- Hermina Kendari<\/a><\/li>
- 17 Oktober 2023<\/li><\/ul><\/div>
Bagaimana Jika Tubuh Tidak Mendapatkan Tidur Yang Cukup?<\/a><\/h3>
Seringkali kita mendengar bahwa banyak diantara kita yang memiliki keluhan tidur yang tidak cukup atau waktu untuk beristirahat yang kurang. Oleh karena itu, perlu kita ketahui bahwa tubuh sangat memerlukan istirahat yang cukup agar tubuh tetap terjaga. Tidur yang cukup merupakan bagian penting dalam menjaga kesehatan dan meningkatkan kekebalan tubuh. Dengan menjaga kebiasaan tidur yang baik, memberikan tubuh peluang terbaik untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dan melindungi diri dari penyakit. \n\n Untuk itu berapa lamakah tubuh membutuhkan tidur dalam sehari? Waktu tidur yang baik ternyata berbeda-beda disetiap orang. Oleh karena itu perlu diketahui berapa lama waktu tidur yang tepat mulai dari bayi hingga lanjut usia. \n\n Kebutuhan tidur berdasarkan uisa anatara lain : \n\n \n Usia 0-1 bulan sekitar 14-18 jam per hari, \n Uisa 1-8 bulan sekitar 12-14 jam per hari \n Usia 18 Bulan -3 tahun sekitar 11-12 jam per hari \n Usia 3-6 tahun sekitar 11 jam per hari. \n Usia 6-12 tahun sekitar 10 jam per hari \n Usia 12-18 tahun sekitar 8,5 jam per hari. \n Usia 18-40 tahun sekitar 7-8 jam per hari. \n Usia 40-60 tahun sekitar 7 jam per hari. \n Usia 60 tahun sekitar 6 jam per hari. \n \n\n Itu artinya bahwa, dengan waktu yang telah ditentukan untuk waktu tidur yang cukup merupakan waktu terbaik bagi tubuh untuk merefresh kembali tubuh agar tubuh tetap stabil dan tetap terjaga dari penyakit. \n\n Dari penjelasan diatas tidak hanya dijelaskan batasan waktu dalam tidur, karena dengan batasan tidur tersebut memiliki manfaat yang besar bagi tubuh. \n\n Manfaat tidur yang cukup \n\n \n Dapat meningkatkan daya ingat, kesadaran diri, dan konsentrasi. \n Dapat meningkatkan kreativitas. \n Dapat meningkatkan energy dan metabolisme tubuh. \n Dapat mengurangi stress yang dialami, karena dengan tidur yang baik dapat meningkatkan mood, konsentrasi, dan performa fisik, sehingga dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih baik. \n \n\n Setelah mengetahui manfaat dari tidur yang cukup, maka kita harus sedini mungkin dapat menerapkan pola tidur yang cukup agar terhindar dari ancaman penyakit akibat dari kurangnya waktu tidur. Jika hal tersebut tidak bisa dilakukan, maka akan berbahaya bagi tubuh seperti hilangnya konsentrasi saat belajar, memperburuk kondisi kesehatan tubuh, kulit terlihat lebih tua, hilang focus saat berkendara, munculnya obesitas, stress yang meningkat, sering lupa. Hal tersebut bisa saja terjadi apabila tidak mendapatkan waktu tidur yang cukup. Oleh karena itu perlu diingat bahwa tubuh yang sehat adalah tubuh yang mendapatkan waktu tidur yang cukup. \n\n Ada beberapa kondisi yang menyebabkan gangguan tidur seperti orang yang sedang dalam keadaan gangguan mental, contohnya, Depresi, Cemas, dan Skizofrenia. Untuk mendapatkan tidur yang berkualitas terutama pada malam hari, ada beberapa tips yang bisa dilakukan yaitu melakukan hal yang menenangkan sebelum tidur. \n\n Tips tidur nyaman dimalam hari \n\n \n Membaca atau melakukan latihan pernapasan \n Membuat dan mengikuti jadwal tidur harian. \n Tidur dikamar yang nyaman dan menghindari suara yang mengganggu jam tidur seperti, jam dinding, suara TV, dan lain-lain \n Mematikan alat-alat elektronik dapat membuat tidur jadi lebih berkualitas karena terhindar dari pancaran radiasi \n Meggunakan cahaya yang minim \n Mengkonsumsi susu hangat \n Menghindari minuman ber alkohol dan kafein yang bisa mengganggu tidur. \n \n\n Jika sahabat hermina megalami gangguan tidur atau kesulitan dalam mendapatkan tidur yang nyenyak, yuk ke RSU Hermina dan konsultasi bersama dokter Psikiater. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Yogya<\/a><\/li>
- 09 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
Bahaya Trend “Self Diagnosis” Siapa Yang Paling Menderita<\/a><\/h3>
