Kenali Penyakit Kusta
Saat mendengar kata KUSTA, bayangan seperti apa yang muncul di benak sahabat Hermina? Penyakit kutukan yang tidak bisa disembuhkan dengan muka dan anggota badan cacat ? atau penyakit yang sangat menular sehingga penderita dan keluarga harus dijauhi bahkan dikucilkan?
Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi tertua dalam sejarah peradaban manusia. Kusta terbukti dapat disembuhkan, dan penetapan MDT ( multi drug treatment ) oleh WHO dalam pengobatan kusta di tahun 1982 terbukti sukses menekan angka penyebaran infeksi dan penularan. Meskipun demikian penemuan kasus baru masih ditemukan tinggi di sebagian daerah di Indonesia dan Indonesia masih menjadi penyumbang kasus kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brazil, dengan penemuan kasus baru sejumlah 7.146 kasus di tahun 2021. Upaya eliminasi kusta menghadapi banyak kendala di lapangan diantaranya adanya mitos dan stigma di masyarakat dan diskriminasi pada penderita maupun keluarga. Bertepatan dengan peringatan hari kusta sedunia di 29 januari, sudah saatnya kita hindari stigmatisasi dan diskriminasi kusta dengan pemahaman mengenai kusta, deteksi dini, pencegahan, dan pengobatan yang lebih baik agar program eliminasi kusta di Indonesia dapat segera tercapai.
Kusta disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium leprae yang menyerang kulit dan saraf tepi dengan konsekuensi tanpa pengobatan jangka panjang berupa kecacatan dan deformitas. Proses pembelahan bakteri M. leprae terjadi sangat lambat dibandingkan kuman yang lain, sehingga proses penularannya membutuhkan kontak yang lama dan terus menerus, dan cenderung tidak mudah menular melalui kontak singkat seperti berjabat tangan. Proses penularan kusta dipercaya terjadi melalui terhirupnya droplet yang terkontaminasi kuman. Namun proses infeksi sangat dipengaruhi oleh respon imun individu berdasarkan temuan lebih dari 95% individu yang terpapar M.leprae tidak berkembang menjadi penderita kusta. Penderita kusta yang tidak diobati akan menjadi sumber penularan bagi kontak dekat dan keluarga. Sehingga penegakan diagnosis dan pengobatan pada tahap awal merupakan kunci penting dalam program pemberantasan kusta.
Infeksi awal kusta ditandai dengan bercak kemerahan, atau putih dengan rasa tebal atau kebas hingga mati rasa, tanpa disertai keluhan gatal atau nyeri. Dan bisa disertai dengan gejala tambahan yang khas untuk kusta seperti kerontokan alis mata dan penonjolan di kulit terutama telinga. Pada infeksi kusta tahap lanjut gejala awal tersebut dapat di sertai gangguan pada saraf tepi berupa kelemahan hingga kelumpuhan pada saraf tepi berupa keluhan di kelopak mata seperti ketidakmampuan menutup kelopak mata secara rapat, kelemahan otot tangan dan kaki, hingga kecacatan ditangan dan kaki. Pengobatan pasien difase awal kusta sangat berperan dalam penekanan resiko penularan kusta kepada keluarga atau kontak dekat lainnya dan dalam mencegah resiko kecacatan akibat keterlambatan pengobatan.
Pemeriksaan oleh dokter dibutuhkan untuk memastikan tegaknya diagnosis kusta. Penegakan diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun pada pasien dengan gejala tidak khas dokter akan melakukan pemeriksaan apusan dari kerokan kulit hingga pemeriksaan biopsi jaringan untuk menegakkan diagnosis.
Pengobatan terstandar untuk kusta dari Who adalah menggunakan Multi Drug Treatment ( MDT). MDT dapat diperoleh secara gratis dan distribusikan oleh dinas kesehatan melalui layanan Kesehatan PUSKESMAS. Lama pengobatan kusta tergantung jenis kusta, bervariasi antar 6 bulan hingga selama 12 sd 18 bulan. Selama pengobatan penderita harus kontrol teratur untuk memantau efektifitas dan kemungkinan efek samping dan kemungkinan munculnya reaksi, dan memastikan kesembuhan tuntas saat pengobatan sudah selesai.