- Hermina Manado<\/a><\/li>
- 30 Januari 2024<\/li><\/ul><\/div>
Penyakit Kusta, Ayo Kita Akhiri Stigma dan Diskriminasi Pada Penderitanya<\/a><\/h3>
\n\n \n\n Penyakit kusta sampai saat ini masih menjadi perhatian seluruh dunia karena sampai ini masih berada diantara kita dan belum dinyatakan bebas, khususnya indonesia berada pada posisi ketiga dari negara dengan kasus kusta terbanyak di dunia setelah india dan brazil. Namun apakah kalian tahu apa itu penyakit kusta ? Kusta atau kadang juga dikenal dengan morbus hansen atau lepra merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae dan menyerang kulit, saraf tepi dan organ lainnya. \n\n Penularan : \n\n \n \n Dapat melalui kontak kulit yang erat dan akan lebih berisiko jika penderita tersebut belum menjalani pengobatan \n \n \n Menularkan juga melalui saluran pernapasan, seperti percikan ludah ataupun dahak yang terpapar terus menerus dalam waktu yang lama \n \n \n Proses penularan bakteri tidak mudah untuk menular ke orang lain karena membutuhkan waktu yang lama \n \n \n\n Namun sahabat hermina perlu waspadai, terdapat beberapa faktor pendukung dari seseorang dapat terkena penyakit kusta yaitu jumlah atau virulensi dari bakteri kusta, daya tahan tubuh seseorang, usia, jenis kelamin, ras, kesadaran sosial dan lingkungan. Penyakit kusta itu sendiri jika tidak dilakukan penanganan dapat menyebabkan kerusakan pada kulit dan juga sistem saraf tepi, mata dan juga organ tubuh lainnya. \n\n Berikut gejala dari penyakit kusta yang sering ditemukan : \n\n \n \n Bercak kulit mati rasa \n \n \n Penebalan saraf tepi \n \n \n Ditemukan kuman tahan asam \n \n \n\n Gejala-gejala dari penyakit kusta tersebut tidak dapat sembuh hanya dengan menggunakan obat kulit biasa dan gejala tersebut kadang tidak dikenali oleh penderitanya dan terkadang dikira hanya cedera ataupun luka biasa, padahal ini dapat memburuk seiring berjalannya waktu hingga menyebabkan kecacatan. Perlu diingat penyakit kusta jika dapat segera dikenali dan melakukan terapi lebih awal sangat berpotensi untuk disembuhkan, maka dari itu kepatuhan dalam pengobatan seperti minum obat teratur setiap hari dan asupan nutrisi. \n\n Berikut ini perilaku 3M yang wajib diterapkan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut : \n\n \n \n Memeriksa mata, tangan dan kaki \n \n \n Melindungi mata, tangan dan kaki \n \n \n Merawat diri \n \n \n\n Jika itu terjadi pada kita ataupun orang sekitar kita, perlu diingat untuk jangan dikucilkan karena stigma di masyarakat tentang kusta akan mengganggu kualitas hidup dari penderitanya. Sehingga sangat penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyakit kusta dan mengakhiri stigma dan diskriminasi kepada orang dengan kusta. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Sukabumi<\/a><\/li>
- 23 November 2023<\/li><\/ul><\/div>
Tidak Selalu Operasi, ini dia Cara Menyembuhkan Keloid<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina tentunya pernah mendengar kata keloid, keloid biasanya timbul disebabkan oleh luka (luka bakar, luka cakar, luka pasca operasi, luka goresan, dan lainnya). Seringkali kita merasa tidak nyaman akan kehadiran keloid. \n\n Keloid adalah pertumbuhan jaringan parut yang terjadi pada kulit disebabkan oleh bekas luka yang berlebihan melebihi batas luka penyebabnya, keloid memiliki bentuk klinis seperti tumor, dimana saat kita meraba bagian keloid akan terasa kenyal dan bahkan bisa juga terasa keras, warna dari keloid umumnya berwarna pink keunguan namun lama kelamaan warna keloid seringkali mengalami perubahan menjadi coklat kehitaman (hiperpigmentasi) dengan permukaan yang mengkilap. \n\n Keloid kadang-kadang menimbulkan rasa gatal dan nyeri, namun tidak sedikit juga keloid tidak disertai keluhan apapun, keloid sering terjadi pada daun telinga, bahu, dada dan bagian kulit lainnya yang memiliki sedikit folikel rambut atau kelenjarnya. Oleh karena itu kulit muka jarang mengalami keloid. Keloid juga lebih sering muncul pada orang berusia di antara 10 hingga 30 tahun \n\n \n\n Penyebab Keloid \n\n Ada beberapa penyebab terjadinya keloid seperti luka bakar, luka bekas operasi, luka tergores, dan luka cakar. Normalnya pada saat mengalami luka, jaringan parut atau fibrosis akan terbentuk di atas kulit yang luka untuk melindungi dan memperbaikinya. Namun pada keloid, jaringan tersebut justru terus tumbuh hingga menebal dan berukuran lebih besar daripada luka itu sendiri. \n\n Para ahli meyakini jika keloid diturunkan secara genetik dalam keluarga. Ini artinya seseorang lebih berpotensi memiliki