- Hermina Pandanaran<\/a><\/li>
- 15 Desember 2023<\/li><\/ul><\/div>
Ketahui Pentingnya Vaksin Pneumonia Bagi Orang Dewasa<\/a><\/h3>
Vaksin Pneumonia merupakan jenis vaksin yang diberikan untuk mencegah penyakit akibat pneumokokus, yaitu segala jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus Pneumoniae. Vaksin pneumonia dapat menurunkan peluang seseorang terkena penyakit pneumonia dan dapat mengurangi keparahan gejala apabila mengalami sakit. Tidak hanya bayi dan anak-anak, orang dewasa juga sebaiknya mendapat vaksin PCV. Sebab, vaksin ini dapat mencegah risiko penularan pneumonia yang sangat rentan terjadi pada lansia. \n\n \n\n Vaksin PCV atau pneumonia merupakan salah satu vaksin yang dapat membantu mencegah infeksi penyakit pneumonia untuk orang dewasa berusia 50 tahun atau lebih. Vaksin akan bekerja efektif dengan membantu tubuh menciptakan antibodi sendiri yang dapat memberikan perlindungan dari paparan bakteri penyebab penyakit tersebut. Namun, tidak seperti bayi, vaksin PCV untuk orang dewasa memiliki dosis yang tidak sama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, vaksin PCV sendiri terbilang aman untuk orang dewasa. Vaksin ini sangat jarang menunjukkan munculnya efek samping atau Reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). \n\n \n\n Mengapa vaksin PCV penting? \n\n \n\n Vaksin PCV dirancang khusus untuk melawan pneumokokus, yang dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit, termasuk pneumonia. Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab umum infeksi paru-paru dan dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama pada orang lanjut usia. Vaksinasi tidak hanya mencegah pneumonia secara langsung, tetapi juga mencegah infeksi yang dapat menimbulkan komplikasi serius seperti infeksi telinga tengah, meningitis, dan infeksi darah. \n\n \n\n Manfaat Vaksinasi Pneumonia \n\n \n Perlindungan terhadap Pneumonia: Vaksin PCV membantu tubuh mengembangkan kekebalan terhadap bakteri penyebab pneumonia, sehingga mengurangi risiko infeksi paru-paru. \n Mencegah Komplikasi Serius: Pneumonia dapat menyebabkan bakteri memasuki aliran darah dan menyebabkan infeksi yang dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Vaksinasi membantu mencegah penyebaran bakteri ini. \n Melindungi kelompok rentan: Orang dewasa dengan kondisi kesehatan yang rentan, seperti diabetes, penyakit jantung, atau sistem kekebalan tubuh yang lemah, khususnya memerlukan perlindungan tambahan. Vaksin PCV dapat memberikan perlindungan tambahan kepada kelompok rentan ini. \n \n\n \n\n Gejala Pneumonia \n\n Mengenali gejala pneumonia penting dilakukan agar dapat segera mencari pertolongan medis. Gejala yang paling umum adalah: \n\n \n Batuk disertai lendir atau darah. \n Sesak napas. \n Rasa sakit yang dalam dan menusuk di dada. \n Demam tinggi. \n Kelelahan yang berlebihan. \n Mual, muntah, dan mengalami diare. \n \n\n \n\n Vaksin PCV merupakan upaya pencegahan untuk menjaga kesehatan paru-paru dan mencegah risiko pneumonia pada orang dewasa. Vaksinasi secara teratur dapat mengurangi risiko infeksi dan melindungi dari komplikasi serius akibat pneumonia. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis paru RSU Hermina Pandanaran untuk menentukan jadwal vaksinasi yang tepat dan untuk memahami apakah vaksinasi PCV diperlukan berdasarkan kesehatan dan riwayat kesehatan seseorang. \n\n \n\n Dapatkan kemudahan pendaftaran dokter RSU Hermina Pandanaran melalui mobile aplikasi Halo Hermina, Call Center 1500488 dan website www.herminahospitals.com. Menyadari pentingnya vaksin PCV merupakan langkah awal yang penting untuk menjaga kesehatan paru-paru dan meningkatkan kualitas hidup orang dewasa. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Padang<\/a><\/li>
- 06 September 2023<\/li><\/ul><\/div>
Kenali dan Waspadai Penyakit Paru Akibat Kerja !<\/a><\/h3>
Bekerja merupakan upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan mendapatkan penghasilan. Masalah kesehatan juga bisa muncul di tempat kerja, hal ini karena ada bahaya potensial berupa pajanan pada pekerja yang bisa mempengaruhi kondisi kesehatan. Bahaya ini dapat bersumber dari banyak hal seperti lingkungan kerja, cara kerja dan alat yang digunakan saat bekerja. Selain itu gangguan kesehatan juga berkaitan erat dengan jumlah waktu pajanan saat bekerja, semakin lama pajanan maka semakin besar pula risiko yang akan ditimbulkan. \n\n \n\n Penyebab Penyakit Akibat Kerja \n\n \n Fisika \n \n\n Suhu ekstrem, bising, pencahayaan, vibrasi, radiasi pengion dan non pengion dan tekanan udara. \n\n \n Kimia \n \n\n Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, uap logam, gas, larutan, kabut, partikel nano dan lain-lain. \n\n \n Biologi \n \n\n Bakteri, virus, jamur, bioaerosol dan lain-lain. \n\n \n Ergonomi \n \n\n Angkat angkut berat, posisi kerja janggal, posisi kerja statis, gerak repetitif, penerangan, Visual Display Terminal (VDT) dan lain-lain. \n\n \n Psikososial \n \n\n Beban kerja kualitatif dan kuantitatif, organisasi kerja, kerja monoton, hubungan interpersonal, kerja shift, lokasi kerja dan lain-lain. \n\n \n\n Apa itu Penyakit Paru Akibat Kerja? \n\n Penyakit Paru akibat kerja adalah Penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh bahan iritatif seperti debu/asap/serat/ gas berbahaya yang terhirup oleh pekerja di tempat pekerjaannya. Penyakit ini mungkin membutuhkan waktu lama (>10-20 tahun) untuk berkembang dan muncul sebagai penyakit setelah seseorang berhenti dari pekerjaannya. Gejala Klinis PPAK mirip dengan penyakit paru lain yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. \n\n Klasifikasi Penyakit Paru Akibat Kerja : \n\n \n Iritasi jalan napas atas yang bisa disebabkan oleh gas iritan, uap dan debu. \n Kelainan jalan napas. Bahan penyebab bisa berupa ; diisosianat, anhdrat, debu kayu, Allergen dari binatang, lateks, Gas Iritan, asap, Debu Kapas, Biji-bijian, Debu mineral, batubara, uap, dan debu \n Jejas inhalasi akut Bahan penyebab bisa berupa; Gas Iritan, logam, Oksida logam, seng, tembaga, Plastik dan Produk Pembakaran Pneumonitis Toksik Demam Uap logam Demam Uap polimer Inhalasi Asap \n Pneumonitis hipersensitif/ Radang pada parenkim paru (alveoli, bronkiolus terminal , intersisial ) yang bisa disebabkan oleh bakteri, jamur, protein binatang \n Penyakit infeksi seperti tuberkulosis, virus, atau yang disebabkan oleh bakteri \n Pneumokoniosis / penumpukan debu dalam paru sehingga timbul rx jaringan. Bahan penyebab dapat berupa asbes, silika, batubara, berilium, dan kobalt \n Keganasan pada paru yang bisa disebabkan oleh Debu kayu, Asbes, radon, silika Asbes Kanker sinonasal Kanker Paru Mesotelioma Termasuk Polusi udara \n \n\n \n\n Cara Mencegah Penyakit Paru Akibat Kerja \n\n \n Pencegahan Primer \n \n\n melakukan intervensi sebelum dampak Kesehatan terjadi , serta mengeliminasi paparan factor risiko \n\n \n Pencegahan sekunder \n \n\n melakukan identifikasi penyakit pada tahap awal sebelum muncul gejala \n\n \n Pencegahan tersier \n \n\n manajemen penyakit akibat kerja setelah diagnosis di tegakkan untuk menghentiakn , memperlambat progresifitas , melakukan rehabilitasi dan skrining untuk komplikasi \n\n Jadi Sahabat Hermina, penting untuki kita melakukan deteksi dan diagnosis penyakit akibat kerja agar bahaya dan dampak pekerjaan terhadap kesehatan tubuh terutama pada paru dapat dicegah dan diobati dengan penanganan yang tepat. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 26 Mei 2023<\/li><\/ul><\/div>
