- Hermina OPI Jakabaring<\/a><\/li>
- 23 Januari 2023<\/li><\/ul><\/div>
CEGAH INFEKSI PARU DENGAN IMUNISASI<\/a><\/h3>
\n\n Menurut data WHO, Pneumonia menyumbang 14% dari total kematian anak dibawah 5 tahun dengan jumlah lebih dari 700 ribu kasus pada tahun 2019, sedangkan orang dewasa dengan PPOK memiliki resiko tertular Pneumonia Pneumokokus 7 kali lebih tinggi dibanding orang sehat. \n\n Apa itu Pneumonia? \n\n Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, virus, atau jamur yang menginfeksi saluran pernapasan. Infeksi yang terjadi memicu sistem kekebalan tubuh bereaksi sehingga menyebabkan kantung udara didalam paru-paru meradang. Pneumonia bisa dipicu juga oleh sumbatan saluran napas akibat tumor atau penyakit paru \n\n Pencegahan Pneumonia \n\n Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan cara melakukan imunisasi pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus Pneumoniae. Imunisasi pneumonia sangat disarankan untuk usia 50 ke atas karena sistem kekebalan tubuh yang sudah tidak dapat melawan infeksi dari virus. \n\n Vaksin pneumonia \n\n Vaksin pneumonia merupakan vaksin yang sangat penting dalam membentuk sistem kekebalan tubuh untuk melawan bakteri dan virus yang menyebabkan penyakit pneumonia. \n\n Vaksin pneumonia mengandung Virus atau bakteri yang dimatikan atau dilemahkan untuk melatih sistem imun dan mengenali virus yang akan menyerang didalam tubuh. Semua bahan dalam kandungan vaksin sudah diuji secara klinis dan dilakukan pemantauan secara menyeluruh untuk memastikan keamanannya. \n\n Manfaat Vaksin Pneumonia \n\n Mencegah lebih baik daripada mengobati, begitu pula dengan kasus penyakit pneumonia yang lebih baik dicegah dari awal sehingga tidak menimbulkan efek buruk pada jangka panjang. \n\n Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan melakukan vaksin pneumonia yang memiliki manfaat Menghambat penularan penyakit pneumonia dan Melindungi tubuh dari bakteri pneumokokus. \n\n Menurut penelitian yang telah dilakukan ditemukan hasil bahwa vaksin pneumonia berhasil mencegah penyakit pneumonia : \n\n \n \n 46% efektif melawan pneumonia pneumokokus \n \n \n 45% efektif melawan non-bacteremic pneumococcal pneumonia \n \n \n 75% efektif melawan penyakit pneumokokus invasif (IPD) \n \n \n\n Kapan Harus Melakukan Vaksin Pneumonia? \n\n Vaksin pneumonia sangat direkomendasikan untuk bayi, anak-anak pada usia di bawah 5 tahun hingga dewasa lebih dari 50 tahun. Pemberian dosis pada bayi, anak-anak dan dewasa pun berbeda, yaitu : \n\n \n \n Imunisasi dilakukan sebanyak 4 dosis pada anak usia 2,4,6, dan 12 sampai 15 bulan \n \n \n Imunisasi pada usia lebih dari 50 tahun dapat dilakukan hanya 1x dengan mendapatkan rekomendasi SATGAS IMUNISASI dewasa PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam) \n \n \n\n Vaksin pneumonia dapat dilakukan di RS Hermina OPI Jakabaring yang sudah dilakukan pemisahan untuk poli vaksin agar lebih nyaman dan aman saat melakukan vaksin. Saat akan dilakukan vaksinasi pasien akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis dan tenaga medis yang profesional \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Padang<\/a><\/li>
- 23 November 2021<\/li><\/ul><\/div>
Pneumonia dengan Covid-19, Apa Hubunganya ?<\/a><\/h3>
Halo Sahabat Hermina. Tahukah kamu bahwa bulan November ini merupakan pneumoni sedunia maka dari itu kali ini kita akan membahas mengenai apa itu pneumonia ? lantas apa beda pneumonia dengan covid 19 ? untuk menjawab rasa penasaran sahabat Hermina yuk kita bahas bersama-sama dalam artikel berikut. \n\n \n\n Apa itu Pneumonia? \n\n Pneumonia adalah merupakan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa, yang menyebabkan kantong udara di paru-paru dipenuhi oleh nanah atau cairan. Kondisi ini disebabkan oleh banyak Virus, Bakteri, atau jamur pathogen. dan yang paling sering adalah Streptococcus Pneumoniae. \n\n \n\n Bagaimana kita tahu bahwa kita menderita pneumonia dan bukan pilek atau flu biasa? \n\n Ketika menderita pneumonia, Anda mungkin mengalami beberapa gejala berikut : \n\n \n Demam (38 derajat Celcius atau lebih tinggi) \n Menggigil \n Diare \n Kesulitan bernapas \n Batuk \n Penurunan nafsu makan \n Kelelahan ekstrim \n Ketidakmampuan untuk berjalan beberapa langkah tanpa terengah-engah \n Kuku dan bibir kebiru-biruan \n Nyeri saat menarik napas dalam-dalam \n Detak jantung dan pernapasan cepat \n Berkeringat \n Lendir berwarna kuning, kehijauan, atau berdarah saat Anda batuk \n Peningkatan perasaan lesu atau mengantuk, dan inkontinensia urin