Bahaya Trend “Self Diagnosis” \n\n Siapa Yang Paling Menderita \n\n Saat ini banyak sekali beredar video video di media sosial seperti TikTok, Instagram, Youtube, dan lainnya, yang menunjukkan tanda dan gejala dari gangguan jiwa. Hal ini ternyata cukup memengaruhi banyak orang yang merasa bahwa tanda dan gejala itu dirasakannya sehingga mendiagnosis dirinya sendiri dengan gangguan jiwa tertentu atau yang biasa disebut self diagnosis. \n\n Self diagnosis adalah bagaimana kita mendiagnosis diri sendiri terkena suatu penyakit berdasarkan pengetahuan yang dimiliki atau setelah membaca informasi di internet yang berkaitan dengan keluhan tersebut. Padahal informasi yang tersedia di internet seringkali tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medis atau tidak evidence-based medicine. \n\n Semuanya hanya dengan berbekal informasi yang dimiliki diri sendiri. Hal ini bisa berbahaya, karena asumsi tersebut bisa saja salah. \n\n Misalnya, kita berpikir kita mengidap gangguan bipolar, lantaran sering mengalami perubahan suasana hati. Padahal perubahan suasana hati bisa menjadi gejala dari banyak gangguan kesehatan mental yang berbeda. Gangguan kepribadian ambang dan depresi berat adalah dua contoh diagnosis lainnya. \n\n Salah diagnosis bisa berbahaya, karena kamu cenderung mengambil pengobatan yang salah. Risiko mengalami kondisi kesehatan yang lebih parah pun bertambah besar bila sembarangan mengonsumsi obat atau menjalani metode pengobatan yang tidak disarankan dokter. \n\n Salah Persepsi pada Self Diagnosis \n\n · Depresi, tidak sama dengan sedih karena hari yang buruk \n\n · ADHD, tidak sama dengan lebih aktif dari hari biasa dan kurang fokus \n\n · PTSD, tidak sama dengan perasaan jengkel, kecewa karena 1 peristiwa tertentu yang tidak mengenakkan \n\n · Panic Disorder, tidak sama dengan perasaan takut sesaat \n\n · OCD, tidak sama dengan orang serba teratur dan sesuai prosedur \n\n · Bipolar, tidak sama dengan orang yang moody \n\n Alasan Orang Melakukan Self Diagnosis \n\n · Infodemi, banyaknya informasi, berita di internet yang tidak memiliki dasar ilmiah \n\n · Ingin tahu, rasa ingin tahu yang butuh cepat dipenuhi \n\n · Takut ke profesional, kekhawatiran datang ke profesional kesehatan jiwa karena stigma, biaya, dan lainnya \n\n · Tren, adanya romantisme tentang kesehatan jiwa yang sedang tren dan kekinian \n\n Bahaya Melakukan Self Diagnosis \n\n · Under diagnosis, mengabaikan penyakit yang sebenarnya berat sehingga berakibat fatal \n\n · Over diagnosis, menjadi takut dan panik karena merasa sudah terkena penyakit yang berat \n\n · Misdiagnosis, diagnosis yang salah yang berdampak pada penanganan yang salah dan mencari pertolongan ke tempat yang tidak tepat \n\n · Salah terapi, berusaha sendiri mencari terapi yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan \n\n · Stigma dan diskriminasi termasuk self stigma \n\n Ketika dua atau lebih sindrom terjadi bersamaan pada orang yang sama, hal ini disebut komorbiditas. Nah, self-diagnosis menyebabkan seseorang melewatkan komorbiditas yang ada. Itulah bahaya self-diagnosis terhadap kesehatan mental. \n\n Jadi, sebaiknya jangan menjadi dokter bagi diri sendiri dengan melakukan self-diagnosis. Bila kamu mengalami gejala kesehatan tertentu, sebaiknya tanyakan pada dokter mengenai penyebab gejala kesehatan yang dialami. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 06 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
Menjaga Keseimbangan Emosional di Tengah Kesibukan Untuk Kesehatan Mental<\/a><\/h3>
Halo sahabat Hermina, sudah tau kan bahwa Kesehatan mental adalah aspek penting dalam menjaga keseimbangan hidup kita. Di tengah kesibukan yang kita hadapi setiap hari, seringkali kita lupa untuk memberikan perhatian yang cukup terhadap kesehatan mental kita. Padahal, memiliki keseimbangan emosional yang baik sangatlah penting untuk kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup. \n\n Kesehatan mental melibatkan emosi, pikiran, dan perasaan kita. Ini adalah kondisi di mana seseorang mampu mengelola stres, menjaga hubungan yang sehat dengan orang lain, serta memiliki persepsi yang realistis terhadap diri sendiri dan dunia di sekitar mereka. Ketika kesehatan mental kita terganggu, hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan kita, termasuk hubungan personal, produktivitas kerja, dan kualitas hidup secara keseluruhan. \n\n Dalam era yang serba cepat dan sibuk seperti sekarang, stres dan tekanan menjadi hal yang umum dihadapi oleh banyak orang. Menjaga