- Hermina Manado<\/a><\/li>
- 24 Februari 2024<\/li><\/ul><\/div>
Ingat Bunda Jangan Lewatkan Vaksinasi Lengkap Pada Bayi Tercinta<\/a><\/h3>
Bayi yang baru lahir sangat rentan terinfeksi berbagai penyakit dikarenakan sistem kekebalan tubuh bayi belum terbentuk dengan sempurna, sehingga pemenuhan vaksinasi dasar bagi bayi menjadi prioritas yang tidak boleh kita lewatkan. Kementerian Kesehatan Indonesia dan Ikatan Dokter Anak Indonesia sudah mengeluarkan beberapa daftar vaksinasi lengkap yang direkomendasikan untuk dapat diberikan pada bayi selama masa pertumbuhan. \n\n \n\n Vaksinasi itu sendiri merupakan proses pemberian vaksin kepada bayi dengan cara disuntikan atau diabetes ke dalam mulut yang bertujuan untuk merangsang pembentukan antibodi pada anak yang dapat menjadi penghalang anak terinfeksi dari penyakit-penyakit tertentu. Namun tidak hanya bermanfaat pada bayi kita, dengan kita memberikan vaksin lengkap itu akan melindungi seluruh masyarakat dikarenakan vaksinasi dapat membantu meminimalisir penyebaran penyakit. \n\n \n\n Manfaat Vaksinasi : \n\n \n Vaksinasi pada bayi dapat menyelamatkan hidup dikemudian hari \n Mencegah bayi dan anak dari penyakit menular yang dapat mengancam nyawa \n Melindungi orang-orang dari penyebaran penyakit \n Membantu pertumbuhan anak menjadi lebih optimal \n Membuat kekebalan tubuh anak menjadi terbentuk dengan baik \n Melindungi kesehatan dan memberikan rasa aman pada masyarakat \n \n\n \n\n Pada pertengahan tahun 2023, dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengeluarkan rekomendasi Jadwal Imunisasi IDAI tahun 2023 yang bisa menjadi referensi bagi orang tua untuk dapat memberikan vaksinasi lengkap. Dengan dibuatnya jadwal imunisasi IDAI tahun 2023 bertujuan untuk dapat mempermudah tenaga kesehatan untuk pelaksanaan vaksinasi dan juga terutama bagi orang tua agar tidak terlewatkan jadwal imunisasi bagi bayi tercinta. \n\n \n\n Biasanya pada bayi yang baru selesai diberikan vaksin akan menunjukan beberapa reaksi pada tubuh, seperti demam ataupun gejala lainnya yang dapat terjadi setelah vaksinasi. Perlu diketahui oleh para orang tua bahwa kondisi ini normal karena tubuh akan tetap bekerja untuk produksi antibodi bagi tubuh anak. Untuk pemberian vaksinasi sendiri dapat dilakukan di fasilitas kesehatan terdekat dan juga dapat dilakukan pada poliklinik anak di RS Hermina Manado. \n\n \n\n Berikut penyebab dari demam yang terjadi setelah vaksinasi: \n\n \n Reaksi imun, dikarenakan vaksin yang diberikan akan merangsang kekebalan tubuh pada bayi atau anak sehingga terbentuknya imun yang dapat memberikan kekebalan pada beberapa penyakit \n Respon tubuh, dikarenakan pada saat pemberian vaksin tubuh anak akan memberikan respon terutama pada beberapa bahan didalamnya, seperti protein ataupun adjuvan yang dapat memicu respon yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. \n \n\n \n\n \n\n Referensi jadwal imunisasi anak rekomendasi IDAI tahun 2023 \n\n Sumber Foto : https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Pekanbaru<\/a><\/li>
- 12 Februari 2024<\/li><\/ul><\/div>
Polio : Masih Menantang Meskipun Sudah Dikendalikan<\/a><\/h3>
Polio, atau poliomielitis, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus polio. Meskipun telah dikendalikan secara signifikan melalui vaksinasi, polio masih menjadi masalah kesehatan global terutama di beberapa wilayah yang kurang berkembang. Artikel ini akan membahas tentang penyebab, gejala, upaya pengendalian, serta tantangan yang masih dihadapi dalam upaya eradicating polio. \n\n Penyebab dan Penularan \n\n Virus polio menyebar melalui kontak langsung dengan feses orang yang terinfeksi atau melalui tetesan kecil yang keluar dari hidung atau mulut mereka. Umumnya menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan, polio terutama memengaruhi anak-anak di bawah usia lima tahun. Meskipun tidak semua orang yang terinfeksi akan menunjukkan gejala, mereka yang mengalami gejala bisa mengalami kelumpuhan otot permanen, terutama di kaki dan tungkai. \n\n Gejala Polio \n\n Gejala polio bervariasi dari ringan hingga parah. Beberapa orang yang terinfeksi mungkin hanya mengalami flu ringan, sementara yang lain dapat mengalami kelumpuhan permanen. Gejala umum termasuk demam, sakit kepala, muntah, kelelahan, serta kaku atau nyeri otot. Dalam beberapa kasus yang parah, virus polio dapat merusak sel-sel saraf di sumsum tulang belakang dan otak, menyebabkan kelumpuhan permanen. \n\n Upaya Pengendalian Polio \n\n Upaya pengendalian polio difokuskan pada vaksinasi massal. Vaksin polio, yang pertama kali dikembangkan oleh Jonas Salk pada tahun 1955, telah berhasil mengurangi jumlah kasus polio secara dramatis di seluruh dunia. Program vaksinasi massal, terutama yang dilakukan oleh organisasi kesehatan global seperti WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan UNICEF (Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa), telah memainkan peran besar dalam mengurangi penyebaran virus ini. \n\n Tantangan dalam Eradikasi Polio \n\n Meskipun ada kemajuan besar dalam upaya eradicating polio, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Di beberapa wilayah yang terisolasi atau terpengaruh konflik, sulit untuk mencapai populasi target dengan vaksinasi. Selain itu, beberapa komunitas mungkin menolak vaksinasi karena alasan budaya atau ketidakpercayaan terhadap vaksin. Oleh karena itu, perlu terus dilakukan upaya edukasi dan advokasi untuk meyakinkan masyarakat akan pentingnya vaksinasi. \n\n \n Polio adalah penyakit menular yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Meskipun telah terjadi kemajuan dalam pengendalian penyakit ini, tantangan masih ada, terutama dalam mencapai wilayah-wilayah yang sulit dijangkau dan mengatasi ketidakpercayaan terhadap vaksin. Upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi kesehatan, dan masyarakat, tetap diperlukan untuk mencapai tujuan akhir eradicating polio secara global. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Padang<\/a><\/li>
- 27 Mei 2022<\/li><\/ul><\/div>
Kenali lebih Dekat mengenai Vaksin BCG<\/a><\/h3>