keloid saat terluka, jika orangtua mereka juga memiliki keloid. Pada beberapa orang, keloid bahkan muncul pada luka kecil seperti jerawat pecah dan luka bekas suntik vaksinasi. Jika Sahabat Hermina memiliki faktor risiko keturunan, disarankan untuk tidak melakukan tindik, tato, atau melakukan prosedur operasi jika kondisinya tidak terlalu mendesak. \n\n \n\n Pengobatan Keloid \n\n Pengobatan keloid bervariasi tergantung lokasi, luas, dan derajat kekerasan lesi keloid. Ada 2 jenis terapi yang dapat dilakukan, yaitu: \n\n 1. Nonbedah \n\n \n \n Penyuntikan obat tertentu (kortikosteroid/5 FU/bleomisin) ke dalam lesi keloid. Dilakukan rutin dalam interval 1-2 minggu. Lama pengobatan bervariasi tergantung respons. \n \n \n Menempelkan perban silikon/balut tekan. Biasanya menjadi bagian dari terapi kombinasi dengan pembedahan atau pencegahan terjadinya keloid pada luka baru. \n \n \n\n 2. Bedah \n\n \n \n Bedah eksisi dengan teknik khusus kombinasi dengan terapi non bedah lain akan menurunkan kemungkinan kekambuhan dengan tingkat keberhasilan terapi yang tinggi. \n \n \n Bedah beku dengan menyemprotkan cairan nitrogen, juga perlu kombinasi dengan terapi lain. \n \n \n Radiasi kedokteran nuklir pun sudah mulai dikembangkan. \n \n \n\n Terapi yang paling banyak dilakukan di rumah sakit berupa terapi non bedah atau kombinasi dengan pembedahan. Setiap terapi keloid memiliki kekhasan pada setiap pasien, Sahabat Hermina dapat berkonsultasi seputar masalah keloid dengan dokter spesialis kulit dan kelamin di RS Hermina terdekat, atau dapat juga melakukan konsultasi secara online melalui aplikasi Halo Hermina, berkonsultasilah dengan dokter untuk menentukan terapi yang tepat dengan risiko kekambuhan yang paling rendah. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Manado<\/a><\/li>
- 22 November 2023<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Lebih Dalam Tentang Cacar Air<\/a><\/h3>
Mengenal Lebih Dalam Tentang Cacar Air \n\n Cacar air atau juga dalam dunia medis disebut dengan varicella merupakan sebuah jenis penyakit kulit yang terjadi disebabkan oleh infeksi virus di dalam tubuh manusia. Infeksi virus ini membuat tubuh penderita timbul lepuhan berisi air atau nanah di seluruh bagian tubuh. \n\n Penyakit cacar air merupakan jenis penyakit kulit menular dan cukup sering terjadi pada anak-anak. Namun tidak dapat dipungkiri, jenis penyakit cacar air juga dapat berjangkit kepada orang dewasa, khususnya jika orang tersebut belum pernah menderita penyakit cacar air. \n\n Selain itu, penyebab varicella juga dikarenakan lemahnya system imun atau daya tahan tubuh lemah. Ibu hamil, bayi, orang lanjut usia pun juga beresiko terkena cacar air. \n\n Virus yang menyebabkan varicella disebut dengan Varicella zoster (VZV), virus ini dapat tersebar ke orang lain lewat kontak langsung dengan penderita, antara lain bersentuhan dengan lepuhan penderita, atau terhirup dengan droplet air liur melalui batuk atau bersin. Selain itu, proses penyebaran virus juga dapat terjadi mulai dari 2 hari sebelum muncul lepuhan dan 6 hari setelah luka dan lesi mengering. \n\n Seseorang yang sudah pernah mengalami cacar air, tubuhnya memiliki kemungkinan besar untuk tidak terpapar karena system kekebalan tubuh sudah mengenal virus yang menyerang tersebut sehingga dapat dengan mudah menangkal virus yang ada. \n\n Tanda-tanda awal dari infeksi virus cacar air dimulai dengan rasa gatal pada sekujur tubuh, demam, rasa lelah, pusing, dan hilang nafsu makan. Disusul kemudian dengan munculnya ruam gatal di kulit, lepuhan yang berisi cairan. Proses penyembuhan infeksi virus varicella membutuhkan waktu sekitar 7 hari sampai 21 hari untuk proses pengeringan lesinya. \n\n Tidak ada hal yang perlu ditakuti secara berlebihan mengenai cacar air, karena penyakit cacar air merupakan penyakit yang bisa sembuh dengan sendirinya. Namun meskipun demikian, cacar air menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang membutuhkan beberapa jenis obat-obatan untuk menurunkan demam dan meredakan rasa gatal yang diakibatkan oleh ruam dan lesi di sekujur tubuh. \n\n Selain itu beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan gejala varicella yaitu mengonsumsi air yang cukup, menjaga kebersihan tubuh, dan tidak menggaruk kulit. \n\n Seseorang dinyatakan sembuh dari cacar air apabila sudah tidak terdapat lenting dan kemerahan di permukaan kulit, dan lenting sudah pecah dan mengering. \n\n Namun, apabila anda ingin memastikan lebih lanjut mengenai penyakit Varessella, anda dapat langsung mengambil waktu untuk control dengan dokter spesialis Kulit di RS Hermina Manado \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Tasikmalaya<\/a><\/li>