keseimbangan emosional menjadi semakin penting agar kita dapat menghadapi tantangan sehari-hari dengan baik. Berikut ini beberapa alasan mengapa kesehatan mental harus diutamakan: \n\n \n Meningkatkan kualitas hidup: Kesehatan mental yang baik membawa dampak positif pada kualitas hidup kita. Ketika kita memiliki keseimbangan emosional, kita cenderung lebih bahagia, lebih optimis, dan lebih puas dengan hidup kita. Kesehatan mental yang baik juga membantu kita mengatasi rasa cemas, depresi, atau masalah emosional lainnya yang dapat mengganggu kebahagiaan kita. \n Produktivitas yang lebih baik: Kondisi kesehatan mental yang baik dapat meningkatkan produktivitas kerja. Ketika kita merasa tenang dan fokus, kita cenderung lebih efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari. Selain itu, kesehatan mental yang baik juga memungkinkan kita untuk berpikir secara jernih, mengambil keputusan yang tepat, dan menghadapi tantangan dengan lebih baik. \n Hubungan yang lebih sehat: Kesehatan mental yang baik juga berdampak positif pada hubungan personal kita. Ketika kita mampu mengelola emosi dengan baik, kita cenderung lebih bisa berempati, mendengarkan, dan memahami orang lain. Hal ini dapat memperkuat hubungan kita dengan keluarga, teman, dan rekan kerja. Sebaliknya, ketika kesehatan mental terganggu, kita dapat menjadi lebih mudah marah, mudah tersinggung, atau sulit berkomunikasi dengan baik. \n Meningkatkan ketahanan mental: Kesehatan mental yang baik membantu kita menjadi lebih tangguh dalam menghadapi tekanan dan tantangan hidup. Ketika kita memiliki keseimbangan emosional, kita mampu mengatasi stres dengan lebih baik, memiliki ketahanan yang tinggi, dan lebih cepat pulih dari kejadian yang mengganggu. Hal ini penting untuk menjaga kualitas hidup kita dalam jangka panjang. \n \n\n Bagaimana kita bisa menjaga keseimbangan emosional di tengah kesibukan? Ada beberapa langkah praktis yang bisa kita terapkan: \n\n \n Mandiri: Sisihkan waktu untuk diri sendiri setiap hari. Luangkan waktu untuk beristirahat, bermeditasi, berolahraga, atau melakukan aktivitas yang Anda nikmati. Hal ini membantu mengurangi stres dan meningkatkan keseimbangan emosional. \n Jaga pola tidur yang sehat: Tidur yang cukup dan berkualitas sangat penting bagi kesehatan mental. Pastikan Anda memiliki rutinitas tidur yang teratur dan mencukupi agar tubuh dan pikiran Anda dapat pulih dengan baik. \n Komunikasi dan dukungan sosial: Jangan ragu untuk berbagi perasaan dan pikiran Anda dengan orang terdekat. Membicarakan masalah dengan orang lain dapat membantu mengurangi beban emosional dan memberikan perspektif baru. \n Kelola stres: Cari cara-cara yang efektif untuk mengelola stres, seperti olahraga, teknik relaksasi, atau hobi yang menyenangkan. Hindari menumpuk pekerjaan atau terlalu banyak komitmen yang dapat meningkatkan tingkat stres. \n Hindari pembandingan sosial: Jangan membandingkan hidup Anda dengan kehidupan orang lain di media sosial. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidupnya sendiri, dan fokuslah pada kebahagiaan dan pencapaian pribadi Anda. \n \n\n Sahabat Hermina, Kesehatan mental adalah investasi penting bagi kehidupan yang seimbang dan berarti. Jangan lupakan pentingnya menjaga keseimbangan emosional di tengah kesibukan. Dengan merawat kesehatan mental kita, kita dapat meningkatkan kualitas hidup, mencapai potensi penuh, dan menjalani kehidupan yang bahagia dan memuaskan. Namun, jika sahabat Hermina mulai memiliki beberapa tekanan mental yang mengganggu atau stress ada baiknya konsultasi dengan psikolog kepercayaan sahabat Hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Ciruas<\/a><\/li>
- 25 Mei 2023<\/li><\/ul><\/div>
Langkah Tepat Menjaga Kesehatan Mental dan Pikiran di Tempat Kerja<\/a><\/h3>