Bahaya Pneumonia ( Paru-Paru Basah ) pada Anak dan Cara Pencegahannya<\/a><\/h3>
Pneumonia merupakan salah satu jenis penyakit berbahaya yang sering menyerang anak-anak. Penyakit ini sering ditandai dengan gejala batuk yang cukup lama, kemudian sesak napas dan demam. Meski gejalanya terlihat seperti sakit pada umumnya, namun jika tidak segera mendapat penanganan dapat menyebabkan kematian. Karena itu semua orang tua perlu tahu bahaya Pneumonia pada anak. \n\n Sampai saat ini diketahui faktor yang bisa menyebabkan Pneumonia pada anak cukup banyak. Mulai dari virus, bakteri hingga jamur. Jenis mikroba yang spesifik menyebabkan penyakit ini adalah bakteri Streptococcus pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. \n\n \n\n Bahaya Pneumonia pada Anak-anak \n\n Anak-anak cukup rentan terhadap berbagai jenis penyakit, termasuk Pneumonia. Jenis penyakit ini cukup berbahaya karena bisa menyebabkan kematian. Bahkan di Indonesia masuk dalam kelompok 10 penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi. Penderita dapat mengalami radang paru-paru sehingga alveolus yang seharusnya berisi udara akan penuh dengan cairan. \n\n Sebagai satu-satunya organ yang berfungsi untuk pertukaran oksigen, fungsi paru-paru sangat penting. Jika fungsinya terhambat maka semua kerja organ tubuh akan terganggu. Tubuh bisa mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen. \n\n Gejala yang muncul pada anak adalah sesak napas dan kesulitan untuk mendapatkan oksigen. Selain itu, tarikan napas terlihat lebih cepat dan muncul cekungan pada bagian dada sebelah bawah ketika si kecil sedang bernapas. Karena kekurangan oksigen, tubuh menjadi terlihat lebih biru dan napas tersengal-sengal. \n\n Untuk anak yang masih kecil, tanda paling jelas adalah lebih rewel karena merasakan tubuh yang tidak nyaman. Biasanya kondisi ini diikuti dengan nafsu makan yang turun drastis, muntah hingga tidak sadar karena kekurangan oksigen dalam tubuhnya. \n\n \n\n Faktor pemicu Pneumonia pada Anak \n\n Tubuh anak masih rentan sehingga sangat mudah terkena penyakit. Apalagi jika mengalami Pneumonia, menyebabkan mudah terjangkit penyakit lain. Kondisi sejak lahir dapat memicu Pneumonia pada anak. Apalagi secara umum imunitas anak-anak cukup rendah dibanding orang dewasa. Beberapa pemicu Pneumonia antara lain \n\n \n \n Tidak meminum ASI sejak masih bayi \n \n \n Kekurangan gizi atau malnutrisi \n \n \n Terjangkit infeksi seperti HIV, campak dan jenis penyakit lainnya \n \n \n Lahir prematur sehingga organ tubuh belum berfungsi secara sempurna \n \n \n Pemberian imunisasi yang kurang lengkap, terutama vaksin Pneumonia \n \n \n\n Selain faktor internal atau dari dalam tubuh si kecil, faktor eksternal juga turut menyebabkan anak-anak rentan mengalami Pneumonia. Penyebab dari luar tersebut diantaranya adalah: polusi udara, paparan debu dan asap rokok serta tinggal di lingkungan dengan tingkat kebersihan yang rendah. \n\n \n\n Cara Penanganan Penderita Pneumonia \n\n Pada anak yang mengalami Pneumonia, perlu segera dilakukan tindakan agar dampak yang muncul dari penyakit ini tidak semakin berbahaya. Begitu terlihat gejala penyakit, sebaiknya orang tua segera membawa si kecil untuk mendapat penanganan dokter. \n\n Penanganan pasien penyakit ini tergantung pada kondisi terakhir yang dialami. Biasanya dokter akan meresepkan antibiotik untuk menghambat pertumbuhan jamur dan kuman penyebab penyakit yang bisa berkembang cepat. \n\n Jika muncul gejala demam, dokter akan mengambil langkah pertama untuk menurunkan kondisi tersebut. Tidak jarang pasien mengalami dehidrasi sehingga perlu mendapat asupan cairan dari infus. Untuk mengatasi resiko akibat kurang oksigen, dokter akan melakukan terapi. Beberapa obat juga tidak jarang diberikan melalui suntikan. \n\n \n\n Cara Mencegah agar Anak Tidak Menderita Pneumonia \n\n Bahaya pneumonia pada anak dapat mengancam nyawa si kecil. Pencegahan agar tidak terjangkit penyakit ini sangat penting dilakukan. Jenis penyakit ini mudah menular melalui percikan ludah dan peralatan makan. Karena itu pastikan anak-anak tidak bertukar alat makan. Beberapa tindak pencegahan yang bisa dilakukan antara lain: \n\n 1. Mencukupi kebutuhan gizi \n\n Kekebalan tubuh berbanding dengan asupan gizi yang masuk. Untuk memastikan anak-anak tetap terjaga kesehatannya dan tidak rentan terjangkit penyakit, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan gizi yang cukup, baik jumlah maupun jenisnya. \n\n Untuk bayi sebaiknya mendapatkan asupan makanan dari ASI hingga usia 6 bulan. Selanjutnya bisa diberi makanan pendamping ASI dengan tekstur yang disesuaikan usia si kecil. Kecukupan gizi bisa diperoleh dari buah, sayur dan makanan sehat lainnya. \n\n 2. Imunisasi lengkap \n\n Imunisasi merupakan tindakan pencegahan agar anak tidak mudah terserang penyakit dengan meningkatkan kekebalan tubuhnya terhadap jenis bakteri,virus dan kuman tertentu. Begitu juga dengan Pneumonia, pemberian imunisasi dapat meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terjangkit penyakit ini. \n\n 3. Pola hidup bersih dan sehat \n\n Selanjutnya yang sangat penting adalah penerapan pola hidup bersih dan sehat. Pastikan semua lingkungan rumah, pakaian dan peralatan yang digunakan sudah dicuci dan terbebas dari kuman sehingga penyebab penyakit tidak mudah tumbuh serta berkembang biak. \n\n Selain itu, pastikan anak-anak mandi dua kali sehari dengan menggunakan air bersih dan sabun yang bisa membunuh kuman. Beberapa anak sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Karena itu ketika memilih sabun harus disesuaikan dengan kondisi tubuh si kecil. \n\n Bahaya Pneumonia pada anak tidak boleh disepelekan karena banyak pasien yang tidak tertolong. Upaya pencegahan terhadap penyakit ini sangat penting dilakukan, baik ketika anak-anak masih bayi hingga sekarang. Selain imunisasi, asupan gizi dan pola hidup sehat harus selalu diterapkan. \n\n \n\n Sahabat Hermina bisa mengkonsultasikan masalah seputar anak dengan Dokter Spesialis RS. Hermina terdekat, atau bisa berkonsultasi secara online melalui aplikasi Halo Hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Wonogiri<\/a><\/li>
- 27 Januari 2023<\/li><\/ul><\/div>
TBC sebagai Penyakit Menular, Perlu kita Waspadai dan Kita Cegah<\/a><\/h3>
Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan dalam rapat terbatas 21 Juli 2020 di tayangan Youtube Sekretariat Presiden bahwa TBC di Indonesia berada di peringkat ketiga dengan jumlah TBC tertinggi di dunia di bawah India dan China. Di Indonesia, 165.000 pasien meninggal akibat TBC pada 2017. Kemudian, jumlah pasien yang meninggal akibat TBC pada 2018 mencapai 98.000 pasien. Maka dari itu mari kita mengenal lebih dalam apa itu TBC agar kita bisa lebih waspada dan bisa mencegahnya. \n\n Tuberkulosis atau TBC sendiri adalah penyakit menular yang berpotensi serius dan umumnya menyerang paru-paru akibat infeksi dari bakteri Mycobacterium tuberculosis (M.tb). Melansir laman resmi Kementerian Kesehatan, di Indonesia TBC jamak dikenal sebagai penyakit tiga huruf, paru-paru basah, sampai flek paru. Kuman TBC paling sering menyerang paru-paru. Tapi, penyakit ini juga bisa menjangkiti organ lain seperti kelenjar getah bening, tulang, otak, sampai kulit. \n\n \n\n Penyebab TBC \n\n TBC dapat menyebar ketika seseorang menghirup percikan ludah (droplet) saat penderita TBC batuk, berbicara, bersin, tertawa, atau bernyanyi. Penularan TBC tidak secepat flu dan pilek. Namun ada beberapa kelompok yang berisiko tinggi tertular TBC: \n\n \n Orang yang tinggal di pemukiman padat dan kumuh. \n Petugas medis yang sering merawat penderita TBC. \n Orang lanjut usia (lansia) dan anak-anak. \n Pengguna NAPZA \n Penderita penyakit ginjal stadium lanjut. \n Orang yang mengalami kekurangan gizi. \n Penderita kecanduan alcohol. \n Perokok \n Orang dengan kekebalan tubuh yang lemah, misalnya penderita HIV/AIDS, kanker, diabetes, orang yang menjalani transplantasi organ, dan lain sebagainya. \n Orang yang sedang dalam terapi obat imunosupresif, misalnya penderita lupus, psoriasis, rheumatoid arthritis, atau penyakit Crohn. \n \n\n \n\n Gejala TBC \nDikutip dari halaman website Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Pada TBC laten, penderita umumnya tidak mengalami gejala. Umumnya, penderita baru menyadari dirinya menderita tuberkulosis setelah menjalani pemeriksaan untuk penyakit lain. Sementara bagi penderita TBC aktif, gejala yang muncul dapat berupa : \n\n \n\n 1. Batuk yang berlangsung lama (3 minggu atau lebih). \n\n 2. Batuk biasanya disertai dengan dahak atau batuk darah. \n\n 3. Nyeri dada saat bernapas atau batuk. \n\n 4. Berkeringat di malam hari. \n\n 5. Hilang nafsu makan. \n\n 6. Penurunan berat badan. \n\n 7. Demam dan menggigil. \n\n 8. Kelelahan \n\n \n\n Selain menyerang paru, TBC juga dapat menyerang selain paru. Berikut ini adalah contoh gejala yang muncul akibat penyakit TBC di luar paru, menurut organ yang terkena : \n\n 1. Pembengkakan kelenjar getah beningbila terkena TBC kelenjar. \n\n 2. Kencing berdarah pada TBC ginjal. \n\n 3. Nyeri punggung pada TBC tulang belakang. \n\n 4. Sakit kepala dan kejang bila terkena TBC di otak. \n\n 5. Sakit perut hebat jika mengalami TBC usus. \n\n \n\n Gejala Tuberkulosis pada Anak \n\n Sementara itu, gejala TBC pada anak cenderung lebih sulit dikenali. Hal ini karena gejalanya tidak khas sehingga sering dianggap sebagai gejala penyakit lain. \n\n Berikut adalah gejala yang mungkin ditemukan pada penderita TBC anak, yakni : \n\n 1. Batuk persisten selama lebih dari 2 minggu. \n\n 2. Berat badan menurun dalam 2 bulan atau gagal tumbuh. \n\n 3. Pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati). \n\n 4. Demam terus-menerus selama lebih dari 2 minggu. \n\n 5. Anak tampak lemas (malaise) dan kurang aktif. \n\n 6. Gejala tidak membaik meski telah diberikan antibiotik dan nutrisi. \n\n \n\n Ada beberapa tips untuk membantu menjaga dan pencegahan penyakit TB kepada teman dan keluarga dari infeksi kuman sesuai dengan di laman promkes.kemkes.go.id : \n\n \n Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk TB aktif \n Ventilasi ruangan. Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil di mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, buka jendela dan gunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan ke luar. \n Tutup mulut mengunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ini merupakan langkah pencegahan TB secara efektif. Jangan lupa untuk membuang masker secara teratur. \n Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan desinfektan (air sabun). \n Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan \n Hindari udara dingin. \n Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur. \n Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari. \n Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain. \n Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein. \n \n\n \n\n JIka Sahabat Hermina dan keluarga atau anak Sahabat mengalami gejala TBC, terutama jika tinggal bersama atau ada kontak erat dengan penderita TBC segera periksakan ke Rumah Sakit Hermina atau fasilitas kesehatan terdekat untuk segera ditangani oleh dokter. Dari diagnosis dan pengobatan dini pada penyakit TBC dapat membantu mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Mekarsari<\/a><\/li>
- 15 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
JANGAN ABAIKAN GEJALA KANKER PARU<\/a><\/h3>
Kanker paru adalah salah satu penyakit kanker yang banyak diderita oleh masyarakat, terutama mereka yang punya kebiasaan merokok. Penyebab utama kanker paru adalah merokok. Di dalam rokok terdapat zat penyebab kanker (karsinogen) yang memicu kerusakan sel pelapis paru-paru. Perubahan sel dan jaringan pada paru-paru cepat berubah pada perokok berat.Tetapi banyak penderita kanker paru telat mendapat pertolongan karena terlambat atau tidak menyadarai gejala-gejala yang muncul. Karena terlambat antisipasi, maka keberhasilan pengobatannya pun menjadi rendah karena mengabaikan berbagai gejala yang muncul sejak awal. Oleh karenanya kita patut mengenali beberapa gejala kanker paru yang terkadang sering diabaikan berikut ini : \n\n Batuk terus-menerus \n\n Batuk bisa disebabkan oleh penyakit yang ringan, seperti terkena flu atau alergi. Tapi kalau batuk terus menerus tidak berhenti dalam waktu yang lama, mungkin saja ini salah satu tanda penyakit yang lebih serius dan salah satunya adalah kanker paru. \n\n Batuk berdarah \n\n Batuk yang disertai dengan darah sudah pasti bukan pertanda baik bagi kesehatan tubuh seseorang. Batuk yang disertai dengan darah mungkin saja salah satu gejala kanker paru walaupun memang untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. \n\n Sesak napas \n\n Kalau secara tiba-tiba napas jadi terengah-engah saat naik tangga atau sekedar jalan biasa, mungkin saja itu salah satu kanker paru, apalagi kalau disertai gejala-gejala lainnya. Kesulitan bernapas ketika sedang duduk atau berbaring bisa jadi salah satu gejala. Karena itulah segera periksakan diri ke dokter jika gejala tersebut muncul. \n\n Asma \n\n Kalau Anda didiagnosis terkena asma saat sudah dewasa atau usia sudah tua sebaiknya lebih waspada karena bisa saja itu salah satu tanda kanker paru. Menurut Flores, asma memang bisa jadi