- 24 Oktober 2023<\/li><\/ul><\/div>
Cara Atasi Bau Badan Membandel<\/a><\/h3>
Bau badan dapat mengganggu aktivitas karena selain menyebabkan bau tak sedap juga menurunkan rasa percaya diri. Bau badan dalam istilah medis disebut juga bromhidrosis adalah keadaan kronis yang ditandai dengan keluarnya bau tidak sedap secara berlebihan, dideskripsikan dengan bau tengik, apek, dan asam. Kelainan ini umumnya terjadi pada bagian ketiak, namun bisa juga pada telapak tangan dan kaki. \n\n Bau badan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti adanya keringat berlebih dan bakteri di badan. Pada beberapa penderita juga dapat disebabkan oleh benjolan pada ketiak, pengaruh makanan, kegemukan, penyakit gula darah dan obat-obatan tertentu. Makanan yang dianggap dapat mempengaruhi bau badan. Pengaruh genetik juga dapat mempengaruhi kondisi bau badan seseorang. Bau badan tidak sedap ini lebih sering ditemukan pada laki-laki setelah usia pubertas karena kemungkinan aktivitas fisik yang lebih banyak pada laki-laki. \n\n Keluhan bau badan ini umumnya dapat ditegakkan melalui riwayat keluhan dan pemeriksaan oleh dokter. Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus yang diperlukan untuk menentukan suatu gangguan pada bau badan kecuali pada kasus yang memiliki faktor penyakit yang mendasari. Namun, pada pemeriksaan mikroskopis dengan pengambilan contoh jaringan kulit dapat ditemukan peningkatan jumlah dan ukuran kelenjar keringat. \n\n Penderita dengan gangguan bau badan dapat melakukan perawatan dengan menjaga hygiene sanitasi diri seperti dengan melakukan hal-hal berikut : \n\n \n Rajin mandi menggunakan sabun minimal dua kali sehari \n Sering mencuci ketiak, telapak tangan, telapak kaki dan kemudian mengeringkannya \n Menggunakan deodorant dan antiperspirant \n Menggunakan parfum \n Mengganti pakaian yang sudah basah oleh keringat. \n Menghilangkan rambut ketiak dapat mengurangi bau badan karena mencegah berkumpulnya bakteri dan keringat. \n Sabun antiseptik juga dapat digunakan untuk mengurangi keluhan bau badan \n Menghindari makanan yang menyebabkan bau badan seperti bawang-bawangan, rempah-rempah, produk kare serta minuman beralkohol \n Tidak mengkonsumsi obat obatan yang bisa menyebabkan bau badan \n Mengobati infeksi kulit \n Memodifikasi gaya hidup pada penderita dengan penyakit metabolik juga dapat mengurangi keluhan. \n Gunakan teknik relaksasi seperti Yoga. Rasa cemas akibat stres tak jarang memicu timbulnya keringat berlebih sehingga bau badan pun menjadi mudah timbul. \n Menghilangkan bau badan dengan bahan-bahan alami \n \n\n \n Rebusan daun sirih \n \n\n Daun sirih sejak dulu sudah dikenal memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan salah satunya dapat menghilangkan bau badan yaitu dengan cara beberapa lembar daun sirih direbus dengan beberapa gelas air. Air rebusan ini digunakan untuk mandi \n\n \n Baking soda dan lemon \n \n\n Kemampuan baking soda menyerap bau tak sedap dan kemampuan perasan lemon yang membunuh bakteri, bisa mengurangi bau ketiak yang tak sedap dengan cara mencampurkan dua sendok baking soda dengan satu sendok perasan lemon. Aduk hingga membentuk pasta, kemudian oleskan di kulit ketiak dengan gerakan memutar selama 10 menitan baru bilas dengan air bersih. \n\n \n Bunga kecombrang \n \n\n Bunga kecombrang memiliki kandungan antioksidan dan zat-zat lain yang bermanfaat bagi tubuh. Zat-zat tersebut tentunya berguna untuk menghilangkan bau badan tidak sedap. Cara memanfaatkan bunga kecombrang dengan menumbuk kasar bunga kecombrang dan batangnya. Lalu gunakan hasil tumbukan itu sebagai sabun setiap kali mandi. \n\n \n Daun Kemangi \n \n\n Daun kemangi memiliki kandungan minyak atsiri yang dipercaya dapat menghilangkan bau badan. Selain itu kemangi juga dapat berfungsi sebagai antiseptik. Anda bisa mengonsumsi daun kemangi sebagai teh atau lalapan. \n\n \n Lidah Buaya \n \n\n Lidah buaya merupakan sumber antioksidan dan antibakteri yang dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi bau ketiak. Caranya, aplikasikan langsung gel lidah buaya ke ketiak, diamkan semalaman. Saat pagi hari, bilas hingga bersih. \n\n Pengobatan lebih lanjut dibutuhkan bila perawatan di rumah dianggap kurang memberikan hasil. Penderita dapat berkonsultasi pada Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Hermina Tasikmalaya dr. Rizki Hapsari Nugraha, Sp.DV, M.Kes untuk mendiskusikan kondisi tersebut. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Solo<\/a><\/li>