pada orang lanjut usia \n \n\n Gejala tambahan yang perlu sahabat Hermina diperhatikan pada anak-anak adalah : \n\n \n Napas sulit dan cepat \n Mengi \n Rewel \n Pucat \n Lemah dan lesu \n Lebih sering menangis dari biasanya \n Asupan makan buruk atau muntah \n Mudah marah \n Gelisah \n Kulit memerah \n \n\n \n\n Siapa yang berisiko terkena pneumonia? \n\n Anak-anak dan lansia memiliki risiko lebih tinggi terkena pneumonia. Terutama jika mereka: \n\n \n Berusia di bawah 5 tahun atau di atas 65 tahun \n Pernah mengalami infeksi pernapasan atau menjalani operasi baru-baru ini \n Mengalami kesulitan menelan \n Merokok \n Memiliki salah satu dari beberapa kondisi berikut: \n Asma \n Bronkiektasis \n Lumpuh otak \n Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) \n Fibrosis Kistik \n Penurunan fungsi otak \n Diabetes \n Penyakit jantung \n Sirosis hati \n Melemahnya sistem kekebalan tubuh \n Penyakit ginjal kronis dengan dialisis teratur \n \n\n \n\n Penyebab pneumonia \n\n Pneumonia Sering terjangkit melalui cara-cara berikut: \n\n \n Melalui virus – Pneumonia akibat virus adalah jenis pneumonia ringan. \n Dari bakteri – Pneumonia akibat bakteri dapat terjadi dengan sendirinya, atau setelah Anda sakit karena penyakit lain. \n Dari jamur – Pneumonia akibat jamur dapat terjadi karena menghirup organisme jamur. \n Melalui aspirasi – Pneumonia akibat aspirasi dapat terjadi jika Anda menghirup air liur, muntahan, makanan, atau minuman ke dalam paru-paru, baik secara tidak sengaja atau sebagai akibat dari cedera otak, penyakit, atau selama penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol. \n \n\n \n\n Hubungan antara Pneumonia dan Covid-19 \n\n COVID-19 adalah penyakit yang terjadi karena infeksi virus Corona baru (SARS-CoV-2). Seperti yang sahabat Hermina ketahui Penyakit ini bisa menyerang beragam sistem organ tubuh, termasuk bagian sistem pernapasan. Adapun bagian sistem pernapasan yang bisa diserang oleh virus Corona ini pun bervariasi, mulai dari yang teratas (seperti hidung, sinus, tenggorokan, kotak suara) hingga yang terbasah (seperti bronkhus, paru-paru). Nah, jika COVID-19 menyerang paru-paru dan memicu peradangan, maka kondisi ini disebut juga dengan pneumonia. Akan tetapi, di samping karena COVID-19, pneumonia bisa juga terjadi karena infeksi beragam mikroorganisme lain (misalnya influenza, respiratory syncytial virus, streptococcus pneumoniae) dan masuknya benda asing ke dalam paru. \n\n \n\n Bisa sahabat Hermina amati dari penjelasan di atas, bahwa COVID-19 adalah salah satu pencetus pneumonia, bukan sebaliknya. Namun, untuk membedakan pneumonia yang disebabkan oleh COVID-19 dan oleh sebab lain, perlu dilakukan evaluasi yang komprehensif, termasuk dengan tes swab PCR, tes darah, rontgen, CT scan thorax, kultur resistensi bakteri, dan sebagainya. Tergantung keparahannya, penyebabnya, dan status kesehatan penderitanya secara umum, pneumonia dan COVID-19 bisa ditangani secara berbeda. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Solo<\/a><\/li>
- 29 September 2021<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Pneumonia Komunitas Yang Mudah Menular<\/a><\/h3>
Pneumonia komunitas atau community-acquired pneumonia (CAP) adalah pneumonia yang disebabkan oleh penularan yang didapat di masyarakat dan bukan didapat di lingkungan rumah sakit. Sedangkan definisi pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yaitu dapat berupa bakteri, virus, jamur, parasit. \n\n Berikut merupakan beberapa gejala-gejala pada pneumonia ,meliputi : \n\n \n Gejala pernapasan akut \n Demam \n Nyeri otot , nyeri sendi \n Batuk , batuk berdahak yang kental \n Terkadang batuk darah \n Pemeriksaan rontgen paru tampak gambaran flek atau kesumaran \n \n\n \n\n Jika terdapat gejala yang disebutkan di atas, dapat melakukan hal-hal berikut yaitu : \n\n \n Segera konsultasi dengan dokter \n Segera diberikan antibiotik \n Mendapat obat-obat penurun panas \n Mendapat obat pengurang rasa sakit \n Mendapat obat mukolitik \n Mendapat obat pelega, kadang saat diperlukan \n Minum air putih secukupnya untuk mengatasi dehidrasi \n Istirahat cukup \n \n\n \n\n Upaya pencegahan dan pengendalian pneumonia dapat dilakukan dengan berhenti merokok, menjaga dan memperhatikan kebersihan gigi dan mulut,memperbaiki status nutrisi, melakukan vaksinasi influenza dan pneumonia, mengurangi konsumsi alkohol. Selain itu, penting untuk menjaga higenisitas untuk mencegah adanya penularan pneumonia yaitu dengan menutup mulut dan hidung pada saat batuk dan bersin, mencegah isi lambung yang berlebihan, memposisikan setengah duduk untuk mencegah aspirasi, rajin menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan secara teratur dan bila diperlukan memakai sarung tangan. \n\n Demikian penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam diagnosis pneumonia komunitas kita bisa menerapkan penatalaksanaan dan upaya pencegahan agar bisa terhindar dari penularan pneumonia komunitas.Tidak semua pasien pneumonia komunitas dapat dirawat dirumah. Jangan terlambat, segera konsultasikan ke dokter jika mengalami gejala-gejala seperti yang sudah dijelaskan. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 11 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
Waspada Happy Hypoxia<\/a><\/h3>
Banyak yang tidak tahu bahwa happy hypoxia adalah salah satu gejala Covid-19 yang kerap tidak disadari tapi berisiko fatal. \n\n \n\n Istilah happy hypoxia digunakan untuk menunjukkan kondisi berkurangnya kadar oksigen di dalam tubuh tanpa menimbulkan gejala. Meski sulit dikenali, kondisi ini perlu diwaspadai karena dapat berakibat fatal, terutama bagi penderita Covid-19. \n\n \n\n Hingga saat ini, penyebab happy hypoxia belum diketahui secara pasti. Namun, ada teori yang menyebutkan bahwa happy hypoxia terjadi akibat peradangan pada jaringan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi virus corona. \n\n \n\n Sementara itu, ada pula teori lain yang menyebutkan bahwa happy hypoxia terjadi karena gangguan pada sistem saraf yang mengatur kadar oksigen dalam darah. \n\n \n\n Jika terlambat terdeteksi dan tertangani, kondisi berkurangnya oksigen dalam darah tentu dapat membahayakan nyawa penderitanya. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk mengetahui gejala happy hypoxia agar penanganan dapat segera dilakukan. \n\n \n\n \n\n Tanda-Tanda Happy Hypoxia \n\n \n\n Pada kondisi normal, kadar oksigen di dalam darah (saturasi oksigen) ada pada rentang 95–100% atau sekitar 75–100 mmHg. Kadar oksigen dalam darah yang berada di bawah batas tersebut mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen, sehingga menimbulkan kondisi hipoksemia atau hypoxia. \n\n \n\n Gejala hipoksia berbeda-beda pada setiap penderitanya. Gejala kondisi ini bisa muncul secara tiba-tiba dan memburuk dengan cepat (akut) atau berkembang secara perlahan (kronis). \n\n \n\n Ada beberapa gejala Hipoksia yang umum terjadi, di antaranya: \n\n \n Tubuh terasa lemas \n Kulit terlihat pucat \n Kuku dan bibir berwarna kebiruan (Sianosis) \n Detak jantung menjadi cepat atau melambat \n Batuk-batuk \n Sesak napas \n Sakit kepala \n \n\n \n\n Jika tidak segera ditangani, Hipoksia dapat menyebabkan penderitanya mengalami linglung, penurunan kesadaran, atau bahkan koma. \n\n \n\n Meski demikian, pada kondisi tertentu, hipoksia bisa terjadi tanpa gejala apa pun dan baru terdeteksi ketika seseorang menjalani pemeriksaan darah atau pemeriksaan saturasi oksigen menggunakan alat Pulse Oximeter. \n\n \n\n Kondisi hipoksia tanpa gejala inilah yang dinamakan silent hypoxia atau happy hypoxia. Kondisi happy hypoxia dilaporkan dapat terjadi pada sebagian penderita Covid-19. \n\n \n\n \n\n Cara Menangani Happy Hypoxia \n\n \n\n Pada happy hypoxia, pasien Covid-19 mengalami kekurangan oksigen tanpa mengalami gejala apapun. Bahkan, ia bisa merasa sehat-sehat saja. Padahal saat itu, di dalam tubuhnya terdapat virus corona yang tentunya harus dilawan. \n\n \n\n Berikut adalah cara penanganan happy hypoxia jika kondisi ini ditemukan pada orang di sekitar Anda: \n\n \n\n - Pemberian Oksigen \n\n Kondisi hipoksia, baik yang menunjukkan gejala maupun tidak, perlu segera ditangani oleh dokter. Langkah penanganan umumnya bertujuan untuk mengembalikan kadar oksigen di dalam tubuh dan mengatasi penyebab terjadinya hipoksia. \n\n \n\n Untuk hipoksia yang bersifat ringan dan membuat penderitanya masih dapat bernapas, penanganan dilakukan dengan pemberian oksigen melalui masker atau selang oksigen. \n\n \n\n Namun, bila penderita Hipoksia tidak dapat bernapas atau kesadarannya mulai menurun, dokter mungkin akan memberikan bantuan pernapasan melalui mesin ventilator. Setelah itu, pasien juga mungkin perlu dirawat di ruang ICU. \n\n \n\n - Meningkatkan daya tahan tubuh \n\n Sebenarnya, tubuh memiliki sistem imun yang mampu melawan virus dan bakteri penyebab penyakit. Namun, ada beberapa hal yang membuat sistem imun melemah, seperti malnutrisi atau penyakit tertentu. Oleh karena itu, penting untuk selalu menjaga daya tahan tubuh, misalnya dengan mengonsumsi makanan bernutrisi. \n\n \n\n Salah satu