Halo Sahabat Hermina, Pemberian imunisasi pada anak sangat penting untuk melindungi si kecil dari berbagai penyakit. Sesuai dengan ketetapan pemerintah, terdapat lima jenis imunisasi wajib yang harus diberikan segera setelah lahir hingga usia satu tahun. Salah satu di antara jenis vaksin wajib ini adalah vaksin BCG, yang selambat-lambatnya diberikan saat anak berusia satu bulan. \n\n \n\n Apa itu vaksin BCG? \n\n Imunisasi adalah salah satu cara melawan penyakit serius, Pemberian vaksin pada anak ditujukan untuk mencegah penularan penyakit tertentu, dengan membantu membentuk kekebalan tubuh atau imunitas terhadap infeksi sejumlah penyakit menular. \n\n Vaksin BCG merupakan salah satu dari sejumlah vaksin wajib yang memberi perlindungan pada anak terhadap penyakit tuberkulosis atau TBC. Fungsi vaksin BCG yang paling utama adalah mencegah dan mengurangi risiko terjangkit TBC. Tak hanya itu, pemberian vaksin BCG juga dapat mencegah TBC parah hingga 70 persen. \n\n \n\n Bagaimana dosis dan cara kerja vaksin BCG? \n\n Cara kerja vaksin ini juga sama seperti vaksin lainnya, yakni dengan merangsang sistem imun untuk mengenali bakteri penyakit dan menciptakan sel-sel imun khusus untuk melindungi tubuh dari bakteri tuberkulosis. Hanya saja, ada beberapa kondisi yang mengharuskan pemberian vaksin ini ditunda, seperti: \n\n \n Berat badan bayi kurang dari 2,5 kilogram atau dalam keadaan tidak sehat \n Ibu positif HIV, sementara hasil tes HIV bayi belum keluar \n Sudah mendapat vaksin lain dalam empat pekan terakhir \n Sedang demam atau sakit parah lainnya. \n \n\n Sementara, anak atau orang dewasa dengan kondisi berikut dilarang menerima vaksin BCG. \n\n \n Pernah atau sedang mengidap TBC \n Ibu hamil \n Dalam pengobatan dan perawatan kanker atau kondisi lain yang membuat sistem \n kekebalan tubuh melemah \n Penderita HIV \n Hasil tes kulit tuberkulin positif \n \n\n \n\n Efek samping vaksin BCG \n\n Pemberian vaksin ini dilakukan dengan penyuntikan ke dalam jaringan kulit pada lengan, biasanya lengan kiri atas. Secara umum, efek samping BCG sangat jarang terjadi. Umumnya, efek samping yang paling sering dijumpai adalah munculnya benjolan atau bekas luka kecil pada kulit bekas suntik. Tak perlu khawatir, biasanya efek samping ini akan sembuh dengan sendirinya. Jika tidak muncul benjolan, bukan berarti vaksinasi yang dilakukan gagal ya, Jovians. Reaksi kekebalan tubuh setiap anak berbeda-beda, sehingga tidak perlu melakukan vaksin ulang BCG. Meski jarang terjadi, beberapa kondisi berikut juga dapat muncul sebagai efek samping dari vaksinasi BCG. \n\n \n Demam tinggi \n Bekas suntikan yang baru terlihat 2 hingga 6 minggu \n Pembengkakan di ketiak atau leher \n Abses pada area suntikan \n Tidak nafsu makan \n Berat badan turun \n Nyeri sampai ke tulang \n Tubuh terasa sangat lelah \n \n\n \n\n Jika muncul efek samping seperti di atas, segera hubungi dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Perlu diingat, vaksin BCG tidak mencegah dari risiko tuberkulosis sepenuhnya. Maka dari itu, penting untuk mengetahui gejala penyakit TBC aktif, seperti batuk berdahak yang disertai darah, batuk yang berlangsung lebih dari dua minggu, demam, berkeringat, dan berat badan yang menurun tanpa alasan yang jelas. \n\n Sahabat Hermina itulah sedikit informasi mengenai vaksin BCG. Semoga dapat menamgah pengetahuan sahabat Hermina mengenai vaksin BCG tersebut. Salam sehat sahabat Hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kemayoran<\/a><\/li>
- 25 April 2022<\/li><\/ul><\/div>
Vaksin MMR dapat menimbulkan autisme, fakta atau Mitos?<\/a><\/h3>
Apa itu vaksin MMR? \n\n Vaksin MMR (Measles, Mumps and Rubella) memberikan perlindungan terhadap tiga infeksi virus yang parah: Campak, Gondong, dan Rubella. Sebelum vaksin MMR ditemukan, penyakit ini sangat menular dan umumnya dialami oleh anak-anak. Efek samping yang paling parah dari penyakit Campak, Gondong, Rubella, termasuk pneumonia, meningitis atau Congenital Rubella Syndrome, yang disebabkan oleh infeksi virus rubella pada ibu selama kehamilan. \n\n \n\n Vaksinasi MMR yang tersedia di Indonesia mengandung campuran dari ketiga virus tersebut, namun berupa virus hidup yang telah dilemahkan, sehingga mampu merangsang sistem kekebalan namun tidak cukup kuat untuk memicu infeksi pada orang sehat. Seperti layaknnya jenis vaksinasi yang mengandung kuman hidup dilemahkan dapat menimbulkan efek samping yang paling umum yaitu demam, bengkak area suntik, dan ruam ringan. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) untuk vaksinasi MMR adalah usia 18 bulan. Vaksin ini menjadi vaksin lanjutan pasca vaksinasi wajib dasar MR (Measle Rubella) yang diberikan pada usia 9 bulan. Pada usia 18 bulan, anak-anak seharusnya mendapatkan ulangan dari Vaksinasi MR ataupun dalam bentuk MMR. Perbedaan dari kedua vaksin ini adalah, tidak adanya proteksi terhadap penyakit gondong pada vaksinasi MR. \n\n \n\n Tentu saja MMR adalah vaksinasi yang lebih lengkap dan dapat menjadi pilihan lebih baik bila tersedia di institusi kesehatan dan terjangkau dari segi ekonomis. Walaupun demikian, tak jarang orangtua pasien enggan membawa anaknya utk mendapatkan vaksinasi MMR dengan alasan takut anak jadi terlambat bicara atau autisme. Untuk dapat mengerti lebih jauh apakah alasan ketakutan ini merupakan mitos atau fakta kita akan mempelajari lebih lanjut tentang latar belakang vaksinasi MMR. \n\n \n\n Ketakutan terhadap Imunisasi MMR \n\n Tidak lama setelah vaksinasi MMR diperkenalkan ke publik, kesalahpahaman bahwa penggunaan MMR akan memicu perilaku autis dan regresi bicara mulai beredar. Pada bulan Februari 1998, seorang dokter yang juga adalah aktivis anti-vaksin Andrew Wakefield menerbitkan sebuah artikel yang menghubungkan imunisasi dari vaksin MMR dengan perkembangan penyakit autisme pada anak-anak di Lancet, sebuah jurnal kedokteran terkemuka, Pada waktu itu, hal ini menyebabkan kekhawatiran yang cukup besar dan memicu konflik di antara kelompok orangtua dan pembuat kebijakan mengenai risiko kesehatan dari vaksinasi MMR. Namun karena studi yang sifatnya hanya pengamatan pada 12 orang anak ini, sangat kecil jumlah subyek penelitiannya, maka dianggap tidak cukup kuat untuk menarik kesimpulan yang dimaksud. Karya ilmiah ini dikecam tak hanya dokter-dokter, namun juga para ilmuwan. Artikel