- 26 Juli 2023<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Tentang Gejala,Penyebab Dan Pencegahan Vitiligo<\/a><\/h3>
In general, Vitiligo is a skin disease. Vitiligo is a condition when the skin loses color or pigmentation, so that the skin color becomes pale or white. In conditions like this that cause the skin to look striped because the original skin color will disappear in certain areas. Vitiligo disease cannot be contagious or dangerous. However, often this vitiligo disease makes sufferers less confident because of the appearance of different skin colors and white patches can appear in any area of the body such as on the face, lips, neck, hands, and feet. And vitiligo can occur because the sufferer has an autoimmune disorder. \n\n \n\n The occurrence of early symptoms that appear is spots whose color looks brighter than skin color. Slowly the spot will turn into a pale or white color. The appearance of white patches is not only on the skin of the face, lips, neck, hands and feet but vitiligo can appear on the hair, mouth and eyes. The spots are usually permanent and more susceptible to sunburn. Although they do not cause irritation or rashes, the spots sometimes itch. \n\n \n\n Here are the symptoms of vitiligo, namely: \n\n \n The appearance of spots or patches of light-colored skin, sometimes looking like chalky white \n Widespread skin patches \n Sometimes skin patches itch \n Slowly skin patches can increase in size \n The appearance of gray hair on the hair \n Changes in eye color \n \n\n \n\n Here are some factors that cause vitiligo, namely: \n\n \n Patients experience skin damage, exposed to triggers such as those caused by sunburn \n Factors that occur due to hereditary history \n Patients suffer from other autoimmune diseases, such as diabetes, and hyperthyroidism \n Factors of influence of the environment \n Sufferers experience stress \n Exposure to certain chemicals can cause vitiligo \n \n\n \n\n \n\n Prevention of vilitigo that can be done, namely by: \n\n \n Consume healthy foods and have a nutritious and balanced diet \n Protect the skin optimally by using skin camouflage creams so that it can be protected and can also do skin care \n Can avoid polluted environments by exposure to chemicals derived from paint coatings, heavy metals, and industrial origins \n \n\n \n\n Friends of Hermina, when experiencing the symptoms described earlier. Proper and fast handling can minimize complications that may occur. Then immediately conduct an examination by a Skin Specialist at Hermina Hospital so that appropriate handling and action can be taken according to the skin condition. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Medan<\/a><\/li>
- 29 April 2023<\/li><\/ul><\/div>
Bahaya Cuaca Panas Ekstrim bagi Kesehatan Kulit<\/a><\/h3>
Sinar matahari atau ultraviolet (UV) menjadi bahan alami yang dapat mencukupi asupan vitamin D dalam tubuh. Manfaatnya tak hanya membantu proses pembentukan tulang pada anak. \n\n Pada orang dewasa, paparan sinar UV juga efektif membantu melindungi tulang tetap sehat dan kuat seiring dengan bertambahnya usia. Manfaat lainnya, yakni menjaga kepadatan tulang guna mencegah osteoporosis. \n\n Meski bermanfaat, paparan sinar UV yang ekstrim yang langsung ke kulit dapat memicu masalah kesehatan. Contohnya, munculnya tanda tanda penuaan dini, peningkatan resiko terkena kanker kulit, dan melasma. Jadi, tetap dibatasi paparan sinar matahari ke kulit dan tubuh kita \n\n Bahaya Sinar Matahari bagi Kulit \n\n Paparan sinar UV yang berlebihan dapat merusak serat kolagen dan elastin (lapisan dermis) pada kulit. Dampaknya dapat berupa: \n\n \n Penuaan dini \n \n\n Penuaan dini merupakan dampak yang paling sering terjadi ketika kulit terlalu lama terpapar sinar UV. Paparan sinar matahari dalam jangka panjang dapat menyebabkan, kulit jadi keriput, kendur, dan pori-pori membesar. \n\n \n Risiko kanker kulit \n \n\n Efek jangka panjang lainnya yaitu meningkatkan risiko kanker kulit. Paparan sinar UV yang berlebihan bisa berpotensi menyebabkan materi genetik pada sel kulit. Akibatnya yang terjadi, pertumbuhan sel itu jadi tak terkendali dan menyebabkan terbentuknya kanker. \n\n \n Kulit terbakar \n \n\n Bahaya lainnya, yakni kulit terbakar. Kondisi ini dikenal dengan istilah sunburn. Warna kulit pada masalah ini akan tampak kemerahan, bahkan kecoklatan. Tak hanya itu, kulit jadi terasa perih saat tersentuh. Hal itu berpotensi memicu reaksi inflamasi yang