makanan bernutrisi yang dapat dikonsumsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh adalah buah-buahan yang mengandung vitamin C, seperti jambu biji. Jambu biji adalah sumber vitamin C dari alam yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh sehingga lebih kuat melawan infeksi, termasuk infeksi virus corona, dan membantu tubuh melawan radikal bebas. \n\n \n\n Jika Anda memiliki kondisi medis tertentu yang membuat Anda rentan terinfeksi virus corona atau Anda pernah kontak dengan orang yang positif Covid-19, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter. \n\n \n\n Apabila memang dianggap perlu, Anda akan diarahkan dokter untuk menjalani pemeriksaan swab atau PCR untuk mendiagnosis Covid-19. \n\n \n\n Bila hasil pemeriksaan menyatakan Anda positif terinfeksi virus corona, Anda dianjurkan untuk tetap waspada meski tidak mengalami gejala apa pun. Hal ini dikarenakan happy hypoxia dapat menyerang secara tiba-tiba dan tanpa gejala. Bagi Anda yang tidak mengalami gejala apapun (OTG) dapat melakukan isolasi mandiri dibawah pengawasan dokter. \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n Narasumber: dr. Nur Marleta Riza, Sp.P \n\n \n\n \n\n \n\n Untuk membuat janji silahkan klik link berikut ini: \n\n \n\n https://herminahospital.com/doctors/dr-nur-marleta-riza-sp-p \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
Sudah Vaksinasi Masih Bisa Tertular Covid-19?<\/a><\/h3>
Meskipun belakangan ini program vaksinasi terus berjalan, namun kasus positif Covid-19 terus meningkat, bukan sebaliknya. Hal ini tentunya menjadi pertanyaan publik. Lantas apa gunanya vaksin jika seharusnya pemberian vaksin merupakan salah satu upaya yang dinilai paling efektif memutuskan mata rantai penularan virus corona pada masa pandemi Covid-19 ini? \n\n \n\n Vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) yaitu sistem imun di dalam tubuh. Vaksinasi Covid-19 dilakukan sebagai upaya untuk menurunkan tingkat kesakitan dan angka kematian serta mendorong terbentuknya kekebalan kelompok atau Herd Immunity. Berikut dijelaskan beberapa manfaat dari Vaksinasi Covid-19: \n\n \n\n 1. Herd Immunity \n\n Kekebalan kelompok adalah suatu bentuk perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang terjadi ketika sebagian besar populasi menjadi kebal terhadap infeksi, baik melalui infeksi sebelumnya maupun dari vaksinasi, sehingga individu yang tidak kebal ikut terlindungi. Tujuan lain di vaksinasi corona adalah mencapai Herd Immunity. Dibutuhkan cakupan vaksinasi yang tinggi jika ingin segera mencapai Herd Immunity. Kemenkes RI, dikutip dari situs resminya menjelaskan bahwa “Kekebalan kelompok inilah yang menyebabkan proteksi silang, dimana orang tetap sehat meskipun tidak di vaksinasi, karena orang lain di tempat tinggalnya sudah mendapatkan vaksinasi lengkap.” \n\n \n\n Melalui program vaksinasi corona, seseorang juga bisa melindungi orang di sekitar yang beresiko fatal jika terinfeksi virus tersebut, misalnya lansia, orang dengan penyakit penyerta, hingga ibu hamil, sehingga vaksinasi corona bisa membantu melindungi orang sekitar yang beresiko tinggi tertular Covid-19. \n\n \n\n 2. Menurunkan Angka Kasus Positif dan Kematian akibat Covid-19 \n\n Seperti yang disebutkan sebelumnya, vaksin Covid-19 dapat memicu sistem imunitas tubuh untuk melawan virus corona. Dengan begitu, resiko untuk terinfeksi virus ini akan jauh lebih kecil. Kalaupun seseorang yang sudah di vaksin tertular Covid-19, vaksin tersebut bisa mencegah terjadinya gejala yang berat dan komplikasi. Vaksinasi corona memang tidak menjamin terbebas dari Covid-19, namun orang yang sudah divaksinasi corona dapat terhindar dari resiko gejala Covid-19 yang berat hingga fatal seperti kematian. Dengan begitu, jumlah orang yang sakit atau meninggal karena Covid-19 akan menurun. \n\n \n\n 3. Mencegah Covid-19 Terus Bereplikasi \n\n Virus adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang biak jika berada dalam inangnya. Dikutip dari Mayo Clinic, divaksinasi corona mencegah kemungkinan Covid-19 terus menyebar dan bereplikasi. Mutasi corona baru yang terus muncul dikhawatirkan menjadi lebih “kebal” pada vaksin Corona. Untuk itu sebelum hal tersebut terjadi, ada baiknya kita secara bersama-sama mencegah terjadinya hal tersebut dengan cara melakukan vaksinasi. \n\n \n\n 4. Meminimalisir Dampak Ekonomi dan Sosial \n\n Manfaat Vaksin Covid-19 tidak hanya untuk sektor kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi dan sosial. Jika sebagian besar masyarakat sudah memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik untuk melawan penyakit Covid-19, maka kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat bisa kembali seperti sediakala. \n\n \n\n \n\n Nah, demikianlah beberapa manfaat dari vaksinasi. Jadi, meskipun sudah divaksinasi, tetapi tetap terinfeksi, jangan berkecil hati, setidaknya gejala fatal sudah terhindari. Semoga kita semua senantiasa terlindungi dan pandemi segera teratasi melalui program vaksinasi. \n\n \n\n \n\n \n\n Credit: dinkesprovkepri.org \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