gejala kanker paru yang tidak biasa karena itu sangat disarankan untuk segera melakukan skrining untuk mengetahui ada atau tidaknya tumor ganas di organ paru. \n\n Nyeri dada \n\n Selain jadi salah satu tanda dan gejala serangan jantung, nyeri dada juga bisa jadi salah satu gejala kanker paru. Tandanya, dada, punggung, sampai bahu sering terasa sakit dan seringkali juga disertai rasa sesak di dada. \n\n Merasa sangat lelah \n\n Berat badan yang turun dan berkurangnya napsu makan bisa jadi tanda kanker paru-paru. Selain itu, gejala ini akan diikuti rasa lelah berlebihan, padahal kita hanya melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasa. \n\n Rasa sakit di seluruh tubuh \n\n Diawali dengan sakit kepala, lalu keseimbangan terganggu kemudian mati rasa pada tungkau bisa jadi tanda atau gejala kanker paru. Bahkan bisa saja kanker telah menyebar ke otak atau sumsum tulang belakang. Sedangkan kalau kulit dan mata menunging mungkin saja kanker sudah menyebar ke organ hati sampai kelenjar getah bening. Kanker paru tidak jarang tidak menunjukkan tanda atau gejala sampai sudah stadium lanjut dan karena itulah banyak mereka yang menderita kanker paru baru terdiagnosis terkena kanker paru saat sudah menyebar ke bagian tubuh yang lain. Di sinilah pentingnya untuk menerapkan gaya hidup sehat agar risiko terkena kanker paru bisa dikurangi. \n\n Kanker paru-paru bisa diobati dengan berbagai cara, tergantung kondisi penderita dan tingkat keparahan kanker. Penanganan utama terhadap kanker paru-paru stadium awal adalah dengan operasi. Jika kanker telah mencapai stadium lanjut, maka penanganan dapat dilakukan dengan radioterapi dan kemoterapi. \n\n Pencegahan adalah cara paling murah untuk mengurangi perkembangan kanker paru. Menghilangkan kebiasaan merokok adalah tujuan utama langkah pencegahan kanker paru, dan berhenti merokok merupakan salah satu pencegahan yang penting dalam proses ini. Bagi seseorang yang berisiko terkena kanker paru-paru, pemeriksaan rutin sebaiknya dilakukan. Selain itu, disarankan untuk berolahraga secara rutin dan mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 23 Juni 2022<\/li><\/ul><\/div>
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)<\/a><\/h3>
Penyakit pada paru - paru sangat beragam, salah satunya adalah Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). \n\n Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah salah satu penyakit yang menyebabkan penderitanya kesulitan bernafas yang disebabkan oleh tersumbatnya saluran udara di paru - paru. Penyumbatan ini terjadi karena peradangan yang terjadi pada organ paru-paru yang berkembang dalam jangka waktu yang lama dan panjang. PPOK umumnya ditandai dengan sulit bernapas di sertai batuk berdahak, dan mengi (bengek). \n\n Penyakit bronkitis kronis dan emfisema adalah dua kondisi yang paling sering berkembang menjadi PPOK. Pada bronkitis kronis, kerusakan terjadi pada saluran bronkus, sedangkan pada emfisema kerusakan terjadi pada alveolus. PPOK seringnya menyerang pada orang yang berusia paruh baya, terutama pada yang suka merokok PPOK akan semakin memburuk dan berisiko. \n\n Penyebab \n\n Menurunnya aliran udara yang masuk dan keluar dari saluran bronkus di paru-paru menyebabkan sulit bernafas, hal ini menjadi salah satu ciri khas dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Pada penderita PPOK kantung udaranya tidak dapat menampung aliran udara yang cukup untuk dimasukan dan dikeluarkan dari paru-paru sehingga mengurangi kebutuhan oksigen pada tubuh, PPOK terjadi ketika saluran pernapasan dan paru-paru rusak serta mengalami peradangan. \n\n Kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita PPOK adalah: : \n\n \n Merokok atau sering terpapar asap rokok (perokok pasif) \n Menderita Asma \n Faktor Lingkungan, polutan berbahaya yang meliputi zat kimia, bahan bakar atau debu. \n Memiliki keluarga dengan riwayat PPOK (Genetik) \n Berusia diatas 40 tahun \n Jenis kelamin perempuan \n Menderita Bronkitis kronis \n \n\n Gejala \n\n Banyaknya penyakit pada pernapasan membuat gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sulit dibedakan tanpa adanya pemeriksaan dari dokter. Pada dasarnya PPOK berkembang dengan cara perlahan dan pada awal gejalanya sama sekali tidak menunjukkan gejala awal. Gejala akan terasa ketika penyakit sudah bertahun - tahun dan sudah terjadi kerusakan pada paru - paru kita. \n\n Beberapa gejala yang biasanya muncul dan dialami oleh penderita PPOK sebagai berikut : \n\n \n Nyeri dada \n Batuk yang tidak kunjung sembuh, batuk cenderung berdahak kadang pada lendir dahak ditemukan bercak darah. \n Berat badan tiba-tiba menurun. \n Napas tersengal sengal, terutama pada saat melalukan aktivitas fisik. \n Terjadi pembengkakan di tungkai dan kaki \n Mengi dan lemas \n \n\n Gejala PPOK bisa muncul secara mendadak dan akan dapat terus memburuk, sehingga menuju ke tahap yang disebut dengan eksaserbasi PPOK. Gejala tahap lanjut Penyakit Paru Obstruktif Kronis ini bisa meliputi lendir yang berlebihan, perubahan warna atau kekentalan pada lendir, dan rasa sesak terus meningkat pada dada, dan sering disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia (radang paru) atau polusi udara. Dengan mengetahui gejala yang berkaitan dengan PPOK diharap sahabat hermina bisa mendapat penanganan dokter secepat mungkin agar tidak menjadi eksaserbasi PPOK. \n\n Pencegahan \n\n Berhenti merokok atau hindari asap rokok orang lain adalah salah satu cara untuk mencegah sahabat hermina menderita PPOK. Jika Sahabat Hermina perokok aktif, segeralah berhenti merokok, sehingga sahabat Hermina dapat terhindari dari komplikasi yang mungkin terjadi di kemudian harinya. \n\n Jika Sahabat Hermina merasa gejala PPOK, segeralah melakukan konsultasi dengan dokter di RS. Hermina terdekat, atau sahabat hermina juga bisa berkonsultasi secara online dengan dokter spesialis RS. Hermina dengan aplikasi halo hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Padang<\/a><\/li>
- 23 November 2021<\/li><\/ul><\/div>
Pneumonia dengan Covid-19, Apa Hubunganya ?<\/a><\/h3>