juga menjadi risiko kanker dan penuaan dini. \n\n \n Melasma \n \n\n Melasma terbentuk akibat kelainan pigmentasi akibat paparan sinar UV dalam jangka panjang. Gangguannya ditandai dengan munculnya bercak coklat atau abu-abu di permukaan kulit. Masalah ini dapat membaik seiring dengan waktu. \n\n \n Solar elastosis \n \n\n Solar elastosis atau elastosis aktinik adalah risiko yang terjadi akibat pecahnya jaringan ikat kulit (kolagen dan serat elastin). Jaringan itu terletak di dermis (lapisan tengah kulit). Fungsinya adalah mendukung kekuatan dan fleksibilitas kulit. \n\n Tanda umum dari solar elastosis adalah penebalan kulit. Selain itu, kulit menjadi kendur, kerutan dalam, dan lipatan vertikal. Kondisi ini merupakan akumulasi dari paparan sinar UV jangka panjang dan berlebihan. \n\n \n\n \n Keratosis aktinik \n \n\n Keratosis aktinik atau solar keratosis adalah pertumbuhan prakanker yang berpotensi berkembang menjadi kanker. Gangguan ini perlu mendapatkan pemantauan dan penanganan yang tepat. \n\n Bercak yang muncul pada kulit juga bervariasi, mulai dari titik kecil hingga berukuran satu inci atau lebih. Warnanya juga akan berbeda, berkisar dari terang hingga gelap. Teksturnya keras seperti kulit dan terasa gatal. \n\n \n Kulit jadi menghitam \n \n\n Perubahan warna ini terjadi akibat meningkatnya produksi melanin untuk melindungi kulit dari kerusakan. Akibatnya, kulit yang terpapar sinar matahari menjadi lebih gelap. \n\n \n\n Cara Melindungi Kulit dari Paparan Sinar Matahari \n\n \n\n \n Memakai tabir surya \n Kenakan pakaian tertutup \n Menggunakan pelembab \n Menggunakan kacamata khusus \n Topi bertepi lebar \n Meminimalisir kegiatan diluar ruangan \n \n\n \n\n Jika memiliki keluhan khusus yang terjadi akibat dampak cuaca ekstrim segera periksakan dan konsultasikan kesehatan anda di Rumah Sakit Umum Hermina Medan. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Galaxy<\/a><\/li>
- 30 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
Penanganan Tepat Pada Keloid <\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, Keloid seringkali membuat penderitanya merasa kurang percaya diri. Pasalnya keloid akan timbul dipermukaan kulit dan menebal dengan warna kecoklatan, sehingga akan membuat penderitanya merasa kulitnya kurang estetik. Normalnya saat kulit mengalami cedera dan terluka, jaringan parut atau fibrosa akan terbentuk untuk melindungi dan memperbaiki jaringan pada kulit yang rusak. Keloid dapat tumbuh dibagian tubuh manapun yang mengalami luka atau cedera. Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan seseorang mengalami pertumbuhan keloid seperti, usia, etnis, genetik, hormonal, dan lokasi cedera terjadi. Jika bekas luka menebal menjadi keloid, hal tersebut dapat diatasi dengan beberapa cara seperti: \n\n \n Pembedahan, yaitu pengambilan semua jaringan keloid dan melakukan penutupan \n Penekanan/ Pressure Garment, yaitu pemakaian korset atau alat lainnya untuk menekan daerah timbulnya keloid \n Silicon Gel Sheet/ Silikon Gel, yaitu terapi dengan meletakkan lembaran gel silikon pada area keloid secara terus menerus selama beberapa bulan \n Injeksi Kortikosteroid Intralesi, yaitu melakukan suntikan kortikosteroid intralesi ke jaringan keloid \n Cryotherapy, yaitu terapi membekukan keloid , sehingga keloid mengempis. Perawatan ini efektif dilakukan pada keloid berukuran kecil \n Laser, yaitu tindakan yang dapat mengurangi benjolan keloid dan menyamarkan warna. Seringkali dilakukan bersamaan dengan suntik kortikosteroid \n \n\n Namun Keloid dapat dicegah beberapa cara seperti berikut: \n\n \n Menghindari terjadinya luka. Karena jika terjadi luka, tubuh akan mengalami proses penyembuhan luka. Namun jika proses penyembuhan luka tidak terjadi dengan baik, maka bekas luka tersebut akan timbul menjadi keloid. \n Mengobati luka dengan baik. \n Pada jahitan kulit luka operasi, gunakan benang yang non absorbable. \n Pada saat menjahit luka usahakan agar tidak terlalu tegang untuk merapatkan tepi luka. \n \n\n Sahabat Hermina, Keloid bukanlah penyakit yang berbahaya dan menyakitkan, pasalnya keloid tidak akan berubah menjadi penyakit kanker dan pertumbuhannya pun akan berhenti dengan sendirinya. Namun bekas luka yang menjadi keloid inilah yang dapat menimbulkan masalah hingga memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Oleh karena itu, keloid perlu di cegah dan ditangani dengan tepat. Jika berisiko mengalami keloid, segera konsultasikan dengan dokter spesialis kami di RS Hermina Galaxy. Buat janji dokter jadi lebih mudah melalui aplikasi Halo Hermina dan melalui call center kami di 1500488. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Podomoro<\/a><\/li>