Beda Pola Demam Dengue dengan Demam Covid-19<\/a><\/h3>
Pandemi Covid-19 telah berlangsung sekitar 1,5 tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, pemahaman para dokter dan ilmuwan kesehatan terhadap penyakit tersebut juga bertambah luas. Gejala-gejala yang muncul akibat infeksi Covid-19 pun semakin dipahami, baik dari segi jenis sakit yang dialami pasien maupun polanya. \n\n \n\n Salah satu gejala Covid-19 yang umum terjadi pada pasien ialah demam, selain batuk kering dan kelelahan. Masih ada banyak jenis gejala Covid-19 lainnya yang dialami oleh sebagian pasien, termasuk di kasus serius yang dapat berujung pada kematian. \n\n \n\n Dengue dan COVID-19 harus diwaspadai, pasalnya kedua penyakit tersebut memiliki salah satu gejala yang sama, yakni demam. Walaupun gejala demam terjadi di antara kedua penyakit tersebut namun polanya berbeda. \n\n \n\n Mengingat Covid-19 dan demam dengue sama-sama berpotensi memicu kematian, mengetahui perbedaan gejala demam di kedua kasus penyakit itu penting bagi masyarakat. \n\n \n\n \n\n Perbedaan Demam Dengue Dengan Demam Covid-19 \n\n \n\n Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI menjelaskan, pola demam antara dengue dan COVID-19 berbeda. Pada demam dengue fase demam itu terjadi akibat diremia, diremia artinya di dalam darah ada virus yang beredar. demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat karena penyebab demamnya itu ada terus dalam darah sampai biasanya kurang lebih 3 hari. \n\n \n\n Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun namun tidak lama kemudian demam akan naik lagi. Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas. Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demamnya terus ada di dalam darah. \n\n \n\n Berbeda dengan demam COVID-19, demam ini bisa disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan seperti sesak napas, batuk, susah menelan anosmia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau). \n\n \n\n Bedanya dengan COVID-19 adalah pada dengue pola demamnya mendadak dan langsung tinggi. \n\n \n\n Perlu dipahami juga bahwa sebelum seseorang mengalami demam dengue, akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu. Jadi penularan dengue tidak terjadi seketika tetapi ada masa inkubasinya selama 5-10 hari. \n\n \n\n Masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah, namun belum menimbulkan gejala sampai kemudian jumlah virus cukup banyak dan beredar di dalam darah kemudian menimbulkan penyakit atau demam. \n\n \n\n Pada pasien demam dengue biasanya mengalami sakit kepala yang khas yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata. \n\n \n\n Bagi anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut mendadak dan muka mengalami merah khas, tetapi pada COVID-19 gejala tidak membuat muka merah. yang dominan pada demam dengue adalah demam kemudian sakit kepala dan batuk pilek nya lebih ringan dibanding pada COVID-19. \n\n \n\n Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu infeksi terjadi di hari ke-3 sampai hari ke-6, itu masuk fase kritis yang bisa rawan karena dapat mengakibatkan kematian jika tidak diberikan cairan obat yang cukup. \n\n \n\n \n\n Masa Inkubasi \n\n \n\n Kemudian pada COVID-19, penyakit yang biasa dikeluhkan berupa demam, itu bisa sampai 5 sampai 7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak, serta saturasi oksigen nya menurun. Hal inilah yang dianggap berat untuk kasus COVID-19 pada anak. \n\n \n\n Lebih lanjut fase demam dengue antara lain dari hari kesatu sampai hari ketiga adalah fase demam, kemudian fase kritis antara hari ke-3 sampai ke-6, kemudian fase penyembuhan dari fase setelah hari ke-6. \n\n \n\n Pada fase demam ini anak demam tinggi dan biasanya menjadi malas minum sehingga yang harus diperhatikan adalah harus dipantau minumnya jangan sampai anak dehidrasi. \n\n Pada fase kritis di antara hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi kebocoran dari pembuluh darah yang bisa menyebabkan syok hipovolemik