- Hermina Purwokerto<\/a><\/li>
- 21 Februari 2024<\/li><\/ul><\/div>
Sering Alami Perubahan Emosi Mendadak? Ketahui Gangguan Bipolar<\/a><\/h3>
Gangguan bipolar adalah kondisi kesehatan mental yang kompleks yang mempengaruhi suasana hati seseorang, pola tidur, tingkat energi, dan kemampuan untuk berfungsi secara normal dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah gangguan serius yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang, hubungan pribadi, kinerja sekolah atau pekerjaan, dan bahkan menyebabkan pemikiran yang berbahaya atau perilaku impulsif. \n\n Gangguan bipolar, dulunya dikenal sebagai gangguan manik-depresif, adalah gangguan suasana hati yang ditandai dengan perubahan ekstrem dalam suasana hati, energi, dan tingkat aktivitas. Penderita gangguan bipolar mengalami episode depresi yang dalam, yang diikuti oleh episode mania atau hipomania. Episode depresi ditandai dengan perasaan sedih, kehilangan minat atau kegembiraan dalam aktivitas sehari-hari, perubahan berat badan, gangguan tidur, kelelahan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Sementara itu, episode mania atau hipomania ditandai dengan suasana hati yang meningkat, energi yang tinggi, impulsif, dan perilaku berisiko. \n\n Jenis- jenis gangguan Bipolar : \n\n \n \n Gangguan Bipolar Tipe I: Ini melibatkan episode mania yang parah yang dapat berlangsung selama satu minggu atau lebih. Episode depresi juga mungkin terjadi. \n \n \n Gangguan Bipolar Tipe II: Pada tipe ini, individu mengalami episode depresi yang serius bergantian dengan episode hipomania, yang merupakan tingkat mania yang lebih rendah dari pada tipe I. \n \n \n Gangguan Bipolar Campuran: Ini adalah kombinasi dari gejala mania dan depresi dalam satu periode. \n \n \n Gangguan Siklotimik: Ini melibatkan perubahan suasana hati yang lebih ringan, dengan episode hipomania dan depresi yang lebih ringan namun persisten. \n \n \n\n Penyebab pasti gangguan bipolar belum sepenuhnya dipahami, namun, faktor-faktor berikut dapat berkontribusi: \n\n \n \n Genetika: Orang dengan anggota keluarga yang menderita gangguan bipolar memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi ini. \n \n \n Ketidakseimbangan Kimia Otak: Perubahan dalam neurotransmiter otak, seperti serotonin, dopamin, dan noradrenalin, dapat memainkan peran dalam timbulnya gangguan bipolar. \n \n \n Stres dan Trauma: Kejadian stres atau trauma emosional dapat memicu episode gangguan bipolar pada individu yang rentan. \n \n \n Gaya Hidup dan Lingkungan: Faktor-faktor lingkungan, seperti gaya hidup, kebiasaan tidur yang tidak teratur, dan konsumsi zat-zat tertentu, juga dapat mempengaruhi perkembangan gangguan bipolar. \n \n \n\n Diagnosis gangguan bipolar melibatkan evaluasi medis menyeluruh oleh profesional kesehatan mental. Hal ini termasuk wawancara klinis, observasi perilaku, dan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab fisik dari gejala tersebut. Pengelolaan gangguan bipolar melibatkan kombinasi terapi obat dan terapi perilaku. Obat-obatan seperti stabilisator suasana hati, antipsikotik, dan antidepresan dapat membantu mengontrol gejala. Terapi perilaku, seperti terapi kognitif perilaku (CBT) atau terapi interpersonal, juga penting untuk membantu individu memahami dan mengelola gejala serta membangun strategi untuk mengatasi stres dan situasi pemicu lainnya. \n\n Gangguan bipolar adalah kondisi kesehatan mental yang serius yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Meskipun memahami dan mengelola gangguan bipolar bisa menjadi tantangan, dengan perawatan yang tepat, dukungan sosial, dan perubahan gaya hidup, banyak individu dapat mengelola gejalanya dan menjalani kehidupan yang bermakna. Penting bagi individu yang mengalami gejala gangguan bipolar untuk mencari bantuan profesional segera untuk diagnosis dan perawatan yang tepat. Di RSU Hermina Purwokerto sahabat hermina dapat berkonsultasi mengenai gangguan bipolar dengan spesialis Kesehatan Jiwa. \n\n Akses pendaftaran bisa melalui 4 cara berikut ini: \n1. Download mobile aplikasi di Playstore (Ketik Halo Hermina) \n2. Hubungi Call Center 1500488 \n3. Melalui website -> www.herminahospitals.com \n4. Melalui aplikasi Halodoc \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pekalongan<\/a><\/li>
- 06 Oktober 2023<\/li><\/ul><\/div>
Mitos Atau Fakta, Ketindihan Saat Tidur itu Ulah Mahluk Halus ?<\/a><\/h3>