- 10 November 2022<\/li><\/ul><\/div>
Kenali Perbedaan Cacar Air dan Cacar Api yang Mengganggu Kulit <\/a><\/h3>
Cacar air umumnya diderita anak-anak di bawah usia 10 tahun. Namun, pada beberapa kasus, penyakit ini juga dapat diderita orang dewasa. Bahkan pada orang dewasa, gejalanya cenderung lebih berat dibandingkan penderita anak-anak. Cacar air merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Varicella zoster. Itulah sebabnya penyakit ini juga dikenal dengan istilah varisela. Cacar air adalah penyakit kulit yang menular. Virus cacar menular dengan cepat melalui udara saat penderita batuk maupun bersin, serta kontak langsung dari cairan lendir, ludah, maupun dari lepuhan pada kulit. Jadi, tidak ada perbedaan cacar api dan cacar air dari segi penularan. \n\n Ciri khas cacar adalah adanya bentol berisi cairan gatal yang berjumlah banyak. Dalam beberapa waktu, lenting akan pecah dan kering. Namun, bentol yang gatal juga menjadi gejala utama dari herpes zoster atau cacar api. Keduanya memang merupakan penyakit berbeda, tapi saling berkaitan. Nah, bagaimana cara membedakan dua penyakit ini? \n\n \n\n Simak secara lebih lengkapnya pembahasan mengenai perbedaan cacar air dan cacar api ini. \n\n \n\n Keduanya memiliki bentuk gejala utama yang sama-sama mengganggu, ternyata terdapat ciri-ciri lain yang dapat menjadi perbedaan cacar air dan cacar api. \n\n Jika ruam berbentuk bintik merah pada gejala cacar air akan berubah menjadi lenting yang menimbulkan rasa gatal, sedangkan pada cacar api lenting tersebut tidak sekedar menimbulkan rasa gatal tapi juga rasa perih. Ruam pada cacar air biasanya bisa dengan cepat berubah mengering. Waktu penyembuhannya hanya berkisar 1 minggu ditandai dengan keropeng cacar air yang mengelupas atau meninggalkan bekas bekas cacar air yang sulit hilang. \n\n \n\n Sementara cacar api memerlukan waktu yang lebih lama, ruam akan mengering dan hilang dengan sendirinya selama 3-5 minggu. Cacar api (herpes zoster) merupakan sebuah infeksi lanjutan dari virus penyebab cacar air. Jika telah mengalami cacar air, kemungkinan seseorang dapat mengalami cacar api terbilang besar. Perbedaan cacar air dan cacar api juga diperlihatkan melalui penyebaran ruam kulit pada tubuh. Ruam cacar air mulanya di temukan di bagian tengah tubuh seperti wajah dan badan bagian depan. Pada cacar api, ruam cenderung menyebar di salah satu sisi tubuh dengan kumpulan bintik-bintik yang lebih memusat di satu area. Namun, secara bertahap ruam juga bisa muncul pada wajah dan kulit kepala. \n\n \n\n Langkah pencegahan yang cukup efektif dalam menghindari terjadinya cacar adalah dengan menjalani vaksinasi cacar air. Vaksinasi ini dianjurkan untuk anak kecil dan orang dewasa yang belum melakukan vaksinasi. Pada anak kecil, penyuntikan vaksin Varicella atau cacar air pertama dilakukan pada umur 12 hingga 15 bulan, dan penyuntikan lanjutan dilakukan ketika anak berusia 2 hingga 4 tahun. Sedangkan anak yang lebih besar dan dan orang dewasa perlu mendapat 2 (dua) kali vaksinasi, dengan perbedaan waktu setidaknya 28 hari. \n\n \n\n Jika Sahabat Hermina mendapati gejala seperti di sampaikan jangan tunggu nanti, silahkan langsung konsultasi ke Dokter Spesialis Kulit & Kelamin RS Hermina Podomoro. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 25 Juli 2022<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Cacar Monyet (Monkeypox)<\/a><\/h3>
Apa Itu Penyakit Cacar Monyet ? \n\n Cacar monyet atau monkeypox adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan dari binatang (zoonosis). Penyakit ini pertama kali ditemukan pada monyet di Denmark pada tahun 1958. Oleh sebab itu, penyakit ini disebut dengan cacar monyet. Kasus pertama yang terjadi pada manusia dilaporkan pada tahun 1970 di Kongo, Afrika Tengah. \n\n Apa Penyebab Cacar Monyet ? \n\n Cacar monyet disebabkan oleh virus Monkeypox, yaitu virus yang termasuk dalam genus Orthopoxvirus. Virus ini ditularkan dari hewan yang terinfeksi ke manusia. Hewan yang dapat menularkan penyakit ini antara lain tikus, tupai, semua jenis primata, dan prairie dog (semacam binatang pengerat di Amerika). Inang utama dari virus ini adalah binatang pengerat (seperti tikus) \n\n Bagaimana Penularan Cacar Monyet ? \n\n Manusia dapat terinfeksi penyakit ini apabila berkontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, baik melalui gigitan, cakaran, maupun kontak dengan darah ataupun cairan tubuh binatang. Mengkonsumsi