pertimbangan dokter dari pemeriksaan yang dilakukan pada anak. Obat stop diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang mengalami diare. \n\n \n\n Tablet zinc perlu diberikan pada anak diare karena akan menurunkan tingkat keparahan diare, mempercepat penyembuhan dan mengurangi risiko berulangnya diare pada masa yang akan datang. Pada anak berusia kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg, dan jika anak lebih dari 6 bulan 20 mg selama 10 hari. \n\n \n\n Oleh karena penyebab tersering diare adalah infeksi, maka kondisi yang dapat memicu terjadinya diare adalah higienitas dan sanitasi yang buruk. Menjaga kebersihan lingkungan, kebersihan diri, sanitasi makanan dan penyediaan air bersih merupakan cara untuk mencegah terjadinya diare. \n\n \n\n Pastikan anak memakan makanan yang dibersihkan dengan air bersih, dimasak dengan benar-benar matang dan disajikan dengan alat makan yang bersih. Selain itu, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan hingga 2 tahun bersama MPASI dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi. Memberikan vaksin rotavirus juga dapat mengurangi risiko terjadinya diare berat pada bayi dan anak. \n\n \n\n Apabila diare berlanjut dan tidak mengalami perbaikan atau terdapat tanda bahaya pada anak, segera bawa anak ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. \n\n \n\n Nah Sahabat Hermina, untuk penanganan diare pada anak, yuk pastikan anak mendapatkan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi. Akan lebih baik jika diare dicegah dengan membiasakan hidup sehat dengan menjaga kebersihan diri serta lingkungan, menjaga kebersihan makanan dan menyediakan air bersih. Salam sehat. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pekalongan<\/a><\/li>
- 18 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Menangani Diare pada Bayi<\/a><\/h3>
Diare merupakan salah satu penyebab kematian bayi tertinggi di Indonesia dengan persentase mencapai lebih dari 30% dan sekitar 25% pada balita berumur 1-4 tahun. \n\n \n\n Apa Saja Penyebab Diare? \n\n Diare pada bayi dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari infeksi usus hingga perubahan pola makan, antara lain: \n\n \n Infeksi parasit, bakteri, atau virus. Bayi dan balita yang banyak menyentuh benda yang belum tentu bersih akan rentan terinfeksi karena sering memasukkan tangannya yang kotor ke mulut. Selain itu, kekebalan tubuh mereka yang masih dalam tahap berkembang juga membuat mereka lebih rentan tertular penyakit \n Keracunan makanan \n Terlalu banyak mengonsumsi jus buah \n Alergi terhadap obat-obatan tertentu \n Alergi terhadap makanan tertentu, misalnya alergi susu sapi \n \n\n \n\n Bayi yang sudah bisa mencerna makanan padat dan sedang mengalami diare sebaiknya menjauhi makanan yang berminyak, yang berserat tinggi, yang manis seperti kue dan produk-produk susu untuk sementara karena jenis makanan tersebut dapat memperburuk gejala diare mereka. \n\n \n\n Mendeteksi Tekstur Tinja Bayi \n\n Cara terbaik untuk mendeteksi penyakit ini adalah dengan melihat perubahan warna dan bentuk tinja bayi sedini mungkin. Tinja bayi umumnya berubah warna, bau, dan tekstur sesuai dengan bahan makanan yang dikonsumsi. Tinja yang berubah menjadi lebih encer, lebih banyak, atau frekuensinya lebih sering adalah gejala utama diare. \n\n \n\n Namun hati-hati dalam membedakannya dengan bayi yang mengonsumsi air susu ibu (ASI) yang umumnya juga memproduksi tinja yang lebih cair dan berbusa. Sebaliknya, tinja yang berbentuk bulatan-bulatan kecil, keras, dan jarang terjadi dapat menjadi