Pernahkah anda merasa ada sesuatu yang menekan anda saat Anda tidur sehingga tubuh anda tidak bisa bergerak? Nah, ketindihan dalam dunia medis disebut dengan sleep paralysis. Ketindihan atau Sleep paralysis adalah keadaan transisi yang terjadi ketika seseorang mengalami kelumpuhan sementara untuk bereaksi, bergerak atau berbicara ketika tertidur (hypnagogic) atau saat bangun dari tidur (hypnopompic). Sleep paralysis ditandai dengan ketidakmampuan orang tersebut untuk menggerakan otot saat tidur. \n\n Fakta tentang Ketindihan atau Sleep Paralysis : \n\n Kondisi ini sering dianggap sebagai fenomena mistis. Faktanya, ketindihan atau sleep paralysis terjadi karena mekanisme otak dan tubuh tumpang tindih dan tidak bekerja secara harmonis saat Anda tertidur, sehingga dapat menyebabkan Anda terbangun di tengah siklus REM.. Siklus REM adalah tahap tidur terdalam, saat semua otot dalam keadaan rileks. \n\n Oleh karena itu, ketika Anda tiba-tiba terbangun sebelum siklus REM selesai, otak belum siap mengirimkan sinyal bangun sehingga tubuh masih setengah terjaga. Inilah sebabnya mengapa Anda akan "lumpuh" untuk sementara. \n\n Kenali gejalanya : \n\n Gejala utama ketindihan atau sleep paralysis sebenarnya sederhana. Pasien tidak dapat bergerak atau berbicara bahkan setelah bangun tidur . Namun terkadang fenomena tidur ini juga menunjukkan gejala lain seperti : \n\n \n \n Kesulitan bernapas karena sesak dada. \n \n \n Halusinasi seolah-olah ada seseorang atau sesuatu di dekatnya. \n \n \n Masih bisa menggerakkan bola mata. Ada orang yang masih bisa membuka mata saat mengalami ketindihan atau sleep paralysis, namun ada pula yang tidak. \n \n \n Merasa ketakutan \n \n \n\n Beberapa faktor yang dapat menyebabkan ketindihan atau Sleep Paralysis, antara lain : \n\n \n \n Tidak bisa tidur \n \n \n\n Misalnya, sering begadang dan jadwal tidur yang tidak teratur karena jet lag bisa menyebabkan ketindihan atau sleep paralysis. \n\n \n \n Psikosis atau gangguan mental \n \n \n\n Ketindihan atau sleep paralysis sering kali terjadi pada orang yang sedang merasa depresi atau stres. Hal ini juga didukung oleh berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa sleep paralysis umumnya terjadi pada penderita gangguan jiwa, seperti skizofrenia. \n\n \n \n Tidur telentang \n \n \n\n Beberapa ulasan menyebutkan bahwa posisi tidur menjadi salah satu penyebab ketindihan atau sleep paralysis , terutama tidur telentang. \n\n \n \n Masalah tidur \n \n \n\n Gangguan tidur seperti narkolepsi dan kram kaki mendadak di malam hari dapat mengganggu tidur REM sehingga berpotensi menyebabkan Ketindihan atau sleep paralysis. \n\n Bagaimana cara menghadapinya? \n\n Jika Anda mengalami kelumpuhan tidur, jangan panik. Sebab menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Psychological Science, gangguan panik saat terjadi kelumpuhan tidur justru menyebabkan seseorang semakin depresi. \n\n Cara mengatasi ketindihan atau sleep paralysis : \n\n Berikut tips saat anda mengalami ketindihan atau sleep paralysis : \n\n \n \n Jangan panik dan usahakan tetap tenang, tarik napas dalam-dalam dan bernapaslah sekuat tenaga beberapa kali. Kemudian cobalah memaksa tubuh Anda untuk bergerak, dimulai dari ujung jari tangan atau kaki sebagai penahan. \n \n \n Menjaga pola hidup sehat, seperti tidur yang cukup, rutin berolahraga, dan berhenti merokok atau minum minuman beralkohol.. \n \n \n Lakukan latihan pernapasan sebelum tidur untuk mencegah ketindihan atau sleep paralysis \n \n \n Atur jadwal tidur 7-8 jam sehari. \n \n \n Periksakan diri ke psikiater untuk mendapatkan pengobatan dengan antidepresan untuk meningkatkan siklus tidur. \n \n \n Mengobati kondisi kesehatan mental yang mungkin berhubungan dengan ketindihan atau sleep paralysis. \n \n \n Hindari cahaya biru saat ingin tidur. \n \n \n Pastikan suhu ruangan tetap rendah. \n \n \n\n Siapa Saja yang Bisa Terkena Kondisi Ini? \n\n Orang dewasa dan anak-anak bisa mengalami sleep paralysis. Meskipun demikian, beberapa kelompok memiliki risiko yang lebih tinggi antara lain sebagai berikut : \n\n · Insomnia \n\n · Narkolepsi \n\n · Sering cemas dan resah \n\n · Depresi tinggi \n\n · Kelainan bipolar \n\n · Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau kelainan stress pasca trauma \n\n Maka dari informasi diatas penyebab ketindihan atau sleep paralysis bukan karena mahluk halus , jin, setan atau mahluk tak kasat mata ya, sehingga hal ini mitos belaka. Faktanya ketindihan atau sleep paralysis terjadi karena ada beberapa fungsi tubuh kita yang terganggu. Apabila diperlukan anda bisa berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter spesialis kedokteran jiwa atau Psikiater. Semoga artikel ini bermanfaat. \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 08 September 2023<\/li><\/ul><\/div>
Apa yang menjadi permasalahan dalam konsep 'Toxic Masculinity''?<\/a><\/h3>