ini lalu ditarik dari Lancet karena tidak berbasis cukup kuat dan menimbulkan keresahan di masyarakat. \n\n \n\n Teori Wakefield ini juga didiskreditkan oleh tim ilmuwan yang berafiliasi dengan American Academy of Pediatrics (AAP- Ikatan Dokter Anak Amerika).Para ilmuwan ini menunjukkan beberapa kekurangan dalam penelitian yang disebutkan di atas. Pertama, Wakefield mengklaim bahwa peradangan usus yang dipicu oleh vaksin telah menyebabkan perkembangan autisme, padahal pada kenyataannya, gejala usus diamati setelah, bukan sebelumnya, gejala autisme pada kelompok ujinya. Lalu, diagnosis autisme kongenital di Inggris baru saja dimulai ketika makalah ini ditulis, yaitu pada saat yang sama vaksin MMR diberikan kepada sekitar 90% populasi. Sehingga pengamatan yang ada belum cukup untuk menilai bahwa anak yang menderita autisme ini berhubungan dengan MMR. Studi Wakefield gagal menyebutkan apakah anak-anak ini telah didiagnosis autisme sebelum atau setelah menerima vaksin MMR, sehingga teori Wakefield akhirnya ditolak oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). \n\n Karena ulahnya, Dr. Wakefield yang bahkan bukan seorang dokter anak ini pun dikeluarkan dari Ikatan Kedokteran di Negaranya (Inggris), namun artikelnya yang telah membuat resah para orangtua ini seolah-olah membangkitkan mitos yang tak kunjung mudah diatasi hingga saat ini. Masih banyak orangtua yang mempercayai informasi dari mulut ke mulut dan tidak mempelajari sumber yang tepat. \n\n \n\n Fakta dari MMR dan Autisme \n\n Sampai saat ini sudah ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa MMR menyebabkan autisme atau terlambat bicara adalah mitos, dan tidak berbasis ilmiah. Tidak ada bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan kuat antara vaksin MMR dan autisme. \n\n \n\n Sebuah penelitian di Denmark yang dilakukan pada tahun 2002 oleh ahli epidemiologi Dr. Kreesten Meldgaard Madsen membuktikan bahwa risiko perkembangan autisme pada anak-anak yang divaksinasi dan yang tidak divaksinasi adalah sama. Penulis makalah penelitian ini menemukan bahwa tidak ada peningkatan risiko gangguan spektrum autisme di antara anak-anak yang divaksinasi dibandingkan dengan anak-anak yang tidak divaksinasi. Selain itu, mereka membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara perkembangan autisme dan usia saat vaksinasi dilakukan (Tanne, 2002). \n\n \n\n Studi lain yang dilakukan oleh peneliti Luke Taylor menyangkal korelasi antara vaksin MMR dan autisme dengan merangkum bukti yang tersedia dari studi kasus-kontrol (studi yang mengidentifikasi dan membandingkan dua kelompok yang ada dengan hasil yang berbeda). Lima studi kasus-kontrol yang melibatkan lebih dari 1.200.000 anak-anak dimasukkan dalam analisis ini, dan data menunjukkan tidak ada hubungan antara vaksinasi MMR dan autisme atau gangguan spektrum autisme. Demikian pula, data kasus-kontrol tidak menemukan bukti peningkatan risiko autisme setelah terpapar komponen vaksin MMR, seperti merkuri atau thimerosal (Taylor, Swerdfeger, & Eslick, 2004). \n\n \n\n Akhirnya, sebuah penelitian terkini terhadap 650.000 anak yang baru dilakukan 3 tahun yang lalu telah mengkonfirmasi sekali lagi bahwa vaksin MMR tidak meningkatkan risiko perkembangan autisme. Dari semua anak, total 6.500 anak yang divaksinasi dan tidak divaksinasi didiagnosis autisme. Anak-anak yang diberikan vaksin MMR tidak mungkin lagi dinyatakan autis dibandingkan dengan anak yang tidak menerima vaksin (NewScientist, 2019). \n\n \n\n Semua studi ini menambahkan bukti yang sudah sangat banyak bahwa vaksinasi aman dan penting untuk memberikan perlindungan terhadap banyak penyakit menular. Meskipun demikian, klaim yang tidak dapat diandalkan tentang vaksin terus menyebar, menyebabkan penurunan besar dalam tingkat vaksinasi di seluruh dunia. \n\n \n\n Akibat dari turunnya cakupan vaksinasi MMR, beberapa negara termasuk Indonesia mengalami peningkatan dalam pelaporan jumlah kasus campak. Campak dapat membunuh satu dari 3.000 anak, bahkan di negara maju sekalipun. Penyakit ini bahkan dapat menyebabkan ensefalitis pada satu dari 2.000 anak dan pneumonia pada satu dari 20 anak. Angka 1 dibanding 2000 atau 3000 adalah sebuah rasio yang kecil, tetapi bila angka 1 itu adalah buah hati yang kita sayangi tentu amat sangat disayangkan, apalagi jika proteksi telah tersedia. \n\n \n\n Kini tinggalah pilihan kita sebagai orangtua sebagai pengambil keputusan, apakah kita sebaiknya mempercayai mitos atau fakta dalam mengambil langkah tepat demi anak-anak tercinta. \n\n \n\n Greta Lee & Mirari Judio \n\n (Greta Lee - Siswa SMA ACS Jakarta (International School)) \n(Mirari Judio - Dokter Spesialis Anak, pemerhati Tumbuh Kembang anak) \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Makassar<\/a><\/li>
- 17 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
Vaksin dan Sistem Kekebalan Tubuh<\/a><\/h3>
Vaksinasi penting dilakukan untuk membentengi diri dari berbagai macam jenis penyakit. Terlebih lagi, di era pandemi COVID-19 seperti saat ini, kita harus menjaga daya tahan tubuh agar tidak terserang berbagai macam penyakit berbahaya. \n\n \n\n Vaksinasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpapar dengan antigen yang sama, tubuh sudah mempunyai zat kekebalan/antibodi sehingga tidak menjadi penyakit. \n\n \n\n Dengan kata lain, vaksinasi adalah imunitas buatan yang diperoleh dengan cara memaparkan antigen kuman secara sengaja. Tujuan dari vaksinasi itu sendiri adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, masyarakat atau populasi bahkan melenyapkan penyakit tertentu dari dunia, seperti cacar. \n\n \n\n Adapun komposisi vaksin terdiri dari vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin yang ideal bagi manusia yaitu mampu merangsang sistem imun (imunogenik), memberikan perlindungan jangka panjang, aman, stabil dalam kondisi lapangan, dapat diberikan secara kombinasi, cukup diberikan dengan sekali dosis, terjangkau harganya dan dapat diakses oleh semua lapisan anggota masyarakat. \n\n \n\n Efikasi vaksin adalah penurunan insiden penyakit pada kelompok yang divaksinasi dibanding dengan kelompok yang tidak divaksinasi pada kondisi optimal (uji klinik) sedangkan efektivitas