yang menyebabkan kan pembuluh darah bocor. Kalau cairan obat yang diberikan kurang maka kemungkinan akan menyebabkan kematian. Setelah hari ke-6 masuk ke fase penyembuhan. \n\n \n\n Berbeda pada kasus COVID-19, pada minggu pertama terjadi demam, kemudian menjelang akhir minggu pertama ini antara hari ke-5 sampai hari ke-7 mulai ada gejala gejala respiratorik seperti sesak, batuk pilek. Di sinilah tanda-tanda biasanya makin berat. \n\n \n\n Pada infeksi dengue biasanya demam terjadi mendadak tinggi, namun setelah hari ketiga pada saat memasuki fase kritis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian. Sedangkan pada COVID-19 demam bisa tinggi tapi bisa disertai dengan batuk pilek dan bertambah sesak. Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama, di sinilah saturasi oksigen bisa menurun. \n\n \n\n COVID-19 dan demam berdarah dengue sama-sama berbahaya. Mengetahui perbedaannya akan membantu kita lebih cepat dalam mengambil tindakan sehingga penderitanya dapat segera diberi bantuan medis sebelum gejala semakin bertambah parah dan lebih cepat pulih. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Serpong<\/a><\/li>
- 27 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Cegah Pneunomia pada Anak<\/a><\/h3>
Penyakit pneumonia merupakan radang paru yang diakibatkan bakteri, virus dan jamur yang ada dimana-mana sehingga menyebabkan demam, pilek, batuk, sesak napas. Ketika kekebalan bayi dan balita rendah maka fungsi paru dapat terganggu. Rendahnya tingkat kekebalan bayi dan balita dapat disebabkan oleh pajanan asap rokok, asap/debu di dalam rumah, praktek pemberian air susu ibu (ASI) yang sedikit atau tidak eksklusif, gizi kurang ataupun gizi buruk, imunisasi tidak lengkap, bayi dengan berat badan lahir rendah, penyakit kronik dan lainnya. \n\n \n\n Diketahui pneumonia merupakan penyebab kematian pertama pada bayi dan balita di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 juga menunjukkan angka prevalensi pneumonia pada balita tinggi yaitu 4,5 per 100 balita. Hal ini berarti, 4-5 dari 100 balita, menderita pneumonia. Sementara berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2017 15% dari kematian anak dibawah 5 tahun atau 5,5 juta kematian pada balita disebabkan oleh pnemonia dan berdasarkan sampel sistem registrasi Balitbangkes tahun 2016 jumlah penderita pneumonia pada anak di Indonesia mencapai lebih dari 800.000 anak. \n\n \n\n \n\n Pneumonia, Ancaman Serius pada Balita \n\n \n\n Pneumonia pneumokokus adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus atau Streptococcus pneumonia. Pneumokokus merupakan bakteri yang bisa menyebabkan berbagai macam gangguan kesehatan pada balita. Walaupun kebanyakan gejala yang ditimbulkan bakteri ini ringan, tetap ada kemungkinan muncul penyakit yang fatal atau mengakibatkan komplikasi jangka panjang. \n\n \n\n Banyak orang, terutama anak-anak, yang tanpa sadar membawa bakteri pneumokokus di hidung dan tenggorokannya. Awalnya, bakteri ini mungkin tidak menimbulkan gejala. Namun, sewaktu-waktu pneumokokus bisa masuk ke paru-paru dan menyebabkan pneumonia. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain adalah atlektasis, peradangan selaput jantung (pericarditis) dan bakterimia. Bakteri ini juga bisa menyebabkan anak terkena infeksi telinga akut yang dapat berujung dengan ketulian, sinusitis, sepsis, meningitis, hingga kerusakan otak permanen dan kematian. \n\n \n\n Sistem imunitas pada anak yang lemah atau belum terbentuk sempurna tidak mampu membasmi infeksi awal yang ringan, sehingga infeksi dapat menyebar ke paru-paru dan menyebabkan pneumonia. Pneumonia pada anak dapat menyebabkan sulit bernapas dan asupan oksigen berkurang. \n\n \n\n Anak-anak yang memiliki risiko lebih tinggi terkena pneumonia, antara lain: \n\n \n Bayi yang tidak mendapat Air Susu Ibu (ASI) \n Anak yang kurang gizi \n Anak dengan kondisi imunodefisiensi \n Anak yang terkena infeksi campak \n Tidak mendapatkan imunisasi \n Bayi lahir prematur \n Sejumlah faktor lingkungan juga dapat meningkatkan risiko anak terkena pneumonia, misalnya orang tua yang merokok atau tinggal di pemukiman padat penduduk. \n \n\n \n\n \n\n Waspadai Gejala Pneumonia pada Anak \n\n \n\n Sahabat Hermina sebaiknya jangan menunggu sampai anak terkulai lemas untuk memastikan bahwa anak memang sakit. Ketika ritme napas anak menjadi cepat, dan anak tampak tidak nyaman ketika bernapas, sesak nafas atau bahkan kesulitan bernapas, maka Sahabat Hermina sudah harus sigap membawanya ke dokter, karena bisa jadi ini merupakan gejala