Toxic masculinity beracun mengacu pada gagasan bahwa gagasan sebagian orang tentang “kejantanan” melanggengkan dominasi, homofobia, dan agresi. Toxic masculinity melibatkan tekanan budaya bagi laki-laki untuk berperilaku dengan cara tertentu. Dan kemungkinan besar hal ini mempengaruhi semua anak laki-laki dan laki-laki dengan cara tertentu. Gagasan bahwa laki-laki harus bertindak tegas dan menghindari menunjukkan semua emosi dapat membahayakan kesehatan mental mereka dan dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi masyarakat, yang kemudian dikenal sebagai “Toxic masculinity”. \n\n Toxic masculinity memanifestasikan dirinya dalam berbagai cara. Berikut adalah tujuh masalah yang dapat ditimbulkan oleh pandangan dunia dan serangkaian perilaku ini: \n\n \n Daya saing dalam hal kerja sama: Bagi sebagian orang, berebut posisi kekuasaan yang lebih besar adalah sebuah norma maskulin dibandingkan mencari peluang untuk bekerja sama. Meskipun persaingan bisa menjadi hal yang sehat dan bahkan berguna dalam banyak skenario, maskulinitas beracun membuat pria memprioritaskan untuk menjadi yang teratas dibandingkan dengan mempertimbangkan perasaan atau keinginan orang lain. Akibatnya, pria bisa menjadi lebih kasar atau sulit diajak bekerja sama. \n Kecenderungan yang lebih besar terhadap kekerasan: Toxic masculinity adalah salah satu penyebab banyaknya kekerasan laki-laki di seluruh masyarakat. Karena beberapa pria menolak menangani emosinya dengan cara yang sehat, konflik antar pasangan dapat berujung pada kekerasan dalam rumah tangga. Demikian pula, beberapa pria bahkan mungkin melakukan kekerasan seksual. \n Tingkat homofobia dan transfobia yang lebih tinggi: Laki-laki heteroseksual dan cisgender yang tidak berupaya memerangi Toxic masculinity mungkin memiliki bias terhadap orang-orang dengan orientasi seksual dan identitas gender yang berbeda. Toxic masculinity menekankan bahwa hanya ada satu cara untuk menjadi seorang laki-laki dan mengecualikan atau bahkan merendahkan pendekatan lain. \n Ketidakmampuan untuk mengakui kerentanan: Ketika seseorang menyuruh seorang anak laki-laki untuk “bersikap jantan”, umumnya implikasinya adalah mereka menyembunyikan emosinya dan kembali mengerjakan tugas yang ada. Sejak usia muda, hal ini menanamkan keyakinan bahwa tidak bisa menjadi “pria sejati” jika mengakui adanya rasa rentan. Akibatnya, banyak pria dewasa menolak mencari perawatan kesehatan mental atau meminta dukungan emosional apa pun, sehingga menyebabkan mereka mengelola kondisi internal dengan cara yang kontraproduktif dan merusak. \n Meningkatnya seksisme terhadap perempuan: Toxic masculinity secara praktis identik dengan misogini. Laki-laki yang menerapkan sikap ini percaya bahwa maskulinitas pada dasarnya lebih unggul daripada feminitas, sehingga membuat mereka mengandalkan stereotip gender yang tidak benar dan berbahaya dalam interaksi mereka dengan perempuan. Dalam kasus ekstrim, hal ini dapat menyebabkan pelecehan seksual. Pada tingkat yang lebih tertutup, hal ini mungkin muncul melalui “mansplaining”, sikap merendahkan, atau mendukung kesenjangan yang terus berlanjut antara laki-laki dan perempuan di seluruh masyarakat. \n Perasaan berhak yang berlebihan: Laki-laki yang Toxic masculinity merasa berhak dalam pekerjaan, hubungan, dan bidang kehidupan lainnya. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti narsisme dan delusi keagungan. Para remaja putra mungkin merasa mereka dapat mengambil risiko berlebihan tanpa konsekuensi karena sikap ini. Konsep Toxic masculinity bahkan dapat berujung pada kekerasan yang tidak disengaja, bahkan ada yang melakukan kejahatan dengan kekerasan dan tidak mengharapkan adanya pembalasan. \n Emosi yang lebih tertekan: Kurangnya ekspresi dan pengelolaan emosi merupakan inti dari maskulinitas beracun. Pria-pria tertentu menukar kemampuan apa pun untuk mengelola masalah kesehatan mental mereka secara efektif demi terus-menerus menunjukkan sifat-sifat stereotip maskulin. Di balik sifat luarnya yang keras dan terkadang kejam sering kali terdapat seseorang yang berada dalam penderitaan emosional yang luar biasa tanpa sumber daya atau pemahaman tentang cara menangani perasaan ini. Oleh karena itu, memendam semua emosi ini juga dapat memengaruhi kesehatan fisik pria. \n \n\n Psikoterapi yang intinya pengobatan dengan cara psikologis seperti terapi perilaku, terapi kognitif dan relaksasi juga sangat diperlukan. Jadi jangan takut untuk ke dokter jiwa untuk berkonsultasi. Satu hal penting yang perlu diingat bahwa gangguan jiwa baik itu skizofrenia, depresi atau kecemasan yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan kerusakan otak. Keadaan ini dapat membuat orang yang menderitanya mengalami penurunan fungsi berpikir yang berat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pandanaran<\/a><\/li>
- 16 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
Peran Tidur Dalam Kesehatan Fisik dan Mental<\/a><\/h3>