vaksin adalah kemampuan vaksin dalam mencegah penyakit yang sesuai pada populasi dunia nyata. \n\n \n\n Ada pun faktor-faktor yang menentukan respon imun tubuh terhadap vaksinasi, antara lain: \n\n \n\n 1. Faktor Pejamu (Subyek Penerima Vaksin). Respon tubuh terhadap vaksin salah satunya dipengaruhi oleh pejamu atau subyek penerima vaksin antara lain meliputi usia, jenis kelami, faktor genetik, faktor gizi dan nutrisi, kebiasaan merokok, minum alcohol dan penyakit komorbid \n\n 2. Faktor Eksternal. Meliputi infeksi oleh patogen lain, penggunaan antibiotika, probiotik, prebiotik \n\n 3. Faktor Internal. Meliputi jenis vaksin, dosis dan cara pemberian serta penggunaan adjuvant \n\n \n\n Sistem imunitas merupakan sistem pertahanan atau kekebalan tubuh yang memiliki peran dalam mengenali dan menghancurkan benda-benda asing atau sel abnormal yang merugikan tubuh kita. Sistem imunitas ini berbentuk sel-sel tertentu yang berfungsi sebagai pasukan pertahanan tubuh kita dalam memerangi patogen yang berpotensi menyebabkan gangguan pada tubuh kita. \n\n \n\n Saat patogen masuk ke dalam tubuh, antigen atau molekul yang terletak pada dinding sel bakteri atau lapisan organisme merangsang sistem imunitas kita untuk menghasilkan antibodi untuk melawan dan melindungi tubuh Anda. Untuk meningkatkan sistem imun tubuh, Sahabat Hermina bisa melakukan upaya berikut, yaitu: \n\n \n Istirahat yang cukup \n Olahraga secara rutin \n Mengembangkan diri dengan menyalurkan hobi seperti berkebun, membaca, menanam bunga, atau bermain musik \n Berbagi cerita dengan orang terdekat dan dipercayai \n Hindari stress \n Pendekatan Spiritual. Tingkatkan ibadah dan dekatkan diri kepada Tuhan sesuai agama dan keyakinan Anda \n \n\n \n\n Cegah penyebaran virus berbahaya salah satunya yang sedang melanda saat ini yaitu COVID-19 dengan 5M: menggunakan masker standar Kemenkes, menjaga jarak minimal 1 meter, mencuci tangan secara rutin dengan sabun atau hand sanitizer, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas. Konsultasikan seputar kesehatan Anda dan keluarga bersama Rumah Sakit Hermina Makassar. Stay healthy, Sahabat Hermina. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Padang<\/a><\/li>
- 27 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
Apakah Vaksin Sinovac Aman?<\/a><\/h3>
Dalam upaya untuk mengatasi pandemi COVID-19, Pemerintah Indonesia kini tengah melakukan vaksinasi dengan vaksin Sinovac kepada masyarakat luas secara bertahap, dengan harapan pemberian vaksin Sinovac ini mampu menekan angka kenaikan penularan COVID-19. \n\n \n\n Apa itu vaksinasi? \n\n Vaksinasi merupakan prosedur pemberian suatu antigen penyakit (vaksin), biasanya berupa virus atau bakteri yang dilemahkan atau sudah mati, bisa juga hanya bagian dari virus atau bakteri. Tujuannya adalah untuk membuat sistem kekebalan tubuh mengenali dan mampu melawan saat terkena penyakit tersebut. \n\n Vaksin biasanya berisi mikroorganisme, misalnya virus atau bakteri yang sudah mati atau masih hidup tetapi dilemahkan. Vaksin juga bisa berisi bagian dari mikroorganisme yang bisa merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mikroorganisme tersebut. \n\n \n\n Bila disuntikkan kepada seseorang, vaksin akan menimbulkan reaksi sistem imun yang spesifik dan aktif terhadap penyakit tertentu, misalnya vaksin flu untuk mencegah penyakit flu dan vaksin COVID-19 untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2. Biasanya, vaksin dimasukkan ke dalam tubuh manusia dengan cara disuntik. \n\n \n\n Vaksin COVID-19 yang digunakan oleh pemerintah kita adalah Vaksin COVID-19 Sinovac. \n\n \n\n Berdasarkan hasil uji klinis sementara atau interim tahap III untuk vaksin Sinovac di Indonesia dan tinjauan uji klinis dari negara lain, BPOM secara resmi menyatakan bahwa vaksin ini aman untuk digunakan. \n\n \n\n Hasil efikasi atau khasiat dan keamanan vaksin Sinovac tersebut telah sesuai dengan ambang batas efikasi yang ditetapkan WHO, yaitu sebesar 50 persen. Artinya, penggunaan vaksin Sinovac aman dibanding efek samping yang ditimbulkan. \n\n \n\n Manfaat Vaksin COVID-19 \n\n Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh jika Anda mendapat vaksin COVID-19, di antaranya: \n\n \n\n 1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19 \n\n Seperti yang disebutkan sebelumnya, vaksin COVID-19 dapat memicu sistem imunitas tubuh untuk melawan virus Corona. Dengan begitu, risiko Anda untuk terinfeksi virus ini akan jauh lebih kecil. \n\n Kalaupun seseorang yang sudah divaksin tertular COVID-19, vaksin bisa mencegah terjadinya gejala yang berat dan komplikasi. Dengan begitu, jumlah orang yang sakit atau meninggal karena COVID-19 akan menurun. \n\n \n\n 2. Mendorong terbentuknya herd immunity \n\n Seseorang yang mendapatkan vaksin COVID-19 juga dapat melindungi orang-orang di sekitarnya, terutama kelompok yang sangat berisiko, seperti lansia. Hal ini karena kemungkinan orang yang sudah divaksin untuk menularkan virus Corona sangatlah kecil. \n\n Bila diberikan secara massal, vaksin COVID-19 juga mampu mendorong terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity) dalam masyarakat. Artinya, orang yang tidak bisa mendapatkan vaksin, misalnya bayi baru lahir, lansia, atau penderita kelainan sistem imun tertentu, bisa mendapatkan perlindungan dari orang-orang di sekitarnya. \n\n Kendati demikian, untuk mencapai herd immunity dalam suatu masyarakat, penelitian menyebutkan bahwa minimal 70% penduduk dalam negara tersebut harus sudah divaksin. \n\n \n\n 3. Meminimalkan dampak ekonomi dan sosial \n\n Manfaat vaksin COVID-19 tidak hanya untuk sektor kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi dan sosial. Jika sebagian besar masyarakat sudah memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik untuk melawan penyakit COVID-19, kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat bisa kembali seperti sediakala. \n\n \n\n \n\n Siapa saja yang tidak boleh di vaksin? \n\n Selain memiliki manfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari infeksi virus SARS-CoV-2, nyatanya ada beberapa kelompok yang tidak boleh dapat vaksin corona atau sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter sebelum mendapatkan