pneumonia. \n\n \n\n Pneumonia pada anak bisa juga disertai dengan beberapa gejala seperti berikut ini. \n\n \n Batuk berdahak atau batuk kering \n Hidung tersumbat \n Muntah \n Demam \n Mengi atau napas berbunyi \n Kesulitan untuk bernapas, dada dan perut menggembung \n Terasa nyeri di bagian dada \n Menggigil \n Merasa sakit pada bagian perut \n Tidak nafsu makan \n Menangis lebih sering dari biasanya \n Sulit beristirahat \n Pucat dan lesu \n Pada kasus yang parah, bibir dan kuku jari bisa berubah warna menjadi kebiruan atau abu-abu \n \n\n \n\n \n\n Pencegahan Pneumonia pada Anak \n\n \n\n Penyakit ini menular melalui percikan ludah ketika penderita pneumonia batuk atau bersin, termasuk menyentuh sapu tangan penderita. Selain itu, penularan pneumonia juga dapat menular melalui berbagi peralatan makan dan minum milik penderita. \n\n \n\n Keluarga berperan yang besar dalam kesehatan anak sebagai generasi penerus bangsa yang harus mendapat perlindungan dan hak kesehatannya termasuk STOP Pneumonia dengan cara memberikan gizi yang cukup. \n\n \n\n Pastikan kecukupan gizi seimbang pada anak dengan memberikan ASI pada bayi minimal selama enam bulan pertama. Ini penting untuk memberikan system imun pada anak secara alami dalam melawan penyakit. Cukupi kebutuhan nutrisi MPASI anak dengan memberikannya gizi lengkap, yang termasuk protein, karbohidrat, lemak dan juga tambahan sayur dan buah-buahan. \n\n \n\n Menuntaskan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) untuk anak temasuk imunisasi Hib (Haemophilus influenzae tipe B), vaksin campak, serta vaksin pertusis atau batuk rejan yang dikenal dengan imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus). Imunisasi tersebut merupakan cara paling efektif untuk mencegah pneumonia. \n\n \n\n Menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih, meliputi kebersihan diri seperti mencuci tangan sebelum makan, kebersihan lingkungan seperti menjauhkan anak dari asap rokok atau polusi udara, pastikan pula menjaga sanitasi, seperti kebersihan rumah dan ventilasi udara yang baik, serta mengolah makanan secara bersih. \n\n \n\n Obati ke Fasilitas Kesehatan (Faskes) jika anak sakit. Sahabat Hermina dihimbau jangan menunda membawa anak ke Faskes apabila ditemukan tanda dan gejala pneumonia pada anak. \n\n \n\n Manfaatkan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk mendapatkan informasi kesehatan anak. Buku KIA berisi lembar informasi dan catatan pelayanan kesehatan serta catatan khusus bilamana ada kelainan pada ibu selama hamil, bersalin sampai nifas serta pada anak (janin, bayi baru lahir, bayi dan anak sampai usia 6 tahun). Informasi dalam Buku KIA sangat penting untuk pemantauan kesehatan ibu dan anak. Buku KIA harus dibaca dan dimengerti ibu dan keluarga, ditunjukan pada petugas kesehatan dimanapun pelayanan kesehatan diberikan, untuk dicatatkan tindakan yang diberikan. Informasi tentang kesehatan dan catatan khusus bilamana ada kelainan pada ibu serta anak harus dicatat di dalam Buku KIA \n\n \n\n \n\n Cegah Pneumonia Pneumokokus dengan Vaksin \n\n \n\n Meski pneumonia pneumokokus bisa mengancam keselamatan balita, Anda tidak perlu terlalu khawatir karena penyakit ini termasuk dalam PD3I, yaitu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Oleh karena itu, orang tua sangat disarankan untuk memenuhi dan melakukan rutin imunisasinya untuk si buah hati. Selain vaksinasi wajib yang telah disebutkan di atas, pneumonia juga dapat dicegah dengan vaksin PCV. \n\n \n\n Vaksin PCV atau pneumococcal conjugate vaccine adalah vaksin yang mengandung bagian dari dinding sel bakteri pneumokokus. Vaksin PCV dapat mencegah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus penyebab penyakit berbahaya, seperti meningitis dan pneumonia. Untuk melindungi buah hati dan keluarga Anda dari penyakit tersebut, pemberian vaksin PCV bisa dilakukan sebagai salah satu bentuk pencegahan yang tepat. \n\n \n\n Jika Sahabat Hermina masih bingung dan ragu, konsultasikan ke Rumah Sakit Hermina Serpong untuk mendapatkan solusi terbaik mengenai jadwal dan kapan harus melakukan imunisasi yang tepat untuk buah hati. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Palembang<\/a><\/li>
- 06 September 2020<\/li><\/ul><\/div>