Tidur merupakan kegiatan yang penting dalam menjaga kesehatan fisik dan mental seseorang. Selain sebagai waktu istirahat bagi tubuh, tidur juga memiliki peran penting dalam memperbaiki sel-sel tubuh, memperkuat sistem kekebalan tubuh, dan membantu proses pemulihan setelah aktivitas fisik maupun mental. Kurang tidur diketahui dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan kesehatan mental seseorang. Di lain sisi, orang yang memiliki masalah dengan kesehatan mental seringnya juga mengalami gangguan tidur, misalnya insomnia atau susah tidur di malam hari. \n\n Gangguan tidur juga sering menjadi salah satu tanda yang muncul sebagai gejala gangguan kesehatan mental. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Setelah beraktivitas seharian, tidur yang berkualitas di malam hari bisa membantu menjaga kondisi tubuh dan mengembalikan energi untuk kembali beraktivitas keesokan harinya. Orang dewasa umumnya membutuhkan waktu tidur sekitar 7-8 jam pada malam hari. \n\n Gangguan tidur seperti insomnia, disebut sudah lama diamati sebagai salah satu gejala yang muncul akibat sebagian besar masalah kesehatan mental. Pada proses tidur, ada empat tahap yang akan dilalui tubuh sebelum akhirnya terlelap dengan sempurna. Saat tubuh mencoba tidur, suhu tubuh akan menurun, otot menjadi rileks, dan detak jantung serta pernapasan melambat. Tahap terdalam dari fase ini menghasilkan perubahan fisiologis yang nantinya akan membantu fungsi sistem kekebalan tubuh. Berikut peran tidur dalam menjaga kesehatan fisik dan mental: \n\n \n\n \n Memperbaiki sel-sel tubuh \n \n\n Tidur merupakan waktu yang ideal bagi tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak akibat paparan lingkungan yang buruk maupun kelelahan setelah aktivitas harian. Selama tidur, tubuh akan memproduksi hormon pertumbuhan yang membantu memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak serta memperkuat tulang dan otot. Oleh karena itu, kurang tidur dapat menyebabkan proses pemulihan tubuh menjadi terganggu, sehingga tubuh menjadi rentan terhadap berbagai penyakit dan infeksi. \n\n \n\n \n Memperkuat sistem kekebalan tubuh \n \n\n Tidur juga memiliki peran penting dalam memperkuat sistem kekebalan tubuh. Selama tidur, tubuh akan memproduksi protein yang disebut sitokin yang berperan dalam memerangi infeksi dan peradangan dalam tubuh. Selain itu, tidur juga membantu meningkatkan jumlah sel-sel imun dalam tubuh sehingga dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya berbagai penyakit. \n\n \n\n \n Membantu proses pemulihan setelah aktivitas fisik maupun mental \n \n\n Tidur juga memiliki peran penting dalam membantu proses pemulihan setelah aktivitas fisik maupun mental. Setelah melakukan aktivitas fisik, tubuh memerlukan waktu untuk memperbaiki otot yang rusak dan mengisi ulang energi yang hilang. Sedangkan setelah aktivitas mental yang melelahkan, tidur akan membantu mengembalikan konsentrasi dan fokus sehingga seseorang dapat lebih produktif di keesokan harinya. \n\n \n\n \n Menjaga kesehatan mental \n \n\n Tidur juga memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan mental seseorang. Kurang tidur dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan gangguan suasana hati. Selama tidur, otak akan memproses informasi yang telah diterima selama aktivitas harian serta membersihkan racun-racun yang terbentuk di dalam otak. Oleh karena itu, tidur yang cukup dapat membantu menjaga kesehatan mental dan mencegah terjadinya berbagai masalah kesehatan mental. \n\n \n\n Dalam kesimpulannya, tidur memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan fisik dan mental seseorang. Kurang tidur dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, sehingga sangat penting bagi setiap orang untuk memperhatikan kebutuhan tidur mereka dan mengusahakan untuk mendapatkan tidur yang cukup setiap harinya. Konsultasi masalah kesehatan Sahabat Hermina di RSU Hermina Pandanaran. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Manado<\/a><\/li>
- 29 Mei 2023<\/li><\/ul><\/div>
Eating Disorders: Mengenal Perilaku Gangguan Makan<\/a><\/h3>
Eating disorders adalah kondisi perilaku yang ditandai dengan gangguan makan yang berhubungan erat dengan kesehatan mental. Eating disorders dapat mempengaruhi kondisi kesehatan secara menyeluruh melingkupi kesehatan secara fisik, mental, maupun social. \n\n Perilaku gangguan makan ini diderita oleh 5% populasi dunia, kebanyakan penderita eating disorder berada di umur dewasa muda dan banyak diderita oleh wanita. Namun perilaku gangguan makan ini juga diderita oleh pria dan dapat dialami oleh semua umur. \n\n Gangguan makan berkaitan erat dengan pola makan, perubahan berat badan, dan perilaku cemas terhadap makanan. Beberapa penderita gangguan makan menolak untuk makan dan ada juga yang makan dengan jumlah yang banyak. Para penderita gangguan makan ini tidak dapat mengontrol pikiran dan respon mereka terhadap makanan. Hal ini didasarkan pada rasa cemas yang dirasakan secara mental maupun emosional dari penderita. \n\n Beberapa jenis gangguan makan (eating disorders): \n\n \n Anorexia Nervosa \n \n\n Anoreksia ditandai dengan perilaku dimana seseorang membatasi asupan makanan untuk masuk kedalam tubuh. Tidak jarang, penderita anoreksia dengan sengaja membiarkan dirinya kelaparan dengan tujuan penurunan berat badan yang membuat dirinya lebih kurus. Penderita anoreksia memiliki obsesi untuk terlihat kurus, meskipun berat badan penderita sudah dibawah