\n\n Kesehatan mental dan pikiran yang baik merupakan aspek penting dalam menjaga kesejahteraan dan kualitas hidup seseorang. Namun, kadangkala tekanan dan stres di tempat kerja dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kesehatan mental kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga kesehatan mental dan pikiran di area kerja agar dapat tetap berfungsi dengan baik dan merasa bahagia. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk menjaga kesehatan mental dan pikiran di tempat kerja. \n\n 1. Kesadaran akan Kesehatan Mental \n\n Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental di tempat kerja. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi, seminar, atau program pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan. Dengan adanya kesadaran yang tinggi, kita akan lebih mampu mengenali gejala gangguan mental pada diri sendiri ataupun rekan kerja dan mencari cara untuk mengatasinya. \n\n 2. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung \n\n Menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesehatan mental adalah faktor penting dalam menjaga kesejahteraan karyawan. Perusahaan dapat mempertimbangkan untuk menyediakan fasilitas seperti area relaksasi atau ruang meditasi yang dapat digunakan karyawan untuk mengurangi stres. Adanya fasilitas umum seperti sarana olahraga dan sarana ibadah juga dapat mendukung terciptanya lingkungan kerja yang sehat secara mental. Selain itu, pengaturan tugas dan beban kerja yang seimbang juga perlu diperhatikan guna menghindari terjadinya kelelahan atau kejenuhan. \n\n 3. Komunikasi Terbuka \n\n Komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan sangat penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat secara mental. Para karyawan harus merasa nyaman untuk berbicara tentang masalah atau stres yang mereka hadapi tanpa takut mendapat stigma atau hukuman. Atasan juga perlu mendengarkan dengan empati dan memberikan dukungan yang tepat kepada karyawan yang mengalami kesulitan. \n\n 4. Pemisahan Antar-Waktu Kerja \n\n Salah satu tantangan yang dihadapi oleh banyak karyawan adalah kesulitan memisahkan antara waktu kerja dan waktu pribadi. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan batasan yang jelas antara keduanya. Setelah jam kerja selesai, berusahalah untuk tidak terlalu banyak memikirkan pekerjaan atau memeriksa email. Manfaatkan waktu luang untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan atau beristirahat sepenuhnya. Ini akan membantu mengurangi stres dan memberikan waktu yang cukup untuk memulihkan energi. \n\n 5. Keseimbangan Kerja-Hidup \n\n Mencapai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi sangat penting untuk menjaga kesehatan mental dan pikiran yang sehat. Usahakan untuk mengalokasikan waktu yang cukup untuk kegiatan di luar pekerjaan seperti bersosialisasi dengan keluarga dan teman, berolahraga, atau melakukan hobi yang disukai. Ini akan membantu mengurangi stres dan memberikan kesempatan untuk me-refresh pikiran. \n\n 6. Mengenali Tanda-Tanda Stres \n\n Ketika bekerja, penting untuk mengenali tanda-tanda stres yang muncul. Tanda-tanda tersebut bisa berupa perubahan pola tidur, penurunan produktivitas, perubahan nafsu makan, perasaan cemas yang berlebihan, atau gejala fisik seperti sakit kepala atau gangguan pencernaan. Dalam menghadapi tanda-tanda ini, penting untuk berbicara dengan seseorang yang dipercaya seperti teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental. \n\n \n\n Menjaga kesehatan mental dan pikiran di area kerja adalah tanggung jawab bersama antara individu, perusahaan, dan rekan kerja. Dengan mengedepankan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan menerapkan langkah-langkah di atas, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung dan menjaga kesejahteraan pikiran kita. Dalam jangka panjang, hal ini tidak hanya akan menguntungkan individu secara pribadi, tetapi juga akan meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja di tempat kerja. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Yogya<\/a><\/li>
- 08 Februari 2023<\/li><\/ul><\/div>
KENALI TANDA FEAR of ABANDONMENT<\/a><\/h3>