daging binatang liar yang terinfeksi juga dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit ini. \n\n Cacar monyet menyebar antarmanusia melalui droplet (percikan liur) yang masuk melalui mata, mulut, hidung, atau kulit. Lesi kulit penderita penyakit ini juga bersifat menular. Penularan juga bisa terjadi melalui benda yang telah terkontaminasi penderita, seperti pakaian, tempat tidur, handuk, dll. Ibu hamil yang terinfeksi juga dapat mengakibatkan janinnya ikut terinfeksi \n\n Bagaimana Gejala Cacar Monyet ? \n\n Gejala cacar monyet akan muncul 5–21 hari sejak penderitanya terinfeksi virus monkeypox. Gejala awal cacar monyet adalah: \n\n \n Demam, Menggigil \n Letih atau lemas \n Sakit kepala \n Nyeri otot \n Pembengkakan kelenjar getah bening, yang ditandai dengan benjolan di leher, ketiak, atau selangkangan \n \n\n Setelah timbul gejala awal, selanjutnya akan timbul ruam atau bintik merah di kulit yang kemudian berkembang menjadi bintil, plenting berair, dan keropeng. Gejala pada kulit ini umumnya berlangsung selama 2 - 4 minggu. Setelah semua keropeng telah rontok, penderita telah memasuki fase penyembuhan, dan tidak menularkan lagi penyakitnya. \n\n Bagaimana Pengobatan Cacar Monyet ? \n\n Hingga saat ini, belum ada pengobatan spesifik untuk cacar monyet. Pengobatan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi dan meredakan gejala yang dirasakan. Penyakit ini umumnya dapat sembuh dengan sendirinya dalam 2–4 minggu. Sedangkan penyebaran cacar monyet dapat dicegah dengan vaksin cacar (smallpox), yang belum tersedia secara umum. \n\n Beberapa negara menggunakan obat antivirus seperti brincidofovir dan tecovirimat untuk mengatasi cacar monyet. Namun data mengenai efektivitas obat-obat ini belum terlalu banyak. Perlu diketahui, penderita cacar monyet perlu mendapatkan perawatan di ruang isolasi untuk mendapatkan pemantauan dari dokter dan mencegah penyebaran penyakit. \n\n Cacar monyet memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi. Meski jarang, penyakit ini tetap dapat menimbulkan komplikasi. Risiko terjadinya komplikasi cacar monyet yang berat lebih tinggi pada anak-anak, orang dengan daya tahan tubuh lemah, serta orang yang tinggal di negara endemis atau daerah dengan sanitasi buruk. \n\n Bagaimana Cara Pencegahannya ? \n\n Pencegahan utama cacar monyet adalah menghindari kontak langsung dengan hewan primata dan pengerat, seperti monyet dan tupai, atau orang-orang yang sedang terinfeksi. Beberapa langkah pencegahan lain yang bisa dilakukan adalah: \n\n \n Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Rajin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer, terutama sebelum memasak atau mengolah makanan, sebelum makan, sebelum menyentuh hidung atau mata, dan sebelum membersihkan luka. \n Menghindari berbagi penggunaan alat makan dengan orang lain, juga tidak menggunakan barang yang sama dengan orang yang terinfeksi cacar monyet. \n Menghindari kontak dengan hewan liar seperti tikus atau primata atau mengkonsumsi daging yg diburu dari hewan liar. \n Memasak bahan makanan, terutama daging, hingga matang. \n Menghindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi atau material yang terkontaminasi. \n Jika Anda memiliki hewan peliharaan yang diduga terinfeksi virus cacar monyet, segera hubungi dokter hewan dan jangan biarkan hewan tersebut berkeliaran. Penting untuk diingat, gunakan sarung tangan dan masker sebelum kontak dengan hewan peliharaan tersebut. \n Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit monkeypox agar segera memeriksakan dirinya jika mengalami gejala \n Petugas kesehatan agar menggunakan APD saat menangani pasien atau binatang yang sakit. \n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Jatinegara<\/a><\/li>
- 27 Januari 2022<\/li><\/ul><\/div>
Mengenal Transplantasi Rambut dan Efek Sampingnya<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, rambut dianggap menjadi salah satu mahkota bagi sebagian orang. Tidak heran jika setiap orang berpacu untuk memiliki rambut yang indah dan sehat. Namun, terkadang meskipun sudah mencoba berbagai cara untuk merawat rambut, masalah kebotakan tak bisa dihindari. Banyak orang yang kemudian memilih untuk melakukan transplantasi rambut. Sebelum melakukan transplantasi rambut, pahami dulu prosedur dan efek samping yang bisa terjadi setelah proses “penanaman rambut” dilakukan. \n\n Apa itu Transplantasi Rambut? \n\n Transplantasi rambut adalah prosedur yang dilakukan untuk mengembalikan rambut pada area kulit kepala yang mengalami penipisan hingga