normal. Anoreksia menyebabkan penderita mengalami gangguan pada siklus haid bagi wanita, malnutrisi, dehidrasi, kerontokan rambut, constipasi, mudah lelah, stress, dan depresi. \n\n \n\n \n Bulimia Nervosa \n \n\n Bulimia adalah perilaku ketika seseorang makan dengan jumlah yang banyak dan dengan intensitas yang sering, namun takut untuk mengalami kenaikan berat badan. Penderita bulimia memilih untuk memuntahkan kembali makanan yang sudah dimakan. Bahkan ada penderita yang sengaja menyiksa dirinya dengan olahraga berlebihan, dan puasa dengan jumlah jam yang tidak dapat dikontrol. Biasanya penderita bulimia tidak banyak diketahui orang sekitarnya karena penderita bulimia biasanya memiliki berat badan yang normal. Namun, penderita bulimia dapat dilihat gejalanya lewat seringnya pergi ke toilet tepat setelah makan, radang di tenggorokan akibat seringnya memuntahkan makanan. Penderita bulimia dapat memiliki gangguan kesehatan di bagian lambung dan tenggorokan akibat perilaku memuntahkan makanan. \n\n \n\n \n Binge-eating disorder \n \n\n Penderita binge-eating disorder memiliki kesulitan untuk mengontrol pola makan. Mereka mengonsumsi makanan dengan porsi besar, biasanya mereka makan sampai terlalu kenyang, selalu makan meskipun tidak merasa lapar. Namun berbeda dengan penderita bulimia, mereka tidak memiliki keinginan untuk mengeluarkan makanan dari tubuhnya. Penderita binge-eating disorder biasanya mengalami depresi akibat rasa malu karena makan dengan porsi yang banyak. Penderita jenis gangguan makan ini dapat mengalami komplikasi kesehatan seperti obesitas, diabetes, hipertensi, dan gangguan pada jantung. \n\n Perilaku gangguan makan memang erat hubungannya dengan kesehatan mental. Oleh karena itu, perawatan untuk penderita gangguan makan harus dapat menangani seluruh komplikasi yang ada, yaitu secara psikologis, maupun secara fisik. Selain menangani kebutuhan gizi ideal, para penderita gangguan makan dapat dilatih untuk mengubah kebiasaan makan secara sehat, baik pola makan maupun asupan makanan. Sehingga penderita ganguan makan dapat memulihkan kesehatan secara fisik, emosional, dan psikologis. \n\n Jika anda atau orang-orang terdekat sedang mengalami masalah gangguan makan, segera hubungi dokter kesayangan di RS Hermina terdekat yaa! \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 24 Mei 2023<\/li><\/ul><\/div>
Body Dysmorphic Disorder, Kondisi Apa itu?<\/a><\/h3>
Apakah Sahabat Hermina melihat ke cermin dan terpaku pada jerawat atau bekas luka atau cacat lain yang Anda lihat pada kulit Sahabat Hermina? Atau apakah Sahabat Hermina khawatir hidung Sahabat Hermina terlihat aneh atau bagian lain dari tubuh terlihat kurang enak dilihat? \n\n Body dysmorphic disorder (BDD) adalah gangguan mental yang berbeda di mana seseorang disibukkan dengan cacat fisik yang dibayangkan atau cacat kecil yang sering tidak dapat dilihat orang lain. Akibatnya, orang dengan kelainan ini melihat diri mereka "jelek" dan sering menghindari paparan sosial atau beralih ke operasi plastik untuk mencoba memperbaiki penampilan mereka. \n\n Ketika pikiran dan perasaan ini memakan waktu dan menyebabkan tekanan emosional yang signifikan (seperti kecemasan, kesedihan, atau kesadaran diri) dan/atau masalah signifikan dalam kehidupan sehari-hari Sahabat Hermina — inilah gangguan dismorfik tubuh. Selain itu, pada titik tertentu, orang dengan BDD juga terlibat dalam perilaku kompulsif berulang yang berlebihan (seperti membandingkan dengan orang lain atau memeriksa cermin atau berdandan secara berlebihan) sebagai tanggapan atas masalah penampilan. \n\n BDD adalah gangguan kronis (jangka panjang) yang mempengaruhi pria dan wanita secara setara. Biasanya dimulai selama masa remaja atau awal masa dewasa. \n\n BDD memengaruhi cara Sahabat Hermina melihat diri sendiri dan perasaan tentang penampilan, dan gejalanya dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Beberapa yang paling umum termasuk (namun tidak terbatas pada): \n\n \n Menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan setidaknya satu hal tentang tubuh Sahabat Hermina yang menurut Sahabat Hermina kurang enak dilihat, meskipun orang lain mengatakan itu tidak signifikan atau tidak menyadarinya. Ini juga dapat menyebabkan Anda membandingkan penampilan Anda dengan penampilan orang lain. \n Merasa terdorong untuk berulang kali melihat atau memeriksa penampilan Anda (menggunakan cermin, permukaan reflektif seperti jendela atau meminta umpan balik dari orang lain). Di sisi lain, beberapa orang mungkin secara aktif menghindari foto atau melihat bayangannya untuk menghindari kesusahan yang mereka rasakan saat melihat penampilan mereka sendiri. \n Sering mengubah penampilan (tanning, mengubah gaya rambut, mengganti pakaian, dll.). \n Sering berfoto selfie (foto diri sendiri yang Anda ambil dengan smartphone) untuk memeriksa penampilan, atau menggunakan aplikasi/filter foto untuk menyembunyikan atau