vaksinasi COVID-19. Kelompok tersebut adalah: \n\n 1. Seseorang yang Memiliki Alergi \n\n Menurut Centers for Disease Control and Prevention, beberapa orang yang menerima vaksin COVID-19 mengalami reaksi alergi yang cukup parah. Konsultasikan kandungan apa saja yang terdapat dalam vaksin COVID-19. Jika ada kandungan yang dapat memicu alergi, sebaiknya hindari mendapatkan vaksin COVID-19 untuk menurunkan risiko yang lebih buruk. Jika kamu mengalami alergi parah setelah vaksin yang pertama, hindari melakukan vaksin yang kedua. \n\n \n\n 2. Anak-Anak \n\n Saat ini vaksin COVID-19 yang tersedia di beberapa negara hanya boleh diberikan pada remaja, dewasa, hingga lansia. Hal ini disebabkan belum ada pengujian klinis yang dilakukan pada anak-anak. Vaksin Moderna boleh digunakan mulai usia 18 tahun ke atas. Pfizer boleh digunakan di usia 16 ke atas. \n\n Namun jangan khawatir, para peneliti akan terus meneliti dan menguji vaksin COVID-19 hingga bisa digunakan oleh anak-anak, balita, maupun bayi. Pengujian ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Kemungkinan, hasil pengujian baru terlihat di pertengahan tahun 2021. \n\n \n\n 3. Pengidap Gangguan Imunitas \n\n Mengutip CNN Health, vaksin COVID-19 tidak dapat diberikan oleh orang-orang yang memiliki gangguan imunitas. Namun, tidak ada salahnya selalu bertanya pada dokter melalui aplikasi Hermina Mobile Apps mengenai pemberian vaksin agar kesehatan tetap terjaga dengan baik. \n\n \n\n 4. Wanita Hamil dan Menyusui \n\n Menurut Dr. Peter Marks, seorang Direktur FDA’s Center for Biologics Evaluation and Research, mengidap COVID-19 saat menjalani kehamilan merupakan hal yang berbahaya. Namun, vaksin COVID-19 bukanlah tindakan yang akan direkomendasikan oleh dokter untuk mencegah COVID-19 pada ibu hamil maupun menyusui. \n\n \n\n Dari fakta-fakta di atas, bisa kita lihat bahwa vaksin COVID-19 membawa banyak manfaat, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga bagi banyak orang. Oleh sebab itu, meskipun banyak beredar isu-isu seputar vaksin yang belum jelas kebenarannya, Anda tidak perlu ragu atau takut untuk menjalani vaksinasi COVID-19. \n\n \n\n Mari kita bantu pemerintah mensukseskan vaksinasi dengan cara ikut divaksin agar pandemi segera berakhir dan jangan lupa tetap menerapkan 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak aman, dan mencuci tangan, untuk meningkatkan keberhasilan upaya pencegahan COVID-19. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Galaxy<\/a><\/li>
- 10 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
Mitos-Mitos Seputar Vaksinasi<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, imunisasi harus tetap diberikan kepada anak sejak dini untuk mencegah risiko penularan penyakit berbahaya di kemudian hari. Namun, masih ada sebagian orang tua yang ragu akan pentingnya imunisasi anak. Hal ini disebabkan adanya mitos terkait imunisasi anak yang menyebabkan orangtua khawatir. \n\n \n\n Mitos 1: Higienitas dan sanitasi yang baik cukup dalam memberantas penyakit – imunisasi tidak penting. \n\n Fakta: Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi dapat menyerang kembali apabila program vaksinasi dihentikan. Sementara perbaikan kebersihan, cuci tangan, dan air bersih dapat membantu melindungi kita dari penyakit infeksi, banyak penyakit infeksi yang tetap menyebar seberapa pun bersihnya seseorang. Jika orang-orang tidak divaksinasi, penyakit yang tidak biasa ditemukan seperti campak dan polio, dapat dengan cepat timbul kembali. \n\n \n\n Mitos 2: Vaksin memiliki beberapa kerugian dan efek samping jangka panjang yang belum diketahui. Vaksinasi bahkan bisa fatal. \n\n Fakta: Vaksin itu aman. Kebanyakan reaksi vaksin bersifat minor dan sementara, seperti nyeri pada tempat penyuntikan atau lengan atau demam ringan. Masalah kesehatan serius atau berat sangat jarang terjadi dan diinvestigasi dan dimonitor secara ketat. Orang-orang jauh lebih berisiko untuk sakit parah akibat terinfeksi penyakit-penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksin daripada karena divaksin. Sebagai contoh, penyakit polio dapat menyebabkan kelumpuhan, campak dapat menyebabkan radang otak dan kebutaan, dan beberapa penyakit lainnya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sementara sakit berat atau kematian akibat vaksin hanya terjadi 1 dari sekian banyak, lebih banyak keuntungan yang didapat karena divaksinasi daripada kerugiannya, dan banyak kesakitan dan kematian akan terjadi tanpa vaksin. \n\n \n\n Mitos 3: Vaksin kombinasi difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan) dan vaksin polio menyebabkan sndrom kematian bayi mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/ SIDS). \n\n Fakta: Tidak ada hubungan sebab-akibat antara pemberian vaksin dengan kematian mendadak pada bayi. Namun demikian, vaksin mulai diberikan pada masa ketika bayi dapat mengalami SIDS. Dengan kata lain, kejadian SIDS hanya kebetulan dengan vaksinasi dan akan tetap terjadi bila tidak divaksinasi. Penting untuk diingat bahwa empat penyakit ini termasuk penyakit yang mengancam jiwa dan bayi-bayi yang tidak divaksinasi berisiko tinggi untuk mengalami cacat berat sampai kematian. \n\n \n\n Mitos 4: Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi hampir dieradikasi di negara saya sehingga tidak ada alasan untuk divaksinasi. \n\n Fakta: Walaupun penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sudah jarang di banyak negara, agen infeksius yang menyebabkan penyakit tersebut masih tetap beredar di beberapa bagian di dunia. Agen-agen ini dapat menyebar melewati batas geografis dan menginfeksi siapa pun yang belum terlindungi. Di Eropa Barat, misalnya, wabah campak terjadi di populasi yang tidak divaksinasi di Austria, Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Itali, Spanyol, Swiss, dan Inggris sejak 2005. Jadi dua alasan utama untuk vaksinasi adalah untuk melindungi diri kita dan orang-orang sekeliling kita. Program vaksinasi yang berhasil, seperti masyarakat yang berhasil, tergantung dari kerja sama setiap individu untuk menjamin kebaikan bersama. Kita sebaiknya tidak sekedar bergantung kepada orang-orang sekitar kita untuk menghentikan penyebaran penyakit; kita juga harus melakukan