kebotakan. Istilah transplantasi rambut ini sering disebut juga sebagai cangkok rambut atau tanam rambu dan sekali pengerjaan transplantasi rambut yang ditanam memerlukan puluhan helai rambut. \n\n Operasi rambut yang satu ini tersedia dalam berbagai jenis, yaitu: \n\n \n Follicular Unit Strip Surgery (FUSS) : Metode cangkok rambut dengan menyayat kulit pasien yang mengalami kebotakan. \n Follicular Unit Extraction (FUE) : Metode ini yakni mengumpulkan folikel rambut yang terdiri dari satu sampai empat rambut yang masih sehat untuk proses transplantasi di bagian yang mengalami masalah. \n Direct Hair Implantation (DHI) : Metode DHI ini adalah metode baru yang mirip dengan FUE, namun menggunakan alat mirip seperti bolpoin untuk menanamkan rambut. \n \n\n Namun, sebelum melakukan transplantasi rambut, metode yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi kulit kepala pasien. Selain itu, kapan melakukan transplantasi rambut juga menjadi pertimbangan yang penting. \n\n Manfaat Transplantasi Rambut \n\n Tujuan utama prosedur ini tidak lain adalah untuk mengatasi kerusakan rambut. Selain itu, transplantasi rambut juga bermanfaat untuk meningkatkan kepercayaan diri karena dapat mengatasi berbagai kondisi seperti kebotakan pada laki-laki, rambut tipis pada perempuan, dan mengembalikan rambut pada area kulit kepala yang mengalami cedera. \n\n Efek Samping Transplantasi Rambut \n\n Meski banyak manfaat, transplantasi rambut yang ramai dilakukan artis bukan tanpa risiko. Beberapa dari kasus transplantasi rambut menimbulkan beberapa efek samping. Mulai dari pembengkakan kulit kepala, memar di area mata, rasa gatal, infeksi folikel rambut hingga mati rasa pada kulit kepala. Berikut beberapa efek samping yang umum terjadi. \n\n \n Infeksi atau Perdarahan \n \n\n Ketika “tanam rambut” dilakukan, dokter akan membuat sayatan di kulit kepala. Sayatan dibuat untuk mengambil donor rambut dan melakukan penanaman rambut di area kepala yang botak. Sayatan di kepala bisa menimbulkan risiko infeksi atau perdarahan. \n\n \n Gatal \n \n\n Gatal merupakan efek samping transplantasi rambut yang paling umum. Rasa gatal dapat terjadi akibat terbentuknya koreng di area transplantasi. Gatal di kepala umumnya dapat hilang dalam beberapa hari. \n\n \n Sakit \n \n\n Sebelum penanaman rambut dilakukan, dokter akan memberikan obat bius dan obat penenang. Kedua obat tersebut bertujuan untuk meminimalkan rasa nyeri atau sakit ketika bagian kulit disayat. Tidak perlu khawatir akan hal ini. Nantinya, dokter akan meresepkan obat penghilang rasa sakit untuk menghindari nyeri di kepala pasca-operasi. \n\n \n Pembengkakan \n \n\n Pembengkakan merupakan efek samping yang umum terjadi setelah transplantasi rambut. Meski begitu, lokasi pembengkakan yang terjadi akibat transplantasi rambut tak selalu sama, bisa berbeda-beda pada setiap orang. \n\n \n Bekas Luka \n \n\n Operasi transplantasi rambut dapat meninggalkan bekas luka berbentuk lurus dan memanjang di bagian kepala. Sebab, saat proses transplantasi, dokter akan mengangkat sepotong kulit kepala untuk membawa folikel rambut. Bekas luka ini dapat disamarkan saat rambut baru tumbuh di sekitarnya. Kendati begitu, luka bekas sayatan mungkin dapat terlihat jika rambut di sekitarnya tipis atau orang tersebut memiliki potongan rambut pendek. \n\n \n Terdapat Benjolan \n \n\n Selain bekas luka, Anda berisiko mengalami benjolan di sekitar area transplantasi rambut. Tetapi Anda tidak perlu khawatir, karena benjolan itu akan hilang dengan sendirinya. \n\n Nah Sahabat Hermina, untuk meminimalkan risiko dan efek samping serta meningkatkan keberhasilan dalam melakukan transplantasi rambut, maka harus dilakukan ketika pasien dalam keadaan sehat. Diskusikan manfaat dan risiko prosedur ini dengan dokter Anda. Pertimbangkan pula biaya yang diperlukan untuk prosedur transplantasi rambut, karena umumnya harus dikeluarkan sebagai biaya pribadi. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 27 Januari 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 25 Juli 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 10 November 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Desember 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 29 April 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 26 Juli 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 24 Oktober 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 22 November 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 23 November 2023<\/li><\/ul><\/div>
- 30 Januari 2024<\/li><\/ul><\/div>