kandungan, ibu dan anak, ayah dan ibu

Hipertensi dalam Kehamilan

Sahabat Hermina, kehamilan adalah momen yang dinantikan dan harus dijalani dengan baik serta hati-hati demi keselamatan ibu dan buah hati. Namun, perlu diperhatikan, hipertensi merupakan salah satu masalah medis umum yang ditemukan pada ibu hamil. Apabila tidak tertangani dengan baik, hipertensi pada ibu hamil dapat menyebabkan masalah serius. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui apa saja penyebab hipertensi dalam kehamilan agar kondisi ini dapat dicegah dan ditangani dengan tepat.

 

Hipertensi adalah ketika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg pada dua kali pemeriksaan dengan jarak waktu minimal 15 menit pada wanita dengan keadaan tenang.

 

Jika ditemukan tekanan darah tinggi ≥140/90 pada ibu hamil, perlu dilakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis.

 

 

Hipertensi dalam Kehamilan

 

Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua ibu hamil dan menjadi salah satu penyebab tertinggi kematian ibu melahirkan. Ada beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan, antara lain:

 

- Hipertensi kronik

Hipertensi kronis merupakan tekanan darah tinggi yang sudah terjadi sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan 20 minggu. Kondisi ini sering kali tidak bergejala, sehingga banyak ibu hamil yang tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi kronis.

 

Hipertensi kronis pada ibu hamil sering kali baru terdeteksi ketika ibu hamil menjalani pemeriksaan kandungan.

 

- Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Jika hipertensi kronis tidak ditangani dengan baik, ibu hamil dapat mengalami preeklamsia. Kondisi ini ditandai dengan tekanan darah tinggi yang disertai adanya protein dalam urine.

 

Hipertensi kronis dengan preeklamsia ini biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga kehamilan.

 

- Hipertensi gestasional

Hipertensi gestasional merupakan peningkatan tekanan darah yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Peningkatan tekanan darah ini umumnya tidak disertai dengan adanya protein dalam urine atau kerusakan organ tubuh.

 

Pada ibu hamil yang mengalami kondisi ini, tekanan darah biasanya dapat kembali normal setelah merlahirkan.

 

- Preeklampsia

Hipertensi dalam kehamilan yang tidak terkontrol dengan baik bisa berkembang menjadi preeklamsia. Selain adanya protein dalam urin, preeklamsia juga dapat disertai dengan kerusakan sistem organ, seperti ginjal, hati, darah, atau otak. Preeklamsia biasanya menyebabkan ibu hamil mengalami gejala berikut ini:

  • Sakit kepala yang sering kambuh
  • Mual atau muntah
  • Bengkak pada wajah dan tangan
  • Sesak napas
  • Penglihatan kabur
  • Tekanan darah meningkat secara cepat

 

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko ibu hamil untuk mengalami preeklamsia, di antaranya:

  • Kehamilan pertama
  • Usia di atas 40 tahun
  • Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
  • Riwayat keluarga dengan preeklamsia
  • Hamil lebih dari satu janin atau hamil kembar, baik kembar 2 atau lebih
  • Obesitas
  • Penyakit autoimun
  • Meski jarang terjadi, preeklamsia juga dapat dialami wanita setelah melahirkan atau disebut juga preeklamsia postpartum.

 

- Eklamsia

Eklamsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia yang tidak terkontrol atau tidak tertangani dengan baik. Eklamsia merupakan jenis hipertensi dalam kehamilan yang paling parah. Selain tekanan darah tinggi, ibu hamil dengan kondisi ini juga mengalami kejang, bahkan bisa sampai koma.

 

 

Pastikan ibu hamil melakukan kunjungan kehamilan sehingga dokter dapat memantau tekanan darah. Hubungi dokter segera atau datang ke Instalasi Gawat Darurat jika memiliki sakit kepala berat, gangguan penglihatan, nyeri perut, atau sesak.

 

Nyeri kepala, mual, dan nyeri otot merupakan keluhan umum saat kehamilan sehingga sulit ketika mengetahui keluhan baru merupakan bagan dari kehamilan atau masalah serius khususnya saat kehamilan pertama. Jika khawatir dengan keluhan tersebut konsultasikan ke dokter.

 

 

Categories