apa yang kita bisa. \n\n \n\n Mitos 5: Penyakit-penyakit masa kanak-kanak yang dapat dicegah dengan imunisasi hanya salah satu musibah yang wajar terjadi dalam hidup. \n\n Fakta: Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi tidak harus menjadi “takdir”. Penyakit seperti campak, gondongan, dan rubela merupakan penyakit serius dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius baik pada dewasa maupun anak-anak, termasuk pneumonia, radang otak, kebutaan, diare, infeksi telinga, sindrom rubela kongenital (jika seorang wanita hamil terinfeksi rubela pada trimester pertama), dan kematian. Semua penyakit dan penderitaan yang terjadi ini dapat dicegah dengan vaksin. Kegagalan dalam memberikan vaksin membuat anak-anak rentan terhadap penyakit yang seharusnya tidak perlu. \n\n \n\n Mitos 6: Memberikan lebih dari satu vaksin dalam waktu yang bersamaan dapat meningkatkan risiko timbulnya efek samping yang berbahaya yang dapat membebani sistem imun anak tersebut. \n\n Fakta: Bukti ilmiah menunjukkan bahwa memberikan beberapa vaksin pada waktu yang bersamaan tidak berpengaruh pada sistem imun anak tersebut. Anak-anak yang terpapar oleh beberapa ratus zat asing yang dapat memicu respons imun setiap hari. Peristiwa sederhana seperti memakan makanan membuat tubuh mengenal antigen baru dan banyak bakteri yang hidup di mulut dan hidung. Seorang anak lebih banyak terpapar antigen dari selesma atau nyeri tenggorok daripada oleh vaksin. Keuntungan kunci dari menerima beberapa vaksin sekaligus adalah mengurangi jumlah kunjungan, sehingga menghemat waktu dan uang, serta anak-anak pun lebih pasti mendapatkan vaksinasi yang dianjurkan sesuai jadwal. Vaksinasi kombinasi seperti MMR (measles-mumps-rubella/campak-gondongan-rubela) berarti mendapat suntikan yang lebih sedikit. \n\n \n\n Mitos 7: Influenza hanya penyakit sepele dan vaksinnya tidak terlalu efektif. \n\n Fakta: Influenza lebih dari sekedar penyakit yang sepele. Influenza merupakan penyakit serius yang menyebabkan 300.000 - 500.000 kematian di seluruh dunia tiap tahunnya. Wanita hamil, anak kecil, lansia dengan tingkat kesehatan yang kurang, dan siapa pun dengan penyakit kronis seperti asma atau penyakit jantung, lebih berisiko mengalami infeksi serius dan mematikan. Memberikan vaksinasi kepada ibu hamil memberikan keuntungan dalam melindungi bayi yang akan dilahirkan (saat ini tidak terdapat vaksin influenza untuk bayi di bawah 6 bulan). Kebanyakan vaksin influenza memberikan kekebalan terhadap 3 strain tersering di musim apapun. Vaksin influenza mencegah kita terserang flu berat dan menularkan kepada orang lain. Menghindari flu berarti menghindari biaya besar yang harus dikeluarkan untuk berobat dan kehilangan waktu bekerja atau sekolah. \n\n \n\n Mitos 8: Lebih baik kebal melalui penyakit daripada vaksin. \n\n Fakta: Vaksin berinteraksi dengan sistem imun tubuh kita untuk menghasilkan respons imun yang sama dengan respons imun infeksi alamiah, tetapi vaksin tidak dapat menyebabkan sakit atau membuat seseorang menderita komplikasi. Kebalikannya, dampak yang didapat dari infeksi alamiah Haemophilus influenzae tipe b (Hib) adalah retardasi mental, dari rubela berupa cacat bawaan lahir, dari virus hepatitis B berupa kanker hati, atau kematian akibat campak. \n\n \n\n Mitos 9: Vaksin mengandung merkuri yang berbahaya. \n\n Fakta: Thiomersal adalah bahan organik, senyawa yang mengandung merkuri yang ditambahkan ke beberapa vaksin sebagai pengawet. Thiomersal telah digunakan secara luas sebagai pengawet vaksin multidosis. Tidak ada bukti yang menunjukan jumlah thiomersal dalam vaksin berisiko pada kesehatan. \n\n \n\n Mitos 10: Vaksin menyebabkan autisme. \n\n Fakta: Pada tahun 1998 sebuah studi sempat menghebohkan masyarakat akibat pernyataan yang menyatakan terdapat hubungan antara vaksin MMR dengan autisme. Namun pada akhirnya studi ini salah dan ditarik oleh jurnal yang menerbitkannya. Sayangnya, publikasi ini terlanjur membuat publik panik dan membuat cakupan imunisasi menurun yang diikuti dengan kejadian luar biasa dari campak, rubela, dan gondongan. Ditekankan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan hubungan antara vaksin MMR dengan autisme. \n\n \n\n Sahabat Hermina, itu tadi beberapa mitos terkait vaksinasi yang masih beredar di tengah masyarakat. Jadi, sebelum mempercayai sesuatu ada baiknya untuk mencari tahu kebenaran dari sumber terpercaya. Jangan lupa untuk tetap memberikan imunisasi pada anak. Apalagi di saat pandemi sekarang ini, jangan menunda untuk memberikan imunisasi kepada anak untuk sistem kekebalan tubuhnya kelak. Salam sehat. \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n Sumber: www.idai.or.id \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Kendari<\/a><\/li>
- 12 November 2020<\/li><\/ul><\/div>
Imunisasi Kala Pandemi <\/a><\/h3>
Pandemi COVID-19 menjadi kekhawatiran tersendiri bagi orangtua, terutama bagi mereka yang memiliki anak di bawah usia 2 tahun yang masih harus mendapatkan imunisasi. Sesuai anjuran Kementerian Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, imunisasi pada anak tetap harus diberikan secara lengkap dan sesuai jadwal, meskipun pada masa pandemi seperti ini. \n\n Pelaksanaan imunisasi dapat dilaksanakan di posyandu, puskesmas, dan pelayanan kesehatan lainnya dengan mempertimbangkan physical distancing. Jika physical distancing sulit dilakukan, maka penundaan imunisasi dapat ditolerir, dengan catatan dilakukan imunisasi menyusul segera setelah memungkinkan. Misalnya pada wilayah transmisi lokal, imunisasi dapat ditunda satu bulan dan segera melakukan imunisasi susulan. \n\n \n\n Prinsip pelayanan imunisasi pada masa pandemi adalah aman untuk bayi, petugas, dan komunitas, seperti: \n\n - Pisahkan pelayanan imunisasi dengan pelayanan anak sakit \n\n - Orangtua/pengantar harus menggunakan masker \n\n Triase atau memilih pasien dengan: \n\n - Skrining demam (>37,5 C) \n\n - Riwayat demam, batuk, nyeri telan \n\n - Kontak dengan konfirmasi positif COVID-19 atau dari daerah transmisi lokal \n\n \n\n Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menerapkan physical distancing antara lain : \n\n 1. Pelayanan imunisasi dengan perjanjian \n\n 2. Tidak