Halo Sahabat Hermina. Tahukah kamu bahwa bulan November ini merupakan pneumoni sedunia maka dari itu kali ini kita akan membahas mengenai apa itu pneumonia ? lantas apa beda pneumonia dengan covid 19 ? untuk menjawab rasa penasaran sahabat Hermina yuk kita bahas bersama-sama dalam artikel berikut. \n\n \n\n Apa itu Pneumonia? \n\n Pneumonia adalah merupakan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa, yang menyebabkan kantong udara di paru-paru dipenuhi oleh nanah atau cairan. Kondisi ini disebabkan oleh banyak Virus, Bakteri, atau jamur pathogen. dan yang paling sering adalah Streptococcus Pneumoniae. \n\n \n\n Bagaimana kita tahu bahwa kita menderita pneumonia dan bukan pilek atau flu biasa? \n\n Ketika menderita pneumonia, Anda mungkin mengalami beberapa gejala berikut : \n\n \n Demam (38 derajat Celcius atau lebih tinggi) \n Menggigil \n Diare \n Kesulitan bernapas \n Batuk \n Penurunan nafsu makan \n Kelelahan ekstrim \n Ketidakmampuan untuk berjalan beberapa langkah tanpa terengah-engah \n Kuku dan bibir kebiru-biruan \n Nyeri saat menarik napas dalam-dalam \n Detak jantung dan pernapasan cepat \n Berkeringat \n Lendir berwarna kuning, kehijauan, atau berdarah saat Anda batuk \n Peningkatan perasaan lesu atau mengantuk, dan inkontinensia urin pada orang lanjut usia \n \n\n Gejala tambahan yang perlu sahabat Hermina diperhatikan pada anak-anak adalah : \n\n \n Napas sulit dan cepat \n Mengi \n Rewel \n Pucat \n Lemah dan lesu \n Lebih sering menangis dari biasanya \n Asupan makan buruk atau muntah \n Mudah marah \n Gelisah \n Kulit memerah \n \n\n \n\n Siapa yang berisiko terkena pneumonia? \n\n Anak-anak dan lansia memiliki risiko lebih tinggi terkena pneumonia. Terutama jika mereka: \n\n \n Berusia di bawah 5 tahun atau di atas 65 tahun \n Pernah mengalami infeksi pernapasan atau menjalani operasi baru-baru ini \n Mengalami kesulitan menelan \n Merokok \n Memiliki salah satu dari beberapa kondisi berikut: \n Asma \n Bronkiektasis \n Lumpuh otak \n Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) \n Fibrosis Kistik \n Penurunan fungsi otak \n Diabetes \n Penyakit jantung \n Sirosis hati \n Melemahnya sistem kekebalan tubuh \n Penyakit ginjal kronis dengan dialisis teratur \n \n\n \n\n Penyebab pneumonia \n\n Pneumonia Sering terjangkit melalui cara-cara berikut: \n\n \n Melalui virus – Pneumonia akibat virus adalah jenis pneumonia ringan. \n Dari bakteri – Pneumonia akibat bakteri dapat terjadi dengan sendirinya, atau setelah Anda sakit karena penyakit lain. \n Dari jamur – Pneumonia akibat jamur dapat terjadi karena menghirup organisme jamur. \n Melalui aspirasi – Pneumonia akibat aspirasi dapat terjadi jika Anda menghirup air liur, muntahan, makanan, atau minuman ke dalam paru-paru, baik secara tidak sengaja atau sebagai akibat dari cedera otak, penyakit, atau selama penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol. \n \n\n \n\n Hubungan antara Pneumonia dan Covid-19 \n\n COVID-19 adalah penyakit yang terjadi karena infeksi virus Corona baru (SARS-CoV-2). Seperti yang sahabat Hermina ketahui Penyakit ini bisa menyerang beragam sistem organ tubuh, termasuk bagian sistem pernapasan. Adapun bagian sistem pernapasan yang bisa diserang oleh virus Corona ini pun bervariasi, mulai dari yang teratas (seperti hidung, sinus, tenggorokan, kotak suara) hingga yang terbasah (seperti bronkhus, paru-paru). Nah, jika COVID-19 menyerang paru-paru dan memicu peradangan, maka kondisi ini disebut juga dengan pneumonia. Akan tetapi, di samping karena COVID-19, pneumonia bisa juga terjadi karena infeksi beragam mikroorganisme lain (misalnya influenza, respiratory syncytial virus, streptococcus pneumoniae) dan masuknya benda asing ke dalam paru. \n\n \n\n Bisa sahabat Hermina amati dari penjelasan di atas, bahwa COVID-19 adalah salah satu pencetus pneumonia, bukan sebaliknya. Namun, untuk membedakan pneumonia yang disebabkan oleh COVID-19 dan oleh sebab lain, perlu dilakukan evaluasi yang komprehensif, termasuk dengan tes swab PCR, tes darah, rontgen, CT scan thorax, kultur resistensi bakteri, dan sebagainya. Tergantung keparahannya, penyebabnya, dan status kesehatan penderitanya secara umum, pneumonia dan COVID-19 bisa ditangani secara berbeda. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pasteur<\/a><\/li>
- 09 November 2021<\/li><\/ul><\/div>
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK BUKAN PENYAKIT BIASA, SIMAK PENYEBABNYA !<\/a><\/h3>
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya dapat kembali normal. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif. Hal ini biasanya disebabkan oleh paparan yang signifikan terhadap partikel dan gas yang berbahaya. \n\n \n\n APA YANG DAPAT MENYEBABKAN PPOK? \n\n Faktor risiko yang paling sering menyebabkan PPOK adalah merokok. Namun orang yang bukan perokok juga dapat mengalami PPOK karena PPOK merupakan akibat dari paparan jangka panjang terhadap partikel atau gas yang berbahaya, disertai dengan faktor inang seperti faktor genetik, hipersensitivitas (reaksi alergi berlebih) saluran napas, dan pertumbuhan paru yang kurang baik sejak kecil. \n\n \n\n Faktor risiko PPOK: \n\n \n Merokok \n Polusi udara dalam rumah \n Paparan pekerjaan \n Polusi udara luar rumah \n Faktor genetik \n Faktor usia dan jenis kelamin \n Faktor pertumbuhan dan perkembangan paru \n Status sosial ekonomi \n Riwayat asma atau hipereaktivitas saluran napas \n Bronkitis kronik \n Infeksi \n \n\n \n\n BAGAIMANA GEJALA PPOK? \n\n Keluhan utama PPOK tentunya berkaitan dengan masalah pernapasan. Keluhan pernapasan ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan. \n\n \n Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan \n Berdahak kronik, kadang penderita menyatakan hanya berdakhak terus menerus tanpa disertai batuk \n Sesak napas terutama saat melakukan aktivitas. Seringkali penderita sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersifat progresif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. \n \n\n \n\n BAGAIMANA PENEGAKAN DIAGNOSIS PPOK? \n\n Tujuan dari penegakan diagnosis PPOK yaitu untuk menentukan derajat keterbatasan aliran udara. Keterbatasan aliran udara ini berdampak terhadap status kesehatan penderita dan risiko yang akan terjadi kedepannya. Risiko yang dimaksud seperti kemungkinan eksaserbasi (serangan akut), perlu atau tidaknya di rawat di Rumah Sakit, bahkan sampai kemungkinan gagal napas yang dapat menyebabkan kematian. Akhirnya risiko ini akan menjadi acuan dokter dalam menentukan terapi. \n\n Keterbatasan aliran udara dapat diketahui dengan pemeriksaan spirometri. Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara obyektif kapasitas atau fungsi paru pada pasien dengan indikasi medis. Selain itu pemeriksaan radiologi seperti rontgen toraks juga dapat dilakukan. Pada pasien dengan kondisi eksaserbasi akut, analisis gas darah dapat diperiksa untuk melihat kemungkinn terjadi gagal napas pada pasien. \n\n \n\n BAGAIMANA PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN UNTUK PPOK? \n\n Berhenti merokok adalah kunci dari pengobatan dan pencegahan PPOK. Selain itu dokter akan memberikan terapi farmakologi seperti pemberian bronkodilator, kortikosteroid, mukolitik, antibiotik, dan anti inflamasi berdasarakan derajat klinis pasien. Obat-obatan ini ada yang berfungsi sebagai pelega dan pengontrol yang artinya pengobatan PPOK tidak hanya diberikan pada fase akut atau eksaserbasi, namun juga diperlukan untuk maintenance. Penggunaan obat-obatan dengan tepat dan sesuai saran dokter dapat mencegah eksaserbasi. Selain itu dokter akan memberikan edukasi untuk menyesuaikan keterbatasan aktivitas, pengurangan pajanan faktor risiko, keseimbangan nutrisi, dan rehabilitasi agar PPOK dapat terkendali. \n\n \n\n KAPAN HARUS KE DOKTER? \n\n Bila anda mengalami batuk lama disertai dengan dahak dan rasa sesak napas segera periksakan diri anda ke dokter, meskipun gejala tersebut tidak spesifik mengarah ke PPOK, namun konsultasi kepada ahlinya diperlukan untuk menegakkan diagnosis, menyingkirkan kemungkinan lain, dan mendapatkan terapi yang tepat. \n\n \n\n oleh : dr. Selvia Oktaviani Agustine \n\n Ditinjau oleh : dr. Hery Irawan, SpP \n\n (sumber: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2019. Pocket Guide to CPOD Diagnosis, Management, and Prevention.) \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 11 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