mengubah hal-hal yang tidak Anda sukai tentang penampilan Anda. \n Merasa takut atau cemas karena mengira orang lain menatap, menilai, atau mengolok-olok hal-hal yang tidak di sukai tentang tubuh atau penampilan. Beberapa orang mengalami serangan panik saat melihat hal-hal yang tidak mereka sukai tentang tubuh mereka di cermin atau permukaan reflektif. \n Merasa malu atau muak dengan tubuh atau penampilan, terutama hal-hal spesifik yang menurut Sahabat Hermina bermasalah. Beberapa kata paling umum yang digunakan orang dengan BDD untuk menggambarkan diri mereka atau bagian tubuh mereka termasuk "jelek", "mengerikan", "tidak normal", atau "tidak menarik". \n Perilaku perawatan kompulsif yang berbahaya, seperti mencabut atau menarik rambut (trikotilomania) atau mengorek kulit (dermatillomania). Ini adalah kondisi kesehatan mental terpisah yang berbeda dari BDD, dan mereka memiliki pendekatan pengobatan yang berbeda. \n Menghindari situasi di mana orang mungkin memperhatikan hal-hal yang tidak di sukai dari diri Sahabat Hermina. Hal ini dapat mengganggu aktivitas kerja atau sekolah, atau menyebabkan Sahabat Hermina menghindari pertemuan sosial. \n Prosedur medis berulang, seperti operasi kosmetik, untuk mencoba "memperbaiki" hal-hal yang tidak di sukai dari penampilan. \n Pikiran menyakiti diri sendiri atau bunuh diri karena penampilan. \n \n\n Jika Sahabat Hermina mengalami gejala body dysmorphic disorder, menyakiti diri sendiri atau orang lain, cemas berlebihan akan penampilan, segera hubungi dokter kesayangan Sahabat Hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 27 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
Kelola Emosi dan Tingkatkan Suasana Hati<\/a><\/h3>
Manajemen emosi adalah seperangkat keterampilan yang dapat membantu bereaksi secara konstruktif terhadap orang atau peristiwa. Mempelajari cara mengelola emosi dapat bermanfaat bagi karier dengan membantu membuat pilihan rasional dan mengembangkan hubungan dengan orang lain. Meningkatkan keterampilan manajemen emosi mungkin membutuhkan waktu dan usaha, tetapi dapat memberikan hasil positif dalam kehidupan profesional. \n\n Jadi, apa strategi terbaik untuk mengelola emosi? Dan bagaimana kita menghindari ledakan reaktif dan mengelola emosi secara efektif saat ini? \n\n \n Tersenyumlah untuk membuat diri merasa baik. Temukan cermin, buatlah itu menyenangkan. Jika awalnya terasa tidak benar, Anda akan segera menertawakan diri sendiri dan merasa lebih baik secara alami. Otot yang kita gunakan untuk tersenyum akan memberi tahu otak bahwa kita bahagia. Lakukan setidaknya selama 30 detik. \n Tersenyumlah untuk membuat orang lain merasa baik. Ciptakan koneksi itu, buka komunikasi, picu sel-sel otak positif yang membuat kita mengalami empati terhadap orang lain. \n Bangun dan bergerak. Melompat-lompat. Penting untuk menggerakkan kelenjar getah bening kita untuk mengeluarkan racun dari tubuh kita. Gerak agar aliran darah lebih lancar dan membuat hormongembira keluar. Sekali lagi, ini akan memberi tahu otak kita bahwa kita bahagia dan membuat kita merasa lebih baik. Bangun dari meja Anda secara teratur. \n Periksa dengan tubuh. Lakukan pemindaian tubuh. Catat di mana Anda menahan ketegangan dan fisiologi Anda secara keseluruhan. Kaitkan ketegangan dan perubahan ini dengan emosi yang Anda rasakan untuk mulai memahami di mana dan bagaimana berbagai emosi memengaruhi Anda. \n Hilangkan ketegangan secara fisik. Jika Anda merasa tegang di lengan, goyangkan lengan Anda; jika Anda merasa sesak di dada, regangkan, dan kembangkan atau tarik napas dalam-dalam. \n Bernapas. Ambil 6 napas diafragma dalam-dalam. Tubuh kita tidak dapat mempertahankan kemarahan melalui pernapasan dalam. Biarkan paru-paru bagian bawah memiliki oksigen untuk melewati tubuh dan otak Anda. Ini akan menenangkan Anda dan membanjiri Anda dengan oksigen. Anda mungkin merasa geli. Lakukan setidaknya selama 60 detik. \n Berbicara dengan seseorang. Ekspresikan perasaan Anda untuk mulai menyelesaikan situasi. Curhat ke teman atau kolega daripada menekan emosi. \n Lepaskan dan libatkan kembali emosi. Memarkir emosi yang menantang untuk dihadapi nanti, bukan hanya menghindarinya. Akui dan terima perasaan tersebut kemudian gunakan kecerdasan emosional Anda untuk membantu membangkitkan emosi yang lebih bermanfaat. \n Beri label pada emosi Anda. Bagian otak yang dapat memberi label atau nama emosi adalah bagian yang sama yang 'merasakan' emosi tersebut. Pelabelan terbukti mengurangi intensitas. Hanya dengan mengatakan "Saya merasa marah" Anda sebenarnya merasa kurang marah. \n Beri label emosi untuk orang lain. Kita sering dapat melucuti situasi yang bermuatan emosional dengan mengakui apa yang orang rasakan. “Saya merasakan Anda marah; bisakah kamu memberitahuku bagaimana perasaanmu?” Hal ini mendorong orang lain untuk mempertimbangkan dan melabeli emosi mereka dengan lebih akurat: "Ya, saya merasa marah" atau "Tidak, saya tidak marah, saya kesal". \n \n\n Pahami bahwa emosi negatif dan positif itu penting. \n\n Manusia suka mengekspresikan kegembiraan dan cinta. Tapi, sepertinya hal yang tepat untuk menyingkirkan emosi negatif. Sahabat Hermina mungkin dibesarkan dengan gagasan bahwa menunjukkan kemarahan, rasa malu, atau frustrasi adalah tidak boleh, jadi Sahabat Hermina menyingkirkan perasaan ini. Memendam emosi Sahabat Hermina tidak akan membuatnya hilang—sebenarnya, kemungkinan besar hanya akan bertambah buruk. Emosi yang ditekan dapat berkontribusi pada kondisi kesehatan mental seperti kecemasan atau depresi. \n\n Psikoterapi yang intinya pengobatan dengan cara-cara psikologis seperti terapi perilaku, terapi kognitif dan relaksasi juga sangat diperlukan. Psikoterapi sudah terbukti secara ilmiah dapat membantu proses penyembuhan pasien dan mampu mengatasi masalah-masalah pasien ketika pasien sudah tidak memakai obat lagi. \n\n Jadi jangan takut untuk ke dokter spesialis kedokteran jiwa untuk berkonsultasi. Satu hal penting yang perlu diingat bahwa gangguan jiwa baik itu skizofrenia, depresi atau kecemasan yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan kerusakan otak. Keadaan ini dapat membuat orang yang menderitanya mengalami penurunan fungsi berpikir yang berat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciputat<\/a><\/li>
- 12 Oktober 2022<\/li><\/ul><\/div>
Kapan Saatnya Harus Konsultasi ke Psikiater?<\/a><\/h3>
\n\n Sahabat Hermina, masih banyak masyarakat yang memiliki stigma negatif jika ingin berkonsultasi dengan Psikiater atau Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa. Padahal, sama halnya dengan kesehatan fisik, kesehatan jiwa juga butuh pertolongan dan berakibat buruk jika tidak segera ditangani. \n\n “nanti orang berpikir saya gila” \n\n “saya malu dan takut menceritakan permasalahan saya, itu aib yang orang lain tidak seharusnya tahu” \n\n “keluarga dan teman-teman mengatakan saya tidak usah lebay… hanya kurang beriman dan kurang berdoa” \n\n “tidak diperiksa, hanya ngobrol” \n\n “saya takut jika kecanduan obatnya” \n\n “saya tidak tahu alasan saya dirujuk ke psikiater oleh dokter saya, padahal saya memiliki keluhan fisik” \n\n Kalimat di atas adalah beberapa bentuk ketakutan seseorang saat hendak berobat ke psikiater. \n\n Tidak jarang stigma berobat ke psikiater merupakan pasien “gila” yang diidentikkan dengan jalan telanjang di jalan, membahayakan orang lain dengan mengamuk, tampak bicara sendiri. Padahal ada banyak jenis gangguan kejiwaan seperti: \n\n \n \n Skizofrenia \n \n \n Depresi \n \n \n Bipolar \n \n \n Gangguan cemas \n \n \n Gangguan kepribadian \n \n \n Adiksi \n \n \n Gangguan mental yang disebabkan kerusakan otak dan penyakit fisik \n \n \n Gangguan makan \n \n \n Gangguan belajar \n \n \n Gangguan emosi dan perilaku \n \n \n Reaksi terhadap stres berat dan gangguan penyesuaian juga masuk dalam jenis gangguan jiwa \n \n \n\n Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa. Hal ini dipengaruhi faktor biologi, psikologi dan lingkungan sosial. Psikiater akan menggali kondisi-kondisi ini dengan wawancara maupun pemeriksaan lain, sehingga keterbukaan dan pemberian informasi yang jujur dan benar akan sangat membantu penegakan diagnosa maupun pemberian terapi. \n\n Terapi yang diberikan psikiater dapat berupa psikofarmaka (diberikan obat) dan atau non psikofarmaka (diberikan psikoterapi) sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Perlu kerjasama antara dokter, pasien dan keluarga sehingga obat diminum sesuai dosis dan tepat waktu, juga komitmen untuk mengikuti sesi psikoterapi. \n\n Hal penting lainnya adalah perlunya setiap orang memiliki dan membangun kesadaran (awareness) saat keadaan mental mulai mengganggu kehidupan pribadi dan sosial maupun kondisi tubuh. Mengapa? Karena kita hanyalah manusia. Seseorang berani datang ke psikiater karena sadar bahwa yang dialaminya adalah gejala yang perlu mendapat pengobatan dan layak dipulihkan. \n\n Jadi setelah membaca artikel ini, jangan ada stigma berobat ke psikiater lagi ya Sahabat Hermina! \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pandanaran<\/a><\/li>
- 21 Mei 2022<\/li><\/ul><\/div>
Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental<\/a><\/h3>
Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Mental yang sehat akan membuat pikiran menjadi positif sehingga tubuh akan berfungsi dengan baik secara emosional, psikologis, sosial dan akan mempengaruhi cara berfikir, merasakan, dan berperilaku. Kesehatan mental yang baik juga membantu menentukan cara mengelola stres, berhubungan dengan orang lain, dan membuat sebuah pilihan. Jika kesehatan mental terganggu, pikiran, suasana hati, dan perilaku akan terpengaruh sehingga kondisi fisik dan kualitas hidupmu akan menurun., Untuk mengetahui lebih jauh mengenai kesehatan mental, mari simak artikel berikut. \n\n Kesehatan mental akan berdampak pada kesehatan fisik dan kehidupan sosial. Seperti kata pepatah “di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”, seseorang yang sehat mental terbukti berisiko lebih rendah terkena penyakit kronis, seperti antara lain stroke, diabetes tipe 2, penyakit lambung dan penyakit jantung. Orang dengan mental yang sehat dapat berkomunikasi dengan baik, mudah bergaul, dan memiliki pertemanan yang sehat dan lebih mampu memberikan kontribusi yang positif kepada komunitas atau orang-orang di sekitarnya. \n\n Peringatan Dini saat Kesehatan Mental Terganggu \n\n Kesehatan mental penting di setiap tahap kehidupan, mulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan lanjut usia, sehingga menjaga mental dan pikiran agar tetap sehat adalah bagian penting dari kesehatan dan kesejahteraan kita secara keseluruhan. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap masalah kesehatan mental yaitu faktor biologis, problem psikologis, pengalaman hidup maupun riwayat keluarga. Suatu hal yang normal jika dalam satu fase kehidupan seseorang orang mengalami masalah kesehatan mental karena problem psikososial adalah bagian dari kehidupan manusia, yang lebih utama adalah bagaimana sahabat Hermina mengetahui secara awal / dini jika diri sendiri atau keluarga atau sahabat atau di lingkungan mulai menunjukkan gejala suatu gangguan mental / psikis dan segera berkonsultasi, karena pengobatan gangguan mental / psikis secara awal akan memberikan hasil yang lebih baik daripada jika terlambat berkonsultasi atau berobat. \n\n Jika Sahabat Hermina atau orang yang dikenal mengalami suatu problem psikologis, ada sejumlah perilaku yang menandainya, Mengalami satu atau lebih perasaan atau perilaku berikut ini menjadi tanda awal atau dini kemungkinan adanya gangguan mental : \n\n \n Gangguan atau perubahan pola tidur atau makan ( berkurang / berlebihan ) \n Sulit fokus, menjadi mudah lupa sehingga terjadi penurunan kualitas hidu secara bermakan di kantor (termasuk fungsi sebagai ibu rumah tangga) atau sekolah (nilai akademik menurun). \n Banyak keluhan fisik ( pusing, leher kaku, sesak, linu-linu, perut panas, lemas, mual dll ) yang jika minum obat membaik tetapi kambuh lagi terutama jika sedang stres. \n Overthinking, cemas, khawatir yang berlebihan, takut, gelisah atau bingung \n Emosi menjadi labil, mudah marah, jengkel,atau sedih \n Melukai diri sendiri, membanting barang, berteriak \n Menarik diri dari lingkungan sosial, keluarga dan aktivitas sehari-hari \n Mudah lelah, tidak punya semangat, puus asa \n Merokok dan minum alkohol lebih dari biasanya sampai menggunakan obat-obatan terlarang \n Hubungan dengan keluarga atau teman terganggu. \n \n\n Tips Menjaga Kesehatan Mental \n\n Sahabat Hermina perlu menjaga kesehatan mental sehingga dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan baik dalam keluarga dan masyarakat. Berikut hal yang dapat diterapkan untuk menjaga kesehatan mental: \n\n \n Berusaha selalu berpikiran positif dalam segala situasi dan kondisi \n Hargai diri sendiri, misalnya dengan tidak membandingkan diri sendiri dengan orang lain. \n Perlakukan dirimu seperti halnya memperlakukan orang lain yang disayangi. \n Melakukan kesenangan / hobby adalah cara terbaik mengelola stres untuk diri sendiri, misalnya menulis buku harian, berjalan-jalan, dan berbincang. \n Life style yang baik dan seimbang ( makan sehat, olah raga rutin, tidur cukup, me time ) \n Syukuri segala yang hal dimiliki agar dapat menerima dan mencintaidiri sendiri \n Kembangkan potensi yang dimiliki atau coba hal-hal baru yang belum pernah dilakukan. \n Pelihara hubungan yang baik dengan orang lain. \n Lakukan relaksasi dengan meditasi atau teknik mindfulness. \n \n\n Penting untuk diingat bahwa kesehatan mental merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dan harus dipelihara sebaik mungkin. Lakukan cara menjaga kesehatan mental yang telah dipaparkan di atas agar fisik, psikis, emosi, dan kehidupan sosialmu selalu dalam kondisi yang baik. \n\n Jika Sahabat Hermina merasa mengalami tanda gangguan mental atau memiliki keluarga maupun kerabat yang memiliki masalah ini, jangan malu untuk konsultasi dengan dokter spesialis kesehatan jiwa di RS Hermina Pandanaran. Dengan penanganan yang tepat, gangguan kesehatan mental akan bisa dikendalikan dan dapat menjalani hidup yang lebih berkualitas dan bahagia. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 21 Mei 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 12 Oktober 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 27 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 24 Mei 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 29 Mei 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 16 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 08 September 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 06 Oktober 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 21 Februari 2024<\/li><\/ul><\/div>