Kenali Gejala Pneumonia<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, penyakit pneumonia sangat sering terjadi di sekitar kita, keluarga, sahabat, maupun orang di sekitar kita. Jika tidak cepat ditangani dengan baik, pneunomia dapat berakibat fatal. Mari kita kenali lebih jauh mengenai penyakit pneumonia. \n\n \n\n Pengertian \n\n Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru. Ditinjau dari asal patogen, pneumonia dibagi menjadi tiga macam yang berbeda penatalaksanaannya, yaitu, community acquired pneumonia (CAP) yang merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit, pneunomia nosokomial yang merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah sakit, dan pneumonia aspirasi yang diakibatkan aspirasi sekret orofaringea. \n\n Laporan WHO pada 2012 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut, termasuk pneumonia dan influenza, di susul oleh Tuberkulosis dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di urutan ke-2 dan ke-3. Pneumonia di Amerika merupakan penyebab kematian ke-4 pada usia lanjut, dengan angka kematian 169,7 per 100.000 penduduk. Pneumonia merupakan penyebab kematian nomor sembilan di Brunei, nomor tujuh di Malaysia, nomor tiga di Singapura, nomor enam di Thailand, dan nomor tiga di Vietnam. \n\n Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) RI pada 2018 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi, atau jumlah penderita pneumonia dibandingkan pada 2013. Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan jumlah orang yang mengalami gangguan penyakit ini pada 2018 yaitu sekitar 2 persen, sedangkan pada 2013 adalah 1,8 persen. Padahal, pneumonia atau radang paru yang sering terjadi dapat bersifat serius, bahkan dapat menyebabkan kematian yakni pneumonia komunitas. Ironisnya, pneumonia menyerang sekitar 450 juta orang setiap tahunnya. Diagnosis klinis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan penunjang (RO Thorax). Diagnosis klinis pneumonia yang disertai penyakit penyerta sulit dilakukan. Penemuan kuman etiologi pneumonia merupakan hal yang sulit dan membutuhkan waktu lebih lama. Terapi empiris yang dimulai sejak awal kedatangan pasien merupakan hal yang utama. Penting juga dilakukan identifikasi kuman patogen kausatif pada pasien pneumonia. Identifikasi kuman patogen bertujuan memberikan konfirmasi ketepatan terapi dan mengurangi penggunaan antimikroba yang tidak perlu. Diagnosis dan tatalaksana pneumonia saat ini menjadi semakin rumit karena banyak pasien berusia lanjut, kondisi immunocompromised, kondisi komorbid penyerta, berbagai macam mikroorganisme, dan bertambahnya resistensi antimikroba. \n\n \n\n Gejala Pneumonia \n\n Pada Dasarnya gejala pneumonia cukup bervariasi. Namun, umumnya pneumonia disertai dengan gejala berikut ini: \n\n \n Batuk \n Demam \n Sesak napas \n Menggigil \n Kelelahan \n \n\n \n\n Pengobatan Pneumonia \n\n Pengobatan pneumonia akan disesuaikan dengan penyebab dan tingkat keparahan dari kondisi yang dialami. Pneumonia akibat infeksi bakteri akan ditangani dengan pemberian antibiotik. Selain itu, dokter juga dapat memberikan beberapa obat pneumonia lainnya untuk meredakan gejala yang muncul, seperti obat batuk, obat penurun demam, atau obat pereda nyeri. \n\n Jika pasien sulit bernapas, dokter akan memberikan oksigen tambahan pada kondisi berat. Penderita pneumonia dengan gejala yang berat perlu mendapatkan pengananan di rumah sakit dan pengawasan intensif dan penggunaan alat bantu nafas (ventilator) untuk mencegah komplikasi yang bisa berakibat fatal. \n\n \n\n Pencegahan Pneumonia \n\n Pneumonia dapat dicegah dengan beberapa cara, di antaranya: \n\n \n Menjalani vaksinasi \n Memperkuat daya tahan tubuh, misalnya dengan mencukupi asupan nutrisi \n Menjaga kebersihan diri, misalnya rajin mencuci tangan dan tidak menyentuh hidung atau mulut dengan tangan yang belum dicuci \n Tidak merokok \n Menjaga jarak dengan orang yang sedang sakit batuk atau pilek \n Pola hidup yang sehat, tidur yang cukup, dan olahraga yang teratur \n \n\n Nah, Sahabat Hermina, pneunomia dapat terjadi pada siapa saja di lingkungan sekitar kita. Untuk itu, marilah kita terapkan pola hidup sehat, rajin mencuci tangan, dan jauhkan diri dari asap rokok agar terhindar dari penyakit ini. Jika terdapat gejala seperti di atas, segeralah ke rumah sakit agar bisa ditangani oleh petugas kesehatan. Salam sehat. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 06 September 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 27 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 20 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 11 Juli 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 29 September 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 23 November 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 23 Januari 2023<\/li><\/ul><\/div>