Waspada Happy Hypoxia<\/a><\/h3>
Banyak yang tidak tahu bahwa happy hypoxia adalah salah satu gejala Covid-19 yang kerap tidak disadari tapi berisiko fatal. \n\n \n\n Istilah happy hypoxia digunakan untuk menunjukkan kondisi berkurangnya kadar oksigen di dalam tubuh tanpa menimbulkan gejala. Meski sulit dikenali, kondisi ini perlu diwaspadai karena dapat berakibat fatal, terutama bagi penderita Covid-19. \n\n \n\n Hingga saat ini, penyebab happy hypoxia belum diketahui secara pasti. Namun, ada teori yang menyebutkan bahwa happy hypoxia terjadi akibat peradangan pada jaringan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi virus corona. \n\n \n\n Sementara itu, ada pula teori lain yang menyebutkan bahwa happy hypoxia terjadi karena gangguan pada sistem saraf yang mengatur kadar oksigen dalam darah. \n\n \n\n Jika terlambat terdeteksi dan tertangani, kondisi berkurangnya oksigen dalam darah tentu dapat membahayakan nyawa penderitanya. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk mengetahui gejala happy hypoxia agar penanganan dapat segera dilakukan. \n\n \n\n \n\n Tanda-Tanda Happy Hypoxia \n\n \n\n Pada kondisi normal, kadar oksigen di dalam darah (saturasi oksigen) ada pada rentang 95–100% atau sekitar 75–100 mmHg. Kadar oksigen dalam darah yang berada di bawah batas tersebut mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen, sehingga menimbulkan kondisi hipoksemia atau hypoxia. \n\n \n\n Gejala hipoksia berbeda-beda pada setiap penderitanya. Gejala kondisi ini bisa muncul secara tiba-tiba dan memburuk dengan cepat (akut) atau berkembang secara perlahan (kronis). \n\n \n\n Ada beberapa gejala Hipoksia yang umum terjadi, di antaranya: \n\n \n Tubuh terasa lemas \n Kulit terlihat pucat \n Kuku dan bibir berwarna kebiruan (Sianosis) \n Detak jantung menjadi cepat atau melambat \n Batuk-batuk \n Sesak napas \n Sakit kepala \n \n\n \n\n Jika tidak segera ditangani, Hipoksia dapat menyebabkan penderitanya mengalami linglung, penurunan kesadaran, atau bahkan koma. \n\n \n\n Meski demikian, pada kondisi tertentu, hipoksia bisa terjadi tanpa gejala apa pun dan baru terdeteksi ketika seseorang menjalani pemeriksaan darah atau pemeriksaan saturasi oksigen menggunakan alat Pulse Oximeter. \n\n \n\n Kondisi hipoksia tanpa gejala inilah yang dinamakan silent hypoxia atau happy hypoxia. Kondisi happy hypoxia dilaporkan dapat terjadi pada sebagian penderita Covid-19. \n\n \n\n \n\n Cara Menangani Happy Hypoxia \n\n \n\n Pada happy hypoxia, pasien Covid-19 mengalami kekurangan oksigen tanpa mengalami gejala apapun. Bahkan, ia bisa merasa sehat-sehat saja. Padahal saat itu, di dalam tubuhnya terdapat virus corona yang tentunya harus dilawan. \n\n \n\n Berikut adalah cara penanganan happy hypoxia jika kondisi ini ditemukan pada orang di sekitar Anda: \n\n \n\n - Pemberian Oksigen \n\n Kondisi hipoksia, baik yang menunjukkan gejala maupun tidak, perlu segera ditangani oleh dokter. Langkah penanganan umumnya bertujuan untuk mengembalikan kadar oksigen di dalam tubuh dan mengatasi penyebab terjadinya hipoksia. \n\n \n\n Untuk hipoksia yang bersifat ringan dan membuat penderitanya masih dapat bernapas, penanganan dilakukan dengan pemberian oksigen melalui masker atau selang oksigen. \n\n \n\n Namun, bila penderita Hipoksia tidak dapat bernapas atau kesadarannya mulai menurun, dokter mungkin akan memberikan bantuan pernapasan melalui mesin ventilator. Setelah itu, pasien juga mungkin perlu dirawat di ruang ICU. \n\n \n\n - Meningkatkan daya tahan tubuh \n\n Sebenarnya, tubuh memiliki sistem imun yang mampu melawan virus dan bakteri penyebab penyakit. Namun, ada beberapa hal yang membuat sistem imun melemah, seperti malnutrisi atau penyakit tertentu. Oleh karena itu, penting untuk selalu menjaga daya tahan tubuh, misalnya dengan mengonsumsi makanan bernutrisi. \n\n \n\n Salah satu makanan bernutrisi yang dapat dikonsumsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh adalah buah-buahan yang mengandung vitamin C, seperti jambu biji. Jambu biji adalah sumber vitamin C dari alam yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh sehingga lebih kuat melawan infeksi, termasuk infeksi virus corona, dan membantu tubuh melawan radikal bebas. \n\n \n\n Jika Anda memiliki kondisi medis tertentu yang membuat Anda rentan terinfeksi virus corona atau Anda pernah kontak dengan orang yang positif Covid-19, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter. \n\n \n\n Apabila memang dianggap perlu, Anda akan diarahkan dokter untuk menjalani pemeriksaan swab atau PCR untuk mendiagnosis Covid-19. \n\n \n\n Bila hasil pemeriksaan menyatakan Anda positif terinfeksi virus corona, Anda dianjurkan untuk tetap waspada meski tidak mengalami gejala apa pun. Hal ini dikarenakan happy hypoxia dapat menyerang secara tiba-tiba dan tanpa gejala. Bagi Anda yang tidak mengalami gejala apapun (OTG) dapat melakukan isolasi mandiri dibawah pengawasan dokter. \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n Narasumber: dr. Nur Marleta Riza, Sp.P \n\n \n\n \n\n \n\n Untuk membuat janji silahkan klik link berikut ini: \n\n \n\n https://herminahospital.com/doctors/dr-nur-marleta-riza-sp-p \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
Beda Pola Demam Dengue dengan Demam Covid-19<\/a><\/h3>