menumpuk, hanya 1 orang pengantar \n\n 3. Ruang cukup besar, terbuka dengan sirkulasi yang baik \n\n 4. Jarak antar orang 1-2 meter \n\n 5. Sediakan tempat cuci tangan atau hand sanitizer \n\n \n\n Petugas kesehatan yang memberikan layanan imunisasi juga harus memuhi beberapa syarat sebagai berikut: \n\n \n Tidak dalam keadaan sakit \n Direkomendasikan sudah mendapatkan vaksin influenza \n Petugas yang sudah menangani pasien COVID-19 sebaiknya tidak melakukan pelayanan imunisasi \n Usia > 65 tahun atau memiliki komorbid sebaiknya tidak praktek \n Pemakaian APD yang sesuai \n Cuci tangan 6 langkah dan 5 waktu \n \n\n \n\n Prinsip vaksinasi pada masa pandemi ini adalah tetap memberikan vaksinasi sesuai jadwal, terutama untuk imunisasi anak <18 bulan. Untuk mengurangi jumlah kunjungan dapat diberikan vaksin kombinasi atau pemberian vaksin secara bersamaan. Pada masa pandemi ini juga sangat direkomendasikan vaksin-vasin untuk mencegah Pneumonia yaitu : HiB, DPT, PCV, MR dan Influenza. \n\n \n\n Berikut ini adalah jadwal imunisasi dasar dan lanjutan program nasional serta rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: \n\n\n \n \n \n Umur \n \n \n Imunisasi \n \n \n \n \n < 24jam \n \n \n Hep. B 0 \n \n \n \n \n 1 bulan \n \n \n BCG + OPV-0 \n \n \n \n \n 2 bulan \n \n \n DPT/ Hep B/ HiB-1 + OPV-1 \n \n \n \n \n 3 bulan \n \n \n DPT/ Hep B/ HiB-2 + OPV-2 \n \n \n \n \n 4 bulan \n \n \n DPT/ Hep B/ HiB-3 + OPV-3 + IPV \n \n \n \n \n 9 bulan \n \n \n MR \n \n \n \n \n 18 bulan \n \n \n DPT/ Hep B/ HiB-4 + MR \n \n \n \n\n\n \n\n \n\n \n\n Nah Sahabat Hermina, jangan ragu untuk membawa anak Anda ke rumah sakit untuk melalukan imunisasi atau berkonsultasi ke dokter. Pastikan lakukan imunisasi tepat waktu agar Si Kecil senantiasa sehat dan tidak mudah tertular penyakit. \n\n \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Makassar<\/a><\/li>
- 24 September 2020<\/li><\/ul><\/div>
Pentingnya Melakukan Vaksinasi pada Anak<\/a><\/h3>
Vaksin adalah adalah zat atau senyawa yang berfungsi untuk membentuk daya tahan tubuh. Vaksin dapat merangsang tubuh agar menghasilkan antibodi yang dapat melawan kuman penyebab infeksi. \n\n Manfaat vaksin bagi Tubuh: \n\n 1. Untuk mencegah penyebaran penyakit \n\n Tidak hanya melindungi tubuh dari serangan penyakit serius, pemberian vaksin juga dapat membantu mencegah penyebaran penyakit. Contohnya, kasus kematian pada bayi dan anak-anak akibat wabah penyakit campak dan pertusis yang dulu pernah menggemparkan dunia. Hal ini terjadi karena pada saat itu belum ditemukan vaksin untuk kedua penyakit tersebut. \n\n 2. Untuk Melindungi tubuh dari risiko kematian dan kecacatan \n\n Pemberian vaksin terbukti dapat menurunkan risiko seseorang terkena berbagai penyakit yang dapat mengakibatkan kematian maupun kecacatan. Pemberian vaksin campak dan rubella dapat membantu menurunkan risiko penularan virus tersebut dari ibu hamil kepada janin dalam kandungan, maupun kepada bayi yang baru lahir. Ibu yang terinfeksi rubella saat sedang hamil akan menyebabkan janinnya menderita cacat bawaan sejak lahir (misalnya katarak kongenital, penyakit jantung bawaan, tuli saraf bahkan retardasi mental) \n\n 3. Untuk Menghemat waktu dan biaya \n\n Pemberian vaksin merupakan salah satu investasi kesehatan yang paling murah karena terbukti dapat mencegah dan mengurangi angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat suatu penyakit. Pemberian vaksin dapat membantu seseorang terhindar dari berbagai macam penyakit yang dapat menyebabkan sakit berkepanjangan, yang tak hanya merugikan dari segi finansial namun juga waktu. \n\n Jenis vaksin yang penting untuk anak: \n\n 1. Vaksin Hepatitis B : Vaksin ini untuk mencegah penyakit Hepatitis akibat infeksi virus hepatitis B, kanker hati, sirosis hati \n\n 2. Vaksin Polio. Vaksin ini diberikan untuk mencegah serangan virus polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan \n\n 3. Vaksin BCG. Vaksin ini diberikan untuk mencegah tuberkulosis paru, kelenjar, tulang dan radang otak yang bisa menimbulkan kematian atau kecacatan \n\n 4. Vaksin DPT. Vaksin DPT untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Penyakit difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan penyumbatan jalan napas, serta mengeluarkan racun yang dapat melumpuhkan otot jantung. Penyakit Pertusis dapat menyebabkan infeksi saluran napas berat, sedangkan kuman tetanus bisa mengeluarkan racun yang menyerang saraf pada otot, sehingga terjadi kejang \n\n 5. Vaksin campak. Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare, atau gangguan otak \n\n 6.Vaksin Hib dan Pnemokkokus (PCV) dapat mencegah infeksi saluran napas berat (pneumonia) dan radang selaput otak (meningitis) \n\n 7. Vaksin Influenza. Vaksin ini merupakan vaksin yang berfungsi untuk mencegah influenza berat dan komplikasi Pneumonia \n\n 8. Vaksin tifoid dapat mencegah penyakit demam tifoid berat. \n\n 9. Vaksin cacar air (varisela) untuk mencegah penyakit cacar air \n\n 10. Vaksin Japanese Esefalitis untuk penyakit infeksi otak \n\n 11. Vaksin MMR untuk Measles(Campak), Mumps (Gondongan) dan Rubella (Campak Jerman) \n\n 12. Vaksin HPV untuk penyakit kanker serviks \n\n 13. Vaksin Rotavirus untuk penyakit Diare \n\n 14. Vaksin Hepatitis A untuk penyakit kuning akibat infeksi virus Hepatitis A \n\n Efek Samping Vaksin \n\n Pemberian vaksin pada anak-anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti timbulnya rasa nyeri, bengkak atau ruam kemerahan di area suntikan. Selain itu, ada pula reaksi setelah imunisasi berupa demam ringan sampai tinggi sehingga anak menjadi rewel. Umumnya, gejala tersebut akan hilang dalam 3–4 hari, walau terkadang ada yang berlangsung lebih lama. \n\n Dalam hal ini, Anda bisa melakukan langkah-langkah sederhana seperti memberikan obat penurun panas tiap 6 jam, kompres air hangat, berikan pakaian yang tipis pada Si Kecil dan hindari penggunaan selimut, serta berikan ASI lebih sering. Bila tidak membaik atau bertambah parah, segera hubungi dokter untuk penanganan selanjutnya. \n\n Efek samping vaksin tidak selalu terjadi dan angka kejadiannya pun kecil. Oleh karena itu, manfaat vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin terjadi. Mari kita lindungi buah hati kita dengan memberikan vaksin pada anak-anak kita. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Karawang<\/a><\/li>