indikasi kondisi konstipasi. \n\n \n\n Berikut ini adalah warna tinja yang dapat menjadi panduan mendeteksi kondisi bayi: \n\n \n Cokelat muda atau cokelat kekuningan: umumnya ditemukan pada bayi yang mengonsumsi susu formula. \n Hijau kehitaman: disebut juga mekonium, merupakan tinja yang muncul ketika bayi baru lahir. \n Hijau kecokelatan: warna tinja bayi kira-kira lima hari setelah lahir. \n Kuning kehiajuan: warna tinja bayi yang setelah lahir mengonsumsi ASI. \n Warna lain: tinja bayi akan berwarna cokelat pekat jika sudah mengonsumsi makanan padat. Warna ini akan berubah sesuai dengan jenis makanan yang dikonsumsinya. \n \n\n \n\n Mengenali Gejala dan Dampak Diare \n\n Jika bayi Anda berusia kurang dari enam bulan dan mengalami diare, periksakan ke dokter, terutama jika mengalami gejala-gejala seperti berikut ini : \n\n \n Mengalami muntah-muntah \n Terlihat lesu \n Tinja berwarna hitam, putih, atau merah karena mengandung darah \n Terdapat darah atau nanah pada tinja bayi \n Sakit perut \n Demam di atas 39°C \n Adanya tanda-tanda dehidrasi \n \n\n \n\n Saat bayi diare, keseimbangan air dan garam (elektrolit) di dalam tubuhnya terganggu. Kondisi ini dapat memicu dehidrasi yang dapat mengancam nyawa, terutama pada bayi yang baru lahir. \n\n \n\n Terdapat beberapa gejala dehidrasi pada bayi yang patut dikenali dengan jelas: \n\n \n Kondisi mulut kering \n Tidak ada air mata yang keluar saat menangis \n Buang air kecil lebih sedikit dibandingkan biasanya \n Kulitnya yang terasa lebih kering \n \n\n \n\n Setiap orang tua perlu mewaspadai terjadinya dehidrasi pada bayi yang sedang diare karena dehidrasi dapat dengan cepat memperburuk kondisi tubuh bayi. \n\n \n\n Perawatan di Rumah Sakit \n\n Terutama bagi bayi yang mengalami diare, pada umumnya perlu dirawat di rumah sakit menggunakan infus. Dokter kemungkinan akan memberikan antibiotik atau obat antiparasit untuk menangani infeksi bakteri atau parasit. Oralit mungkin juga turut diberikan. Oralit adalah cairan yang mengandung elektrolit-elektrolit untuk mencegah terjadinya dehidrasi. \n\n \n\n Mencegah Diare \n\n Adalah beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah diare, yaitu mencuci tangan bayi atau balita secara rutin, terutama setelah bermain. \n\n Selain itu, orang dewasa yang merawat bayi atau balita juga perlu menjaga kebersihannya agar tidak menularkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada bayi. Jaga agar lantai dan benda-benda yang dipegang bayi atau balita Anda selalu bersih. \n\n \n\n Jika bayi mengonsumsi ASI perah atau susu formula, selalu pastikan kebersihan dan kesterilan botol yang digunakan. Selain itu, teruslah menyusui bayi Anda. Hal tersebut dapat membantu mencegah diare dan bayi Anda akan pulih lebih cepat. \n\n \n\n Perhatikan kebersihan makanan dan minuman yang diberikan pada bayi dan balita. Hindari memberikan makanan yang biasa dikonsumsi orang dewasa. Selain itu, jangan berikan makanan yang membuat diare semakin buruk pada bayi Anda, seperti jus apel, susu, dan makanan yang digoreng. \n\n \n\n Sahabat Hermina, jaga kesehatan bayi Anda dan selalu pantau tumbuh kembangnya agar Si Kecil dapat tumbuh sehat dan tidak mudah sakit. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 18 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 01 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 09 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 21 Juni 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 22 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 06 April 2023<\/li><\/ul><\/div>