KENALI TANDA \n\n FEAR of ABANDONMENT \n\n Takut ditinggalkan berarti suatu kondisi yang terjadi akibat pengalaman buruk atau tekanan berat di masa lalu. Rasa takut kehilangan tidak terjadi pada intensitas biasa, orang dengan kondisi ini bahkan bisa mengalami rasa takut yang luar biasa ditinggal oleh orang terdekatnya. Orang dengan kondisi ini tidak mungkin memiliki hubungan yang sehat. \n\n Pengalaman buruk di masa lalu bisa membentuk seseorang menjadi sosoknya saat ini. Termasuk bagi orang yang mengalami fear of abandonment atau ketakutan ditinggalkan. Bukan hanya sekadar takut atau kecewa biasa, orang yang mengalaminya akan merasakan ketakutan luar biasa jika orang terdekatnya akan pergi. \n\n Ini semua berakar dari pengalaman traumatis di masa lalu, entah itu saat masih kecil atau terlibat dalam hubungan pelik saat beranjak dewasa. Ketika seseorang merasakan fear of abandonment, mustahil untuk bisa menjalani hubungan dengan sehat. Hampir sama seperti pistanthrophobia, hanya saja ini lebih pada ketakutan merasa kehilangan. \n\n Gejala Fear of Abandonment : \n\n Orang yang mengalami ketakutan ditinggalkan akan mengalami beberapa gejala seperti: \n\n \n Sensitif terhadap kritik \n Sulit percaya kepada orang lain \n Sulit memulai hubungan pertemanan baru \n Sangat menghindari berpisah dengan orang terdekat \n Menghindari penolakan \n Mengulang hubungan asmara yang tidak sehat \n Sulit berkomitmen dalam sebuah hubungan \n Sekuat tenaga berusaha menyenangkan orang terdekat \n Menyalahkan diri sendiri ketika situasi berjalan tak sesuai ekspektasi \n Memaksakan hubungan yang tidak sehat \n \n\n Penyebab Fear of Abandonment : \n\n Seperti yang disinggung di atas, fear of abandonment bisa terjadi karena pernah ditinggalkan baik secara fisik maupun emosional di masa lalu. Contohnya, anak kecil yang orang terdekatnya meninggal dunia, ditelantarkan orangtua, atau ditolak dari lingkungan pertemanan. \n\n Faktor lain seperti melihat langsung orang terdekat mengalami sakit berkepanjangan atau dikhianati pasangan juga bisa menjadi pemicu seseorang mengalami fear of abandonment. \n\n Jenis-jenis Fear of Abandonment : \n\n Emosional \n\n Semua orang memiliki kebutuhan emosional. Jika tidak terpenuhi, kamu mungkin merasa tidak dihargai, tidak dicintai, dan terputus. Akibatnya, akan merasa sangat sendirian, bahkan saat menjalin hubungan dengan seseorang yang hadir secara fisik. \n\n Perpisahan masa kanak-kanak \n\n Sering terjadi untuk melatih anak-anak lebih mandiri dengan meninggalkan mereka untuk sementara waktu. Mereka mungkin menangis dan menolak untuk berpisah dengan orang tua, dan mereka akab bahagia ketika orang tuanya datang lagi. Inilah situasi sulit fear of abandonment bagi anak-anak terutama usia 3 tahun ke bawah. \n\n Masalah hubungan romantis \n\n Saat menjalin hubungan romantis dengan pasangan, menjadi tergantung dan membiarkan dirimu rentan dalam suatu hubungan. Fear of abandonment membuatmu memiliki masalah kepercayaan, curiga, dan terlalu khawatir tentang harmonisnya suatu hubungan. Pada akhirnya, ketakutanmu dapat menyebabkan pasanganmu mundur. Ini dapat melanggenggkan rasa takutmu di kemudian hari. \n\n Rasa takutmu tetap bisa diatasi dan sembuh. Jadi, ingatkan dirimu tentang kualitas positif yang menjadikanmu teman, anak, dan pasangan yang baik. Berusahalah untuk mempertahankan hubungan dan membangun jaringan dukunganmu. Tujuannya, meningkatkan harga diri dan rasa memiliki dalam dirimu. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Yogya<\/a><\/li>
- 19 Januari 2023<\/li><\/ul><\/div>
Cara Cegah Serangan Panik <\/a><\/h3>
Cara Cegah Serangan Panik \n\n Merasa gugup atau perasaan tidak nyaman yang berlebihan ketika menghadapi situasi yang menegangkan sangatlah lazim terjadi. Bahkan beberapa orang sampai merasakan sesak nafas, jantung berdebar kencang, mual, bahkan rasa ingin pingsan. Jika Sahabat Hermina pernah mengalami itu semua kemungkinan Sahabat Hermina mengalami serangan panik. \n\n Serangan panik adalah perasaan takut dan cemas yang sangat hebat. Serangan panik sering kali terjadi ketika seseorang merasa cemas akan sesuatu hal dalam hidupnya atau pernah mengalami sesuatu yang amat sulit dan penuh stres. \n\n Serangan panik dapat terasa amat menakutkan, khususnya bagi anak-anak, tetapi biasanya dapat dihentikan dengan penanganan. Penting untuk diketahui bahwa serangan panik tidak akan menimbulkan cedera dan akan berlalu—meski saat sedang terjadi serangan ini bisa terasa seolah tidak akan berakhir. \n\n Penyebab serangan panik? \n\n Penyebab serangan panik tidak selalu jelas, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Yang diketahui, kepanikan dapat dipicu oleh rasa cemas tentang sesuatu atau saat sedang mengalami situasi sulit dan stres, antara