Pandemi Covid-19 telah berlangsung sekitar 1,5 tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, pemahaman para dokter dan ilmuwan kesehatan terhadap penyakit tersebut juga bertambah luas. Gejala-gejala yang muncul akibat infeksi Covid-19 pun semakin dipahami, baik dari segi jenis sakit yang dialami pasien maupun polanya. \n\n \n\n Salah satu gejala Covid-19 yang umum terjadi pada pasien ialah demam, selain batuk kering dan kelelahan. Masih ada banyak jenis gejala Covid-19 lainnya yang dialami oleh sebagian pasien, termasuk di kasus serius yang dapat berujung pada kematian. \n\n \n\n Dengue dan COVID-19 harus diwaspadai, pasalnya kedua penyakit tersebut memiliki salah satu gejala yang sama, yakni demam. Walaupun gejala demam terjadi di antara kedua penyakit tersebut namun polanya berbeda. \n\n \n\n Mengingat Covid-19 dan demam dengue sama-sama berpotensi memicu kematian, mengetahui perbedaan gejala demam di kedua kasus penyakit itu penting bagi masyarakat. \n\n \n\n \n\n Perbedaan Demam Dengue Dengan Demam Covid-19 \n\n \n\n Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI menjelaskan, pola demam antara dengue dan COVID-19 berbeda. Pada demam dengue fase demam itu terjadi akibat diremia, diremia artinya di dalam darah ada virus yang beredar. demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat karena penyebab demamnya itu ada terus dalam darah sampai biasanya kurang lebih 3 hari. \n\n \n\n Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun namun tidak lama kemudian demam akan naik lagi. Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas. Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demamnya terus ada di dalam darah. \n\n \n\n Berbeda dengan demam COVID-19, demam ini bisa disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan seperti sesak napas, batuk, susah menelan anosmia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau). \n\n \n\n Bedanya dengan COVID-19 adalah pada dengue pola demamnya mendadak dan langsung tinggi. \n\n \n\n Perlu dipahami juga bahwa sebelum seseorang mengalami demam dengue, akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu. Jadi penularan dengue tidak terjadi seketika tetapi ada masa inkubasinya selama 5-10 hari. \n\n \n\n Masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah, namun belum menimbulkan gejala sampai kemudian jumlah virus cukup banyak dan beredar di dalam darah kemudian menimbulkan penyakit atau demam. \n\n \n\n Pada pasien demam dengue biasanya mengalami sakit kepala yang khas yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata. \n\n \n\n Bagi anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut mendadak dan muka mengalami merah khas, tetapi pada COVID-19 gejala tidak membuat muka merah. yang dominan pada demam dengue adalah demam kemudian sakit kepala dan batuk pilek nya lebih ringan dibanding pada COVID-19. \n\n \n\n Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu infeksi terjadi di hari ke-3 sampai hari ke-6, itu masuk fase kritis yang bisa rawan karena dapat mengakibatkan kematian jika tidak diberikan cairan obat yang cukup. \n\n \n\n \n\n Masa Inkubasi \n\n \n\n Kemudian pada COVID-19, penyakit yang biasa dikeluhkan berupa demam, itu bisa sampai 5 sampai 7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak, serta saturasi oksigen nya menurun. Hal inilah yang dianggap berat untuk kasus COVID-19 pada anak. \n\n \n\n Lebih lanjut fase demam dengue antara lain dari hari kesatu sampai hari ketiga adalah fase demam, kemudian fase kritis antara hari ke-3 sampai ke-6, kemudian fase penyembuhan dari fase setelah hari ke-6. \n\n \n\n Pada fase demam ini anak demam tinggi dan biasanya menjadi malas minum sehingga yang harus diperhatikan adalah harus dipantau minumnya jangan sampai anak dehidrasi. \n\n Pada fase kritis di antara hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi kebocoran dari pembuluh darah yang bisa menyebabkan syok hipovolemik yang menyebabkan kan pembuluh darah bocor. Kalau cairan obat yang diberikan kurang maka kemungkinan akan menyebabkan kematian. Setelah hari ke-6 masuk ke fase penyembuhan. \n\n \n\n Berbeda pada kasus COVID-19, pada minggu pertama terjadi demam, kemudian menjelang akhir minggu pertama ini antara hari ke-5 sampai hari ke-7 mulai ada gejala gejala respiratorik seperti sesak, batuk pilek. Di sinilah tanda-tanda biasanya makin berat. \n\n \n\n Pada infeksi dengue biasanya demam terjadi mendadak tinggi, namun setelah hari ketiga pada saat memasuki fase kritis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian. Sedangkan pada COVID-19 demam bisa tinggi tapi bisa disertai dengan batuk pilek dan bertambah sesak. Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama, di sinilah saturasi oksigen bisa menurun. \n\n \n\n COVID-19 dan demam berdarah dengue sama-sama berbahaya. Mengetahui perbedaannya akan membantu kita lebih cepat dalam mengambil tindakan sehingga penderitanya dapat segera diberi bantuan medis sebelum gejala semakin bertambah parah dan lebih cepat pulih. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bekasi<\/a><\/li>
- 26 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
7 Mitos TBC yang Harus Diketahui<\/a><\/h3>
Penyakit Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Indonesia berada di urutan ketiga tertinggi untuk kasus TBC setelah India dan China. Saat ini kasus TBC yang ada di Indonesia sering kali diiringi dengan pemahaman keliru masyarakat. Untuk itulah, perlu dipahami beberapa mitos dan fakta tentang TBC. \n\n \n\n Jika penyakit TBC ini ingin di basmi maka hal pertama yang harus dihilangkan adalah mitos-mitos yang menghambat pencegahan dan kontrol terkait penyakit TBC. \n\n \n\n Apa saja mitos mitos yang beredar di masyarakat, mari kita simak 7 mitos TBC yang wajib kita ketahui, diantaranya adalah : \n\n \n\n - Penyakit keturunan dan Akibat Guna-guna \n\n Faktanya TBC bukan karena keturunan apalagi guna-guna yg dibuat oleh orang lain tetapi dikarenakan penularan bakteri. \n\n \n\n Bakteri Myctobacterium tubercolosis lah yang menjadi penyebab utamanya, sehingga jika seseorang menghirup droplet pengidap TBC, terutama saat daya tahan tubuh sedang turun, maka orang tersebut dapat dengan mudah tertular. Bila terdapat beberapa orang yang tinggal dalam satu rumah mengidap TBC dikarenakan penularan bakteri. Jika menemukan seseorang dalam lingkungan rumah mengidap TBC, lakukan perlindungan diri dengan selalu menggunakan masker jika berinteraksi dengannya. Hal ini dilakukan secara dini ketika mengetahui keluarga kita ada yg mulai mengalami gejala batuk lama, demam, keringat malam hari, nafsu makan turun, berat badan turun, lemas, dan terjadi batuk berdarah. \n\n \n\n - Hanya menyerang organ paru \n\n Faktanya kebanyakan infeksi TBC memang terjadi di paru, tetapi bisa juga berkembang dan menyebar ke organ tubuh lainnya apabila tidak ditangani segera dengan baik. \n\n \n\n Jenis TBC lain yang perlu diwaspadai adalah TBC tulang, TBC kelenjar getah benig, dan TBC usus. Pada kasus yang jarang terjadi, MTB (Mycobacterium Tuberkulosis ) dapat menyerang jantung dan otak manusia. Jenis TB selain TB paru biasanya bersifat tidak menular. \n\n \n\n - Penyakit masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah atau orang miskin \n\n Faktanya siapa saja bisa mengidap penyakit TBC baik kaya atau miskin dan berpendidikan atau tidak. \n\n Beberapa kondisi yang memungkinkan terinfeksi TBC terkait mitos ini : \n\n \n Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, contohnya seperti pengidap penyakit diabetes, pasien kemoterapi, atau pengidap HIV/AIDS \n Tinggal di lingkungan yang lembab dan tidak terpapar sinar matahari \n Mengalami malnutrisi atau kekurangan gizi \n Aktif berhubungan langsung dengan pengidap TBC dalam jangka waktu yang lama \n Perokok aktif \n Menggunakan alkohol dan obat terlarang \n \n\n \n\n - Tidak dapat disembuhkan \n\n Faktanya TBC bisa sembuh dengan pengobatan minimal 