- 19 September 2020<\/li><\/ul><\/div>
Ragam Vaksin Wajib untuk Anak<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, di masa pandemi virus COVID-19 ini pasti orang tua akan lebih merasa khawatir akan kesehatan anak dan penularan virus sehingga vaksinasi untuk anak pun bisa jadi terlambat. \n\n Meskipun demikian, vaksin dasar tetap wajib untuk dilakukan dengan tujuan agar kekebalan tubuh anak tetap terjaga dan terhindar dari virus lainnya. Pada bayi atau anak dengan usia dibawah 18 bulan, vaksin-vaksin ini wajib terpenuhi yaitu : \n\n \n \n \n Hepatitis B \n Polio \n BCG \n PCV \n MR \n Hib \n DPT \n \n \n \n\n Vaksinasi tersebut tetap dilakukan sesuai jadwal yang terdapat pada pedoman vaksinasi dan konsultasi dengan dokter spesialis anak. \n\n Bagaimana kalau terlambat vaksinasinya? \n\n Vaksinasi yang terlambat harus tetap dikejar ketinggalannya atau biasa disebut catch up. Apabila terjadi keterlambatan, beberapa vaksin dapat digabungan dengan vaksin lainnya yang penjadwalan vaksinnya bersamaan. Namun, perlu juga diingat bahwa ada beberapa vaksin yang tidak dapat digabungkan. Oleh karena itu pentingnya konsultasi dengan dokter spesialis anak agar pemberian vaksin lebih jelas dan terjadwal kembali bila terjadi keterlambatan. \n\n Pentingnya menjaga kekebalan tubuh anak dengan vaksinasi juga sama pentingnya menjaga diri ketika membawa anak ke rumah sakit dengan menerapkan protokol kesehatan diri sehingga tetap sehat di masa pandemi ini. Jadwalkan pemberian vaksin anak anda dimasa pandemi ini, pastikan pemberian vaksin sesuai dengan jadwal dan tidak terlambat demi kesehatan dan tumbuh kembang sang anak. Salam sehat. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Galaxy<\/a><\/li>
- 06 September 2020<\/li><\/ul><\/div>
Pentingnya Imunisasi pada Anak<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, imunisasi harus tetap diberikan kepada anak sejak dini untuk mencegah risiko penularan penyakit berbahaya di kemudian hari. Dengan melakukan imunisasi, bukan berarti anak tidak akan terjangkit penyakit tersebut, namun gejala yang dialami atau efeknya akan lebih ringan. \n\n Di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini, banyak orang tua khawatir jika harus membawa anaknya melakukan imunisasi di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, sehingga banyak yang melewatkan jadwal imunisasi anak. Padahal di tengah situasi seperti sekarang ini, penting bagi anak mendapatkan vaksin yang dibutuhkan untuk menjaga kekebalan tubuh dan mencegahnya dari berbagai virus dan bakteri penyebab berbagai penyakit, khususnya COVID-19. \n\n Apakah Ada Perbedaan Antara Istilah Imunisasi dan Vaksinasi? \n\n Sebenarnya imunisasi merujuk pada proses saat seseorang menjadi kebal terhadap suatu penyakit atau infeksi tertentu. Salah satu cara imunisasi adalah dengan vaksinasi atau pemberian vaksin. Namun, imunisasi tidak hanya dapat dilakukan dengan vaksinasi, tetapi juga dapat dengan pemaparan terhadap penyakit atau infeksi tersebut. Umumnya, kedua istilah tersebut disamakan pengertiannya. \n\n Jadwal Imuniasi Anak Usia 0-18 Bulan \n\n Agar tidak bingung kapan tepatnya harus memberikan imunisasi pada anak, Sahabat Hermina bisa menggunakan jadwal berikut: \n\n Setelah lahir : Hepatitis B-0 dan Polio 0 \n\n Usia 1 Bulan : BCG \n\n Usia 2 Bulan : Pentavalen-I dan Polio Oral-I \n\n Usia 3 Bulan : Pentavalen-II dan Polio Oral-II \n\n Usia 4 Bulan : Pentavalen-III, Polio Oral-III, Polio Injeksi \n\n Usia 9 Bulan : Campak \n\n Usia 18 Bulan : Pentavalen IV, Polio Oral IV, Campak-II \n\n Efek Samping Imunisasi \n\n Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat. Berikut adalah beberapa contoh efek samping imunisasi yang dapat terjadi pada anak: \n\n \n BCG : Timbul pembengkakan (bisul) paling sering 4-6 minggu ditempat suntikan. Kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan menjadi luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh dengan sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil. \n \n DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT. Namun panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus dan akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang. \n \n POLIO : Jarang menimbulkan efek samping. Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan, tetapi jika itu terjadi artinya sang anak sudah terkena polio sebelum diberikan imunisasi polio. \n \n CAMPAK: Ada peluang anak akan mengalami demam, kadang disertai dengan kemerahan 4-10 hari sesudah penyuntikan. \n \n HEPATITIS: Efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari. \n \n\n Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi. \n\n Cara Penanganan Efek Samping Yang Ditimbulkan Dari Imunisasi. \n\n Apabila mengalami demam, anak dapat diberikan paracetamol atau ibuprofen, tergantung usia anak. Untuk dosis tepatnya dapat dikonsultasikan pada dokter. Jika anak mengalami muntah atau diare, berikan cairan sesering mungkin dan awasi tanda atau gejala terjadinya dehidrasi seperti misalnya buang air kecil yang tidak sesering biasanya. Jika ada reaksi lain yang tidak terduga sehabis imunisasi, sebaiknya konsultasi kembali ke dokter yang menangani. \n\n Sahabat Hermina, tidak perlu takut untuk mengimunisasi anak. Karena dengan imunisasi, kita bisa melindungi anak dari penyakit-penyakit berbahaya yang dapat mengintai anak di masa depan. Salam sehat. \n\n \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 06 September 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 19 September 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 24 September 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 12 November 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 10 Desember 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 27 Januari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 17 Juni 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 25 April 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 27 Mei 2022<\/li><\/ul><\/div>
- 12 Februari 2024<\/li><\/ul><\/div>
- 24 Februari 2024<\/li><\/ul><\/div>