lain: \n\n \n Cemas karena ada pengalaman tidak menyenangkan di rumah atau sekolah \n Stres karena ujian sekolah, masalah pada hubungan pertemanan atau dengan orang terdekat lainya \n Kematian orang terdekat \n Pengalaman mengerikan, seperti penganiayaan atau penelantaran \n Pengalaman yang melibatkan kekerasan \n \n\n Tanda dan gejala serangan panik \n\n Jika mengalami serangan panik, mungkin akan merasa kehilangan kendali terhadap situasi di sekitarnya, takut akan mengalami bahaya fisik, bahkan merasa nyawanya terancam. Reaksi fisik setiap orang terhadap serangan panik dapat berbeda-beda, antara lain: \n\n \n Napas tersengal-sengal, bernapas cepat, atau sulit bernapas \n Kepala terasa ringan atau merasa akan pingsan \n Cahaya terasa lebih terang dan intens \n Detak jantung cepat dan sesak \n Berkeringat lebih banyak dari biasanya \n Kaki gemetar dan lemas \n Mengeluarkan air mata, seperti tidak bisa berhenti menangis \n Merasa terjebak, seperti tidak mampu bergerak \n Kram perut, atau mual \n \n\n Cara Mencegah Serangan Panik : \n\n \n Kenali tandanya \n Bicara dengan diri sendiri \n \n\n Ingatkan diri bahwa saat ini sedang merasa cemas, dan bukan bahaya yang sebenarnya. Yakinkan diri bahwa mampu melewati mengatasi rasa takut secara langsung. Sampaikan sugesti seperti “saya berani” \n\n \n Lakukan pernafasan dalam \n \n\n Serangan panik sering membuat nafas menajdi pendek, kendalikan pernapasan, dengan lakukan letakkan tangan diantara pusar dan bagian bawah tulang rusuk lalu Tarik nafas dalam melalui hidung secara perlahan dan dalam kemudian hembuskan melalui mulut \n\n \n Relaksasi progresif \n \n\n Lakukan Gerakan untuk merilekskan otot – otot tubuh yang tegang \n\n \n Hentikan afirmasi negative \n \n\n Saat serangan panik tiba akan muncul pikiran “Bagaimana Kalau…”terkadang scenario terburuk tidak seburuk yang dibayangkan \n\n \n Luangkan waktu untuk berolahraga \n \n\n Dengan olahraga mampu menenangkan serangan panik dan menurunkan stress \n\n \n Hindari minum kopi, minuman keras dan merokok \n \n\n Kafein dapat membuat gugup, gemetar, terjaga di tengah malam, sehingga pagi badan tidak terasa segar. Alkohol membuat tenang pada awalnya tapi gelisah setelah efeknya menghilang, merokok tentunya membawa efek buruk bagi Kesehatan \n\n Hal – hal diatas dapat dilakukan untuk mencegah Sahabat Hermina terkena serangan panik. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Tangerang<\/a><\/li>
- 16 Januari 2023<\/li><\/ul><\/div>
Gangguan Jiwa, Berbahayakah?<\/a><\/h3>
Apa hal pertama yang muncul di benak saat kita mendengar "gangguan jiwa"? Apa yang anda pikirkan tentang seseorang dengan gangguan jiwa? Apakah takut, menghindari dan menjauh dari mereka? Itulah yang dipikirkan kita, manusia, tentang mereka. Ini adalah stigma. \n\n Menurut Kamus Meriam-Webster, stigma adalah suatu celaan atau tanda aib seseorang. Stigma memiliki konotasi negatif dan mengandung diskriminasi. Stigma dapat menyebabkan penghancuran martabat seseorang dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius. \n\n Bayangkan bila kita memiliki cacat pada kaki, lumpuh, atau buta atau kanker dan orang-orang menatap kita dalam penghinaan dan meremehkan anda. Kemudian, kita akan mulai merasa bahwa kita adalah orang yang memalukan. Kita mungkin akan marah karena kita bukanlah orang yang menginginkan penyakit dan kecacatan ini terjadi, tetapi orang selalu melihat kita seperti anda yang dituduh disalahkan. \n\n Sama saja dengan orang dengan gangguan jiwa. Mereka juga tidak ingin memiliki gangguan itu. Lantas, apa perbedaan antara gangguan jiwa dan penyakit lain? \n\n Gangguan jiwa adalah sindroma perilaku yang secara klinis bermakna yang terjadi pada individu di satu atau lebih area fungsi yang penting. Gangguan jiwa memengaruhi pikiran, emosi, perilaku dan kognisi seseorang sehingga dapat menyebabkan gangguan fungsi seseorang dalam pendidikan, pekerjaan dan atau kehidupan sosial. \n\n Gangguan jiwa sama seperti penyakit lainnya, hanya saja, gangguan jiwa mengenai organ otak yang mengatur “kejiwaan” seseorang. Gangguan jiwa mirip seperti penyakit darah tinggi (hipertensi) atau gula (diabetes mellitus) yang memerlukan pengobatan seumur hidup untuk dapat mengontrol dengan stabil. Faktor risikonya adalah perbedaan utamanya. Tidak ada faktor pasti yang menyebabkan gangguan jiwa, namun penelitian menemukan tiga faktor risiko yang terlibat, yaitu faktor biologi, psikologis dan sosial. \n\n Faktor biologi utama adalah genetik dan ketidakseimbangan neurotransmiter (zat di otak untuk berkomunikasi satu sama lain) di otak. Anak-anak dengan orang tua yang mengalami gangguan jiwa rentan memiliki kelainan serupa. Penelitian terbaru menemukan bahwa individu dengan skizofrenia, depresi berat, gangguan bipolar, autism dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) umum diderita juga pada keturunannya. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa ketidakseimbangan zat kimia di otak seperti dopamin, serotonin, glutamat dan norepinefrin di otak dapat menimbulkan perubahan perilaku yang sering kita temukan pada orang dengan gangguan jiwa. \n\n Kelebihan dopamin diasumsikan menyebabkan halusinasi dan delusi yang sering ditemukan pada skizofrenia. Kekurangan serotonin dan norepinefrin ditemukan berperan dalam depresi. Kelebihan glutamat dan dopamin ditemukan berperan dalam gejala mania bipolar. \n\n Ketidakseimbangan neurotransmiter itu sendiri merupakan tujuan dari pengobatan, yaitu untuk menyeimbangkan ketidakseimbangan zat tersebut di otak. Penelitian juga menemukan bahwa infeksi berat, cedera otak, penyakit ginjal kronis, paparan racun, penyalahgunaan narkoba dan obat juga terkait dengan gangguan jiwa. \n\n Selain faktor biologis, ada faktor psikologis sering terlibat dalam menyebabkan gangguan jiwa. Adanya riwayat pelecehan fisik dan emosional, pengabaian pada masa kanak-kanak dapat menjadi penyebab utama trauma psikologis. Kehilangan figur orang tua terlalu dini juga memaksa seorang anak untuk tumbuh lebih cepat tanpa ada orang yang dapat mengasuhnya dengan baik. Cara didik orang tua mereka juga terkait dengan bagaimana anak memecahkan, mengatasi dan beradaptasi dengan masalah dengan cara yang dewasa atau sebaliknya. Semua ini terkait erat dengan pertumbuhan dan perilaku kepribadian. \n\n Faktor sosial juga tidak terlupa karena seringkali menjadi pemicu terjadinya gangguan jiwa pada individu yang sudah rentan mengalaminya. Stresor tertentu, seperti kematian orang yang signifikan, kegagalan dalam pekerjaan atau sekolah, perceraian, terpaan bencana, atau perubahan keadaan dapat memicu perubahan perilaku yang signifikan. Faktor sosial itu sendiri juga dapat berperan sebagai terapi yang membantu penyembuhan penderitanya. Misalnya, menurut penelitian, bekerja dapat membantu orang dengan gangguan jiwa untuk memperbaiki gejalanya, selain pengobatan. Dapat dikatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa tidak sepatutnya dijauhi dan tidak diberi pekerjaan, melainkan harus dibantu untuk bekerja sesuai kapasitasnya agar dapat mengalami perbaikan. \n\n Mendiagnosis gangguan jiwa tidak semudah penyakit lainnya, seperti tumor atau hepatitis yang dapat didiagnosis melalui tes darah, Computerized Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). Gangguan jiwa berbeda dan tidak dapat didiagnosis dengan cara sesederhana itu. Mendiagnosis gangguan jiwa harus dilakukan dengan hati-hati dengan sebuah wawancara yang sangat teliti untuk mengeksplorasi keseluruhan fenomena dari riwayat gangguan saat ini, riwayat gangguan dahulu dan sejak lahir, juga mewawancarai keluarga terdekat. \n\n Orang awam kebanyakan mengenal depresi, bipolar dan skizofrenia sebagai gangguan jiwa, padahal ada begitu banyak gangguan jiwa yang jarang dikenal seperti gangguan panik, fobia, gangguan cemas, gangguan makan, gangguan tidur, ketergantungan internet, game, obat atau narkoba. Semua ini merupakan gangguan jiwa yang sering dialami banyak orang di sekitar kita saat ini, namun tidak diketahui sebagai gangguan jiwa. Mungkin kita sendiri juga mengalaminya… \n\n Kiranya kita dapat lebih memahami mengenai gangguan jiwa dan perlunya menjauhi stigma yang dapat memperburuk kondisi penderitanya serta membuat orang dengan gangguan jiwa semakin rendah diri. Mari kita bantu penderitanya dengan membawa mereka ke psikiater di rumah sakit Hermina Tangerang dan terus mendukung mereka. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 16 Desember 2021<\/li><\/ul><\/div>