6-9 bulan. Meskipun kematian pada TBC cukup tinggi, tetapi TBC dapat disembuhkan. Pengobatan TB memang membutuhkan waktu cukup lama dan harus konsisten serta dengan niat ingin sembuh, yaitu minimal 6-9 bulan. \n\n \n\n Jika tidak konsisten dilakukan, maka bakteri ini dapat melemah sesaat dan akan muncul kembali hingga menjadi resisten, kondisi ini di sebut multidrug-resistant tuberculosis atau MDR-TBC. \n\n \n\n - Penderita Harus Dirawat di RS \n\n Pasien TBC harus segera dibawa pergi ke rumah sakit atau tempat karantina penderita penyakit TBC (sanatorium) ini merupakan mitos lama. \n\n \n\n Setelah pengobatan yang efektif dimulai, maka pasien dengan cepat menjadi bebas kuman (tidak menularkan). \n\n \n\n Jika pasien mendapatkan perawatan yang tepat dan melakukan tata laksana tindakan pencegahan saat tinggal di rumah, maka penderita tidak menimbulkan risiko menularkan infeksi kepada anggota keluarganya lainnya. \n\n \n\n - TB Menular dari peralatan makan dan hubungan seks \n\n Faktanya TBC adalah penyakit yang ditularkan melalui udara. Penyakit TBC kemungkinan besar menyebar ke orang-orang yang memiliki kontak dekat dan berkepanjangan dengan orang yang terinfeksi seperti anggota keluarga, teman atau rekan kerja/kantor. \n\n \n\n TBC bukanlah penyakit yang dapat disebarkan atau ditularkan dengan berbagi wadah minum, peralatan makan, rokok, atau air liur dari ciuman atau akibat hubungan seksual. \n\n \n\n - TB selalu diawali batuk darah \n\n Faktanya Tidak semua gejala TBC diawali batuk darah. Beberapa pasien bahkan tidak mengalami batuk berdarah namun dinyatakan positif terkena TBC. \n\n \n\n Jika terjadi batuk darah berarti penyakit TBC yang diidapnya sudah masuk dalam kategori berat dan penyembuhannya pun bisa lebih lama. \n\n \n\n \n\n Fakta seputar TBC penting sekali dipahami secara benar oleh masyarakat agar kepedulian terhadap penyakit ini dapat semakin ditingkatkan, demikian pula dengan pencegahannya. \n\n \n\n TBC merupakan penyakit menular dan berbahaya. Jika kita memiliki keluarga atau teman yang mengidap TBC, beri dukungan terhadap mereka untuk berobat hingga tuntas. \n\n \n\n Jangan lupa untuk menjaga kesehatan dan kebersihan diri serta lingkungan. Sadar diri untuk menutup mulut dan hidung dengan masker, cuci tangan dengan sabun atau handsanitiser. \n\n \n\n Jika ditemukan lebih awal, penanganan penyakit tuberkulosis akan lebih cepat dan pasien bisa lebih cepat pulih. Oleh karena itu, jangan ragu untuk konsultasikan kesehatan Sahabat Hermina di RS Hermina Bekasi. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bogor<\/a><\/li>
- 18 Februari 2021<\/li><\/ul><\/div>
Gejala Kanker Paru yang Harus Diwaspadai<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, bagi para perokok, baik yang pasif atau aktif, harus mewaspadai diri akan teridap dengan penyakit kanker paru-paru, karena merokok masih mejadi faktor terbesar penyebab penyakit paru-paru. \n\n Kanker paru-paru tidak menyebabkan gejala sampai penyakit ini tersebar luas. Namun, menurut American Cancer Society, pada beberapa kasus kanker paru-paru awal terdapat sejumlah gejala yang harus diwaspadai. \n\n \n\n Pencegahan Kanker Paru \n\n Mencegah kanker paru - paru adalah dengan menghindari rokok dan asapnya. Jika Anda perokok, segeralah berhenti. Jika Anda mampu berhenti merokok selama 10 (sepuluh) tahun, dapat menurunkan risiko kanker paru sebanyak 50%. \n\n Diet rendah lemak, makanan tinggi serat, mengkonsumsi sayuran, buah dan biji-bijian dapat menurunkan risiko kanker. Olahragalah secara teratur, minimal olahraga aerobik, lari dan lainnya dengan intensitas sedang selama 150menit per minggu. \n\n Pasien Kanker Paru biasanya datang saat sudah memasuki stadium akhir, karena gejala awalnya yang tidak terlihat, atau bahkan tanpa gejala ketika berada di stadium awal. \n\n Apalagi pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, gejala-gejalanya bahkan bisa terdeteksi sebagai penyakit itu. \n\n \n\n Yuk, kenali lebih dalam gejala yang di alami berikut, agar bisa kita deteksi lebih dini: \n\n 1. Sakit Bahu atau Punggung \n\n Penyakit Tumor Pancoast merupakan jenis kanker paru yang penyebarannya ke tulang rusuk, saraf, tulang belakang dan pembuluh darah. Tumor ini amat sangat jarang mempengaruhi pernapasan, tetapi lebih mengganggu punggung atas, tulang belikat dan lengan yang sering terasa sakit. \n\n 2. Cepat Lelah dan Penglihatan Terganggu \n\n Anemia atau darah rendah merupakan efek yang sering muncul karena kanker paru. Tubuh jadi tidak mendapat oksigen disebabkan karena anemia. \n\n Kanker merupakan penyakit yang suka memakan nutrisi dalam tubuh, karena itu tubuh menjadi cepat lelah. Tumor ini mempengaruhi juga ke saraf mata, yang disebut sindorm horner, gejalanya pupil mengecil di salah satu mata, dan kelopak mata terkulai. Adapun gejalanya tidak bisa berkeringat terlalu banyak di sisi wajah yang sama. \n\n 3. Tidak Seimbang \n\n Karena kanker paru menyerang sistem saraf juga, maka mengakibatkan sistem kerja otot menjadi tidak seimbang, akibat saat diri atau duduk badan menjadi tidak stabil. \n\n 4. Berat Badan Berubah \n\n Pengidap kanker paru stadium awal sering mengalami Sindrom Cushing. Kanker ini memerintahkan tubuh untuk memproduksi kortisol, karena kondisi ini menambah retensi cairan dan menambah berat badan. Kadang juga mempengaruhi nafsu makan, sehingga berat badan tidak terasa turun. \n\n 5. Ujung Jari dan Payudara Bengkak pada Pria \n\n Tumor Paru membuat bahan kimia dalam tubuh seperti hormon, sehingga darah terdorong ke ujung jari jadi terlihat besar dan tebal dari biasanya. Meskipun tidak umum, tetapi 80% penderita kanker paru mengalami gejala ini. Kanker paru jarang menjadi penyebab ginekomastia (perbesaran payudara pada laki-laki), tetapi mungkin saja itu terjadi. Tumor ini menggangu keseimbangan hormon dan menyebabkan nyeri dan pembengkakan pada payudara pria. \n\n \n\n Jika Anda mengalami salah satu gejala di atas, jangan ragu untuk segera memeriksakan diri ke Rumah Sakit Hermina Bogor dengan Dokter Sub Spesialis Bedah Onkologi dan Juga Dokter Spesialis Paru. Tenaga ahli kami akan segera memberikan penanganan terbaik. Tetap jaga kesehatan dan juga terapkan protokol kesehatan. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/a><\/span>");
- 18 Februari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 26 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 11 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 09 November 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 23 November 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 23 Juni 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 15 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 27 Januari 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 26 Mei 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 06 September 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 15 Desember 2023<\/li><\/ul><\/div>