Gangguan Panik<\/a><\/h3>
Merupakan sebuah kondisi berupa sekumpulan gejala berulang yang dapat menyerupai gejala atau keluhan fisik tertentu (yang disebut serangan panik) dalam waktu satu bulan atau lebih, sehingga dapat membuat rasa khawatir akan mengalami serangan kembali walau sedang tidak mengalami gejala fisik (kecemasan antisipatorik). \n\n Seperti apa gejala yang bisa muncul? \n\n Keluhan fisik yang muncul dapat bervariasi namun umumnya melibatkan kondisi fisik otonom, seperti keluhan pada pernapasan, denyut jantung, pencernaan, atau hal lainnya. Orang yang mengalami menjadi merasa khawatir karena merasa seakan sakit berat dari organ-organ terkait yang dirasakan, karena benar-benar terasa mengganggu pada organ tersebut dan terjadi berulang kali. Durasi waktu atau lama tiap kali serangan panik juga dapat bervariasi dari beberapa menit sampai jam. \n\n Contoh keluhan yang muncul dapat berupa merasa sangat sesak dan sulit bernapas, rasa tercekik atau mengganjal di tenggorokan, jantung berdebar-debar, nyeri dada, mual atau muntah, menggigil, berkeringat banyak, gemetar, kesemutan, pusing, pandangan gelap, sampai seakan mau pingsan atau mati pada saat mengalaminya. Hal ini bahkan dapat membuat seseorang berpikir mungkin telah kehilangan akal sehat, karena keluhan tetap muncul berulang, baik dengan atau tanpa pencetus tertentu yang jelas (kadang muncul di situasi yang tenang atau tidak terduga sebelumnya), tanpa ada kenyataan bahaya yang nyata, dan secara fisik didapati hasil pemeriksaan yang relatif sehat atau ringan saja. Orang yang mengalami gangguan ini pun bisa menjadi merasa takut akan situasi atau hal tertentu, atau bahkan menjadi takut bila harus keluar rumah sendirian (agorafobia). \n\n Siapa saja yang dapat mengalaminya? \n\n Gangguan panik dapat dialami baik oleh wanita maupun laki-laki, dengan lebih sering terjadi pada wanita secara proporsi. Berbagai usia dapat mengalami gangguan ini, terutama pada usia dewasa, terlebih yang sedang atau telah mengalami tekanan. \n\n Bagaimana terjadinya dan bagaimana cara mencegahnya? \n\n Penyebab pasti gangguan ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, namun diduga terdapat kondisi zat-zat kimia di otak yang tidak seimbang akibat tekanan atau stres berlebih yang tersimpan atau tidak dapat teratasi dengan optimal. Hal ini kemudian menyebabkan persepsi atau terjemahan yang salah terhadap stimulus atau sensasi yang dirasakan pada tubuh, sebagai sesuatu yang lebih berat dan berbahaya. \n\n Adanya riwayat keluhan serupa sebelumnya, gangguan mental lainnya, gangguan mental di keluarga, mengkonsumsi alkohol berlebihan, serta mengalami pengalaman berat atau drastis merupakan faktor risiko dari gangguan ini. \n\n Beberapa hal yang dapat diusahakan untuk mencegah atau mengurangi keluhan gangguan panik antara lain selalu menjalankan pola hidup yang sehat, berpikir positif, latihan relaksasi, istirahat yang cukup, menghindari zat yang dapat mengganggu kesehatan, menyelesaikan permasalahan yang ada, menjalani kondisi yang ada dengan tenang dan nyaman. \n\n Kapan perlu berobat atau berkonsultasi? \n\n Gangguan panik dapat diatasi, dan dapat menjadi lebih buruk sampai sangat mengganggu kehidupan sehari-hari bila tidak diatasi dengan baik. Pemeriksaan dan penanganan lebih awal oleh tenaga medis profesional, yakni Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, dapat mengurangi intensitas dan frekuensi serangan, membantu meningkatkan kualitas hidup, serta akhirnya mencegah serangan muncul kembali di kemudian hari. \n\n Apabila Anda atau Keluarga ada yang mengalami atau memerlukan bantuan dan informasi lebih lanjut terkait gangguan panik, silahkan dapat berkonsultasi ke Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 16 Desember 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 16 Januari 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 19 Januari 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 08 Februari 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 25 Mei 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 06 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 09 Juni 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 17 Oktober 2023<\/li><\/ul><\/div>